Anathapindika, seorang donatur utama Sang Buddha, mendapat
kehormatan untuk menemui Sang Guru Agung ketika Beliau sedang bersemayam di
Veluvana (Hutan Bambu) di Rajagaha. Anathapindika lahir di Savatthi, putera
seorang milyuner yang bernama Sumana. Sebelumnya ia bernama Sudattha, dan
karena sifatnya yang dermawan, ia kemudian dikenal dengan nama Anathapindika
(Si Pemberi Makan Kepada Yang Tidak Mampu). Anathapindika seorang pedagang yang
sukses, yang berdagang dengan armada angkutan yang terdiri dari lima ratus
kendaraan.
Pada suatu hari, dia datang ke Rajagaha untuk suatu urusan dagang.
Saudara perempuannya adalah isteri pimpinan pedagang di Rajagaha. Ketika ia
tiba di kediaman saudara perempuannya, saudara iparnya tidak datang
menyambutnya seperti biasanya dan ia melihat adiknya sedang berada di halaman
belakang, mempersiapkan suatu pesta. Para juru masak membuat hidangan khusus
dan para pelayan hilir mudik mempersiapkan suatu perjamuan penting. Tidak ada
seorang pun yang memperhatikan Anathapindika. Persiapan perjamuan itu begitu
meriah, sehingga Anathapindika mengira akan dilangsungkan suatu pesta
pernikahan atau mereka akan menjamu raja.
Pada saat pimpinan pedagang telah selesai mengatur persiapan
perjamuan, dia menemui dan menyalami Anathapindika. Tidak dapat dilukiskan
betapa bahagianya Anathapindika ketika mengetahui bahwa segala persiapan itu
adalah untuk menyambut Sang Buddha pada kesokan harinya. Dengan mendengar kata
"Buddha" saja, sudah membuat Anathapindika tertarik dan ingin menemui
Sang Buddha. Anathapindika diberitahu bahwa Sang Buddha sedang berada di Hutan
Sitavana, yang letaknya tidak jauh dari tempat itu, dan besok ia dapat bertemu
dengan Sang Buddha. Ia lalu pergi tidur. Keinginannya untuk bertemu Sang Buddha
begitu kuatnya, sehingga ia tidak dapat tidur sepanjang malam dan terbangun
pagi-pagi sekali dan segera berangkat menuju Hutan Sitavana.
Karena keyakinannya yang besar kepada Sang Buddha, tampak cahaya
memancar dari tubuhnya. Di dalam perjalanannya ke tempat Sang Buddha berada, ia
harus melewati kuburan. Ketika itu masih gelap gulita, sehingga menimbulkan
ketakutan di dalam dirinya. Ia berpikir untuk pulang kembali. Namun Yakkha yang
bernama Siraka, tanpa menampakkan diri memberinya semangat. Ketakutan lenyap
dan timbul keyakinannya yang kuat kepada Sang Buddha. Cahaya pagi hari mulai
muncul dan dengan penuh semangat ia melanjutkan perjalanannya. Kejadian ini
terjadi untuk kedua dan ketiga kalinya. Pada akhirnya ia tiba di hutan Sitavana
di mana Sang Buddha sedang bermeditasi berjalan bolak-balik dengan perlahan dan
teratur, sedang menunggu kedatangan Anathapindika. Sang Buddha menyapanya
dengan nama keluarganya, Sudatta dan memintanya untuk menghadap Beliau.
Anathapindika merasa gembira mendengar Sang Buddha memanggilnya
demikian dan dengan penuh hormat ia bertanya kepada Sang Buddha apakah Beliau
tidur dengan perasaan bahagia. Sang Buddha menjawab : "Seseorang yang
telah terbebas dari perbuatan jahat, tenang, terbebas dari kemelekatan, teguh
dan tidak melekat pada nafsu-nafsu keinginan, selalu tidur dengan
nyenyak."
"Setelah memutuskan belenggu dan dapat mengendalikan nafsu
keinginan, batinnya tenang dan setelah mencapai bahagia, ia akan tidur dengan
nyenyak."
Setelah mengucapkan kedua bait tersebut, Sang Buddha menguraikan
Empat Kesunyataan Mulia kepada Anathapindika. Pengertian tentang Ajaran ini
bahwa segala yang muncul pasti akan lenyap, menjadi terang dan jelas bagi
Anathapindika. Dengan mendengar uraian Dhamma Yang Mulia ini, Anathapindika
menjadi Sotapanna (pemenang arus, Tingkat Kesucian Pertama), ia lalu mengundang
Sang Buddha beserta murid-murid Beliau untuk menerima persembahan dana darinya
pada keesokan harinya, di tempat kediaman saudara iparnya. Anathapindika
kemudian bernamaskara, memberikan hormatnya kepada Sang Buddha kemudian pulang.
Anathapindika kemudian mempersiapkan segala dana yang akan
dipersembahkan kepada Sang Buddha seorang diri, meskipun saudara iparnya ingin
membantu. Setelah mempersembahkan dana makanan Anathapindika mengundang Sang
Buddha untuk melewatkan musim hujan di Savatthi dan Sang Guru Agung menerimanya
dan berkata :
"O, perumah tangga, Sang Tathagata menyukai tempat yang sepi."
"O, perumah tangga, Sang Tathagata menyukai tempat yang sepi."
Anathapindika mengerti permintaan yang terkandung di dalam
persetujuan Sang Buddha, ia lalu mencari tempat yang tenang dan sunyi di dekat
Savatthi, di mana Sang Buddha dapat menetap. Ia akhirnya menemukan tempat yang
sesuai untuk Sang Buddha, yaitu taman milik Pangeran Jeta. Pangeran Jeta
memberitahu Anathapindika bahwa taman itu tidak dijual, kecuali tanah tersebut
ditutupi dengan kepingan-kepingan uang emas. Anathapindika menyatakan
keinginannya membeli taman itu seharga berapapun yang dikatakan oleh Pangeran
Jeta, tetapi Pangeran Jeta tetap tidak menyetujuinya. Anathapindika lalu
merundingkan kepada para pejabat istana tentang pernyataan Pangeran Jeta yang
akan menjual taman itu apabila ditutupi dengan kepingan uang emas dan para
pejabat istana menyetujui permintaan tersebut. Anathapindika lalu memerintahkan
para pegawainya untuk membawa beberapa kereta berisi kepingan-kepingan uang
emas, dan menutupi Hutan Jeta itu dengan kepingan uang emas yang dibawa. Ada
sebagian kecil tanah hutan itu uang tidak tertutupi dengan kepingan uang emas
dan Pangeran Jeta yang melihat hal itu mengatakan bahwa bagian tanah tersebut
adalah persembahan darinya. Anathapindika menyetujui dan membangun pintu
gerbang dan sebuah bangunan.
Anathapindika lalu membangun Vihara Jetavana ini dengan indah,
membangun ruangan-ruangan untuk belajar, ruangan persembahan dana, perapian,
gudang, kamar mandi, koridor, sumur, kolam, kamar-kamar dengan penghangat
ruangan, paviliun-paviliun. Milyuner ini menghabiskan lima puluh empat kati
kepingan emas untuk menyelesaikan bangunan di Vihara Jetavana ini.
Sang Buddha berdiam di Vihara Jetavana selama sembilan belas masa
musim hujan, masa vassa. Di Vihara Jetavana inilah Sang Buddha melewatkan
sebagian besar masa hidup Beliau, dan di tempat ini pula Sang Buddha banyak
membabarkan Dhamma Yang Mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar