Kamis, 21 Maret 2013

Dimanakah Sang Buddha ?



Mengenang
Venerable Dr. K. Sri Dhammananda
Nàyaka Maha Thera
18 Maret 1919 – 31 Agustus 2006.
Ini adalah artikel terakhir yang disampaikan
Venerable Dr. K. Sri Dhammananda
Nàyaka Maha Thera


Orang-orang sering menanyakan pertanyaan ini, ke manakah Sang Buddha pergi atau di manakah beliau sekarang tinggal? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi mereka yang belum mengembangkan jalan hidup spiritual. Ini disebabkan setiap orang memikirkan mengenai hidup dengan cara pandang duniawi.

Suatu hal yang sulit bagi orang-orang untuk memahami konsep tentang Buddha. Beberapa misionaris agama tertentu mendatangi umat Buddha dan berkata bahwa Sang Buddha bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia.Beliau telah mati dan menghilang. Bagaimana seseorang mendapatkan manfaat dari menyembah orang yang sudah mati?

Tetapi kita perlu memahami bahwa Sang Buddha disebut sebagai Satthà deva-manussànaü, guru para dewa dan manusia.Kapan saja para dewa memiliki masalah, mereka mendatangi Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatnya. Kemudian para misionaris tersebut mengklaim Tuhan mereka adalah Tuhan yang hidup dan itulah kenapa setiap orang harus menyembahnya.

Menurut ilmu pengetahuan, memerlukan jutaan tahun bagi kita untuk mengembangkan pikiran dan pemahaman kita. Ketika pikiran manusia belum sepenuhnya berkembang, mereka menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang membuat alam bekerja. Karena mereka tidak dapat memahami bagaimana persisnya alam itu bekerja, mereka mulai berpikir pastilah ada seseorang yang menciptakan dan memelihara peristiwa ini.

Untuk membantu yang lain memahami konsep ini, mereka mengubah energi ini menjadi suatu bentuk dan mewakilinya secara fisik sebagai patung-patung dan lukisan-lukisan. “Roh-roh” atau kekuatan-kekuatan ini begitu penting untuk membuat manusia melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk dan untuk memberi mereka pahala jika mereka melakukan hal yang baik. Kita selalu memiliki rasa takut,khawatir, curiga, ketidak-amanan, sehingga kita membutuhkan seseorang untuk bergantung padanya, untuk melindungi kita.

Seringkali kekuatan ini dirubah menjadi tuhan yang tunggal.Sekarang sebagian orang bergantung pada tuhan untuk segalanya. Demikianlah mengapa mereka mencoba memperkenalkan ide mengenai roh yang kekal yang pergi dari sini dan tinggal di surga yang abadi. Hal itu memuaskan kehausan akan kehidupan kekal. Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang muncul dalam suatu keberadaan adalah subjek dari perubahan, kehancuran dan kelapukan.

Ketika kita menganalisa kehidupan Sang Buddha, kita melihat Ia tidak pernah memperkenalkan dirinya sebagai anak tuhan atau pembawa pesan (nabi) tetapi sebagai guru agama yang tercerahkan. Pada saat yang sama Sang Buddha juga tidak memperkenalkan dirinya sebagai inkarnasi dari Buddha lain. Sang Buddha tidak diciptakan oleh Buddha yang lain, jadi Buddha bukanlah reinkarnasi dari Buddha yang lain. Beliau adalah seorang individu yang dengan bekerja dalam periode waktu yang lama, mengembangkan kehidupan setelah kehidupan dan menanam semua kualitas, kebajikan, kebijaksanaan agung yang kita sebut sebagai pàramità atau kesempurnaan. Ketika Beliau menyempurnakan semua kualitas yang baik beliau mencapai pencerahan yang merupakan pemahaman sempurna akan bagaimana alam semesta bekerja.

Ia menemukan bahwa tidak ada tuhan yang menciptakan alam semesta.
Orang-orang bertanya bagaimana Sang Buddha dapat mencapai pencerahan tanpa dukungan dari tuhan manapun.Umat Buddha mempertahankan bahwa setiap individu dapat
mengembangkan pikiran untuk memahami segalanya. Arti kata “manussa”, dalam berbagai bahasa berarti makhluk manusia.Tetapi arti dari kata “manaadalah pikiran. Oleh karena itu
manussa” adalah manusia yang dapat membangun dan mengembangkan pikiran menuju ke kesempurnaan. Selain manusia tidak ada makhluk-makhluk hidup lain di alam semesta ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai sedemikian luas, untuk mencapai pencerahan.

Bahkan tidak ada makhluk-makhluk adikuasa yang bisa menjadi Buddha karena mereka tidak bisa mengembangkan pikirannya sedemikian luas. Mereka memiliki sensualitas duniawi, kedamaian, kehidupan yang sejahtera, tetapi kekuatan pikiran mereka sangat lemah. Hanya manussa atau manusia yang bisa menjadi Buddha atau “Yang Tercerahkan”. Ketika orang-orang mengatakan bahwa Buddha bukanlah tuhan, kita tidak seharusnya mencoba membuktikan bahwa beliau adalah tuhan. Jika kita mencoba membuktikan hal ini maka sebenarnya kita merendahkan konsep pencerahan.

Beberapa orang mengklaim bahwa tuhan mereka telah memberikan pesan kepada umat manusia. Jika pesan itu adalah untuk semua umat manusia di dunia ini, mengapa tuhan tidak menyatakan pesannya kepada orang banyak, tetapi justru menyatakannya kepada satu orang. Sang Buddha tidak mendorong siapapun untuk percaya apapun atau mengklaim bahwa beliau di perintahkan oleh kekuatan tertinggi untuk melakukan sesuatu.

Suatu hari, seorang pendeta kristiani datang menemui saya bersama dengan pengikutnya untuk berdiskusi mengenai Buddhisme dan bertanya, “Sebenarnya dapatkah anda
mengatakan kepada saya apa yang umat Buddha percayai?”
Kemudian saya mengatakan kepadanya yang sebenarnya bahwa umat Buddha tidak “percaya” apapun. Kemudian ia menunjuk pada buku saya “What Buddhists Believe” (Apa yang Umat Buddha Percaya) dan ia bertanya “Mengapa anda menulis buku ini?” Saya mengatakan kepadanya, “Itulah mengapa saya menulis buku ini, untuk anda membacanya, untuk
melihat apakah ada sesuatu yang anda percayai.” Saya mengatakan kepadanya, Sang
Buddha telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu, Sang Buddha telah menasihati
kita apa yang sebaiknya kita lakukan. Daripada mempercayai,seseorang seharusnya berlatih pariyatti, pañipatti dan pañivedha1.

Ada tiga cara untuk berlatih. Pertama kita harus mencoba untuk memahami karena kita tidak seharusnya mempercayai secara membuta apapun yang tidak dapat kita pahami. Sang Buddha mengatakan bahwa pertama anda harus mencoba untuk memahami.
Dalam ajarannya mengenai “Jalan Mulia Berunsur Delapan”, hal yang pertama adalah sammàditthi, pengertian (pemahaman) benar. Sang Buddha memulai misinya dengan
meminta kepada pengikutnya untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman benar bukannya iman atau kepercayaan yang membuta. Setelah belajar kita mendapatkan pengetahuan yang luar biasa mengenai Sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Anda harus melatih apa yang telah anda pelajari. Jika anda belum memahaminya anda akan mencoba menciptakan ide-ide berdasarkan imajinasi anda sendiri. Nasihat beliau adalah melatih apa yang telah anda pelajari dengan pemahaman.Setelah berlatih anda akan mengalami hasil atau efeknya. Inilah tiga metode yang Sang Buddha ajarkan, yaitu belajar,memahami, dan berlatih.

Inilah jalan untuk hidup di dunia ini untuk terlepas dari penderitaan. Sekarang anda dapat memahami bahwa jalan Sang Buddha dalam memperkenalkan agama dengan tidak meminta kita untuk percaya apapun tetapi untuk belajar, berlatih, dan mengalami hasilnya.
Sebagai contoh, Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus berbaik hati, anda harus jujur. Setelah memahami ajaran ini, anda mencoba untuk melatihnya dan setelah itu setiap orang menghormati anda ketika mereka mengetahui bahwa anda sangat baik hati, sangat jujur. Tak seorang pun ingin mengganggu anda atau menyalahkan anda, tetapi mereka menghormati anda.

Itulah hasil yang baik yang anda alami. Pada saat yang sama Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus mencoba untuk memahami sesuai dengan tingkat pengalaman anda sendiri. Anda dapat melakukan tes pada hasil latihan anda sendiri. Anda memahami mengapa beberapa hal adalah salah dan mengapa beberapa hal adalah benar dan anda tidak mengikutinya karena
suruhan atau perintah yang datang dari surga. Anda memiliki pemikiran dan akal sehat untuk memahami. Pemahaman kita dan pengalaman pribadi kita cukup untuk memahami mengapa sesuatu itu adalah salah atau benar. Sebagai contoh Sang Buddha menasihati kita untuk tidak menghancurkan kehidupan makhluk lain. Beliau tidak memperkenalkan hal ini sebagai hukum agama karena pemahaman manusia pasti dapat mengetahui bahwa membunuh itu adalah kejam. Tidaklah sukar bagi kita untuk memahami mengapa hal ini buruk karena ketika orang lain datang dan mencoba membunuh kita, pastilah kita tidak akan menyukainya. Lagi, beliau mengatakan bahwa ketika anda memiliki sesuatu yang berharga telah dicuri oleh seseorang, bagaimanakah perasaan anda?

Dalam cara yang sama ketika kita mencuri milik orang lain mereka juga tidak menyukainya. Tidaklah diperlukan bagi kita untuk menerima perintah dari tuhan manapun atau dari Buddha atau Yesus untuk memahami konsep sederhana ini. Guru-guru agama muncul di dunia untuk mengingatkan kita apa yang telah kita lalaikan atau lupakan. Pengalaman dan pemahaman pribadi anda sendiri lebih dari cukup untuk anda mengetahui mengapa hal-hal tertentu adalah benar atau salah.

Sang Buddha menasihati kita untuk berpikir dan memahami.
Kita memiliki pikiran yang beralasan. Kita memiliki akal sehat tidak seperti makhluk hidup lainnya yang juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung,perlindungan dan kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal. Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai seluas itu. Karena itulah hanya manusia saja yang dapat menjadi Buddha. Hanya dengan mengembangkan pikiran mereka, manusia dapat mencapai pencerahan.

Sang Buddha mengatakan kepada kita, untuk bertindak sesuai dengan pengalaman kita. Kemudian kita dapat mengalami hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat jarang member salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu. Tetapi mereka membaca berulang Buddhaṁ saraṇaṁ gacchāmi(Saya berlindung kepada Buddha). Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”.

Sang Buddha juga menasihati orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut. Jadi, “Di Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita.
Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbana atau Ia tinggal di suatu tempat lainnya? Kemanakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian.
Setelah mencapai pencerahan Sang Buddha berkata1, ayam antimà jàti, natthi dàni punabbavo”, inilah kelahiranku yang terakhir,tidak ada lagi tumimbal lahir. Aku telah
menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia ini, kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang orang-orang alami merupakan kepuasan emosi sementara yang akan menghilang dalam waktu yang singkat. Hal ini menciptakan ketidakpuasan. Dalam sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan, kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia puas dengan kehidupan ini. Semua orang mengeluh dan menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin. Dengan memahami situasi ini Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir (rebirth). Hal tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik maupun wujud apapun kita tidak dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin kita. Oleh karena itu jika kita tidak menyukai penderitaan, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan perwujudan/keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam pikiran kita.

Tetapi kita ingin berada dalam semua kejengkelan atas penderitaan dan masalah, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah dan perang dan kehancuran.
Hewan-hewan tidak hidup dengan menciptakan banyak masalah yang tidak perlu untuk menderita. Ketika mereka lapar mereka pergi keluar dan menangkap makhluk hidup lain, menghilangkan rasa lapar mereka dan pergi tidur. Tetapi manusia tidak dapat merasa puas tanpa haus terhadap begitu banyak hal lainnya.Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia kita.

Oleh karena kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kehendak buruk itu, kekejaman dan kejahatan muncul. Makhluk hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai
sedemikian besar.Manusia memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk sehingga kita dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting tetapi dengan hal itu saja tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang semestinya atau kebijaksanaan.

Sebelum kemangkatan Sang Buddha banyak orang menyerahkan bunga-bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke rumah.
Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya, selain dengan
bunga-bunga dan penyembahan, mereka harus melatih setidaknya satu dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan.Dengan demikian mereka benar-benar menghormati Sang Buddha.
Sekarang anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan olehNya.

Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari.Suatu hari Sang Buddha bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak kebahagiaan.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik. Buddha bukanlah tubuh fisik.”
Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha ajarkan.

Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun (setelah Sang Buddha parinibbànatidak ada satu pun råpaü (patung, gambar) Sang Buddha karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan råpaü dirinya. Adalah bangsa Yunani yang menciptakan råpaü Sang Buddha dan bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya.

Sekarang tentu saja bentuk-bentuk råpaü Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia.Penganut beberapa agama lain mengutuk kita sebagai pemuja berhala. Padahal mereka tidak mengetahui apa yang umat Buddha lakukan. Beberapa ratus tahun setelah kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia adalah seorang penceramah yang sangat terkenal.Ketika ia memberikan ceramah, ribuan orang berkumpul. Màra si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak lagi orang yang menjadi religius. Màra bukanlah makhluk hidup tetapi gangguan dan rintangan batin yang kuat yang menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Kemudian Màra dipersonifikasikan sebagai Yang Jahat. Màra ini mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang menarik di depan Vihàra.

Kemudian para umat perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Màra. Tak seorang pun
yang mendengarkan ceramah Upagutha.Upagutha memutuskan untuk memberikan
pelajaran yang baik kepada Màra dan ia juga pergi melihat pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa ia sangat menghargainya. “Untuk
menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.
Màra sangat bangga. Ketika Upagutha menaruh rangkaian kalung bunga, Màra merasa
kalung bunga itu membelit di sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa.Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan
meminta kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut. Sakka juga berusaha sekuat tenaga tetapi ia juga tidak bisa melepaskannya. Kemudian Màra pergi menemui Brahma yang pada masa itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung itu. Brahma juga mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil melepaskannya. Kemudian Brahma mengatakan kepada Màra bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa melepaskannya. Lalu Màra harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya untuk melepaskannya kalau tidak Màra akan mati. Kemudian Upagutha berkata, “Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama, engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Màra setuju. “Hal kedua yaitu engkau telah melihat Sang Buddha karena dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu Sang Buddha. Kau hidup beberapa ratus tahun setelah Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang Buddha.” Màra berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku bukanlah orang yang suci.” Kemudian Y.M. Upagutha berkata, “Saya tidak akan menyembahmu.” Namun ketika Màra muncul sebagai wujud Sang Buddha, Y.M. Upagutha segera menghormatinya. Kemudian Màra berteriak,“Engkau berjanji untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Màra tetapi menghormati Sang Buddha.”

Ini adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang lain arti dari menghormati rupang (patung/gambar) Sang Buddha. Ketika anda menyimpan rupang Sang Buddha dan menghormatinya, anda juga dapat menggunakannya sebagai objek untuk meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala. Anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini. Ini adalah symbol keagamaan. Bagaimana rupang Sang Buddha berdaya tarik bagi pikiran manusia dapat dipahami melalui peristiwa berikut.

Selama Perang Dunia Kedua di Burma kepala komandan pasukan menemukan rupang kecil Buddha yang indah.Rupang itu begitu menarik bagi pikirannya. Ia mengirim ripang  itu ke Sir Winston Churchill,yang pada waktu itu adalah Perdana Menteri Inggris, dengan catatan yang berbunyi, “letakkanlah patung ini di atas meja anda. Kapan pun anda merasa khawatir atau ada permasalahan, lihatlah pada wajah patung ini. Saya yakin anda akan dapat menenangkan pikiran anda.”
Mr. Nehru, mantan Perdana Menteri India, dahulu pernah ditangkap oleh pemerintah Inggris. Ketika ia berada di tahanan ia memiliki patung kecil Buddha di dalam sakunya. Ia mengeluarkan patung itu dan menaruhnya di atas meja dan memandangnya serta berpikir, “Meskipun banyak gangguan, permasalahan dan kesulitan di dunia ini, jika Sang Buddha dapat menjaga wajahnya tersenyum, mengapa kita tidak meneladani manusia agung ini?”
Anatole France yang merupakan sarjana Perancis,mengunjungi Musium London dan untuk pertama kali dalam hidupnya ia melihat rupang Buddha. Setelah melihat Rupang Buddha itu, ia berkata, “Jika tuhan telah turun ke bumi dari surga, ia tidak lain adalah sosok ini.” Namun rupang bukanlah hal yang terpenting. Banyak orang yang dapat berlatih ajaran Sang Buddha tanpa rupang (patung/gambar) apapun. Bukanlah suatu kewajiban mereka harus memiliki rupang. Kita tidak menyembah, kita tidak berdoa, kita tidak memohon apapun dari rupang (patung/gambar) tetapi kita memuja, kita member penghormatan kepada sosok seorang manusia spiritual agung.

Salah satu anggota kita telah menyimpan rupang Buddha selama 45 tahun di dalam rumahnya. Suatu hari beberapa misionaris dari agama lain datang dan mengatakan kepadanya bahwa ia menyembah iblis. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal ini mengejutkan karena setelah 45 tahun ia telah menyembah rupang  itu dan ia tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika orang lain mengutuknya. Ini adalah kelemahan dari beberapa umat Buddha kita. Mereka mengikuti tradisi, menyembah, berdoa, melakukan persembahan, chanting(1) tetapi mereka tidak mencoba memahami ajaran Sang Buddha.

Sekarang anda dapat memahami bahwa dengan atau tidak dengan rupang (patung/gambar) Buddha anda bisa berlatih ajaran Sang Buddha. Karena tubuh fisik bukanlah Sang Buddha.
Menurut aliran Buddhisme Mahayana ada 3 tubuh Sang Buddha atau 3 kaya, yaitu Sambhogakaya, Nirmanakaya, Dharmakaya. Ia menggunakan Sambhogakaya and Nirmanakaya untuk melakukan makan, tidur, berjalan, berbicara, menasihati, mengajar. Semua aktivitas ini Ia lakukan dengan tubuh fisik.
Ketika Sang Buddha mencapai parinibbàna kedua tubuh ini menghilang. Tetapi Dharmakaya atau tubuh Dharma Sang Buddha tidak pernah dapat menghilang. Menurut aliran Buddhisme Mahayana, Sang Buddha Amitabha berada di tanah suci Sukhavati. Mereka yang melafalkan namanya dengan hormat dan mereka yang menyembahnya akan lahir di tanah suci dan yang nantinya akan mendapatkan kesempatan untuk mencapai Nibbana. Menurut cara berpikir dan kepercayaan mereka, konsep ini memberikan banyak harapan dan kepercayaan bahwa Sang Buddha masih tetap hidup sampai semua makhluk mencapai pembebasan terakhir.

Sang Buddha pernah menyatakan, “Apakah Sang Buddha muncul atau tidak, Dhamma tetap ada selamanya di dunia ini.” Ketika seorang Buddha muncul, Ia menyadari bahwa orang-orang telah melupakan Dhamma yang sejati. “Dhamma yang saya pahami ini bukanlah Dhamma yang diciptakan olehku”,kata Sang Buddha. Dhamma ini selalu ada tetapi orang-orang telah salah menafsirkannya, menciptakan konsep yang salah menurut imajinasi diri mereka sendiri dan secara keseluruhan mencemarkan kemurnian Dhamma. Bahkan hal ini terjadi sekarang, setelah 2500 tahun Sang Buddha mengungkapkan kebenaran sebagai Dhamma. Orang-orang melakukan kesalahan-kesalahan selama berabad-abad lamanya atas nama Sang Buddha.
Hal ini bukan berarti mereka benar-benar mengikuti nasihat yang diberi oleh Sang Buddha. Tetapi mereka memperkenalkan praktik kebudayaan tradisional mereka yang dicampur dengan Buddhisme dan memperkenalkannya sebagai Buddhisme. Sebagai umat Buddha, kita harus berusaha untuk mempelajari apa yang diajarkan oleh Sang Buddha dan berusaha untuk melatih apa yang Sang Buddha ajarkan untuk mencari keselamatan kita.

Orang-orang bertanya di manakah Sang Buddha. Untuk berlatih Buddhisme tidak perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi.
Ambillah sebagai perumpamaan, kita memiliki listrik yang ditemukan oleh seseorang. Apakah penting bagi kita untuk mengetahui orang yang menemukan listrik, di manakah dia dan dari negara mana dia datang dan siapa namanya? Tugas kita adalah menggunakan listrik itu. Lagi, mereka yang menemukan atom atau energi atom, dapat menggunakan energi atom ini untuk tujuan pembangunan ataupun penghancuran. Jadi adalah tugas kita untuk menggunakan energi ini dalam cara-cara yang patut. Tidaklah perlu untuk mengetahui sesungguhnya siapa yang menemukan energi atom ini. Manusia telah menemukan komputer dan televisi tetapi bukanlah hal yang penting bagi kita untuk mengetahui nama dan hal-hal mendetail lainnya dari
mereka, tugas kita adalah menggunakannya.

Dengan cara yang sama janganlah bertanya di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Jika Dhamma, apa yang beliau ajarkan adalah benar, tersedia, dan
efektif mengapa perlu untuk mengetahui di mana Sang Buddha.
Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa beliau dapat memasukan kita ke dalam surga atau neraka. Sang Buddha dapat memberitahu anda apa yang tidak dilakukan dan apa yang dilakukan untuk mencapai keselamatan kita, itulah satu-satunya yang dapat Sang Buddha lakukan. Beliau tidak dapat melakukan apapun untuk anda. Tugas anda adalah berlatih apa yang telah Sang Buddha ajarkan kepada kita. Orang lain mengatakan bahwa tuhan mereka bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh manusia. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesalahan yang diciptakan oleh seseorang dapat dihapus oleh orang lain. Buddha, dewa/tuhan juga tidak dapat melakukannya.

Ketika seseorang hendak meninggal dan berkata ia percaya akan tuhan setelah semua kesalahan yang dilakukannya dapatkah tuhan menghapus kesalahan-kesalahannya?
Sebagai perumpamaan mungkin anda adalah seorang yang bertemperamen sangat tinggi dan anda tahu hal ini adalah salah tetapi anda tidak tahu bagaimana menyingkirkannya. Lalu anda pergi berdoa kepada tuhan dan memohon kepadanya untuk menghilangkan keburukan dalam pikiran anda, apakah anda piker tuhan manapun dapat melakukannya?
Anda boleh pergi menyembah Sang Buddha dan meminta kepada Sang Buddha untuk menyingkirkan keburukan anda. Tapi Sang Buddha juga tidak dapat menyingkirkannya dari pikiran anda. Sang Buddha hanya dapat memberitahukan anda bagaimana memindahkan
kemarahan anda dengan usaha anda sendiri. Tak seorang pun dapat menolong anda, melainkan diri anda sendiri melalui pemahaman anda. Diri anda sendirilah yang harus menyadari,“Kemarahan ini berbahaya, dapat menimbulkan banyak masalah,gangguan, dan kesulitan dan menyakiti dan mengganggu yang lain. Saya harus berusaha mengurangi rasa marah dengan kekuatan batin saya dan menimbulkan keinginan kuat untuk menghilangkan kemarahan dari pikiran.” Jadi Sang Buddha ataupun tuhan tidak dapat menghapus kesalahan yang dibuat oleh kita, tetapi kita sendiri yang dapat melakukannya. Ada nasihat yang baik yang diberikan oleh Sang Buddha. Jika siapapun yang telah melakukan sebuah perbuatan buruk atau kamma buruk, mereka tidak dapat menghapus dampaknya dengan berdoa kepada tuhan atau Buddha. Namun ketika mereka mengetahui bahwa mereka telah melakukan perbuatan buruk, maka mereka harus menghentikan melakukan perbuatan buruk lagi. Anda harus menimbulkan tekad yang kuat dalam pikiran untuk menciptakan lebih dan lebih banyak lagi kamma baik atau perbuatan bajik. Ketika anda mengembangkan perbuatan bajik anda, dampak dari kamma buruk yang anda perbuat sebelumnya akan dapat teratasi oleh kamma baik.

Ambil sebagai contoh Angulimàla, seorang pembunuh yang membunuh hampir seribu manusia. Ketika Sang Buddha mengetahuinya Beliau datang menemuinya. Angulimàla ingin membunuh Sang Buddha karena ia telah menyelesaikan 999 pembunuhan. Ia bersumpah untuk membunuh seribu orang,sehingga ia sangat senang ketika ia melihat Sang Buddha dan ia berusaha untuk menangkapnya. Sekali-kali Sang Buddha menunjukkan sedikit keajaiban. Mengetahui bahwa sukar untuk mengajar orang ini, Sang Buddha berjalan secara normal dan membiarkan Angulimàla untuk lari mengejar. Meskipun Angulimàla telah berlari hamper 4 mil, ia tidak dapat mendekati Sang Buddha. Kemudian Angulimàla meminta kepada Sang Buddha untuk berhenti dan Sang Buddha mengetahuinya bahwa sudah saatnya bagi Sang Buddha untuk berbicara kepada Angulimàla. Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti, engkaulah yang berlari.”
Angulimàla berkata, “Bagaimana engkau bisa katakan bahwa kau telah berhenti, saya melihatmu berjalan.” Sang Buddha menjawab, “Saya telah berhenti berarti saya telah berhenti membunuh atau menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Kau yang berlari berarti kau masih melakukan kejahatan. Jika kau berhenti berlari maka kau dapat menangkapku.” Kemudian Angulimàla berkata, “Saya tidak dapat memahami apa yang kau katakan.” Kemudiaan Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti membunuh dan kau masih melakukannya, itulah artinya berlari. Kau berlari dalam samsàra.” Lalu Angulimàla mengetahui bahwa ia bersalah dan memutuskan untuk mengikuti Sang Buddha dan ia menjadi bhikkhu dan mulai bermeditasi.

Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat dan menggapai Nibbana. Kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk datang kepadanya1. Ia mengembangkan kamma baik dan
kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk berbuah padanya. Itulah yang Sang Buddha telah katakan. Sang Buddha mengajarkan metode ini untuk mengatasi efek atau dampak
dari kamma buruk bukan dengan berdoa kepada tuhan manapun tetapi dengan melakukan lebih dan lebih banyak perbuatan bajik.

Jika saya mengatakan Sang Buddha tinggal di salah satu bagian dari alam semesta dalam wujud fisik hal ini bertolak belakang dengan ajaran Sang Buddha. Di lain hal jika saya
mengatakan bahwa Sang Buddha tidak tinggal di salah satu bagian alam semesta dalam wujud fisik banyak orang sangat tidak senang karena mereka haus akan perwujudan/keberadaan yang tidak dapat dipuaskan. Selain itu mereka mengatakan hal ini merupakan ketidakadaan. Hal ini bukanlah ketidakadaan;ini adalah akhir dari penderitaan fisik dan batin dan pengalaman Nibbana atau pembebasan. Di lain pihak ada beberapa orang yang sangat membutuhkan wujud fisik dari rupang Sang Buddha untuk menenangkan pikiran mereka, mengurangi ketegangan,ketakutan dan kekhawatiran. Meskipun demikian tidaklah benar bagi kita untuk mengatakan bahwa Sang Buddha hidup atau tidak. Lebih dari cukup bagi kita jika doktrin atau ajaran Sang Buddha bermanfaat bagi kita untuk mengalami kedamaian, kepuasan dalam kehidupan.
Sebagai contoh seorang dokter yang menemukan obat yang sangat efektif. Jika obat itu bermanfaat, dapat menyembuhkan penyakit, tidaklah perlu bagi kita untuk mengetahui di mana dokter ini dan apakah ia masih hidup atau tidak? Hal yang penting adalah menyembuhkan penyakit kita dengan meminum obat tersebut. Demikian pula halnya ajaran Sang Buddha lebih dari cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala penderitaan kita.

Sang Buddha telah memberikan kita hak untuk berpikir bebas dalam memahami apakah suatu hal adalah salah dengan menggunakan akal sehat kita atau alasan bagi kita untuk memahami hakikat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada.
Di lain pihak tidak ada satupun yang eksis di bagian alam semesta yang tanpa mengalami perubahan, tanpa kelapukan dan tanpa kehancuran karena semuanya ini adalah perpaduan
dari unsur-unsur, energi dan kekuatan batin dan kekuatan kamma. Oleh karena itu mustahil bagi energi-energi dan unsure-unsur atau kekuatan batin, kekuatan kamma ini untuk tetap
selamanya tanpa perubahan. Jika anda bisa memahami hal ini maka ajaran Sang Buddha akan membantu anda untuk memahami bagaimana menghadapi permasalahan dan kesukaran anda, untuk mengatasi ketidakpuasan kita. Jika tidak kita akan menghadapi penderitaan fisik dan batin, ketidakpuasan dan kekecewaan. Kita perlu bertindak dengan bijaksana untuk menyingkirkan permasalahan kita. Adalah sulit bagi kita untuk menyingkirkan penderitaan kita hanya dengan berdoa,menyembah kepada siapa saja, tetapi dengan melalui pemahaman akan permasalahan dan kesulitan yang sebenarnya,kita akan mampu menyingkirkan berbagai permasalahan.

Banyak orang bertanya ke mana Sang Buddha pergi? Jika seseorang mengatakan bahwa Sang Buddha pergi ke Nibbana maka mereka berpikir bahwa Nibbana itu adalah suatu tempat.Nibbana bukanlah suatu tempat, Nibbana merupakan kondisi batin bagi kita yang mencapai pengalaman akan pembebasan akhir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Sang Buddha telah pergi ke suatu tempat atau Sang Buddha tetap ada tetapi ia mengalami Nibbana atau tujuan akhir dalam hidup. Jadi jawaban terbaik untuk pertanyaan “Di Manakah Sang Buddha?” adalah Sang Buddha berada dalam pikiran anda yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi.

Judul Asli : Where is The Buddha?
Oleh : Ven. K. Sri Dhammananda Nàyaka Maha Thera
Penterjemah : Bhagavant.com
Editor : Sumedho Benny
Layout & Cover : DhammaCitta.org

Minggu, 17 Maret 2013

Sukses dalam Perspektif Buddhis




Ven. Sri Paññāvaro Mahāthera

1. Sukses sering menjadi identik dengan bahagia. Orang yang bahagia  dipersepsikan orang yang sukses. Bahagia dan sukses menjadi obsesi setiap orang.

2. Sukses berarti pula terpenuhinya kebutuhan primer: makanan, pakaian, tempat tinggal dan obat-obatan.Seiring dengan kemampuan dan keinginan manusia, kebutuhan itu kemudian meningkat, seperti: pendidikan, hiburan, kendaraan dan sebagainya.

3. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, manusia tidak hanya harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan tetapi juga sikap mental yang tangguh.
   Oleh karenanya harus ada persiapan mental yang tepat agar bisa bekerja dengan baik. Manusia mempunyai kemampuan dan kesempatan yang amat luas untuk meningkatkan kualitas mentalnya dalam mencapai tujuan.

4. Tidak ada tempat bagi kita untuk menggantungkan ataupun berserah diri. Keberhasilan atau kemunduran dalam kehidupan ini adalah tanggung jawab kita masing-masing. Berserah diri akan menghancurkan sikap kemandirian.

5. Sikap mental yang harus dikembangkan adalah:

I. Chanda (kegembiraan dalam pekerjaan). Bangkitkan kegembiraan dan kepuasan dalam melakukan pekerjaan. Kegembiraan dalam bekerja akan membangun etos kerja yang sehat. Adalah keliru bila berpikir bahwa ‘hanya akan gembira dan puas bila hasil akhir telah tercapai.” Sebab bila hasil akhirnya tidak sesuai harapan, hanya kekecewaan yang menjadi buah dari seluruh proses pekerjaan.

II. Viriya (semangat dan ketekunan dalam setiap pekerjaan). Ulet dan gigih, tidak cepat putus asa.Jangan mudah berhenti bila hasilnya belum tercapai.
    Ketekunan, semangat dan gigih dalam berusaha adalah setingkat di atas bakat, keterampilan dan pengetahuan. Banyak orang berbakat yang kandas karena tidak disertai ketekunan dan kegigihan.
    Thomas A. Edison, penemu bolam listrik, gramofon,dan lainnya—yang kita kenal sebagai orang jenius—memberikan pernyataan yang sangat bagus:
  
   “Kejeniusan adalah satu persen inspirasi dan Sembilan puluh sembilan persen lainnya adalah keringat. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang berharga secara tidak sengaja. Demikian juga penemuan saya tidak terjadi karena suatu kebetulan. Penemuan ini ada karena saya kerjakan.”

III. Citta (mengerjakan pekerjaan dengan pikiran penuh). Memberikan perhatian penuh pada setiap pekerjaan akan membuat pekerjaan tersebut selesai dengan baik. Perhatian penuh atau kewaspadaan akan menjauhkan diri dari kelalaian dan akan menimbulkan banyak peluang keberhasilan. Citta juga akan menjaga diri untuk tidak berpaling pada hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan pekerjaan itu.

IV. Vimamsa (menganalisa hal-hal yang sedang dikerjakan). Ide baru yang tidak tampak di hadapan kita secara kasat mata akan ditemukan bila kita menggunakan penyelidikan atau analisa dalam setiap pekerjaan. Makin luas penyelidikan kita maka makin banyak pula ide-ide atau gagasan baru yang akan muncul, yang sebenarnya berada tepat pada pekerjaan yang sedang kita hadapi.

6. Tetapi, rintangan dalam bekerja sering timbul berkali-kali.Akankah kita mampu sukses untuk bahagia? Obsesi untuk bahagia sebahagia mungkin tanpa rintangan, sulit mencapai kemajuan bila kita belum dapat menguasai diri kita sendiri dengan baik.

7. Faktor-faktor luar akan merangsang emosi negative (kilesa), yang mendorong timbulnya perilaku negatif.Penderitaan pada orang lain akan menjadi akibatnya.
    Karenanya diperlukan sikap mental (‘lanjutan’)untuk mengatasi emosi-emosi negatif yang dapat menghancurkan diri sendiri dan juga orang lain.
    Kegagalan dalam mengendalikan emosi dan perilaku negatif ini meskipun kita berhasil dalam kebutuhan materi, dunia pekerjaan atau profesi adalah kegagalan
    dalam mencapai arti sukses yang sesungguhnya.

8. “Kemarahan tetangga tidak membahayakan secara langsung, tetapi kemurkaan sendiri akan melukai dirinya sendiri.”

9. Bila seseorang bekerja sekeras-kerasnya, bahkan sangat keras untuk meningkatkan kondisi keuangannya,hingga bisa memenuhi semua keinginannya, mobil yang bagus, rumah yang memadai, dan mengira bahwa hal itu adalah parameter sukses, maka pertumbuhan ekonomi semata telah menjadi ukuran sukses. Inilah paradigma dunia modern tentang sukses dan bahagia.
    Etos modernitas sekarang ini adalah “Etos Kerakusan.”
    Manusia modern sulit melihat adanya dimensi atau faktor lain yaitu faktor internal sebagai faktor terpenting untuk hidup bahagia.

10. Sesungguhnya sikap mental untuk menghadapi kondisi internal lebih penting dari hal-hal eksternal dalam menentukan sukses dan bahagia. Latihan mental dengan melepaskan keserakahan (keakuan), mempertahankan kesabaran, bertahan dalam kesulitan/ penderitaan,pengendalian perilaku dan meditasi adalah latihan mental untuk membangun inner strength, inner peace,inner happiness. Inilah sukses yang sesungguhnya.

“Harumnya bunga tidak dapat melawan arah angin,
begitu pula kayu cendana, bunga tagara, dan melati.
Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan arah angin; 
Harumnya nama orang bajik dapat menyebar
ke segenap penjuru sampai ke surga.”
(Dhammapada 54)

Jumat, 01 Maret 2013

Mempersembahkan Jetavana



Anathapindika, seorang donatur utama Sang Buddha, mendapat kehormatan untuk menemui Sang Guru Agung ketika Beliau sedang bersemayam di Veluvana (Hutan Bambu) di Rajagaha. Anathapindika lahir di Savatthi, putera seorang milyuner yang bernama Sumana. Sebelumnya ia bernama Sudattha, dan karena sifatnya yang dermawan, ia kemudian dikenal dengan nama Anathapindika (Si Pemberi Makan Kepada Yang Tidak Mampu). Anathapindika seorang pedagang yang sukses, yang berdagang dengan armada angkutan yang terdiri dari lima ratus kendaraan.

Pada suatu hari, dia datang ke Rajagaha untuk suatu urusan dagang. Saudara perempuannya adalah isteri pimpinan pedagang di Rajagaha. Ketika ia tiba di kediaman saudara perempuannya, saudara iparnya tidak datang menyambutnya seperti biasanya dan ia melihat adiknya sedang berada di halaman belakang, mempersiapkan suatu pesta. Para juru masak membuat hidangan khusus dan para pelayan hilir mudik mempersiapkan suatu perjamuan penting. Tidak ada seorang pun yang memperhatikan Anathapindika. Persiapan perjamuan itu begitu meriah, sehingga Anathapindika mengira akan dilangsungkan suatu pesta pernikahan atau mereka akan menjamu raja.

Pada saat pimpinan pedagang telah selesai mengatur persiapan perjamuan, dia menemui dan menyalami Anathapindika. Tidak dapat dilukiskan betapa bahagianya Anathapindika ketika mengetahui bahwa segala persiapan itu adalah untuk menyambut Sang Buddha pada kesokan harinya. Dengan mendengar kata "Buddha" saja, sudah membuat Anathapindika tertarik dan ingin menemui Sang Buddha. Anathapindika diberitahu bahwa Sang Buddha sedang berada di Hutan Sitavana, yang letaknya tidak jauh dari tempat itu, dan besok ia dapat bertemu dengan Sang Buddha. Ia lalu pergi tidur. Keinginannya untuk bertemu Sang Buddha begitu kuatnya, sehingga ia tidak dapat tidur sepanjang malam dan terbangun pagi-pagi sekali dan segera berangkat menuju Hutan Sitavana.

Karena keyakinannya yang besar kepada Sang Buddha, tampak cahaya memancar dari tubuhnya. Di dalam perjalanannya ke tempat Sang Buddha berada, ia harus melewati kuburan. Ketika itu masih gelap gulita, sehingga menimbulkan ketakutan di dalam dirinya. Ia berpikir untuk pulang kembali. Namun Yakkha yang bernama Siraka, tanpa menampakkan diri memberinya semangat. Ketakutan lenyap dan timbul keyakinannya yang kuat kepada Sang Buddha. Cahaya pagi hari mulai muncul dan dengan penuh semangat ia melanjutkan perjalanannya. Kejadian ini terjadi untuk kedua dan ketiga kalinya. Pada akhirnya ia tiba di hutan Sitavana di mana Sang Buddha sedang bermeditasi berjalan bolak-balik dengan perlahan dan teratur, sedang menunggu kedatangan Anathapindika. Sang Buddha menyapanya dengan nama keluarganya, Sudatta dan memintanya untuk menghadap Beliau.

Anathapindika merasa gembira mendengar Sang Buddha memanggilnya demikian dan dengan penuh hormat ia bertanya kepada Sang Buddha apakah Beliau tidur dengan perasaan bahagia. Sang Buddha menjawab : "Seseorang yang telah terbebas dari perbuatan jahat, tenang, terbebas dari kemelekatan, teguh dan tidak melekat pada nafsu-nafsu keinginan, selalu tidur dengan nyenyak."

"Setelah memutuskan belenggu dan dapat mengendalikan nafsu keinginan, batinnya tenang dan setelah mencapai bahagia, ia akan tidur dengan nyenyak."

Setelah mengucapkan kedua bait tersebut, Sang Buddha menguraikan Empat Kesunyataan Mulia kepada Anathapindika. Pengertian tentang Ajaran ini bahwa segala yang muncul pasti akan lenyap, menjadi terang dan jelas bagi Anathapindika. Dengan mendengar uraian Dhamma Yang Mulia ini, Anathapindika menjadi Sotapanna (pemenang arus, Tingkat Kesucian Pertama), ia lalu mengundang Sang Buddha beserta murid-murid Beliau untuk menerima persembahan dana darinya pada keesokan harinya, di tempat kediaman saudara iparnya. Anathapindika kemudian bernamaskara, memberikan hormatnya kepada Sang Buddha kemudian pulang.

Anathapindika kemudian mempersiapkan segala dana yang akan dipersembahkan kepada Sang Buddha seorang diri, meskipun saudara iparnya ingin membantu. Setelah mempersembahkan dana makanan Anathapindika mengundang Sang Buddha untuk melewatkan musim hujan di Savatthi dan Sang Guru Agung menerimanya dan berkata : 
"O, perumah tangga, Sang Tathagata menyukai tempat yang sepi."

Anathapindika mengerti permintaan yang terkandung di dalam persetujuan Sang Buddha, ia lalu mencari tempat yang tenang dan sunyi di dekat Savatthi, di mana Sang Buddha dapat menetap. Ia akhirnya menemukan tempat yang sesuai untuk Sang Buddha, yaitu taman milik Pangeran Jeta. Pangeran Jeta memberitahu Anathapindika bahwa taman itu tidak dijual, kecuali tanah tersebut ditutupi dengan kepingan-kepingan uang emas. Anathapindika menyatakan keinginannya membeli taman itu seharga berapapun yang dikatakan oleh Pangeran Jeta, tetapi Pangeran Jeta tetap tidak menyetujuinya. Anathapindika lalu merundingkan kepada para pejabat istana tentang pernyataan Pangeran Jeta yang akan menjual taman itu apabila ditutupi dengan kepingan uang emas dan para pejabat istana menyetujui permintaan tersebut. Anathapindika lalu memerintahkan para pegawainya untuk membawa beberapa kereta berisi kepingan-kepingan uang emas, dan menutupi Hutan Jeta itu dengan kepingan uang emas yang dibawa. Ada sebagian kecil tanah hutan itu uang tidak tertutupi dengan kepingan uang emas dan Pangeran Jeta yang melihat hal itu mengatakan bahwa bagian tanah tersebut adalah persembahan darinya. Anathapindika menyetujui dan membangun pintu gerbang dan sebuah bangunan.

Anathapindika lalu membangun Vihara Jetavana ini dengan indah, membangun ruangan-ruangan untuk belajar, ruangan persembahan dana, perapian, gudang, kamar mandi, koridor, sumur, kolam, kamar-kamar dengan penghangat ruangan, paviliun-paviliun. Milyuner ini menghabiskan lima puluh empat kati kepingan emas untuk menyelesaikan bangunan di Vihara Jetavana ini.

Sang Buddha berdiam di Vihara Jetavana selama sembilan belas masa musim hujan, masa vassa. Di Vihara Jetavana inilah Sang Buddha melewatkan sebagian besar masa hidup Beliau, dan di tempat ini pula Sang Buddha banyak membabarkan Dhamma Yang Mulia.



Culla Subadha



Meskipun dari jauh, orang baik akan terlihat bersinar; 
Bagaikan puncak pegunungan Himalaya. 
Tetapi meskipun dekat, orang jahat tidak akan terlihat; 
Bagaikan anak panah yang dilepaskan pada malam hari.

Berawal dari Anathapindika masih remaja. Ia mempunyai sahabat akrab dari anak seorang bendahara bernama Ugga, yang tinggal di kota Ugga. Mereka belajar bersama ilmu sastra di rumah seorang guru. Ketika mereka belajar bersama, mereka membuat perjanjian, "Bila kita sudah dewasa, lalu menikah dan mempunyai anak, yang perempuan akan dijadikan isteri dari anak laki-laki." Ketika kedua remaja ini menjadi dewasa, mereka menjadi bendahara, yang tinggal di kota masing-masing.


Waktu berlalu, Anathapindika telah berkeluarga dan mempunyai anak perempuan yang bernama Culla Subhadda. Pada suatu kesempatan Bendahara Ugga berkunjung ke Savatthi dengan membawa kereta untuk berdagang. Ketika itu Anathapindika berkata kepada anak perempuannya Culla Subhadda, "Anakku sayang, ayahmu Bendahara Ugga akan datang mengunjungi kita; kamu harus melayaninya dengan baik." "Baiklah ayah", jawab Culla Subhadda, ia berjanji untuk mematuhi perintah ayahnya.


Sejak Bendahara Ugga tiba, Culla Subhadda menyiapkan sendiri piring-piring, masakan dan makanan lainnya, menghiasi rumah dengan bunga-bunga, menyediakan minyak wangi, obat gosok dan lain-lain untuk menyenangkan tamunya. Ketika waktu makan tiba, ia segera menyiapkan air untuk tamunya mandi dan sesudah itu ia melayani segala macam kebutuhan tamunya itu.


Ketika Bendahara Ugga memperhatikan tingkah laku Culla Subhadda yang menyenangkan itu, hatinya bahagia. Suatu hari ia berbincang-bincang dengan Anathapindika, ia mengingatkan kembali perjanjian di antara mereka, ketika mereka masih remaja, ia lalu memutuskan untuk memilih Culla Subhadda untuk menjadi menantunya.


Sekarang ini, Bendahara Ugga berguru kepada pertapa telanjang yang mempunyai pandangan yang salah, dan Anathapindika lalu bertanya kepada Sang Budhha tentang masalah ini. Sang Guru melihat bahwa Bendahara Ugga mempunyai kemampuan untuk mempelajari Dhamma, mengijinkan Culla Subhadda untuk menjadi menantu Bendahara Ugga. Sesudah Bendahara Anathapindika membicarakan masalah ini kepada isterinya, ia lalu menerima lamaran Bendahara Ugga dan mempersiapkan upacara pernikahan puterinya.


Bendahara Anathapindika memberikan beberapa hadiah kepada putrinya. Ia memberikan Sepuluh Peringatan, kemudian berkata, "Putriku sayang, kalau kamu tinggal di rumah mertuamu, api di dalam rumah jangan dibawa keluar dan sebagainya." Ia juga menyediakan delapan orang pengikut sebagai penasihat, ia berpesan kepada mereka, "Kalau ada kesalahan berada di pihak puteriku, kalian harus memberitahukan kesalahannya."


Ketika ia hendak melepaskan puterinya, ia berdana yang luar biasa besarnya kepada Bhikkhu Sangha, yang dipimpin oleh Sang Buddha, dan mengumumkan kepada masyarakat bahwa puterinya telah melakukan perbuatan baik sehingga puterinya memperoleh kebahagian, ia lalu melepas puterinya pergi dengan penuh rasa bahagia.


Ketika Culla Subhada tiba di kota Ugga, seluruh anggota keluarga mertuanya dan keluarga besar lainnya datang menyambut dengan penuh kehangatan. Ia memasuki kota dengan berdiri di atas kereta kencana, berpawai ke sekeliling kota, yang memperhatikan kebesaran dan kebahagiaannya. Ia menerima banyak hadiah dari penduduk, sehingga menimbulkan hubungan dan pengertian yang baik dengan penduduk di sekitarnya. Seluruh kota membicarakan dengan penuh hormat kecantikan dan keluhuran budinya.


Sekarang ini, ayah mertuanya sedang menjamu para pertapa telanjang pada suatu festival, dan pada saat itu ia mengirimkan pesan kepada menantunya, "Panggillah ia masuk, untuk memberikan hormat kepada pertapa-pertapa kita."


Tetapi dengan penuh kerendahan hati Culla Subhadda menolak untuk bertemu dan masuk menemui mereka. Berkali-kali mertuanya memberikan pesan supaya menantunya datang dan berkali-kali pula ia manolak untuk masuk. Akhirnya ayah mertuanya marah dan memerintahkan, "Usir dia keluar dari rumah ini!"


Tetapi ia menolak, "Tidak seorangpun dapat menghukum tanpa suatu alasan." Dengan segera Culla Subhadda mengumpulkan para penasihat yang mengiringinya dan menerangkan permasalahan di hadapan mereka.


Ayah mertua berbincang-bincang dengan isterinya tentang masalah ini dan berkata, "Perempuan ini menolak untuk memberikan hormat kepada para pertapa kita, alasannya karena mereka 'tidak sopan'." Ibu mertuanya berkata, "Bagamanakah tingkah laku para bhikkhunya, sehingga ia puja sedemikian tinggi ?"


Ia lalu memanggil Culla Subhadda dan berkata, "Bagaimanakah tingkah laku para bhikkhumu, yang kamu puja sedemikian tinggi? Apa yang mereka pahami dan bagaimana mereka mempraktekannya? Jawablah pertanyaan saya."


Dalam menjawab pertanyaan ibu mertuanya, Culla Subhadda menjelaskan tentang kemuliaan dan keluhuran dari Sang Buddha dan Ajaran-Nya sebagai berikut :


"Tenang ucapan mereka,
tenang pikiran mereka,
tenang langkah mereka berjalan,
tenang pendirian mereka
Mereka melihat ke bawah;
sedikit yang mereka ucapkan.
Itulah para bhikkhu saya.


Perbuatan mereka bersih,
Ucapan mereka bersih,
Pikiran mereka bersih,
Itulah para bhikkhu saya.


Tidak bernoda seperti mutiara,
Murni di dalam dan di luar
Penuh dengan sifat-sifat baik,
Itulah para bhikkhu saya.


Dunia gembira dengan keuntungan dan
bersedih karena kerugian.
Tetapi mereka tidak terpengaruh dari
keduanya; keuntungan dan kerugian.
Itulah para bhikkhu saya.


Dunia gembira karena terkenal dan
bersedih karena tidak terkenal.
Tetapi mereka tidak terpengaruh dari
keduanya; terkenal atau tidak terkenal.
Itulah para bhikkhu saya.


Dunia gembira karena pujian dan
bersedih karena celaan.
Tetapi mereka tidak bereaksi
terhadap keduanya; pujian dan celaan.
Itulah para bhikkhu saya.


Dunia gembira karena kesenangan dan
bersedih karena penderitaan.
Tetapi mereka tidak berubah
terhadap kesenangan dan penderitaan.
Itulah para bhikkhu saya".


Dengan kata-kata yang diucapkannya itu, dan pada saat itu juga Culla Subhadda memuaskan ibu mertuanya. Sehingga ibu mertuanya bertanya kepadanya,
"Mungkinkah bagi kami untuk bertemu dengan bhikkhu-bhikkhu kamu?"
"Tentu saja mungkin," jawab Culla Subhadda.
"Kalau begitu, aturlah supaya kami dapat bertemu dengan mereka," tanya ibu mertuanya.
"Baiklah," jawab Culla Subhadda.

Kemudian Culla Subhadda menyiapkan persembahan-persembahan kepada Bhikkhu Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha.

Ia lalu berdiri di lantai paling atas di istana dan menghadap Vihara Jetavana, sambil menghormat, ia merenungkan kebajikan-kebajikan Sang Buddha. Ia menghormati Sang Buddha dengan mempersembahkan dupa, wewangian dan bunga-bunga, lalu ia melemparkannya ke udara delapan genggam bunga melati, sambil berkata dengan penuh hormat,"Yang Mulia saya mengundang Bhikkhu Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha besok pagi, semoga Sang Guru mengetahui permohonan undangan saya melalui bunga-bunga ini."


Bunga-bunga ini lalu melayang di udara dan membentuk payung bunga yang indah diatas Sang Buddha ketika Beliau sedang membabarkan Dhamma di tengah para bhikkhu.

Pada waktu itu Anathapindika, yang sedang mendengarkan Dhamma, mengundang Sang Buddha untuk menjadi tamunya besok pagi. Sang Buddha lalu menjawab,
"Saudara, saya sudah menerima undangan untuk besok pagi."
"Tetapi Yang Mulia," jawab Anathapindika, "Tidak ada seorangpun yang datang ke sini sebelum saya, undangan siapakah Yang Mulia terima?"

Sang Guru berkata : 
"Culla subhadda mengundangku, saudara."
"Tetapi, Yang Mulia, bukankah Culla Subhadda tinggal jauh dari sini, kira-kira seratus dua puluh leagues (1 league = 4,8km) dari sini ?"
"Ya," jawab Sang Buddha. "Tetapi perbuatan baik, meskipun jauh dapat menampakkan dirinya seperti saling berhadapan." Kemudian Sang Buddha mengucapkan syair :




"Meskipun dari jauh,
orang baik akan terlihat bersinar
bagaikan puncak
pegunungan Himalaya.
Tetapi meskipun dekat,
orang jahat tidak akan terlihat,
Bagaikan anak panah yang dilepaskan 
pada malam hari."

Dewa Sakka, raja para dewa menyadari bahwa Sang Guru telah menerima undangan Culla Subhadda, memberikan perintah kepada Dewa Vissakamma:
"Ciptakanlah lima ratus pagoda dan pada esok hari antarkanlah Bhikkhu Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha menuju Kota Ugga."


Keesokan paginya, Dewa Vissakamma menciptakan lima ratus pagoda dan menunggu di depan pintu Vihara Jetavana. Sang Buddha memilih lima ratus Arahat, dan rombongan ini bersama-sama lalu duduk di pagoda, dan melalui udara menuju Kota Ugga.

Bendahara Ugga beserta rombongan, dengan dikepalai oleh Culla Subhadda berdiri menunggu di jalan, di mana Sang Buddha akan tiba. Ketika ia melihat Sang Buddha mendekati dengan semua kemegahan dan keagungan-Nya, hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan yang luar biasa.

Ia menyampaikan penghormatan yang tertinggi dengan karangan bunga dan persembahan lainnya, mengundang Sang Guru untuk memasuki rumahnya, dan menyampaikan hormatnya. Ia mempersembahkan berbagai macam dana, mengundang Sang Buddha berkali-kali untuk bersedia menjadi tamunya. Selama tujuh hari ia mempersembahkan dana yang luar biasa besar.


Sang Buddha lalu mengingatkannya untuk selalu berbuat kebaikan dan membabarkan Dhamma kepada ayah mertuanya.

Dimulai dengan Bendahara Ugga, delapan puluh empat ribu makhluk hidup, mencapai pengertian terhadap Dhamma Yang Mulia.

Sebagai hadiah atas kemurahan hati Culla Subhadda, Sang Buddha lalu meminta Yang Mulia Anuruddha untuk tetap tinggal, dengan berkata, "Kamu tetap tinggal di sini."

Sang Buddha lalu kembali ke Savatthi. Sejak saat itu kota Ugga menjadi kota yang penduduknya mengerti akan Dhamma Yang Mulia, kota yang sejuk dan damai.