Minggu, 30 Juni 2013

33.VAMMIKA SUTTA




Bukit Semut

Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II,
Diterjemahkan oleh : Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2005




1. Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi Di Hutan Jeta. Taman Anathapindika. Pada kesempatan itu, Y.M. Kumara Kassapa sedang berdiam di Hutan Manusia Buta.275

Kemudian, ketika malam telah larut, satu dewa dengan penampilan elok yang menyinari seluruh Hutan Manusia Buta mendekati Y.M. Kumara Kassapa dan berdiri di satu sisi.276 Dengan berdiri, dewa itu berkata kepada beliau:

2. “Bhikkhu, bhikkhu, bukit-semut ini berasap pada malam hari dan menyala pada siang hari.277

“Demikian kata brahmana itu: ‘Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana melihat suatu batang: ‘Suatu batang, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah batang itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat seekor katak: ‘Seekor katak, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah katak itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sebuah garpu: ‘Sebuah garpu, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah garpu itu, selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Ketika menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sebuah saringan: ‘Sebuah saringan, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: [143] ‘Buanglah saringan itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat seekor kura-kura: ‘Seseekor kura-kura, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah kura-kura itu, selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sebuah kapak dan balok: ‘Sebuah kapak dan balok, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah kapak dan balok itu, selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Setelah menyelidiki dengan pisau, yang bijaksana itu melihat sepotong daging: ‘Sepotong daging, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: ‘Buanglah potongan daging itu; selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Setelah menggali dengan pisau, yang bijaksana itu melihat seekor ular naga: ‘Seekor ular Naga, O Yang Mulia Bhante.’

“Demikian kata brahmana itu: ‘Tinggalkanlah ular Naga itu; janganlah menyakiti ular Naga itu; hormatilah ular Naga itu.’

“Bhikkhu, engkau seharusnya menghadap Yang Terberkahi dan bertanya kepada Beliau tentang teka-teki ini. Sebagaimana Yang Terberkahi menjelaskan kepadamu, demikianlah yang seharusnya engkau ingat. Bhikkhu, selain Tathagata atau siswa Tathagata atau orang yang telah mempelajarinya dari mereka, saya tidak melihat seorang pun di dunia ini bersama dengan para dewa, Mara, dan Brahma-nya, di dalam generasi ini bersama para petapa dan brahmananya, pangeran dan rakyatnya, yang bisa menjelaskan teka-teki ini sehingga memuaskan pikiran.”

Demikianlah yang dikatakan oleh dewa itu, dan segera sesudahnya dewa itu pun lenyap dari sana.

3. Kemudian, ketika malam telah berlaku, Y.M. Kumara Kassapa pergi menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi dan memberitahu kepada Yang Terberkahi apa yang telah terjadi. Kemudian dia bertanya: “Yang Mulia Bhante, apa arti bukit-semut itu, apa arti berasap pada malam hari itu, apa arti menyala pada siang hari itu? Siapakah brahmana itu, siapakah yang bijaksana itu? Apa arti pisau, apa arti menyelidiki, apa arti batang, apa arti katak, apa arti garpu, apa arti saringan, apa arti kura-kura, apa arti kapak dan balok apa arti sepotong daging, apa arti ular Naga itu?”[144]

“Bhikkhu, bukit-semut adalah symbol bagi tubuh ini, yang terbuat dari bentuk materi, terdiri atas empat elemen besar, yang dihasilkan oleh ibu dan ayah, dibangun dari nasi dan bubur,278 dan terkena ketidak-kekalan, terkena keuangan dan kikisan, terkena peleburan dan penguraian.

“Apa yang dipikirkan dan direnungkan seseorang pada malam hari berdasarkan tindakan-tindakannya selama siang hari itulah ‘berasap pada malam hari.’

“Tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang selama siang hari oleh tubuh, ucapan, dan pikiran setelah berpikir dan merenung pada malam hari itulah ‘menyala pada siang hari.’

“Brahmana adalah simbol bagi Tathagata, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan. Yang bijaksana merupakan simbol bagi seorang bhikkhu yang menjalani pelatihan yang lebih tinggi. Pisau merupakan simbol bagi kebijaksanaan yang agung. Menyelidiki merupakan simbol bagi pembangkitkan energi.

“Tongkat adalah simbol bagi ketidak-tahuan.279 Buanglah batang itu: tinggalkanlah ketidak-tahuan. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Demikianlah artinya.

“Katak adalah simbol bagi keputus-asaan yang disebabkan oleh kemarahan. Buanglah keputus-asaan yang disebabkan oleh kemarahan. ‘Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Demikianlah artinya.

“Garpu adalah simbol bagi keraguan,280 ‘Buanglah garpu itu: tinggalkanlah keraguan. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Demikianlah artinya,

“Saringan adalah simbol bagi lima rintangan, yaitu rintangan nafsu indera, rintangan niat jahat, rintangan kemalasan dan kelambanan, rintangan kegelisahan dan penyesalan, dan rintangan keraguan. ‘Buanglah saringan itu: tinggalkanlah lima rintangan tersebut. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Demikianlah artinya.

“Kura-kura adalah simbol bagi lima kelompok yang dipengaruhi oleh kemelekatan,281 yaitu, kelompok bentuk materi yang dipengaruhi oleh kemelekatan, kelompok perasaan yang dipengaruhi oleh kemelekatan, kelompok persepsi yang dipengaruhi oleh kemelekatan, kelompok bentukan-bentukan yang dipengaruhi oleh kemelekatan, dan kelompok kesadaran yang dipengaruhi oleh kemelekatan. ‘Buanglah kura-kura itu: tinggalkanlah lima kelompok yang dipengaruhi oleh kemelekatan tersebut. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Demikiankah artinya.

“Kapak dan balok merupakan simbol bagi lima tali kesenangan indera282-bentuk-bentuk yang dapat dikognisi oleh mata yang dirindukan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, berhubungan dengan nafsu indera, dan merangsang nafsu; suara yang dapat dikognisikan oleh telinga…bau-bauan yang dapat dikognisi oleh hidung…citarasa yang dapat dikognisi oleh lidah …benda-benda nyata yang dapat dikognisi oleh tubuh, yang dirindukan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, berhubungan dengan nafsu indera, [145] dan merangsang nafsu. ‘Buanglah kapak dan balok itu: tinggalkanlah lima tali kesenangan indera tersebut. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Demikianlah artinya.

“Potongan daging merupakan simbol bagi kesenangan dan nafsu jasmani.283 ‘Buanglah potongan daging itu: tinggalkanlah kesenangan dan nafsu jasmani. Selidikilah dengan pisau, engkau yang bijaksana.’ Demikianlah artinya.

“Ular Naga merupakan simbol bagi seorang bhikkhu yang telah menghancurkan noda-noda.284‘Biarkah ular Naga itu; janganlah menyakiti ular Naga itu; hormatilah ular Naga itu.’ Demikianlah artinya.”

Demikianlah yang dikatakan Yang Terberkahi. Y.M. Kumara Kassapa merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan :

(275) Y.M. Kumara Kassapa adalah anak angkat Raja Pasenadi dari Kosala, yang terlahir dari seorang wanita yang tidak mengetahui bahwa dia sedang mengandung ketika memutuskan untuk meninggalkan keduniawian sebagai bhikkhuni. Pada waktu sutta ini diberikan, Y.M. Kumara Kassapa masih sekha; beliau mencapai tingkat Arahat dengan menggunakan sutta ini sebagai subjek meditasinya.

(276) Menurut, dewa ini adalah makhluk Yang-Tidak-Kembali-Lagi, yang hidup di Alam Kediaman Murni. Dia dan Kumara Kassapa, telah menjadi anggota kelompok lima bhikkhu yang telah mempraktekkan meditasi bersama-sama di suatu puncak gunung pada waktu Buddha sebelumnya, yaitu Buddha Kassapa membabarkan Ajaran Beliau. Dewa yang sama inilah yang mendorong Bahiya Daruciriya, anggota lain dari kelompok itu, untuk mengunjungi Sang Buddha (lihat Ud 1:10/7).

(277) Arti dari perumpamaan para dewa itu akan dijelaskan lebih lanjut di dalam sutta itu sendiri.

(278) Kummasa: Vinaya dan kitab-kitab komentar menjelaskannya sebagai sesuatu yang terbuat dari yava, sejenis gandum. Nm telah menerjemahkan kata itu sebagai roti, tetapi dari MN 82.18 terlihat jelas bahwa kummasa itu kental dan rusak setelah semalam. PED mendefinisikannya sebagai susu kental yang asam; Horner menerjemahkan sebagai “susu aasam.”

(279) MA: Sebagaimana halnya batang melintang di jalan masuk kota akan menghalangi orang untuk masuk ke kota, demikianlah pula kebodohan batin akan menghalangi orang untuk mencapai Nibbana.

(280) Dvedhapatha mungkin juga telah diterjemahkan sebagai “jalan yang bercabang,” yang jelas merupakan simbol keraguan.

(281) MA menyatakan bahwa empat kaki dan kepala kura-kura itu mirip dengan lima kelompok kehidupan.

(282) MA: kapak dan balok (asisuna, di MN 22.3 diterjemahkan sebagai “rumah jagal”) digunakan untuk memotong daging. Demikian juga, para makhluk yang menginginkan kenikmatan indera dipotong-potong oleh kapak nafsu indera di atas balok objek indera.

(283) Simbolisme ini dijelaskan lebih lanjut di MN 54.16.

(284) Ini adalah Arahat. Untuk simbolisme, lihat n.75.


Tidak ada komentar: