Jumat, 22 Februari 2013

Lima Sila


Agama-agama lain mendapatkan pandangan yang baik dan buruk dari perintah dari tuhan atau dewa-dewa.
Buddhis tidak mempercayai tuhan, lalu bagaimanakah kamu mengetahui apa yang baik dan buruk?

Segala pikiran, ucapan atau perbuatan yang berakar pada keserakahan, kebencian dan delusi, dan karena itu akan membawa kita menjauhi dari Nirvana adalah buruk dan segala pikiran, ucapan dan perbuatan yang berakar pada pemberian,cinta kasih dan kebijaksanaan yang akan mendukung pada jalan ke Nirvana adalah baik. 
Untuk mengetahui apa yang baik dan buruk dalam agama-agama yang berpusat pada tuhan, anda akan diberitahu semua yang harus dilakukan. Dalam agama yang berpusat pada manusia seperti Buddhisme, untuk mengetahui apa yang baik dan buruk, anda harus mengembangkan kesadaran diri dan pemahaman diri yang mendalam. Dan pemahaman yang berdasarkan etika selalu lebih kuat dibandingkan yang merupakan hasil dari perintah. Maka untuk mengetahui apa yang baik dan buruk, Buddhis melihat pada 3 hal - Niat dibelakang perbuatan itu, pengaruh dari perbuatan itu pada diri sendiri dan pada orang lain. Jika niatnya baik (berakar pada kemurahan-hati, cinta kasih dan kebijaksanaan), jika membantu diri sendiri (membantu saya untuk lebih memberi, lebih mengasihi dan lebih bijaksana) dan membantu orang lain (membantu mereka untuk lebih memberi, lebih mengasihi dan lebih bijaksana), maka jasa dan perbuatan saya adalah bermanfaat, baik dan bermoral.
Tentu saja, ada banyak variasinya. Terkadang, saya bertindak dengan niat yang terbaik tetapi tidak bermanfaat untuk saya atau lainnya. Terkadang niat saya jauh dari baik, tetapi meskipun demikian tindakan saya menolong orang lain. Terkadang saya bertindak karena niat baik dan tindakan saya membantu saya tetapi mungkin menyebabkan orang lain menjadi susah. Dalam kasus-kasus demikian, tindakan saya adalah campuran - campuran dari baik dan tidak-terlalu baik.
Ketika niatnya buruk dan perbuatannya tidak menolong saya ataupun orang lain, maka perbuatan tersebut adalah buruk.
Dan ketika niat saya baik dan perbuatan saya membawa manfaat untuk saya maupun orang lain, maka jasa perbuatan tersebut sepenuhnya baik.

Lalu apakah Buddhisme memiliki aturan moralitas?

Ya, ada. Lima Sila adalah dasar dari moralitas Buddhis.
Lima Sila itu adalah menghindari pembunuhan atau melukai mahluk hidup, yang ke dua adalah menghindari mencuri, yang ke tiga adalah menghindari tindakan seksual tidak benar, yang ke empat adalah menghindari berdusta dan yang ke lima adalah menghindari alkohol dan obat-obatan yang melemahkan kesadaran.

Tetapi pastinya membunuh itu baik kadang-kadang,
membunuh serangga yang menyebarkan penyakit atau
seseorang yang akan membunuhmu?

Mungkin hal itu baik untukmu tetapi bagaimanakah bagi serangga atau orang yang kita bunuh? Mereka ingin hidup sama seperti dirimu. Ketika engkau memutuskan untuk membunuh seekor serangga yang menyebarkan penyakit, niatmu mungkin gabungan dari keprihatinan diri (baik) dan rasa jijik (buruk).
Tindakan itu akan menguntungkan untuk dirimu (baik) tetapi tentu saja tidak menguntungkan bagi mahluk itu (buruk). Jadi ada kalanya mungkin harus membunuh tetapi tidak pernah sepenuhnya baik.

Kalian Buddhis terlalu mengkhawatirkan tentang
semut-semut atau serangga-serangga.

Buddhis mencoba mengembangkan belas kasih yang tidak membedakan dan merangkul semua. Kita melihat dunia sebagai kesatuan dimana setiap hal dan mahluk memiliki tempat dan fungsinya. Kita percaya bahwa sebelum kita menghancurkan atau mengacau keseimbangan alam yang rapuh, kita harus sangat berhati-hati. Dimana penekanan telah dilakukan pada eksploitasi alam besar-besaran, diperas sampai tetes terakhir tanpa ada yang dikembalikan lagi, menguasai dan menundukkannya, alam telah berontak. Udara menjadi beracun,sungai terpolusi dan mati, banyak binatang dan tumbuhan mengarah pada kepunahan, lereng gunung-gunung menjadi tandus dan tererosi. Bahkan iklim berubah. Jika orang-orang sedikit lebih tidak terlalu menghancur, merusak dan membunuh,situasi buruk ini mungkin tidak akan terjadi. Kita harus berusaha untuk mengembangkan sedikit lebih menghargai untuk semua kehidupan. Dan inilah yang dimaksud dalam Sila Pertama.

Apakah yang Buddhisme katakan tentang aborsi?

Menurut Sang Buddha kehidupan dimulai ketika terjadi pembuahan atau langsung sesudah pembuahan dan melakukan aborsi pada janin adalah melakukan pembunuhan.

Tetapi jika seorang wanita diperkosa atau dia
mengetahui kalau anaknya akan cacat, bukankah lebih baik
untuk menghentikan kehamilannya?

Seorang anak dikandung sebagai hasil dari perkosaan berhak untuk hidup dan dicintai seperti anak-anak lainnya. Dia tidak seharusnya dibunuh hanya karena ayah biologisnya melakukan sebuah kejahatan. Melakukan persalinan seorang anak cacat fisik atau cacat mental akan mengakibatkan guncangan mental yang parah untuk orang tuanya tetapi jika menyetujui hal itu mengapa tidak membunuh anak-anak atau orang dewasa yang cacat?
Ada kemungkinan situasi dimana aborsi adalah alternatif paling manusiawi, contohnya, untuk menyelamatkan si ibu. Tetapi mari kita jujur, kebanyakan aborsi dilakukan hanya karena kehamilan itu repot, membuat malu atau karena orang tuanya menghendaki menunda untuk memiliki anak.
Bagi Buddhis, ini sepertinya adalah alasan-alasan yang buruk untuk menghancurkan kehidupan.

Jika seseorang bunuh diri apakah mereka melanggar
Sila Pertama?

Ketika seseorang membunuh orang lain mereka mungkin melakukannya karena takut, marah, geram, serakah atau emosi-emosi negatif lainnya. Ketika seseorang membunuh dirinya sendiri mereka melakukan karena alasan-alasan yang mirip atau karena emosi negatif lain seperti putus asa atau frustasi. Ketika membunuh adalah hasil dari emosi negatif diarahkan pada orang lain, bunuh diri adalah emosi negatif yang diarahkan pada diri sendiri dan karena itu termasuk melanggar Sila.
Akan tetapi,seseorang yang berpikir untuk bunuh diri atau pernah mencoba bunuh diri tidak perlu diberitahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah. Mereka butuh dukungan kita dan pengertian kita. Kita harus menolong mereka mengerti bahwa bunuh diri adalah menambah masalah mereka, bukan menyelesaikannya.

Beritahu saya tentang Sila Ke-Dua.

Ketika kita mengambil Sila kita bertekad untuk tidak mengambil apa yang bukan milik kita. Sila Ke-Dua adalah tentang menahan keserakahan kita dan menghormati hak milik orang lain.

Sila Ke-Tiga berisi tentang kita harus menghindari
perbuatan seksual yang tidak benar.
Apakah itu perbuatan seksual yang tidak benar?

Jika kita menggunakan penipuan, pemerasan emosional atau memaksa seseorang melakukan hubungan seksual dengan kita, maka hal itu bisa dikatakan perbuatan seksual yang tidak benar. Penyelewengan juga adalah salah satu bentuk dari perbuatan seksual yang tidak benar karena ketika kita menikah kita berjanji pada pasangan kita akan setia padanya.
Ketika kita melakukan penyelewengan kita melanggar janji dan menghianati kepercayaannya. Seks adalah ekspresi dari cinta dan keintiman antara dua orang dan ketika hal itu berkontribusi pada kesehatan mental dan emosi kita.

Apakah seks diluar nikah adalah perbuatan seksual
yang tidak benar?

Tidak jika ada cinta dan kesepakatan bersama diantara dua orang tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa fungsi biologis dari seks adalah reproduksi dan jika seorang wanita yang belum menikah menjadi hamil, hal itu dapat menyebabkan banyak masalah. Banyak orang-orang yang dewasa dan bijaksana berpendapat bahwa lebih baik tidak melakukan seks sampai sesudah menikah.

Apa pendapat Buddhisme tentang pengendalian
kelahiran (birth control)?

Beberapa agama mengajarkan bahwa berhubungan seks untuk alasan selain reproduksi adalah imoral dan dengan demikian mereka menganggap segala bentuk pengendalian kelahiran adalah salah. Buddhisme mengakui bahwa seks memiliki beberapa fungsi - reproduksi, rekreasi, dan sebagai ekspresi dari cinta dan kasih sayang antara dua orang, dst.
Karena demikian, Buddhisme menganggap semua bentuk pengendalian kelahiran adalah baik kecuali aborsi. Bahkan, Buddhisme akan mengatakan bahwa di dunia dimana ledakan populasi menjadi masalah utama, pengendalian kelahiran adalah suatu berkah.

Tetapi bagaimanakah dengan Sila Ke-Empat? Apakah
mungkin hidup tanpa berdusta?

Jika benar-benar tidak dapat hidup di masyarakat atau melakukan bisnis tanpa berdusta, kondisi demikian yang harus dirubah. Buddhis adalah seseorang yang bertekad untuk melakukan tindakan nyata pada sebuah masalah dengan mencoba menjadi lebih jujur.

Jika kamu sedang duduk ditaman dan ada seseorang yang lari ketakutan dan kemudian beberapa menit kemudian ada seseorang yang membawa pisau dan menghampiri kamu dan bertanya kearah mana orang yang tadi pergi, kamu akan katakan yang sebenarnya atau membohonginya?

Jika saya memiliki alasan yang kuat untuk curiga bahwa orang yang kedua itu akan melakukan hal buruk pada orang yang pertama saya akan, sebagai seorang Buddhis yang cerdas dan perhatian, saya tidak akan ragu untuk berdusta. Telah kita katakan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menentukan apakah itu perbuatan baik atau buruk adalah niatnya.
Niatnya untuk menyelamatkan jiwa adalah berkali-kali lipat lebih positif
dibandingkan mengatakan sebuah kebohongan dalam kasus seperti ini.
Jika berbohong, minum minuman keras atau bahkan mencuri tapi dapat menyelamatkan jiwa, saya akan melakukannya. Saya selalu dapat memperbaiki kesalahan karena melanggar Sila tetapi saya tidak akan pernah mengembalikan kehidupan setelah hilang. Meskipun demikian, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, mohon jangan menganggap ini
sebagai ijin untuk melanggar Sila. Sila harus dipraktekkan dengan penuh perhatian dan hanya dilanggar dalam kasus-kasus ekstrim saja.

Sila Ke-Lima mengatakan bahwa kita tidak boleh minum alkohol atau obat-obatan yang melemahkan kesadaran.
Mengapa tidak boleh?

Orang tidak minum alkohol karena rasanya. Ketika mereka minum sendiri adalah untuk mencari pelepasan ketegangan dan ketika mereka minum bersama-sama, biasanya untuk mengikuti kebiasaan dalam bersosialisasi. Bahkan sedikit alkohol dapat melemahkan kesadaran dan mengganggu kesadaran-diri. Dalam jumlah yang banyak, efeknya dapat menjadi mengenaskan. Buddhis mengatakan bahwa ketika kamu melanggar Sila Ke-Lima kamu dapat melanggar semua Sila lainnya.

Tetapi minum sedikit tidak akan benar-benar
melanggar Sila, bukan? Hanya hal kecil saja.

Ya, hanya hal kecil saja dan jika kamu tidak dapat berlatih bahkan sebuah hal kecil, komitmen dan tekadmu tidak begitu kuat, bukan?

Apakah merokok melanggar Sila Ke-Lima?

Merokok tentunya memiliki efek negatif pada tubuh tetapi efek pada pikiran sangat kecil. Seseorang dapat merokok dan tetap waspada, perhatian dan mengendalikan diri sementara merokok tidak dianjurkan, merokok tidak melanggar Sila.

Lima Sila itu negatif. Sila itu melarang apa yang tidak boleh dilakukan. Sila tidak memberitahu apa yang boleh dilakukan.

Lima Sila adalah dasar dari moralitas Buddhis. Lima Sila bukan semua moralitas Buddhis. Kita mulai dengan mengenali tingkah-laku negatif dan berusaha untuk menghentikannya.
Itulah fungsi dari Lima Sila. Setelah kita berhenti melakukan hal buruk, kita akan mulai melakukan hal baik. Kita ambil contoh Sila Ke-Empat. Sang Buddha berkata bahwa kita harus memulai dengan menahan diri dari berdusta. Setelah itu, baru kita mengucapkan kebenaran, berbicara lembut, sopan dan pada waktu yang tepat.

“Meninggalkan ucapan salah dia menjadi pembicara kebenaran,
reliabel, dapat dipercaya, dapat diandalkan, dia tidak menipu
dunia. Meninggalkan ucapan jahat dia tidak mengulang disana
apa yang dia telah dengar disini ataupun dia mengulang disini
apa yang dia dengar disana dengan tujuan untuk menyebabkan
pertentangan antara orang-orang. Dia menyatukan semua yang
terpecah dan menjadikan dekat bersama mereka yang telah
menjadi teman. Harmoni adalah kegembiraannya, harmoni
adalah kegemarannya, harmoni adalah cintanya; Hal itu adalah
alasan dari ucapannya. Meninggalkan ucapan kasar ucapannya
tanpa cela, enak didengar, menyenangkan, masuk kedalaam hati,
sopan, disukai banyak orang. Meninggalkan ucapan tidak
penting dia berucap pada waktu yang tepat, apa yang benar,
langsung pada tujuan, tentang Dhamma dan tentang Vinaya. Dia
berucap kata-kata yang layak dihargai, tepat waktu, beralasan,
jelas dan langsung pada sasaran.” M.I, 179

Pertanyaan Baik Jawaban Baik
Bhikkhu Shravasti Dhammika
Judul asli:
Good Question Good Answer (4th Edition)
Diterjemahkan oleh William Kristianto dan Sumedho Benny
Hak Cipta © Bhikkhu Shravasti Dhammika 2005
Hak Cipta Terjemahan © DhammaCitta Press 2012




Selasa, 19 Februari 2013

Konsep Dasar Buddhis



Apakah ajaran-ajaran utama Sang Buddha?
Semua ajaran-ajaran Sang Buddha berpusat pada Empat Kebenaran Mulia sama seperti tepi roda dan jari-jarinya mengarah ke tengah roda. Hal itu disebut “Empat” karena ada empat.Disebut “Mulia” karena hal itu yang membuat orang-orang yang memahaminya menjadi suci/mulia dan disebut “Kebenaran” karena, berhubungan dengan realitas, hal tersebut adalah benar.
Apakah itu Kebenaran Mulia Pertama?
Kebenaran Mulia pertama adalah kehidupan adalah penderitaan. Hidup adalah untuk menderita. Adalah tidak mungkin kita hidup tanpa merasakan bentuk-bentuk tertentu dari rasa sakit atau kesedihan. Kita harus mengalami penderitaan fisik seperti sakit, luka, letih, usia tua dan akhirnya mati dan kita harus mengalami penderitaan psikologi seperti kesepian, frustasi, takut, malu, kecewa, marah, dll.Bukankah ini agak pesimistik?
Kamus mendefinisikan pesimisme sebagai “kebiasaan berpikir apapun yang akan terjadi akan buruk”, atau “keyakinan bahwa kejahatan lebih berkuasa daripada kebaikan”. 
Buddhisme tidak mengajarkan kedua pandangan tersebut. Tidak juga menyangkal adanya kebahagiaan. Buddhisme hanya mengatakan bahwa hidup itu adalah mengalami penderitaan fisik dan psikologi yang pertanyaan tersebut sangat benar dan sangat jelas sekali tidak dapat disangkal. Buddhisme mulai dengan sebuah pengalaman, sebuah fakta tak terbantahkan, sebuah hal yang diketahui semua orang, yang semua orang telah alami dan yang semua orang coba untuk hindari. Dengan demikian,Buddhisme memulai dengan langsung menuju pada inti dari tujuan bagi setiap orang - penderitaan dan bagaimana menghindarinya.
Apakah itu Kebenaran Mulia Ke-Dua?
Kebenaran Mulia Ke-Dua adalah ketagihan menyebabkan segala penderitaan. 
Ketika kita melihat pada penderitaan psikologi, sangat mudah untuk melihat bahwa hal itu disebabkan oleh ketagihan. Ketika kita menginginkan sesuatu tetapi tidak bisa kita dapatkan, kita merasakan kekecewaan atau frustasi.Ketika kita mengharapkan orang lain sesuai ekspektasi kita dan mereka tidak sesuai, kita merasa sedih dan marah. Ketika kita orang lain untuk menyukai kita dan mereka tidak menyukai kita,kita merasa sakit hati. Bahkan ketika kita menginginkan sesuatu dan bisa mendapatkannya, ini tidak sering membawa pada kebahagiaan karena hal itu tidak lama sebelum kita merasa bosan dengan hal itu, tidak tertarik lagi pada hal itu dan mulai menginginkan hal lainnya. 
Secara sederhana, Kebenaran Mulia Ke-Dua mengatakan bahwa mendapatkan apa yang engkau inginkan tidak menjamin kebahagiaan. Daripada berjuang terus menerus mendapatkan apa yang engkau inginkan, coba untuk merubah keinginanmu. Keinginan itu menghilangkan kepuasan dan kebahagiaan.
Tetapi bagaimanakan keinginan dan ketagihan membawa pada penderitaan fisik?
Seumur hidup terus ingin dan ketagihan ini dan itu dan khususnya ketagihan untuk terus ada menciptakan sebuah energi kuat yang menyebabkan individual terlahir-kembali.
Ketika kita terlahir-kembali, kita memiliki tubuh dan seperti yang sudah disampaikan, tubuh itu dapat terluka dan terkena penyakit; tubuh bisa letih karena kerja; akan menua dan akhirnya mati. Karena itu, ketagihan membawa pada penderitaan fisik karena hal tersebut menyebabkan kita terlahir kembali.Yang dijelaskan itu sangat baik sekali. Tetapi jika kita berhenti total menginginkan, kita tidak akan pernah mendapatkan apapun atau mencapai apapun.Benar. Tetapi apa yang Sang Buddha katakan adalah ketika keinginan kita, ketagihan kita, ketidapuasan kita dengan apa yang telah kita miliki dan kerinduan terus-menerus kita untuk lebih dan lebih menyebabkan kita menderita, lalu kita harus mencoba berhenti melakukannya. Beliau meminta kita untuk membedakan antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan dan berusaha pada apa yang kita butuhkan dan merubah apa yang kita inginkan. Beliau mengajarkan kita bahwa kebutuhan kita dapat terpenuhi tetapi keinginan kita itu tidak terbatas seperti lubang tanpa dasar. Ada kebutuhan-kebutuhan esensial, mendasar dan dapat diperoleh dan kita harus berusaha untuk hal tersebut. Keinginan yang lebih dari itu harus dikurangi dengan bertahap. Lagi pula, apakah tujuan dari hidup?
Untuk mendapatkan atau menjadi puas dan bahagia.
Anda berbicara tentang kelahiran-kembali, tetapi adakah bukti hal itu terjadi?
Ada banyak bukti hal itu terjadi tetapi kita akan bahas hal itu lebih detail setelah ini.
Apakah itu Kebenaran Mulia Ke-Tiga?
Kebenaran Mulia Ke-Tiga adalah penderitaan dapat diatasi dan kebahagiaan dapat dicapai. Mungkin ini adalah bagian terpenting dari Empat Kebenaran Mulia karena didalam ini Sang Buddha meyakinkan kita bahwa kebahagiaan sejati dan kepuasan itu mungkin. Ketika kita melepaskan ketagihan yang tak berarti itu dan belajar untuk hidup setiap hari setiap waktu,menikmati tanpa dengan gelisah menginginkan apa yang bisa didapat dari hidup ini, dengan sabar bertahan dalam problem-problem kehidupan melibatkan tanpa air mata, kebencian dan kemarahan, kemudian kita menjadi bahagia dan bebas. Lalu dan hanya lalu, kita dapat hidup dengan sepenuhnya. Karena kita tidak lagi terobsesi dengan pemuasan keinginan egois kita sendiri, kita mendapatkan banyak waktu untuk menolong lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Keadaan ini yang disebut Nirvana.
Apakah atau dimanakah itu Nirvana?
Nirvana adalah sebuah dimensi melampau waktu dan ruang dan karena itu sulit untuk dibicarakan atau bahkan dipikirkan, kata-kata dan pikiran hanya dapat menjelaskan dimensi waktu-ruang. Tetapi karena Nirvana melampaui waktu, maka tidak ada pergerakan, tidak ada pergesekan dan tidak ada penuaan atau kematian. Karena itu Nirvana adalah abadi. Karena hal itu melampaui ruang, maka tidak ada sebab, tidak ada batas,tidak ada konsep diri atau bukan diri dan karena itu Nirvana adalah tak terhingga. Sang Buddha juga menyakinkan kita bahwa Nirvana adalah pengalaman dari kebahagiaan luar biasa.

Beliau mengatakan:
“Nirvana adalah kebahagiaan tertinggi.” Dp.204
Tetapi apakah ada bukti bahwa dimensi seperti itu ada? Tidak ada. Tetapi keberadaan dapat dideduksi secara tidak langsung. Jika ada sebuah dimensi dimana waktu dan ruang dapat beroperasi dan ada dimensi seperti itu - dunia yang kita alami - kemudian kita dapat menyimpulkan bahwa ada dimensi dimana waktu dan ruang tidak beroperasi - Nirvana. Lagi,bahkan meskipun kita tidak dapat membuktikan Nirvana itu ada,kita memiliki kata-kata Sang Buddha yang menjelaskan bahwa Nirvana ada.
Beliau mengatakan pada kita:
“Ada yang tak-terlahir, yang tidak-menjadi, yang tidakterbentuk,yang tidak-berpadu. Jika tidak ada yang tak-terlahir,yang tidak-menjadi, yang tidak-terbentuk, yang tidak-berpadu,maka tidak ada jalan keluar dari kelahiran, menjadi, terbentuk,dan berpadu. Tetapi karena ada yang tak-terlahir, tidak-menjadi,tidak-terbentuk, dan tidak-berpadu, maka ada jalan keluar dari kelahiran, menjadi, terbentuk dan berpadu.”   Ud, 80
Kita akan mengetahui ketika kita mencapainya. Sampai waktu itu nanti, kita masih dapat berlatih.

Apakah itu Kebenaran Mulia Ke-Empat?
Kebenaran Mulia Ke-Empat adalah Jalan menuju untuk mengatasi penderitaan. Jalan ini disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan dan terdiri dari Pemahaman Sempurna,Pikiran Sempurna, Ucapan Sempurna, Perbuatan Sempurna,Penghidupan Sempurna, Usaha Sempurna, Perhatian-Penuh Sempurna dan Konsentrasi Sempurna. 

Kehidupan Buddhis terdiri dari praktek delapan hal-hal ini sampai semuanya lengkap. Anda akan melihat bahwa langkah-langkah pada Jalan Mulia Berunsur Delapan melingkupi semua aspek kehidupan: intelektual, etikal, sosial dan ekonomi dan psikologi dan karena itu berisi semua yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang baik dan mengembangkan secara spiritual.

Pertanyaan Baik Jawaban Baik
Bhikkhu Shravasti Dhammika
Judul asli:
Good Question Good Answer (4th Edition)
Diterjemahkan oleh William Kristianto dan Sumedho Benny
Hak Cipta © Bhikkhu Shravasti Dhammika 2005
Hak Cipta Terjemahan © DhammaCitta Press 2012