KEBENARAN
ARIYA KEEMPAT
Apakah
Kebenaran Ariya mengenai Jalan Menuju Berakhirnya Penderitaan? Kebenaran Ariya
ini adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan,
yaitu: Pandangan Benar, Niat Benar,
Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar,Usaha Benar, Perhatian Benar
dan Konsentrasi Benar.
Inilah
Jalan Mulia Menuju Berakhirnya Penderitaan: demikianlah pandangan, pengetahuan,
kebijaksanaan,pemahaman dan cahaya yang timbul dalam diriku
mengenai
hal yang belum pernah terdengar sebelumnya….
Kebenaran
Ariya ini harus ditembus dengan meng-kultivasi Jalan [tersebut] . . . .
Kebenaran
Ariya ini telah ditembus dengan mengkultivasi Jalan: demikianlah pandangan,
pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman dan cahaya yang timbul
dalam
diriku mengenai hal yang belum pernah terdengar sebelumnya.
[Samyutta
Nikaya LVI, 11]
Kebenaran
Ariya Keempat, seperti tiga lainnya,memiliki tiga aspek. Aspek pertama adalah:
‘Ada Jalan Berunsur Delapan, attangika magga – jalan keluar dari
penderitaan.’
Jalan ini disebut juga ariya magga, Jalan Ariya atau Mulia. Aspek kedua adalah:
‘Jalan ini harus dikembangkan.’ Pengetahuan-kebijaksanaan final
menuju
ke kearahatan adalah: ‘Jalan ini telah sepenuhnya dikembangkan.’
Jalan
Berunsur Delapan diuraikan secara berurutan: diawali dengan Pengertian Benar (atau sempurna), samma ditthi,
berlanjut ke Niat atau Aspirasi
Benar (atau sempurna),samma sankappa; kedua elemen jalan ini dikelompokkan dalam Kebijaksanaan (panna).Panna mengalir ke komitmen moral (sila), yang mencakup Ucapan Benar, Perbuatan Benar, dan
Penghidupan Benar – juga disebut dengan
ucapan
sempurna (samma vaca), perbuatan sempurna (samma kammanta) dan penghidupan
sempurna (samma ajiva).
Kemudian
dari sila secara alamiah mengalir: Usaha
Benar (samma vayama), Perhatian-penuh Benar (samma sati) dan Konsentrasi Benar
(samma samadhi).
Ketiga
elemen terakhir ini memberikan keseimbangan emosional. Ketiganya adalah
mengenai hati – sang hati yang terbebaskan dari keberpusatan-diri dan
keegoisan.
Dengan
adanya Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar, hati menjadi
murni, bebas dari noda dan kotoran. Ketika hati murni, pikiran damai.
Kebijaksanaan (panna), atau Pengertian Benar dan Niat Benar, timbul dari hati
yang murni. Dengan demikian kita kembali lagi ke awal.
Berikut
adalah elemen-elemen dari Jalan Berunsur Delapan yang dikelompokkan menjadi
tiga bagian.
1.
Kebijaksanaan (panna)
-Pengertian Benar (samma ditthi)
-Niat Benar (samma sankappa)
2.
Moralitas (sila)
-Ucapan Benar (samma vaca)
-Perbuatan
Benar (samma kammanta)
-Penghidupan Benar (samma ajiva)
3.
Konsentrasi (samadhi)
-Usaha Benar (samma vayama)
-Perhatian-penuh Benar (samma sati)
-Konsentrasi Benar (samma samadhi)
Hanya
karena kedelapan elemen ini diuraikan secara berurutan bukan berarti bahwa
kejadiannya juga runtut demikian. Kedelapan elemen ini terjadi bersamaan.
Kita
mungkin dapat membicarakan Jalan Berunsur Delapan dan berkata ‘Pertama-tama
anda harus memiliki Pengertian Benar, kemudian Aspirasi Benar, kemudian . . . .
‘Tetapi sebenarnya, dengan diuraikan demikian, kita diajari untuk merefleksikan
pentingnya bertanggungjawab atas apa yang kita katakan dan lakukan dalam hidup.
PENGERTIAN
BENAR
Elemen
pertama dari Jalan Berunsur Delapan adalah Pengertian Benar yang terbit dari
insight ke dalam ketiga butir Kebenaran Ariya sebelumnya. Apabila anda memiliki
pengetahuan-kebijaksanaan itu maka akan ada pengertian sempurna tentang Dhamma
– pengertian bahwa: ‘Semua yang berawal akan berakhir.’ Sesederhana itu .… Anda
tidak harus menghabiskan banyak waktu buat membaca ‘semua yang berawal akan
berakhir’, tetapi memang dibutuhkan waktu cukup banyak bagi sebagian besar dari
kita agar mampu memahami kata-kata itu secara mendalam dan tidak sekedar secara
intelektual belaka.
Insight
adalah benar-benar pengetahuan inti –bukan hanya dari gagasan-gagasan. Ini
bukan lagi, ‘Saya pikir saya tahu’, atau ‘Oh ya, semuanya kelihatan masuk
akal.
Saya setuju. Saya suka pemikiran itu.’ Pengetahuan macam itu masih cuma berasal
dari otak sedangkan pengetahuan-kebijaksanaan adalah sesuatu yang lebih mendalam.
Pengetahuan ini benar-benar diketahui dan keraguan tidak lagi menjadi
masalah.Pemahaman yang mendalam ini datang dari kesembilan insight sebelumnya.
Jadi ada urutan yang sampai ke Pengertian Benar mengenai segala sesuatu sebagaimana
adanya, yaitu: Semua yang berawal bakal berakhir dan bukan-diri. Dengan
pengertian benar, anda telah melepas semua ilusi mengenai diri yang berkaitan dengan
kondisi-kondisi yang fana. — Badan tetaplah ada
dan
demikian juga perasaan dan pikiran, tetapi semuanya hanya sebagaimana adanya —
tidak ada lagi kepercayaan bahwa anda adalah badan anda atau perasaan anda atau
pikiran anda. Penekanannya adalah pada: Segala sesuatu itu ialah sebagaimana
adanya. Kita tidak berusaha mengatakan bahwa segala sesuatu bukanlah apa-apa atau
segala sesuatu bukan sebagaimana adanya. Segala sesuatu adalah sebagaimana
adanya dan tidak lebih. Tetapi tatkala kita diselimuti kebodohan-batin (ignorant),
tidak memahami kebenaran ini, kita cenderung berpikir bahwa segala sesuatu itu
tampak lebih dari sekedar apa adanya.
Kita
mempercayai pelbagai macam hal dan menciptakan semua ragam masalah di sekitar
kondisi yang kita alami.Begitu banyak kepedihan dan keputus-asaan
manusia
disebabkan oleh imbuhan embel-embel yang diakibatkan kekelirutahuan sesaat.
Sungguh sangat mengenaskan bahwa [ternyata] kesengsaraan, kesedihan
dan
keputusasaan umat manusia itu disebabkan oleh khayalan; keputus-asaan ialah sia-sia
tanpa arti. Manakala anda mampu melihatnya, maka anda mulai merasakan welas-asih
yang tiada batas terhadap semua makhluk.
Bagaimana
anda bisa membenci atau menggerutui atau mengutuk orang yang terikat oleh
kekelirutahuan? Semua orang dipengaruhi oleh pandangan-salahnya untuk melakukan
hal-hal yang mereka lakukan.
***
Kala
kita bermeditasi, kita mengalami kedamaian,sedikit ketenangan dimana pikiran
melambat. Ketika dengan pikiran tenang kita menatap sesuatu seperti
misalnya
bunga, kita melihatnya sebagaimana adanya.
Ketika
tidak ada penggenggaman (grasping) – tiada [pamrih] yang dicari atau
disingkirkan – maka apa yang kita lihat, dengar atau alami melalui indria
adalah indah, benar-benar indah. Kita tak lagimengkritiknya,membandingbandingkannya
,atau
berusaha memilikinya. Kita mendapat keasyikan serta kegembiraan dalam keindahan
di sekeliling kita karena tiada lagi yang perlu diperbuat darinya.
Semuanya
persis sebagaimana adanya.
Kecantikan
mengingatkan kita pada kemurnian,kebenaran, kenyatan dan keindahan mutlak. Kita
jangan melihatnya sebagai umpan buat mengecoh kita: ‘Bunga ini ada di sini cuma
buat menggaet saya sehingga saya akan dikecoh olehnya’ – itu adalah sikap dari
si penggerutu meditator bangkotan.
Manakala
kita memandang lawan jenis dengan hati yang murni, kita menghargai
kecantikannya
tanpa nafsu-keinginan untuk menyentuh atau memiliki.
Kita
dapat gembira dalam kecantikan orang lain, baik pria ataupun wanita, ketika
tidak ada pamrih pribadi atau nafsu. Ada kejujuran – segala sesuatu sebagaimana
adanya. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan atau dalam Pali, vimutti.
Kita
terbebaskan dari ikatan yang membias dan mengkorup keindahan di sekeliling
kita, seperti tubuh yang kita miliki. Namun,pikiran kita bisa menjadi begitu
ter-korupsi, dan negative dan tertekan dan terobsesi sehingga kita tak lagi
melihat
benda-benda
sebagaimana adanya. Ketika kita tidak memiliki Pengertian Benar, kita [secara
salah] melihat segala sesuatunya melalui [bias] cadar atau tapis yang kian tebal.Pengertian
Benar harus dikembangkan melalui refleksi, dengan menggunakan ajaran Sang
Buddha.
Dhammacakkapavatana
Sutta sebenarnya merupakan ajaran yang menarik untuk direnungkan dan digunakan sebagai
acuan berefleksi. Kita juga dapat menggunakan sutta lain dari Tipitaka, misalnya
yang membahas paticcasamuppada (kemunculan saling bergantungan).
Ini
adalah ajaran yang sangat hebat untuk direnungkan. Kalau anda dapat
mengkontemplasikan ajaran semacam ini,anda dapat melihat dengan jelas perbedaan
antara segala sesuatu-sebagaimana-adanya [sesuai dengan Dhamma]
dan
titik dimana kita cenderung mulai mengarang-ngarang membias dari
sesuatu-yang-sebagaimana-adanya. Oleh karena itu kita perlu memantapkan
kewaspadaan penuh pada segala sesuatu sebagaimana adanya. Ketika ada pengetahuan
mengenai Empat Kebenaran Ariya, maka ada Dhamma.
Dengan
pengertian benar, semuanya terlihat sebagai Dhamma; contoh: kita sekarang duduk
di sini. . . . Ini adalah Dhamma. Kita tidak memikirkan tubuh dan pikiran ini
sebagai kepribadian dengan segala pandangannya dan pendapatnya dan semua
pikiran terkondisinya dan reaksinya yang kita kumpulkan akibat kebodohan-batin.
Kita
merefleksi keadaan saat ini sebagai: ‘Inilah sebagaimana adanya. Ini adalah
Dhamma.’ Kita menumbuhkan dalam pikiran, pemahaman bahwa bentukan tubuh ini
hanyalah Dhamma. Ini bukan diri; bukan pribadi.
Kemudian
kita juga melihat sensitifnya bentukan tubuh ini sebagai Dhamma daripada
mengganggapnya sebagai diri-pribadi: ‘Saya sensitif,’ atau ‘Saya tidak
sensitif;’‘Anda tidak sensitif terhadap saya. Siapakan yang paling sensitif?’ .
. . ‘Mengapa kita merasakan rasa sakit? Mengapa Tuhan menciptakan rasa sakit;
mengapa Dia tidak hanya menciptakan rasa senang saja? Mengapa ada begitu banyak
kesengsaraan dan penderitaan dalam hidup? Ini tidak adil.
Orang
mati dan kita harus terpisah dengan orang yang kita cintai; kesedihan ini
sungguh mengerikan.’ —Tiada Dhamma dalam racauan itu bukan? Semuanya hanya keakuan:
‘Betapa malangnya aku. Aku tidak suka ini, aku tidak suka itu begitu. Aku mau
rasa-aman, kebahagiaan, kesenangan dan semua yang terbaik. Sungguh tidak adil
bahwa orang tua aku bukan arahat ketika aku lahir.
Sungguh
tidak adil bahwa mereka tidak pernah memilih arahat sebagai Perdana Mentri
Inggris. Bila semuanya adil,mereka akan memilih arahat sebagai Perdana Mentri!’
Saya
mencoba menunjukkan bahwa perasaan‘Ini tidak benar, itu tidak adil’ tidak masuk
akal untuk menunjukkan bahwa kita mengharapkan Tuhan untuk
menciptakan
semuanya demi kita dan membuat kita terus bahagia dan aman. Inilah yang
biasanya dipikirkan orang walaupun mereka tidak berkata demikian. Tetapi ketika
kita merefleksi, kita melihat ‘Inilah apa adanya. Sakit adalah demikian dan
seperti inilah rasanya kesenangan.
Kesadaran
adalah seperti ini.’ Kita merasakan. Kita bernafas. Kita dapat menginginkan.
Ketika
kita merefleksi, kita merenungkan kemanusiaan kita sendiri sebagaimana adanya.
Kita tidak lagi membawanya ke tingkat pribadi atau menyalahkan
siapapun
karena segalanya tidak persis yang kita suka atau mau. Semua sebagaimana adanya
dan kita sebagaimana adanya. Anda mungkin bertanya mengapa ya kita semua kok
tidak bisa persis sama saja – dengan kemarahan yang
sama,
keserakahan yang sama dan ketidaktahuan yang sama; tanpa semua variasi dan
kombinasi. Walaupun anda dapat melacak pengalaman manusia sampai ke hal-hal mendasar,
setiap orang memiliki kamma masing-masing yang harus dihadapi – obsesi dan
kecenderungan kita yang selalu berbeda dalam kualitas dan kuantitas dengan
orang lain.
Mengapa
kita semua tidak bisa sama persis,memiliki barang-barang yang sama dan wajah
yang sama– satu makhluk hermaphrodit? Dalam dunia seperti itu,
tidak
ada ketidakadilan, tidak ada perbedaan, semuanya benar-benar sempurna dan tidak
ada kemungkinan ketidaksetaraan. Namun ketika kita mengenali Dhamma,kita
melihat bahwa dalam alam terkondisi, tidak ada dua hal yang identik. Semuanya
memiliki perbedaan,variabel yang tak terbatas, terus berubah, dan semakin kita
berusaha membuat kondisi sesuai dengan keinginan kita, maka kita semakin
frustasi. Kita berusaha untuk saling menciptakan satu sama lain dan masyarakat
yang sesuai dengan ide kita tentang bagaimana sesuatu seharusnya,
tetapi
kita pada akhirnya selalu merasa frustasi. Dengan refleksi, kita sadar bahwa:
’Inilah demikan apa adanya,’inilah demikian hal-hal seharusnya – dan memang
hal-hal tersebut hanya bisa demikian.
Namun
itu bukanlah refleksi yang fatalistik atau negatif. Bukan sikap: ‘Inilah
demikian apa adanya dan tidak ada yang bisa anda perbuat padanya.’ Ini adalah
respon
yang positif untuk menerima aliran kehidupan apa adanya. Walaupun itu bukan apa
yang anda mau, kita dapat menerima dan belajar darinya.
***
Kita
adalah makhluk yang sadar, cerdas dan memiliki ingatan yang kuat.
Kita
memiliki bahasa. Selama ribuan tahun, kita telah mengembangkan rasio, logika
dan kecerdasan-diskriminatif (kemampuan mengenali dan membeda-bedakan pelbagai
hal secara cermat). Kita musti memikirkan bagaimana menggunakan
kapasitas-kapasitas ini sebagai alat untuk merealisasi Dhamma daripada malah
sebagai
masalah pribadi atau kepemilikan pribadi. Orang yang mampu mengembangkan
kecerdasan-diskriminatifnya acapkali malah berakhir melukai diri sendiri
dengannya;mereka kadang jadi sangat kritis terhadap diri sendiri atau bahkan
mulai membenci diri sendiri. Ini disebabkan alat diskriminatif kita cenderung
untuk terlalu berfokus hanya pada apa-apa yang salah (negatif) dengan segala hal.
[Karena awalnya ya memang] inilah maksudnya diskriminatif: mengenali bagaimana
ini berbeda dengan itu. Lalu kemudian tatkala anda menerapkan ini terhadap diri
sendiri, apa yang pada akhirnya anda miliki? Hanya setumpuk daftar cacat dan
kesalahan yang membuat anda tampak benar-benar tiada harapan.
Ketika
kita mengembangkan Pengertian Benar,kita menggunakan kecerdasan untuk
merefleksi dan mengkontemplasikan hal-hal. Kita juga menggunakan
perhatian-penuh,
menjadi terbuka terhadap segala hal apa adanya (the way it is). Ketika kita
merenung dengan cara demikian, kita menggunakan perhatian-penuh dan kebijaksanaan
secara bersamaan. Jadi sekarang kita menggunakan kemampuan kita untuk
mendiskriminasi [Perlu dicatat bahwa kata
diskriminasi (kecerdasan, kemampuan mengenali dan membeda-bedakan pelbagai hal
secara cermat) disini bersifat netral tidak berkonotasi negatif – ed.] dengan
kebijaksanaan (vijja) bukan dengan kebodohan (avijja). Ajaran Empat Kebenaran
Ariya ini adalah untuk membantu anda
menggunakan kecerdasaan anda –kemampuan anda untuk kontemplasi, merefleksi dan berpikir – dalam cara yang bijaksana
dan bukannya dengan cara yang tamak,
dengki atau merusak-diri.
ASPIRASI
BENAR
Elemen
kedua dari Jalan Berunsur Delapan adalah samma sankappa. Terkadang kata ini
diterjemahkan menjadi ‘Pemikiran Benar’, yaitu berpikir dengan cara yang benar.
Namun, sebenarnya kata ini memiliki kualitas yang dinamis, seperti ‘niat’,
‘sikap’ atau ‘aspirasi (keinginan)’. Saya lebih suka mengunakan ‘aspirasi’ yang
sangat bermakna dalam Jalan ini, karena kita memang menginginkan.Penting untuk
melihat bahwa aspirasi bukanlah nafsu-keinginan. Kata Pali ‘tanha’ berarti
keinginan yang berasal dari kekelirutahuan (kebodohan-batin), sedang‘sankappa’
adalah keinginan atau cita-cita yang terbit bukan dari kebodohan. Aspirasi
mungkin terlihat sebagai sejenis nafsu-keinginan (desire) bagi kita karena
dalam bahasa Inggris kita menggunakan kata desire untuk hal tersebut, baik
mencita-citakan (aspiring) atau maui (wanting). Anda mungkin berpikir bahwa
keinginan adalah sejenis tanha, ingin menjadi tercerahkan (bhava tanha).
Tetapi
samma sankappa datang dari Pengertian Benar yang melihat jelas. Bukan
menghasrati menjadi apapun, bukan nafsu-keinginan untuk menjadi orang yang
tercerahkan.Dengan Pengertian Benar, seluruh ilusi dan cara berpikir tersebut
tak lagi masuk di akal.
Aspirasi
adalah perasaan, niat, sikap atau pergerakan dalam diri kita. Semangat kita
naik, bukan tenggelam —ini bukanlah keputusasaan! Ketika ada Pengertian Benar,
kita
menginginkan kebenaran, keindahan dan kebaikan.
Samma
ditthi dan samma sankapppa, Pengertian Benar dan Niat Benar, disebut panna atau
kebijaksanaan dan keduanya membentuk satu dari tiga bagian dalam Jalan Berunsur
Delapan.
***
Kita
dapat merenung: Mengapa kita tetap saja merasa tidak puas bahkan ketika kita
memiliki segala hal yang terbaik? Kita tidak sepenuhnya bahagia walaupun
kita
memiliki rumah yang indah, mobil, perkawinan yang sempurna, anak-anak yang
cerdas dan manis dan lain-lainnya– dan [tentu saja] kita jelas tak puas kalau
kita tidak memiliki semua itu! . . . Kala kita tidak memilikinya, kita dapat
berpikir, ‘Yah, bila saya punya yang terbaik, maka saya akan puas.’ Tetapi kita
tidak akan puas. Bumi bukanlah tempat untuk kepuasan kita. Bumi memang
semestinya
bukan
tempat seperti itu. Ketika kita menyadarinya, kita tidak lagi mengharapkan
kepuasan dari planet bumi; kita tidak membuat tuntutan itu.
Sampai
kita menyadari bahwa planet ini takkan bisa memuaskan semua hasrat kita, kita
akan terus bertanya,‘Ibu Bumi, mengapa engkau tak dapat membuat aku puas?’ Kita
seperti anak kecil yang menyusu pada ibu,terus berusaha menyedot sebanyak
mungkin darinya dan menginginkannya terus mengasuh dan memberi makan dan
membuat kita puas.
Kalau
kita puas, maka mestinya kita tidak akan heran dengan segala sesuatu. Namun,
tetap kita toh mengenali bahwa ada sesuatu yang lebih daripada tanah
di
bawah kita; ada sesuatu di atas kita yang tidak begitu kita mengerti.
Kita
memiliki kemampuan untuk berpikir dan mempertimbangkan kehidupan, untuk
merenungkan maknanya. Bila anda ingin mengetahui makna hidup anda,
anda
tidak dapat puas dengan kesejahteraan material, kenyamanan dan keamanan
saja.Jadi kita ingin mengetahui kebenaran. Anda mungkin merasa bahwa ini adalah
keinginan yang terlalu berani, ‘Memangnya siapa saya ini? Saya terlalu tua untuk
mengetahui segala sesuatu.’ Tetapi keinginan itu ada. Mengapa kita memilikinya
bila itu tidak mungkin?
Pertimbangkan
konsep realitas tertinggi. Kebenaran tertinggi atau mutlak adalah suatu
pemikiran yang sangat halus. Ide adanya Tuhan, yang Tanpa Kematian atau yang Abadi,
sebenarnya adalah suatu pemikiran yang halus. Kita ingin mengetahui realitas
tertinggi. Sisi hewani dari kita tidak menginginkan; sisi ini tidak tahu apapun
mengenai keinginan seperti ini. Tetapi dalam diri kita terdapat kecerdasan
intuitif yang ingin mengetahui; yang selalu ada tetapi cenderung tidak kita
perhatikan; tidak kita mengerti.
Kita
cenderung membuang atau tidak mempercayainya —terutama para materialis modern.
Mereka pikir ini hanyalah khayalan dan tidak nyata.
