Jumat, 17 Februari 2012

Kriteria Ajaran Buddha





Banyak aliran yang menyatakan dirinya sebagai salah satu aliran Agama Buddha. Tetapi kalau kita teliti, ternyata perbedaan antara satu aliran dan aliran yang lain sangat besar. Bahkan, ada yang mengajarkan hal yang bertentangan dengan yang diajarkan aliran lain. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Kriteria apa yang bisa kita jadikan pedoman untuk menentukan mana ajaran yang benar dan yang salah?

Pangeran Sidhartta dilahirkan pada abad ke 6 S.M. Sejak mencapai Penerangan Agung pada usia 35 tahun sampai wafat pada usia 80 tahun, Beliau mengisi hidupnya dengan memberi khotbah dan mengajar. Selama 45 tahun Buddha berbicara kepada semua lapisan masyarakat: raja dan putri, brahmin, petani, pengemis, kaum terpelajar dan rakyat biasa.

Ajaran yang diberikan disesuaikan dengan pengalaman, tingkat pengertian, kemampuan pikiran dan kematangan batin para pendengarnya. Karena itu sangatlah wajar jika terjadi banyak perbedaan. Karena satu orang dengan yang lain mendengar ajaran yang berbeda. Pemahamannyapun berbeda. Meskipun, semua ajaran itu mengalir menuju tempat yang sama.

Buddha mendirikan persamuan para Bhikkhu dan Bhikkhuni, dan menetapkan peraturan disiplin yang disebut VINAYA untuk membimbing persamuan tersebut. Ajaran-ajaran Buddha sendiri disebut DHAMMA. Dharma berasal dari percakapan-percakapan dan khotbah-khotbah yang diberikan kepada para bhikkhu, bhikkhuni, dan masyarakat awam.

Tiga bulan setelah Buddha parinirvana, para murid dekatnya mengadakan pertemuan di Rajagaha. Y.A.Maha Kasyapa, bhikkhu tertua yang paling dihormati, memimpin pertemuan tersebut. Dua tokoh penting yang ahli dalam dua bidang yang berbeda : DHAMMA dan VINAYA juga hadir. Y.A.Ananda, teman dan pengikut terdekat Buddha selama 25 tahun, dengan bakat ingatan yang luar biasa, dapat mengucapkan kembali apa yang telah dikhotbahkan oleh Buddha. Seorang lagi adalah Y.A.Upali, yang mengingat semua peraturan Vinaya.

Sebelum Buddha mencapai parinirvana, Beliau memberitahu Y.A.Ananda bahwa jika SANGHA (persamuan bhikkhu) menghendaki, beberapa peraturan yang kurang penting dapat diubah. Tetapi pada waktu itu Y.A.Ananda diliputi oleh kesedihan yang sangat menekan karena Buddha hampir wafat, sehingga tidak terpikir untuk menanyakan kepada Sang Guru peraturan mana yang termasuk dalam peraturan yang kurang penting itu.

Karena tidak tercapai kesepakatan mengenai apa yang disebut sebagai peraturan yang kurang penting, akhirnya Y.A.Maha Kasyapa menetapkan bahwa tidak satupun dari peraturan disiplin yang dibuat oleh Buddha boleh diubah dan tidak ada peraturan baru yang boleh dibuat. Tiada alasan yang hakiki yang diberikan. Namun Y.A.Maha Kasyapa pernah mengatakan satu hal: “Jika kita merubah peraturan ini, orang akan berkata bahwa murid-murid Yang Ariya Gotama merubah peraturan bahkan sebelum api perabuan jenazahnya berhenti menyala.”

Memang, tiga bulan setelah Buddha parinirvana tidak dirasa perlu untuk merubah peraturan, sebab perubahan-perubahan politik, ekonomi atau sosial dalam masa yang singkat itu hampir tidak ada. Tetapi 100 tahun berikutnya, saat diadakan pertemuan yang kedua, beberapa bhikkhu merasa perlu untuk mengadakan perubahan atas peraturan yang kurang penting tersebut.

Para bhikkhu yang ortodoks mengatakan bahwa tidak ada perubahan yang perlu diadakan, sedangkan yang lainya mendesak adanya perubahan beberapa peraturan. Akhirnya kelompok bhikkhu yang ingin mengadakan perubahan meninggalkan persamuan dan membentuk MAHASANGHIKA – Persamuan Agung -. Sekalipun disebut Mahasanghika, himpunan ini tidak dikenal sebagai Mahayana.

Pada pertemuan kedua ini hanya hal-hal yang berhubungan dengan Vinaya saja yang dibahas dan tidak dilaporkan adanya perdebatan mengenai Dhamma.

Pada abad ke-3 S.M. selama pemerintahan Raja Asoka, pertemuan ketiga dilangsungkan untuk membicarakan perbedaan-perbedaan pendapat diantara para bhikkhu dari berbagai sekte. Dalam pertemuan ini perbedaan-perbedaan itu tidak hanya dibatasi pada Vinaya tetapi juga berkenaan dengan Dhamma. Ajaran buddha kemudian berkembang dan terbagi menjadi banyak sekte.

Dengan perjalanan waktu yang panjang, variasi antar satu sekte dengan sekte yang lain semakin luas. Sekte-sekte dalam Agama Buddha ibarat agama-agama kecil dalam satu agama besar. Dewasa ini banyak yang dibingungkan oleh kehadiran kelompok-kelompok yang mengajarkan suatu ajaran dengan mengatasnamakan Buddhisme. Orang bertanya-tanya, Apakah kelompok ini adalah salah satu aliran Buddhisme? Apakah aliran ini merupakan aliran sesat? Apakah ajaran ini merupakan ajaran yang diajarkan oleh Sang Buddha? Dan sebagainya.