Sedangkan
saya sangat gembira ketika sadar bahwa planet ini bukanlah rumah saya yang
sebenarnya. Saya sudah menduganya. Saya ingat ketika masih kecil
berpikir,‘Tempatku bukan di sini.’ Saya tidak pernah merasa planet bumi ini
adalah tempat saya, bahkan sebelum saya menjadi bhikkhu, saya tidak pernah
merasa cocok berada dalam masyarakat. Bagi sebagian orang, mungkin ini adalah
cuma
problem neurotik, tetapi boleh jadi ini juga sejenis intuisi yang sering
dimiliki anak-anak. Ketika anda polos tanpa dosa, pikiran anda sangat intuitif.
Pikiran
seorang anak lebih intuitif dalam berhubungan dengan kekuatan misterius
daripada pikiran kebanyakan orang dewasa.
Dengan
semakin dewasanya kita, kita menjadi terkondisi berpikir dengan cara tertentu
dan memiliki ide yang kaku mengenai apa yang riil dan apa yang tidak. Seiring
dengan berkembangnya ego kita, masyarakat mendiktekan apa
yang
nyata dan tidak, yang benar dan salah, dan kita mulai menerjemahkan dunia
melalui persepsi-persepsi kaku tersebut. Satu hal yang menakjubkan mengenai
anak-anak
adalah mereka belum melakukan itu; mereka masih melihat dunia dengan pikiran
intuitif yang belum terkondisi.
Meditasi
adalah sebuah cara buat meluruhkan keterkondisian pikiran yang kemudian
membantu kita guna melepas semua pandangan-pandangan picik dan ide-ide kaku
yang kita punya. Biasanya, apa yang riil menjadi tersingkir ketika apa yang tak
nyata mendapatkan seluruh perhatian kita. Inilah apa yang disebut
kekelirutahuan (avijja).
Kontemplasi
aspirasi kemanusiaan kita menghubungkan kita dengan sesuatu yang lebih tinggi daripada
hanya kerajaan hewan atau planet bumi. Bagi saya hubungan ini lebih nyata
daripada pemikiran bahwa hanya inilah apa yang ada, bahwa ketika mati tubuh
kita membusuk dan tiada lagi selain itu. Ketika kita merenung dan
mempertimbangkan alam tempat kita hidup ini, kita melihat bahwa alam ini sangat
luas, misterius dan tak terpahami oleh kita. Namun, ketika kita lebih
mempercayai
pikiran
intuitif kita, kita menjadi reseptif (mudah menerima) terhadap hal-hal yang
mungkin telah terlupakan atau tidak pernah terbuka sebelumnya – kita terbuka
ketika kita melepas [kecenderungan] reaksi-reaksi yang kaku,terkondisi.
Kita
bisa memiliki ide yang terpaku sebagai pribadi tertentu (personality), sebagai
pria atau wanita,sebagai orang Inggris atau Amerika. Hal semacam ini dapat
menjadi sangat nyata (real) bagi kita, dan kita dapat menjadi sangat sedih atau
marah karenanya. Kita bahkan dapat membunuh satu sama lain dikarenakan
pandangan terkondisi yang kita pegang, percayai dan tak pernah kita pertanyakan.
Tanpa Aspirasi Benar dan Pengertian Benar, tanpa panna, kita tiada pernah bisa
melihat sifat yang sejatinya dari pandangan-pandangan ini.
PERKATAAN
BENAR, TINDAKAN BENAR, PENGHIDUPAN
BENAR
Sila,
aspek moral dari Jalan Berunsur Delapan, terdiri dari Perkataan Benar, Tindakan
Benar dan Penghidupan Benar, yang berarti bertanggungjawab atas perkataan kita dan
berhati-hati terhadap apa yang kita lakukan dengan tubuh. Ketika saya penuh
perhatian dan waspada, saya bicara sesuai dengan waktu dan tempat; dan demikian
pula saya bertindak atau bekerja sesuai dengan waktu dan
tempat.Kita
mulai sadar bahwa kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan dan
lakukan; kalau tidak kita hanya akan terus-menerus menyakiti diri
sendiri.Apabila anda melakukan atau mengatakan hal-hal yang tak baik atau keji,
maka segera bakal berakibat. Dulu anda mungkin dapat melarikan diri dengan
membohongi diri,mengalihkan perhatian pada hal lain sehingga anda tidak
harus
memikirkannya. Anda bisa saja untuk sementara lupa pada segala sesuatu sampai
hal-hal itu datang kembali. Tetapi jika kita berlatih sila, maka segala sesuatu
tampaknya
kembali dengan segera. Bahkan ketika saya melebih-lebihkan, sesuatu dalam diri
saya berkata, ‘Kamu seharusnya tidak melebih-lebihkan, kamu harusnya lebih berhati-hati.’
Saya dulunya memiliki kebiasaan melebih-lebihkan
–
ini merupakan bagian dari budaya [Barat] kita; dan tampaknya normal saja. [Orang Barat relatif lebih suka
melebih-lebihkan (ekspresif) ketimbang kita
di Asia;
terlihat misal dari cara mereka saling menyapa. Kalau orang berkata
“Hai,
apa kabar?”, adalah lumrah bagi mereka untuk menjawab, “Luar biasa!”,
“Superb!”,
“Tak pernah sebaik ini”, atau “Huebaat!” [padahal sebenarnya tak ada sesuatu
yang spesial] – hal yang bagi kita terdengar agak lucu, risih – ed.]
Tetapi
ketika anda waspada (aware), sedikit kebohongan atau gosip segera berakibat karena
anda sepenuhnya terbuka, rapuh dan sensitif. Jadi anda berhati-hati terhadap
apa yang anda lakukan; anda sadar bahwa penting untuk bertanggung-jawab
terhadap apa yang anda lakukan dan katakan.
Dorongan
untuk menolong orang adalah Dhamma yang skillful (terampil). Bila anda melihat
seseorang jatuh di lantai karena pingsan, sebuah Dhamma yang skillful melewati
pikiran anda: ‘Tolong orang ini, ‘dan anda menolongnya untuk siuman. Bila anda
melakukannya dengan pikiran kosong [tanpa-pamrih] — bukan karena nafsu-keinginan
pribadi untuk mendapatkan sesuatu,tetapi hanya karena belas-kasih dan karena
ini adalah hal yang benar untuk dikerjakan. Maka ini hanyalah Dhamma yang
terampil. Ini bukanlah kamma pribadi; bukan milik
anda.
Tetapi bila anda melakukannya buat mendapatkan jasa dan mencari perhatian orang
lain atau karena orang tersebut kaya dan anda mengharapkan hadiah, maka
—walaupun tindakan tersebut terampil — anda membuat hubungan personal
dengannya, dan ini cuma mempertebal rasa keakuan. Ketika kita melakukan perbuatan
baik yang berasal dari perhatian-penuh dan kebijaksanaan, dan bukannya
kebodohan-batin, maka ini adalah Dhamma yang terampil tanpa kamma pribadi.
Pasamuan
para bhikkhu (sangha) didirikan Sang Buddha sehingga pria dan wanita bisa hidup
dalam kehidupan yang sempurna dan tanpa salah. Sebagai bhikkhu, anda hidup
dalam keseluruhan sistem aturan latihan yang disebut disiplin Patimokkha.
Ketika anda hidup dalam disiplin ini, walaupun tindakan atau ucapan anda agak
gegabah, paling tidak bekas-kesan yang ditinggalkan tidaklah mendalam. — Anda
tak boleh memiliki uang sehingga anda tak dapat pergi ke mana-mana sampai diundang.
Anda hidup selibat. Karena anda hidup dari
dana
makanan, maka anda pun tidak membunuh binatang. Anda bahkan tidak memetik daun
atau bunga atau tindakan apapun yang mengganggu aliran alam dengan cara apapun;
anda sepenuhnya tidak berbahaya. Bahkan di Thailand, kami diharuskan untuk
membawa saringan air buat menyaring makhluk hidup yang ada dalam air seperti larva
nyamuk. Membunuh dengan sengaja sepenuhnya dilarang.
Saya
telah hidup di bawah aturan ini selama dua puluh lima tahun, sehingga saya tak
melakukan tindakan kamma yang kuat. Di bawah disiplin ini, seseorang hidup
dalam cara yang benar-benar tak berbahaya dan bertanggungjawab. Mungkin bagian
yang paling sulit adalah ucapan; kebiasaan ucapan adalah yang paling
sulit
dihancurkan dan dilepas — tetapi kebiasaan ini bisa diperbaiki. Melalui
refleksi dan kontemplasi, seseorang mulai melihat ketidaknyamanannya berbicara
apapun
yang
konyol atau sekedar ngobrol ataupun bercakap-cakap tanpa alasan yang jelas.Bagi
umat awam, Penghidupan Benar adalah sesuatu yang dikembangkan ketika anda
mengetahui maksud dari apa yang anda lakukan. Anda dapat mencoba
untuk
menghindari dengan sengaja menyakiti makhluk lain atau mencari penghidupan
dalam cara yang merusak dan tidak baik. Anda juga bisa menghindari penghidupan
yang menyebabkan orang lain menjadi kecanduan pada obat atau minuman atau hal
lain yang dapat membahayakan keseimbangan ekologis planet ini.
Jadi
ketiga ini – Tindakan Benar, Ucapan Benar dan Penghidupan Benar – berlanjut
dari Pengertian Benar atau pemahaman sempurna. Kita mulai merasa bahwa kita
ingin hidup dalam cara yang merupakan berkah bagi planet ini,atau paling tidak,
tidak mengganggunya.
Pengertian
Benar dan Keinginan Benar memiliki pengaruh yang pasti pada apa yang kita
lakukan dan katakan. Jadi panna, atau kebijaksanaa, menuju pada sila:
Ucapan
Benar, Tindakan Benar dan Penghidupan Benar.
Sila
berhubungan dengan ucapan dan tindakan kita; dalam sila dimasukkan pula
dorongan seksual atau penggunaan tubuh yang semena-mena — kita tidak memakainya
untuk mencuri atau membunuh. Dengan cara ini, panna dan sila
bekerja
sama dalam harmoni sempurna.
USAHA
BENAR, PERHATIAN-PENUH BENAR, KONSENTRASI BENAR
Usaha
Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar mengacu pada jiwa anda, hati
anda. Ketika kita memikirkan jiwa, kita menunjuk pada pusat dada, pada
hati.
Jadi kita memiliki panna (kepala), sila (badan) dan samadhi (hati). Anda dapat
menggunakan tubuh anda sebagai sejenis diagram, sebagai simbol Jalan Berunsur
Delapan.
Ketiganya terintegrasi, bekerja sama untuk realisasi dan saling mendukung
seperti sebuah tripod (tumpuan kaki tiga). Tidak ada yang mendominasi yang lain
dan mengekspolitasi atau menyingkirkan apapun.
Ketiganya
bekerja sama: kebijaksanaan dari Pengertian Benar dan Keinginan Benar; kemudian
moralitas, yaitu Ucapan Benar, Tindakan Benar dan Penghidupan Benar; dan Usaha
Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar – pikiran yang tenang seimbang,
kedamaian emosional. Kedamaian adalah ketika emosi dalam keadaan seimbang dan
saling mendukung.
Emosi
tidak bergejolak naik ataupun turun. Ada perasaan kebahagiaan luar-biasa,
tentram-damai; ada harmoni sempurna antara intelektual, insting dan emosi.
Semuanya bersama-sama mendukung, menolong satu sama lain. Hal-hal tersebut
tiada lagi berkonflik atau membawa kita ke ke arah ekstrim, dan karena itu kita
mulai merasa kedamaian yang amat sangat dalam pikiran. Ada perasaan santai
dan
tanpa-ketakutan yang muncul dari Jalan Berunsur Delapan – sebuah persaan
ketenang-seimbangan dan keseimbangan emosional. Kita merasa santai dan bukannya
cemas, tertekan dan konflik emosional. Ada kejernihan; ada kedamaian,
keheningan, pemahaman. Insight dari Jalan Berunsur Delapan ini harus dikembangkan;
inilah bhavana.
Kita
menggunakan kata bhavana untuk menandakan perkembangan.
ASPEK-ASPEK
MEDITASI
Pikiran
yang reflektif atau keseimbangan emosional dikembangkan sebagai hasil dari
berlatih meditasi konsentrasi dan perhatian-penuh (mindfulness). Misalnya,
anda
dapat mencoba ketika mengikuti retret dan menghabiskan satu jam melakukan
meditasi samatha ketika anda hanya mengkonsentrasikan pikiran pada satu
objek,misalnya sensasi nafas. Teruslah mempertahankannya dalam kesadaran dan
mempertahankannya, sehingga sungguh-sungguh ada kesinambungan kehadiran nafas dalam
pikiran.
Dengan
cara ini, anda bergerak menuju pada apa yang terjadi dalam tubuh anda daripada
dipikat keluar oleh objek-objek indra. Kalau anda tidak memiliki tempat
berlabuh
(perlindungan) di-dalam, maka anda akan terus menerus ke-luar, terserap dalam
buku, makanan dan segala jenis pengalihan perhatian. Namun, pengembaraan
pikiran yang tiada pernah berakhir ini sangatlah meletihkan. Jadi
sebaliknya,
latihannya adalah untuk menjadi SATU dengan nafas – yang artinya anda harus
menahan atau tidak mengikuti kecenderungan buat selalu mencari sesuatu di-luar
diri anda. Anda musti membawa perhatian anda pada pernafasan tubuh anda dan
mengkonsentrasikan pikiran pada sensasi itu. Begitu anda melepas wujud yang kasar,
anda sebenarnya menjadi perasaan itu, menjadi ciri [Ciri (sign): objek-meditasi samatha adalah suatu “ciri” atau karakter
atau sifat;sedang realitas ultimit adalah “tanpa-ciri” atau “kosong [dari
ciri]” – ed.
itu
sendiri. Ke dalam sesuatu apapun anda tercerap, maka anda bakal menjadi sesuatu
tersebut untuk jangka waktu tertentu. Ketika anda benar-benar berkonsentrasi,
maka anda benar-benar menjadi keadaan yang sangat tenang
itu
sendiri. Anda telah menjadi ketenangan. Inilah yang kita sebut menjadi
(becoming). Meditasi Samatha adalah sebuah proses menjadi.
Tapi
sayangnya, bila anda menginvestigasinya,ketenangan itu bukanlah ketenangan yang
[sungguh] memuaskan. Ada sesuatu yang hilang karena
kebergantungannya
pada teknik, karena kemelekatannya dan memegang pada sesuatu yang masih berawal
dan berakhir. Menjadi apapun anda, anda hanya bisa
menjadi
untuk sementara waktu karena menjadi adalah sesuatu yang berubah. Bukan kondisi
yang permanen.
Jadi
menjadi apapun anda, maka anda juga akan Tak menjadi lagi. Ini bukanlah realitas ultimit. Setinggi apapun konsentrasi anda, tetap bakalan menjadi
kondisi yang tak memuaskan. Meditasi
Samatha memang membawa anda ke
pengalaman yang sangat tinggi dan membahagiakan— namun itu pun akan berakhir.
Kemudian,
bila anda berlatih meditasi vipassana selama satu jam berikutnya dengan hanya
mindful dan membiarkan berlalu semuanya dan rela menerima segala ketakpastian
(uncertainty), keheningan dan berakhirnya kondisi-kondisi, hasilnya adalah
kedamaian (peaceful)— bukannya sekedar ketenangan (tranquil). Kedamaian itu
adalah kedamaian sempurna. Lengkap. Bukan ketenangan dari samatha, yang
memiliki ketaksempurnaan atau tak memuaskan mengenainya bahkan pada saat terbaiknyapun.
Realisasi dari berakhirnya kondisi, semakin
anda
mengembangkan dan memahami lebih dan lebih, membawa anda pada kedamaian sejati,
ketidakmelekatan — Nibbana.
Jadi
samatha dan vipassana adalah dua bagian dalam meditasi. — Samatha mengembangkan
keadaan pikiran yang terkonsentrasi pada objek yang halus dimana kesadaran anda
menjadi amat halus melalui konsentrasi itu. Namun dikarenakan begitu luar-biasa
halusnya, dengan adanya intelek yang tinggi serta selera pada keindahan yang
besar, membuat apapun yang kasar menjadi tak
tertahankan
karena kemelekatan pada apa-apa yang halus (refined). Orang seperti itu, yang
mengabdikan hidup mereka pada penghalusan, hanya akan menemukan hidup sebagai
frustasi serta mengerikan manakala mereka tak
lagi
mampu mempertahankan standar yang tinggi itu.
RASIONALITAS
DAN EMOSI
Bila
anda menggemari pikiran rasional serta melekat pada pelbagai ide dan persepsi,
maka anda cenderung tak menyukai emosi. Anda bisa memperhatikan
kecenderungan
ini; ketika anda mulai merasakan emosi, anda berkata, ‘Saya hendak
membungkamnya. Saya tak mau merasakan hal-hal itu.’ Anda tidak suka untuk
merasa-kan apapun, karena anda bisa mencapai semacam kegairahan (high) dari
kemurnian intelektual serta kenikmatan berpikir rasional. Pikiran itu
menggemari keadaannya yang logis dan terkendali, yang masuk akal.
Semuanya
begitu bersih dan rapi serta pasti dan akurat seperti matematika — sedangkan
emosi itu berceceran,tertebar di segala tempat, bukankah begitu? Emosi itu tidak
pasti, tak rapi dan cenderung mudah lepas kendali.
Jadi
sifat alami emosi itu acapkali tak disukai. Kita ngeri padanya. Sebagai contoh,
pria sering merasa takut pada emosi karena pria dibesarkan untuk percaya bahwa
pria
tidak boleh menangis. Sebagai anak lelaki, atau paling tidak pada generasi
saya, kami diajari bahwa anak lelaki tidak menangis sehingga kami berusaha
mengikuti standar tentang bagaimana seharusnya seorang lelaki berlaku.
Mereka
akan berkata, ‘Kamu adalah anak lelaki’, dan kita berusaha untuk menjadi sesuai
keinginan orang tua kita.
Ide-ide
masyarakat mempengaruhi pikiran kita, dan oleh karena itu kita merasa emosi itu
memalukan. Di sini di Inggris, umumnya orang merasa emosi itu memalukan.
Kalau
anda menjadi sedikit terlalu emosional, mereka akan menganggap anda orang
Italia atau orang bangsa lain.
Apabila
anda sangat rasional dan telah memikirkan semuanya, maka anda tidak tahu apa
yang mesti dilakukan bila orang menjadi emosional. Jikalau seseorang mulai menangis,
anda berpikir, ‘Apa yang mesti saya lakukan?’
Barangkali
anda berkata, ‘Eh, senyumlah; semuanya baik-baik saja. Semuanya akan baik-baik
saja, tidak perlu menangis.’ Bila anda sangat melekat pada pikiran rasional,maka
anda cenderung untuk mengesampingkannya dengan logika, tetapi emosi tidak
tanggap pada logika.
Sering
kali emosi bereaksi pada logika, tetapi mereka tidak tanggap padanya. Emosi
adalah sesuatu yang sangat sensitif dan bekerja dengan cara yang terkadang
tidak dapat kita pahami. Kalau kita tiada pernah benar-benar mempelajari atau
mencoba memahami bagaimana rasanya hidup, dan benar-benar terbuka dan
membolehkan diri kita menjadi sensitif, maka hal-hal yang emosional benar-benar
menakutkan dan memalukan bagi kita. Kita tidak tahu apa artinya hal-hal itu
karena kita sudah menolak sisi diri kita yang itu.
Pada
ulang tahun tahun saya yang ketigapuluh, saya menyadari bahwa saya adalah orang
yang belum berkembang secara emosional. Ini adalah ulang tahun yang
penting
bagi saya. Saya sadar bahwa saya adalah orang yang sudah dewasa, matang — saya
tak lagi menganggap diri saya muda, tetapi secara emosional, terkadang saya pikir
saya masih berumur enam tahun. Saya benar-benar belum berkembang secara
emosional. Walaupun saya dapat mempertahankan keseimbangan dan kehadiran sebagai
pria dewasa dalam masyarakat, saya tidaklah
selalu
berasa demikian. Saya masih memiliki perasaan tak pasti serta kengerian dalam
pikiran. Menjadi semakin jelas bahwa saya musti melakukan sesuatu terhadapnya,
karena pemikiran bahwa saya harus menghabiskan sisa hidup ini
dengan
usia emosional enam tahun adalah gambaran yang cukup menyedihkan.
Di
sinilah banyak orang dalam masyarakat kita mentok. Contohnya, masyarakat
Amerika tidak memberikan kesempatan anda untuk berkembang secara emosional,
untuk menjadi dewasa. Masyarakat Amerika tidak memahami kebutuhan itu sama
sekali,sehingga mereka tidak menyediakan tata cara untuk
melewatinya.
Masyarakat tidak menyediakan pengenalan ke dunia dewasa semacam itu. Anda
diharapkan untuk tidak dewasa seumur hidup anda.
Anda
memang mesti bertindak dewasa, tapi tidaklah menjadi dewasa.
Oleh
karena itu, hanya beberapa orang yang menjadi dewasa.
Emosi
tidak benar-benar dipahami, tiada terselesaikan — kecenderungan
kekanak-kanakannya hanya ditekan dan bukannya dikembangkan menjadi kedewasaan.
Apa
yang dilakukan meditasi adalah menawarkan sebuah kesempatan buat menjadi dewasa
pada dataran emosional. Kedewasaan emosional yang sempurna akan berupa samma
vayama, samma sati dan samma samadhi.
Ini
adalah sebuah refleksi; anda takkan menjumpainya di buku manapun — ini untuk
anda kontemplasikan.
Kedewasaan
emosional yang sempurna terdiri dari Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan
Konsentrasi Benar.
Ketiganya
hadir ketika seseorang tiada lagi terperangkap pada fluktuasi dan naik-turunnya
emosi, ketika seseorang memiliki keseimbangan dan kejernihan serta mampu menjadi
reseptif dan sensitif.
SEMUANYA
SEBAGAIMANA ADANYA
Dengan
Usaha Benar, akan ada penerimaan (acceptance) yang tenang akan situasi yang ada
dan bukannya panik yang timbul dari pemikiran bahwa semuanya bergantung pada
saya untuk mengatur agar semua orang lempang, segalanya musti beres serta menyelesaikan
masalah semua orang. Kita memang
melakukan
yang terbaik, tetapi kita juga menyadari bahwa bukan tergantung kita untuk
melakukan semuanya dan membuat semuanya menjadi baik.
Suatu
ketika di Wat Pah Pong sewaktu saya masih bersama Ajahn Chah, saya bisa melihat
bahwa banyak hal yang berjalan salah di biara. Jadi saya pun menghadap
beliau
serta berkata, ‘Ajahn Chah, hal-hal ini berjalan salah; anda harus melakukan
sesuatu mengenainya.’ Dia menatap saya sembari berkata, ‘Ooh, engkau sangat
menderita, Sumedho. Kau sangat menderita … Itu akan berubah.’ Saya berpikir,
‘Wah, dia tidak peduli! Ini adalah vihara tempat ia mengabdikan hidupnya dan
dia cuma membiarkannya rusak!’ — Tetapi beliau ternyata benar. Setelah beberapa
waktu
semuanya pun mulai berubah, hanya dengan [sabar] bertahan dengannya, dan orang
pun mulai tahu apa yang mereka lakukan. Terkadang kita hanya perlu membiarkan sesuatu
hingga terperosok agar orang dapat mengerti dan mengalaminya sendiri. Kemudian
kita pun dapat belajar bagaimana agar tak lagi terperosok.
Apakah
anda mengerti apa yang saya maksud?
Terkadang
situasi dalam hidup kita hanyalah demikian.
Tidak
ada yang bisa kita lakukan kecuali membiarkannya; meskipun keadaan bertambah
buruk, kita membiarkannya memburuk. Tetapi apa yang kita lakukan bukanlah sesuatu
yang fatalistik atau negatif; ini adalah sejenis kesabaran – kepasrahan untuk
bertahan terhadap sesuatu; membiarkannya berubah secara alami daripada dengan
egois berusaha buat segera merapikan serta membersihkan segala sesuatu
dikarenakan kebencian dan ketidaksukaan kita pada kekacauan.
Di
kemudian hari, manakala seseorang memencet“tombol” kita, kita tidak selalu
tersinggung, tersakiti atau sedih karena apa yang terjadi, atau bahkan terkoyak
dan
remuk karena apa yang orang lain perbuat atau katakan. – Ada seseorang yang
saya kenal; ia condong melebih-lebihkan segala sesuatu. Bila ada yang salah hari
ini, ia akan berkata, ‘Saya benar-benar hancur total,cilaka!’ – padahal yang
terjadi sebenarnya cuma masalah kecil. Namun pikirannya membesar-besarkan
sehingga hal yang kecil saja dapat merusak dirinya seharian. Ketika kita
memperhatikannya, kita seharusnya sadar bahwa ada ketidakseimbangan yang besar
karena hal-hal kecil seharusnya tidak menghancurkan siapapun.
Saya
menyadari bahwa saya mudah tersinggung,sehingga saya berikrar untuk tidak
tersinggung. Saya memperhatikan bahwa saya mudah tersinggung oleh
hal-hal
kecil, baik disengaja atau tidak. Kita dapat melihat betapa mudahnya untuk
merasa sakit, terluka, tersinggung,sedih atau cemas — bagaimana sesuatu dalam
diri kita selalu berusaha untuk menjadi manis, namun toh selalu merasa sedikit
tersinggung karena ini atau sedikit terluka karena itu.
Dengan
refleksi, kita dapat melihat bahwa dunia adalah tempat seperti itu; dunia
adalah tempat yang sensitif. Dunia takkan selalu menyejukkan anda dan
membuat
anda merasa bahagia, aman dan positif. Hidup penuh dengan hal-hal yang dapat
menyinggung, menyakiti atau melukai. Inilah hidup. Ya demikianlah adanya. Bila seseorang
berbicara dengan nada yang menyerang, anda akan merasakannya. Tetapi kemudian
pikiran akan berlanjut dan tersinggung: ‘Oh benar-benar menyakitkan ketika ia
mengatakan itu pada saya; anda tahu, nada
bicaranya
tidaklah menyenangkan. Saya merasa terluka.
Saya
tidak pernah melakukan apapun yang menyakitinya.’
Pikiran
itu terus melipat ganda – anda telah dilukai, disakiti atau disinggung! Tetapi
bila anda merenung, anda sadar bahwa itu hanya karena sensitifitas.
Ketika
anda berkontemplasi dengan cara demikian,bukanlah berarti anda berusaha untuk
tidak me-rasa-kan.
Bila
seseorang bicara dengan nada yang tak ramah, bukan berarti anda tidak
merasakannya sama sekali. Kita bukan berusaha untuk menjadi tak sensitif.
Namun, kita hanya berusaha untuk tidak memberikan interpretasi yang salah,
untuk tidak menganggapnya sebagai hal pribadi. [Menjadikan sebagai hal pribadi (take it personally): gampang
tersinggung,gede-rumangsa, menganggap, mengkait-kaitkan segala sesuatu sebagai problem
pribadi – ed.]
Memiliki
emosi yang seimbang berarti bahwa orang-orang bisa saja mengatakan hal-hal yang
menyinggung dan anda bisa menerimanya. Anda memiliki keseimbangan dan kekuatan
emosional untuk tidak tersinggung, terluka atau hancur oleh apa yang terjadi
dalam hidup.
Bila
anda adalah seseorang yang selalu terluka atau tersinggung oleh hidup, maka
anda harus terus melarikan diri dan bersembunyi, atau anda harus mencari
sekelompok
penjilat dan hidup bersama mereka, yang akan berkata: ‘Ajahn Sumedho, anda
sungguh sangat luar biasa.’ ‘Apakah saya benar-benar luar biasa?’ ‘Ya.’ ‘Ah,
anda cuma berbasa-basi bukan?’ ‘Oh tidak, saya benar-benar tulus.’ ‘Tetapi
orang di sana tidak menganggap saya luar biasa.’ ‘Dia itu bodoh!’ — ‘Ya, saya
juga berpikir demikian’(!) — Kisahnya sama dengan kisah Baju Baru Raja (cerita anak-anak
dimana raja telanjang karena dibohongi orang dan tidak ada yang berani
memberitahunya) bukan? Anda harus mencari lingkungan khusus sehingga semuanya setuju
dengan anda. Lingkungan yang aman dan tidak mengancam dengan cara apapun.
HARMONI
Ketika
ada Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar, maka seseorang
menjadi berani.
Keberanian
timbul karena tidak ada yang ditakuti.
Orang
memiliki nyali untuk melihat sesuatu dan tidak menganggapnya dalam cara yang
salah; seseorang memiliki kebijaksanaan untuk merenung dan merefleksi
hidup;
seseorang memiliki rasa-aman dan keyakinan pada sila, yaitu kekuatan komitmen
moral seseorang dan tekad buat melakukan yang baik dan pantang melakukan yang
tak baik melalui tubuh dan ucapan. Dengan cara ini, semuanya
saling
bergabung sebagai jalan menuju perkembangan.
Jalan
ini sempurna karena semuanya saling membantu dan menyokong; tubuh, sifat alami
emosional (sensitifitas perasaan), serta intelektual. Kesemuanya dalam harmoni yang
sempurna, saling menyokong.
Tanpa
harmoni ini, insting alami kita dapat menjadi tak terkendali. Bila kita tidak
memiliki komitmen moral,maka insting akan mengendalikan kita. Sebagai contoh,
jika
kita menuruti nafsu seksual tanpa acuan moralitas apapun, maka kita dapat
terperangkap dalam segala hal yang dapat menyebabkan kebencian pada diri
sendiri. Ada perselingkuhan, berganti-ganti pasangan, penyakit, serta semua
gangguan dan kebingungan yang timbul dari tidak mengendalikan insting alami kita
dengan batasan-batasan moral.
Kita
dapat menggunakan intelektual kita buat menipu dan berbohong, bukan? tetapi
ketika kita memiliki landasan moral, kita dibimbing oleh kebijaksanaan dan
samadhi,
yang menuju pada keseimbangan dan kekuatan emosional. Tetapi kita tidak
menggunakan kebijaksanaan untuk menekan sensitifitas. Kita tidak mendominasi emosi
kita dengan memikirkan dan menekan emosi alami kita.
Inilah yang cenderung dilakukan orang Barat;kita
menggunakan pikiran rasional dan idealisme untuk mendominasi dan menekan emosi,
sehingga menjadi tidak
sensitif
terhadap segala sesuatu, terhadap hidup dan diri sendiri.
Namun,
dalam latihan perhatian-penuh melalui meditasi vipassana, pikiran menjadi
reseptif dan terbuka sepenuhnya sehingga pikiran memiliki kualitas kepenuhan dan
mampu menerima semua. Dan karena pikiran terbuka,
maka
ia juga reflektif. Ketika anda berkonsentrasi pada satu titik, pikiran tidak
lagi reflektif — pikiran menjadi terserap dalam kualitas objek itu. Kemampuan
reflektif
pikiran
muncul melalui perhatian-penuh (mindfulness),kepenuhan-pikiran
(whole-mindedness). Anda tidak menyaring atau memilih. Anda hanya mencatat
bahwa
apapun
yang berawal, — berakhir. Anda kontemplasikan bahwa bila anda melekat pada
apapun yang berawal, ia bakal berakhir. Anda mengalami bahwa walaupun sesuatu mungkin
menarik saat berawal, namun itupun berubah menuju pengakhiran. Kemudian rasa
ketertarikan itu memudar dan kita harus menemukan hal lain lagi buat terserap
di dalamnya.
Masalahnya
mengenai manusia adalah kita harus menyentuh bumi, kita harus menerima batasan
dari bentuk manusia dan kehidupan planet ini. Kemudian dengan hanya melakukan
itu, maka jalan keluar dari penderitaan bukan hanya melalui keluar dari
pengalaman manusia dengan hidup dalam keadaan kesadaran yang sangat halus,
tetapi dengan menerima totalitas semua alam manusia dan Brahma melalui
perhatian-penuh. Dengan cara ini, Sang Buddha menunjuk pada realisasi total dan
bukannya pelarian diri sementara melalui penghalusan dan kecantikan. Inilah
yang dimaksud Sang Buddha ketika beliau menunjukkan jalan ke Nibbana.
JALAN
BERUNSUR DELAPAN SEBAGAI AJARAN REFLEKTIF
Dalam
Jalan Berunsur Delapan, kedelapan elemen bekerja seperti delapan kaki yang
menyokong anda.Kedelapan elemen itu bukan bekerja seperti: 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7,
8 pada skala linear. Kedelapan elemen bekerja bersama-sama.
Anda
tidak mengembangkan panna dulu dan baru ketika anda memiliki panna, anda
mengembangkan sila,dan ketika sila sudah dikembangkan, baru anda memiliki samadhi.
Bukankan ini yang kita pikirkan: ‘Anda harus punya satu, kemudian dua, kemudian
tiga.’ Sebagai realisasi yang aktual, pengembangan Jalan Berunsur Delapan adalah
pengalaman dalam satu saat, semuanya adalah
satu.
Semua bagian bekerja sebagai satu pengembangan yang kuat; proses ini tidaklah
linear — kita mungkin berpikir demikian karena kita hanya bisa memiliki satu pemikiran
pada satu saat.
Semua
yang telah saya katakan mengenai Jalan Berunsur Delapan dan Empat Kebenaran
Arya hanyalah refleksi. Yang terpenting adalah anda merealisasi apa
yang
secara aktual saya kerjakan ketika saya merefleksi daripada berusaha memegang
apa yang saya katakan. Ini adalah proses yang membawa Jalan Berunsur Delapan merasuk
ke dalam benak anda, menggunakannya sebagai
ajaran
reflektif sehingga anda dapat mengetahui maksud sebenarnya. — Janganlah merasa
tahu hanya karena mampu mengucapkan, ‘Samma ditthi berarti Pengertian Benar.
Samma sankappa berarti Pemikiran Benar.’ Ini adalah
pemahaman
intelektual. Seseorang mungkin berkata, ‘Oh tidak, menurut saya samma sankappa
berarti. . . .’ Dan anda menjawab, ‘Bukan, bukan, dalam buku dikatakan sebagai Pemikiran
Benar. Anda salah mengerti.’ — Ini bukanlah
refleksi.Kita
bisa saja menerjemahkan samma sankappa sebagai Pemikiran atau Sikap atau Niat
Benar; kita bisa menjajal dari pelbagai segi. Kita boleh menggunakannya sebagai
alat untuk perenungan, daripada berpikir bahwa
artinya
mutlak-tetap serta harus diterima secara ortodox, yaitu bahwa semua variasi
dari interpretasi yang persis adalah tak layak. Terkadang kita berpikir dengan
cara yang kaku itu, tetapi kita berusaha melampaui cara berpikir itu
dengan
mengembangkan pikiran yang keliling mengitar,melihat, menyelidiki, mempertimbangkan,
bertanya-tanya dan merefleksi.
Saya
berusaha mendorong anda agar lebih berani untuk mempertimbangkan dengan
bijaksana mengenai bagaimana seharusnya sesuatu, daripada menunggu
ada
orang yang memberitahu kapan anda siap untuk pencerahan. Tetapi sebenarnya,
ajaran Sang Buddha adalah untuk tercerahkan sekarang juga daripada melakukan sesuatu
untuk menjadi tercerahkan. Ide bahwa anda harus melakukan sesuatu untuk menjadi
tercerahkan hanya dapat timbul dari pengertian salah. Bila demikian maka pencerahan
hanyalah kondisi lain yang tergantung pada hal lain – jadi itu bukanlah
pencerahan yang sebenarnya.
Ini
hanyalah persepsi akan pencerahan. Namun, saya bukan berkata mengenai persepsi
apapun melainkan mengenai menjadi awas (alert) terhadap bagaimana
segala
sesuatu apa adanya. “Saat ini” adalah yang bisa kita amati secara nyata: kita
belum bisa mengamati “esok”, dan kita pun hanya dapat mengingat hari kemarin.
Latihan Buddhisme adalah sangat langsung, yakni: “saat ini” dan
“di
sini”, melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.
Sekarang
bagaimana kita melakukannya? Ya, pertama-tama kita mesti melihat keraguan dan
ketakutan-ketakutan kita — karena kita begitu melekat pada
pandangan-pandangan
dan opini sehingga membuat kita bimbang terhadap apa yang kita lakukan.
Seseorang mungkin mengembangkan keyakinan yang salah
dengan
mempercayai bahwa mereka telah tercerahkan.
Tetapi
mempercayai bahwa anda tercerahkan atau tidak tercerahkan, keduanya adalah
khayalan. Apa yang saya maksud adalah menjadi tercerahkan daripada Cuma mempercayainya.
Dan untuk itu, kita perlu terbuka terhadap segala sesuatu sebagaimana adanya.
Kita
mulai dengan segala sesuatu sebagaimana adanya saat ini – seperti pernafasan
tubuh kita. Apa hubungan itu dengan Kebenaran, dengan pencerahan?
Apakah
maksudnya dengan mengamati nafas maka saya tercerahkan? Tetapi semakin anda
mencoba memikir-mikir dan mengira-ngira apa itu sebenarnya, anda merasa semakin
tak pasti dan tak aman. Apa yang bisa kita lakukan dalam bentuk yang
konvensional ini hanyalah melepas,membiarkan khayalan-khayalan (delusions)
pergi berlalu.
Inilah
latihan Empat Kebenaran Ariya dan
pengembangan Jalan Berunsur Delapan.