Timbullah kebutuhan untuk membuat pokok-pokok pemersatu antara 2 aliran besar Theravada dan Mahayana. Perlu ada definisi, ajaran seperti apa yang bisa disebut sebagai ajaran Buddha yang benar. Definisi ini mempersatukan berbagai aliran Buddhis sekaligus menjaga kemurnian ajaran Buddha. Supaya orang tidak salah mengerti tentang apa yang sesungguhnya diajarkan oleh Buddha. Biarpun, tentu saja, pedoman itu hanya mencakup garis besar ajaran saja.

Ada banyak versi pokok-pokok pemersatu yang pernah dilontarkan. Tetapi dari semuanya itu, bisa dirangkum bahwa semua aliran Agama Buddha mengajarkan:
1. Menerima Sakyamuni Buddha sebagai Guru.
2. Empat Kesunyataan Mulia.
3. Jalan Mulia Beruas Delapan.
4. Pratitya Samutpadda atau sebab musabab yang saling bergantungan.
5. Menolak gagasan adanya Dewa tertinggi yang menciptakan dan menguasai dunia.
6. Menerima Anitya, Dukkha dan Anatman dan Sila, Samadhi dan Prajna.
Aliran Theravada mengajarkan ke-enam pokok ajaran tersebut. Aliran Mahayana menambahkan penekanan pada ajaran tentang bodhicitta. Aliran Tantrayana atau Tibetan mengajarkan ke-enam pokok ajaran tersebut ditambah bodhicitta dan meditasi tantra.

Rambu-rambu ini sangat berguna. Jika tidak ada rambu-rambu, dengan mudahnya orang tersesat saat mempelajari ajaran Buddha. Akan ada banyak orang yang menyatakan bahwa ia mengajarkan ajaran Buddha padahal yang ia ajarkan bertentangan dengan ajaran Buddha yang sesungguhnya. Bukan tidak mungkin seorang yang berjubah bhikkhu/bhiksu memberikan ajaran yang bertentangan dengan kitab suci karena ketidaktahuannya atau karena mempunyai tujuan yang tidak baik. Jika ini terjadi, masyarakat akan memandang rendah Agama Buddha.

Akan tetapi, saat Y.A. Anna Kondanna mendapatkan mata dharma, memahami sepenuhnya ajaran Buddha, beliau tidak mendengar banyak teori dan doktrin-doktrin yang dipelajari oleh banyak umat buddha. Bhante Anna Kondanna hanya mendengar inti ajaran yang menjadi fondasi seluruh ajaran Buddha yaitu tentang penderitaan atau dukkha. Dengan pemahaman tentang dukkha, bhante Anna Kondanna memahami seluruh pokok utama ajaran Buddha.

Ini membuktikan bahwa meskipun doktrin-doktrin atau pokok-pokok ajaran itu cukup penting, tetapi bukan doktrin yang bisa membawa seseorang pada pemahaman dharma yang sejati. Doktrin atau pokok-pokok ajaran hanyalah alat bantu. Penembusan dharma hanya bisa dicapai dengan perkembangan batin. Kemampuan untuk membebaskan diri dari kemelekatan. Kemampuan untuk melenyapkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin. Kemampuan untuk melepas.

Sebelum parinibbana, Buddha pernah berkata: “Ada kemungkinan, bahwa di antara kalian ada yang berpikir: `Berakhirlah kata-kata Sang Guru; kita tidak mempunyai seorang Guru lagi.` Tetapi, Ananda, hendaknya tidak berpikir demikian. Sebab apa yang telah Aku ajarkan sebagai Dhamma dan Vinaya, Ananda, itulah kelak yang menjadi Guru-mu, ketika Aku pergi.” (Mahaparinibbana Sutta, Digha Nikaya 16)

Dengan demikian setelah Buddha parinibbana, tidak ada pengganti diriNya selain Dhamma dan Vinaya.

Jauh sebelum Parinibbana, Buddha juga telah memberikan batasan mengenai apa-apa saja yang termasuk dalam Dhamma dan Vinaya. Tetapi Buddha mempunyai penekanan yang berbeda ketika memberikan pedoman untuk membedakan mana yang merupakan ajaran Sang Buddha dan mana yang bukan, yang mana Dhamma dan yang mana Vinaya.

Dalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53), Buddha menjelaskan kepada Y.A. Mahapajapati Gotami:

Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti hal-hal ini:
1. Menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu.
2. Menuju pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan.
3. Menuju pada pengumpulan, bukan pada pelepasan.
4. Menuju pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan.
5. Menuju pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan.
6. Menuju pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian.
7. Menuju pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat.
8. Menuju pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan`
- tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti:
`Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.`

Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti hal-hal ini:
1. Menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu.
2. Menuju pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan.
3. Menuju pada pelepasan, bukan pada pengumpulan.
4. Menuju pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan.
5. Menuju pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan.
6. Menuju pada kesendirian, bukan pada suka berkumpul.
7. Menuju pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan.
8. Menuju pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah
- tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti:
`Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.`

Begitu juga dalam SatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80), Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A. Upali :

Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` – dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.`

Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` – dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.`

Dari petunjuk Buddha berupa kriteria Dhamma dan Vinaya dalam Gotami Sutta maupun SatthuSasana Sutta kita bisa menganalisa, meneliti berbagai macam ajaran yang kita temui dewasa ini, sehingga kita bisa menemukan mana yang menyimpang dari ajaran Buddha, mana yang tidak. Semoga kebingungan kita akan pembedaan antara mana yang merupakan ajaran Sang Guru Buddha atau bukan, yang merupakan Dhamma dan Vinaya atau bukan, serta yang merupakan aliran Buddhisme atau bukan, dapat kita ketahui dan pahami.

Ditulis oleh: Robby Candra

Tidak ada komentar: