Minggu, 30 Juni 2013

36.ARIYAPARIYESANA SUTTA




Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993


Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi.
Ketika hari telah pagi, Beliau mengatur pakaian dan dengan membawa patta serta jubah-Nya, Beliau menuju Savatthi untuk menerima dana makanan.


Kemudian banyak bhikkhu menemui Bhikkhu Ananda dan berkata kepadanya: “Avuso Ananda, sudah lama kami tidak mendengar pembicaraan Dhamma dari Sang Bhagava sendiri. Alangkah baik apabila kami dapat mendengar demikian.”
“Silahkan para bhikkhu pergi ke Rammaka tempat pertapaan para Brahmana; barangkali kalian akan mendengar suatu pembicaraan Dhamma dari Sang Bhagava sendiri.”


“Baiklah, avuso,” jawab mereka.
Ketika Sang Bhagava telah berkeliling menerima dana makanan di Savatthi dan telah kembali dari pindapata setelah bersantap, Beliau menyapa Bhikkhu Ananda, marilah kita pergi ke Pubbarama, pasangrahan milik Migaramata (Visakha) untuk istirahat sepanjang siang.”


“Baiklah, Bhante,” jawab Ananda. Kemudian Sang Bhagava pergi bersama Bhikkhu Ananda ke Pubbarama, pasangrahan


Migara, untuk berdiam sepanjang siang.


Ketika hari telah sore, Sang Bhagava bangkit dari meditasi, dan Beliau menyapa Bhikkhu Ananda: “Ananda, marilah kita pergi ke tempat pemandian Pubbakotthaka untuk mandi.”


“Baiklah, Bhante,” jawab Bhikkhu Ananda.


Kemudian Sang Bhagava pergi bersama bhante Ananda ke Pubbakotthaka dan mandi. Setelah melakukan hal itu, Beliau ke luar dari air dan berdiri dalam satu jubah sambil mengeringkan badan. Bhikkhu Ananda — berkata: “Bhante, Rammaka tempat pertapaan para Brahmana berada dekat sini. Pertapaan itu sesuai dan menyenangkan. Bhante, alangkah baiknya apabila Sang Bhagava bersedia pergi ke sana.”


Sang Bhagava menyetujui dengan berdiam diri.


Kemudian Sang Bhagava menuju Rammaka tempat pertapaan para Brahmana. Pada saat itu banyak bhikkhu berkumpul bersama di sana untuk membahas Dhamma. Sang Bhagava berdiri di luar pintu menunggu akhir dari diskusi mereka. Ketika Beliau tahu bahwa diskusi telah selesai, Beliau berdehem dan mengetuk pintu. Para bhikku membuka pintu untuk Beliau. Kemudian Beliau masuk dan duduk pada tempat duduk yang telah disediakan. Setelah melakukan hal itu Beliau menyapa para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu, apakah yang kamu sekalian diskusikan dengan berkumpul di sini sekarang? Juga apakah yang sementara ini didiskusikan dan belum diselesaikan?”


“Bhante, diskusi kami yang belum terselesaikan adalah mengenai Dhamma dan mengenai diri Sang Bhagava sendiri.


Kemudian Sang Bhagava tiba.”


“Bagus, para bhikkhu. Sebagai orang yang meninggalkan kehidupan duniawi yang didasarkan pada keyakinan dan hidup tak berumah-tangga, kamu sekalian berkumpul untuk mendiskusikan Dhamma. Ketika kalian berkumpul bersama maka ada dua pilihan yaitu: mendiskusikan Dhamma atau diam seperti para ariya.


Para bhikkhu, ada dua macam pencarian: pencarian luhur (ariya-pariyesana) dan pencarian rendah (anariya pariyesana).


Apakah pencarian rendah?


Dalam hal ini seseorang yang dirinya sendiri mengalami kelahiran, usia tua, penyakit, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang juga mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.


Apakah yang dikatakan mengalami kelahiran? Istri dan anak-anak mengalami kelahiran, demikian juga para wanita dan pria yang berkeluarga, kambing, domba, unggas, babi, gajah, lembu, kuda-kuda jantan dan betina, berbulu emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kelahiran, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang yang mengalami kelahiran serta mencari apa yang juga mengalami kelahiran.


Apakah yang dikatakan mengalami usia tua? Istri dan anak-anak mengalami usia tua, demikian juga … emas dan perak.


Inilah kehidupan yang mengalami usia tua, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami usia tua, mencari apa yang juga mengalami usia tua.


Apakah yang dikatakan mengalami sakit? Istri dan anak-anak mengalami sakit, demikian juga … emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami sakit, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami sakit, mencari apa yang juga mengalami sakit.


Apakah yang dikatakan mengalami kematian? Istri dan anak-anak mengalami kematian, demikian juga … emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kematian, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami sakit, mencari apa yang juga mengalami kematian.


Apakah yang dikatakan mengalami kesedihan? Istri dan anak-anak mengalami kesedihan, demikian juga … emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kesedihan, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami kesedihan, mencari apa yang juga mengalami kesedihan.


Apakah yang dikatakan mengalami kekotoran batin? Istri dan anak-anak mengalami kekotoran batin, demikian juga para wanita dan pria yang berkeluarga, kambing, domba, unggas, babi, gajah, lembu, kuda-kuda jantan dan betina, berbulu emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kekotoran batin, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang yang mengalami kelahiran serta mencari apa yang juga mengalami kekotoran batin lahiran.


Inilah pencarian rendah.


Apakah pencarian luhur?


Dalam hal ini seseorang yang dirinya sendiri mengalami kelahiran usia tua, penyakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengetahui bahaya dalam dhamma seperti ini dan mencari yang tidak dilahirkan, tanpa usia tua, tanpa kesakitan, tanpa kesedihan, tanpa kotoran batin, ketenangan meditasi yang tertinggi untuk melenyapkan kotoran batin, Nibbana.


Inilah pencarian luhur.


Pencarian Penerangan Sempurna.


Para bhikkhu, sebelum mencapai penerangan sempurna, sementara saya masih seorang Bodhisatta yang belum mencapai penerangan sempurna, Saya juga, diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.
Saya (berpikir) demikian: ‘Mengapa, dengan diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, Saya mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian dan kekotoran? Seandainya, diriku yang masih mengalami dhamma seperti itu, mengetahui bahaya dalam dhamma seperti itu, Saya mencari yang tidak mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengatasi ikatan yang kuat, yaitu Nibbana?’


Kemudian, ketika Saya masih anak-anak, seorang pemuda berambut hitam yang masih remaja, dalam masa hidupku yang pertama, aku mencukur habis rambut dan jenggotku meskipun ibu dan ayahku berkeinginan sebaliknya dan berduka dengan wajah berurai air mata. Saya mengenakan jubah kuning dan pergi meninggalkan kehidupan duniawi menuju kehidupan tak berumah-tangga (pabbaja).


Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Alara Kalama dan berkata kepadanya: ‘Kawan Kalama, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.’
Alara Kalama menjawab: ‘Saudara dapat tinggal di sini. Dhamma ini adalah sedemikian, sehingga dalam waktu tidak lama seorang yang bijaksana dapat menyelami dan menghayatinya, ajaran gurunya dapat ia realisasikan sendiri dengan abhinna-nya.’


Saya dengan cepat belajar dhamma tersebut. Saya menyatakan bahwa sejauh sekedar pengucapan dan pengulangan ajarannya ketika Saya dapat berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, bahwa Saya tahu dan melihat juga banyak orang lain yang melakukan hal sama.


Saya (berpikir): ‘Bukanlah melalui kepercayaan semata Alara Kalama membabarkan Dhammanya; (ia melakukannya) karena ia menyelami dan menghayatinya sendiri, menyadarinya sendiri melalui pengetahuan langsung. Tentulah Alara Kalama menghayati Dhamma ini dengan mengetahui dan melihat.’


Kemudian Saya menemui Alara Kalama, dan Saya berkata: ‘Teman Kalama, dalam cara apa engkau menyatakan telah menyelami Dhamma ini, menyadarinya sendiri melalui abhinna?’


Ia menjawabnya dengan uraian yang didasarkan pada ‘kekosongan’ (akincannayatana).


Saya berpikir: ‘Tidak saja Alara Kalama memiliki keyakinan; Sayapun memiliki keyakinan. Bukan hanya Alara Kalama memiliki semangat; Sayapun memiliki semangat. Bukan hanya Alara Kalama memiliki perhatian (sati); Sayapun memiliki perhatian. Bukan hanya Alara Kalama memiliki samadhi; Sayapun memiliki samadhi. Bukan hanya Alara Kalama memiliki kebijaksanaan (panna); Sayapun memiliki kebijaksanaan. Seandainya Saya melatih pengendalian diri untuk merealisasikan Dhamma yang dinyatakan telah diselaminya, direalisasikannya sendiri melalui abhinnanya?’


Saya dengan segera menghayati dan menyelami Dhamma tersebut, merealisasikannya sendiri dengan abhinna. Lalu


Saya menemui Alara Kalama dan Saya berkata kepadanya: ‘Kawan Alara, apakah dengan jalan ini engkau menyatakan menyelami Dhamma ini, merealisasikannya sendiri dengan abhinna?’


‘Kawan, dengan jalan inilah yang saya nyatakan saya telah menghayati dan menyelami Dhamma, merealisasikannya sendiri dengan abhinna.’


‘Suatu keuntungan bagi kami, kawan! Suatu keuntungan besar bagi kami, kawan! Karena kami memiliki seorang sahabat dalam kehidupan suci. Maka Dhamma yang aku nyatakan telah diselami, yang saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut telah Anda selami dan hayati, dirimu sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut saya nyatakan telah saya selami, saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna.


Dengan demikian Anda mengetahui Dhamma yang saya ketahui; saya mengetahui Dhamma yang Anda ketahui.


Sebagaimana diriku, demikian juga dirimu; sebagaimana dirimu, demikian juga diriku. Marilah, kita pimpin bersama-sama kelompok ini.’


Demikianlah guru-Ku Alara Kalama, menempatkan diri-Ku (yang adalah siswanya) pada kedudukan yang sama dengan dirinya sendiri, dan menghargai saya dengan penghormatan tertinggi.


Saya berpikir: ‘Dhamma ini tidak membawa pada pelenyapan nafsu, pada memudarnya hawa nafsu, pada penghentian, pada kedamaian, pada abhinna, pada penerangan sempurna, Nibbana, tetapi hanya didasarkan pada kekosongan (akincannayatana) saja.’ Demikianlah maka Saya tidak merasa puas dengan dhamma tersebut, saya meninggalkannya.
Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Uddhaka Ramaputta dan berkata kepadanya: ‘Kawan, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.’
Uddaka Ramaputta menjawab: ‘Saudara dapat tinggal di sini. Dhamma ini adalah sedemikian sehingga dalam waktu tidak lama seorang yang bijaksana dapat menyelami dan menghayatinya, sehingga ajaran gurunya ia dapat direalisasikan sendiri dengan abhinna-nya.’


Saya dengan cepat belajar dhamma tersebut. Saya menyatakan bahwa sejauh sekedar pengucapan dan pengulangan ajarannya ketika Saya dapat berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, bahwa Saya tahu dan melihat, juga banyak orang lain yang melakukan hal sama.


Saya (berpikir): ‘Bukanlah melalui kepercayaan semata Ramaputta membabarkan Dhammanya; (ia melakukannya) karena ia menyelami dan menghayatinya sendiri, menyadarinya sendiri melalui pengetahuan langsung. Tentulah Uddaka Ramaputta menghayati Dhamma ini dengan mengetahui dan melihat.’


Kemudian Saya menemui Uddaka Ramaputta, dan Saya berkata: ‘Teman Ramaputta, dalam cara apa engkau menyatakan telah menyelami Dhamma ini menyadarinya sendiri melalui abhinna?’
Ia menjawabnya dengan uraian yang didasarkan pada ‘Bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan (nevasanna nasannayatana)’.


Saya berpikir: ‘Tidak saja Uddaka Ramaputta memiliki keyakinan; sayapun memiliki keyakinan. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki semangat; Sayapun memiliki semangat. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki perhatian (sati); Sayapun memiliki perhatian. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki samadhi; Sayapun memiliki samadhi. Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki kebijaksanaan (panna); Sayapun memiliki kebijaksanaan. Seandainya Saya melatih pengendalian diri untuk merealisasikan Dhamma yang dinyatakan telah diselaminya, direalisasikannya sendiri melalui abhinna-nya?’


Saya dengan segera menghayati dan menyelami Dhamma tersebut, merealisasikannya sendiri dengan abhinna. Lalu Saya menemui Uddaka Ramaputta dan Saya berkata kepadanya: ‘Kawan Ramaputta, apakah dengan jalan ini engkau menyatakan menyelami Dhamma ini, merealisasikannya sendiri dengan abhinna?’


‘Kawan, dengan jalan inilah yang saya nyatakan saya telah menghayati dan menyelami Dhamma, merealisasikannya sendiri dengan abhinna.’


‘Kawan, sayapun dengan jalan ini telah menghayati dan menyelami Dhamma ini, merealisasikannya dengan abhinna.’


‘Suatu keuntungan bagi kami, kawan! Suatu keuntungan besar bagi kami, kawan! Karena kami memiliki seorang sahabat dalam kehidupan suci. Maka Dhamma yang aku nyatakan telah diselami, yang saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut telah anda selami dan hayati, dirimu sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut saya nyatakan telah saya selami, saya sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna.


Dengan demikian Anda mengetahui Dhamma yang saya ketahui; saya mengetahui Dhamma yang Anda ketahui.


Sebagaimana diriku, demikian juga dirimu; sebagaimana dirimu, demikian juga diriku. Marilah, kita pimpin bersama-sama kelompok ini.’


Demikianlah guru-Ku Uddaka Ramaputta, menempatkan diri-Ku (yang adalah siswanya) pada kedudukan yang sama dengan dirinya sendiri, dan menghargai Saya dengan penghormatan tertinggi.


Saya berpikir: ‘Dhamma ini tidak membawa pada pelenyapan nafsu, pada memudarnya hawa nafsu, pada penghentian, pada kedamaian, pada abhinna, pada penerangan sempurna, Nibbana, tetapi hanya didasarkan pada ‘Bukan pencerapan juga bukan tidak pencerapan (nevasannanasannayatana)’ saja. Demikianlah maka Saya tidak merasa puas dengan dhamma tersebut, saya meninggalkannya.


Masih dalam pencarian apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya berkelana di daerah Magadha mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah saya datangi, hingga saya tiba Senanigama dekat Uruvela. Di sana Aku melihat sebidang tanah yang sesuai, sebuah hutan kecil yang menyenangkan, sungai jernih yang mengalir dengan tepi yang halus menyenangkan dan di dekatnya ada sebuah desa untuk pindapata. Demikianlah, Saya berpikir: ‘Ada sebidang tanah yang sesuai, hutan kecil yang menyenangkan, sungai yang mengalir jernih dengan tepinya yang halus menyenangkan dan di dekatnya sebuah desa untuk pindapata. Ini akan menunjang penemuan bagi seseorang yang mencari penemuan.’ Dan aku duduk di sana (berpikir): ‘Ini akan menunjang penemuan.’


Penerangan Sempurna


Diriku sendiri yang masih mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, dengan mengetahui bahaya dalam dhamma ini, mencari yang tidak mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, penghentian yang tertinggi dari segala ikatan, yakni Nibbana, Saya mencapai tanpa kelahiran, tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, tak ternoda penghentian tertinggi dari segala ikatan, yakni Nibbana.
Pengetahuan serta pandangan muncul dalam diriku: ‘Pembebasan-Ku tidak dapat dikalahkan lagi. Inilah kelahiranku yang terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran yang berikutnya.’


Saya berpikir: ‘Dhamma yang telah Kucapai sangat mulia, sukar ditemukan. Inilah kedamaian tertinggi dan terutama (dari segala tujuan), tidak dapat dicapai oleh akal pikiran saja, halus dan hanya dialami oleh para bijaksana. Tetapi generasi ini suka, senang dan gembira pada sesuatu yang dapat disadari. Sukar bagi generasi seperti ini untuk melihat kebenaran seperti ini, yakni: sebab musabab yang saling bergantungan (paticcasamuppada), terhentinya segala bentuk (sankhara), pelepasan semua sebab pemunculan kehidupan, lenyapnya keinginan (tanhakkhaya), hilangnya nafsu indera, penghentian, Nibbana. Jika Saya mengajarkan Dhamma, orang lain tidak akan mengerti dan hal ini akan melelahkan dan mengganggu bagiku.’


Kenyataannya, segera muncul dalam diriku syair-syair yang tidak pernah terdengar sebelumnya:


Sudahlah, jangan ajarkan Dhamma
Yang bahkan bagi-Ku sukar untuk dicapai;
Karena tidak akan pernah diresapi
Oleh mereka yang hidup dalam hawa nafsu dan kebencian.
Manusia yang diliputi nafsu indera,
Dan tertutup oleh awan kegelapan, tidak akan melihat apa yang menentang arus, yang halus;
Dalam, sukar dilihat, sulit dimengerti. Berpikir demikian, Saya memilih diam daripada mengajarkan Dhamma.


Kemudian (Brahma) Dewa Sahampati mengetahui dalam pikirannya apa yang saya pikirkan, dan ia berpikir; ‘Dunia akan kehilangan, dunia akan sangat kehilangan, karena jalan pikiran Sang Tathagata Sang Arahat dan yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, memilih diam daripada mengajarkan Dhamma.’


Kemudian secepat seseorang yang merentangkan tangannya yang terlipat atau melipat tangannya yang terentang, Brahma Sahampati menghilang dari alam Brahma dan muncul di hadapan-Ku. Kemudian beliau mengatur jubah atasnya sehingga menutupi satu bahu dan merangkapkan kedua telapak tangannya (beranjali) ke arah-Ku, ia berkata : ‘Bhante, semoga Sang Bhagava mengajarkan Dhamma. Ada makhluk-makhluk yang hanya memiliki sedikit debu di matanya, yang akan sia-sia bila tidak mendengar tentang Dhamma. Sebagian dari mereka akan mencapai pengetahuan Dhamma tertinggi.’


Brahma Sahampati berkata seperti itu, selanjutnya ia berkata: ‘Di Magadha sampai sekarang Dhamma belum dimurnikan,
Direnungkan oleh mereka yang masih ternoda.
Bukalah pintu gerbang Tanpa Kematian, biarlah mereka
Mendengar Dhamma yang telah ditemukan oleh Yang Maha Suci;
Sebagaimana seseorang melihat segenap rakyat di sekeliling
Yang berdiri di atas gundukan batu karang padat,Selidiki, O Yang Bebas dari Kesedihan,
Petapa yang maha melihat,
Umat manusia ini diliputi oleh kesedihan
Karena Kelahiran dan Usia Tua.
Bangkitlah Pahlawan kemenangan, Pembawa – Pengetahuan
Bebas dari segala hutang dan berkelana di dunia
Membabarkan Dhamma; ada sebagian,
O Sang Bhagava, akan mengerti.’


Kemudian Saya mendengarkan permohonan Brahma. Berdasarkan kasih sayang terhadap semua makhluk Saya mengamati dunia dengan mata seorang Buddha, Saya melihat para makhluk dengan sedikit debu di mata mereka dan yang banyak debu di mata mereka, dengan kemampuan yang meyakinkan dan kemampuan kurang, dengan mutu yang baik dan mutu yang buruk, mudah diajar dan sukar diajar, dan sebagian yang hidup dengan rasa takut terhadap kebencian dan di alam lain.


Sebagaimana dalam sebuah kolam terdapat bunga-bunga teratai biru atau merah atau putih, sebagian bunga teratai yang tumbuh dan berkembang di dalam air tenggelam dalam air tanpa muncul kepermukaan, sebagian bunga teratai lain yang tumbuh dan berkembang di dalam air muncul pada permukaan air, dan sebagian bunga teratai lainnya yang tumbuh dan berkembang di dalam air bertumbuh ke permukaan air dan berdiri dengan baik, tidak basah; demikian juga, mengamati dunia dengan mata seorang Buddha …. dan sebagian yang hidup dengan rasa takut terhadap kebencian dan alam lain.


Kemudian Saya menjawab Brahma Sahampati dalam bait-bait berikut: Terbukalah untuk mereka pintu-pintu Tanpa Kematian,


Biarlah mereka yang mendengar sekarang menunjukkan keyakinannya (Bila hanya) melihat kesulitannya maka
Saya tidak berbicara pada umat manusia
Dhamma yang halus dan luhur, Brahma. Kemudian Brahma Sahampati (berpikir): ‘Aku telah memungkinkan Dhamma diajarkan oleh Sang Bhagava.’ Setelah memberikan penghormatan pada-Ku, dengan Saya ada di sebelah kanannya, Brahma Sahampati pergi.


Selanjutnya Saya berpikir: ‘Kepada siapa Saya harus mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan segera mengerti Dhamma ini?


Saya berpendapat: ‘Alara Kalama bijaksana, terpelajar dan cerdas. Ia telah lama hanya memiliki sedikit debu di matanya. Bagaimana bila Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Alara Kalama? Ia akan segera mengerti.’
Kemudian para dewa datang pada-Ku dan berkata: ‘Bhante, Alara Kalama meninggal dunia tujuh hari yang lalu.’ Lalu pengetahuan serta pandangan (nana-dassana) muncul dalam diriKu: ‘Alara Kalama telah meninggal dunia tujuh hari yang lalu.’ Saya berpikir demikian: ‘Kehilangan Alara Kalama merupakan kehilangan besar. Jika ia mendengar Dhamma ini, ia akan segera mengerti.’


Kemudian Saya berpikir: ‘Kepada siapa Saya akan ajarkan Dhamma? Siapakah yang akan segera mengerti Dhamma ini?’
Selanjutnya Saya pikir: ‘Uddaka Ramaputta bijaksana, terpelajar dan cerdas. Ia telah lama hanya memiliki sedikit debu di matanya. Seandainya Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Uddaka Ramaputta, ia akan segera mengerti.’


Kemudian para dewa datang pada-Ku dan berkata: ‘Bhante, Uddaka Ramaputta meninggal dunia semalam.’ Lalu pengetahuan serta pandangan muncul dalam diriku: ‘Uddaka Ramaputta telah meninggal dunia semalam.’ Saya berpikir demikian: ‘Kehilangan Uddaka Ramaputta merupakan kehilangan besar. Jika ia mendengar Dhamma ini, ia akan segera mengerti.’


Lalu Saya berpikir: ‘Kepada siapa Saya pertama-tama harus mengajarkan Dhamma ini? Siapakah yang akan mengerti Dhamma ini?’


Selanjutnya Saya berpikir demikian: ‘Para bhikkhu dari kelompok lima, yang membantu dan melayani Saya berjuang mengendalikan diri. Seandainya Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama pada mereka?’


Saya berpikir demikian: ‘Di manakah para bhikkhu dari kelompok lima sekarang?’ Dengan mata dewa (dibba cakkhu), yang murni dan melampaui manusia biasa, Aku melihat bahwa mereka berada di Taman Rusa Isipatana, Baranasi.


Selanjutnya setelah Saya tinggal di Uruvela selama saya inginkan, Saya mengadakan perjalanan dengan bertahap ke Benares. Antara Gaya dan tempat Pencapaian Penerangan, Upaka bertemu dengan Saya di Jalan. Ketika melihat Saya, ia berkata: ‘Saudara, warna kulitmu cerah dan cemerlang. Di bawah bimbingan siapa engkau menjalani hidup suci? Siapakah gurumu? Dhamma siapakah yang engkau anut?’


Saya menjawab pertanyaan petapa Upaka dalam syair-syair berikut: ‘Melampaui semua makhluk, Saya Maha Tahu,
Tak ternoda dalam segala Dhamma, melepaskan semuanya
Dengan terbebas dari keinginan. Ini utang-Ku pada batin-Ku, kepada siapakah Saya mengakuinya?
Aku tidak memiliki Guru ataupun rekan yang setara
Tidak ada satupun di seluruh alam
Dengan semua dewanya, karena Aku memiliki yang
Tak seorangpun sebagai sebanding-Ku.
Aku adalah Guru bagi dunia
Tanpa bandingan, seorang Arahat pula
Aku sendiri telah Mencapai Penerangan Sempurna
Terpadamkan, api siapa telah padam.
Saya menuju kota Kasi sekarang
Untuk menggerakkan Roda Dhamma:
Dalam dunia yang buta
Aku akan menabuh genderang Tanpa Kematian.”Saudara, dengan pengakuanmu, engkau seharusnya Penguasa Alam Semesta.’


‘Seorang penguasa seperti Saya, Upaka,
Adalah yang menang dalam melenyapkan noda-noda ini.
Aku menaklukkan semua akusala dhamma:
Karena itulah Aku Pemenang.’


Ketika ini dikatakan, petapa Upaka berkata: ‘Semoga demikianlah saudara.’ Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, ia mengambil jalan simpang dan berlalu.


Setelah mengadakan perjalanan secara bertahap, akhirnya Saya tiba di Taman Rusa, Isipatana, Baranasi, tempat para bhikkhu kelompok lima berada.


Mereka melihat Saya datang dari kejauhan, dan mereka bersepakat di antara mereka demikian: ‘Saudara-saudara, Samana Gotama yang telah memanjakan diri datang ke mari, ia melalaikan pengendalian diri dan kembali pada kemewahan. Kita tidak perlu memberikan penghormatan pada-Nya atau bangkit bagi-Nya atau mengambil patta dan civara-Nya. Tetapi sebuah tempat duduk dapat disiapkan untuk-Nya. Jika ia suka, ia akan duduk.’


Namun, segera setelah Saya mendekat, mereka ternyata tidak mampu mempertahankan kesepakatan mereka. Seorang menemui Saya dan menerima patta dan jubah (luar)-Ku; yang lain menyiapkan tempat duduk; — sedangkan yang lainnya lagi menyiapkan air untuk membasuh kaki-Ku; kemudian mereka menyapa-Ku dengan panggilan ‘avuso’.


Setelah mereka berkata begitu, Saya berkata kepada mereka: ‘Para bhikkhu, janganlah menyapa seorang Tathagata dengan sebutan avuso. Tathagata adalah seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarkanlah, para bhikkhu keadaan Tanpa Kematian telah dicapai. Aku akan membimbing kalian; Aku akan mengajarkan Dhamma pada kalian. Dengan melatih sebagaimana kalian dibimbing, kalian akan, dengan merealisasikan sendiri di sini dan sekarang juga dengan abhinna menghayati dan menyelami tujuan tertinggi dari kehidupan suci (brahmacari) yang merupakan tujuan orang meninggalkan kehidupan nafsu indera menjadi tak berumah-tangga.


Selesai kata-kata ini diucapkan, para bhikkhu dari kelompok lima menjawab: ‘Avuso Gotama, dengan tingkah laku seperti itu dan menjalani puasa yang berat, yang telah anda laksanakan anda tidak mencapai tujuan yang berharga bagi pengetahuan dan pandangan suci (ariyananadassana) yang melebihi kemampuan (dhamma) manusia biasa. Karena sekarang anda telah memanjakan diri, melalaikan pengendalian dan kembali pada kemewahan, bagaimana dapat anda mencapai tujuan seperti itu?’


Ketika ini dikatakan, Saya berkata kepada mereka: ‘Seorang Tathagata bukanlah seorang yang memanjakan diri, juga tidak yang melalaikan pengendalian dan berpaling pada kemewahan. Seorang Tathagata adalah seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarlah, para bhikkhu, keadaan Tanpa Kematian telah dicapai … dari kehidupan duniawi menuju kehidupan suci.’


Untuk kedua kalinya para bhikkhu kelompok lima berkata kepadaku: ‘Avuso Gotama … bagaimana anda dapat mencapai tujuan seperti itu?’


Untuk kedua kalinya Saya berkata kepada mereka: ‘Seorang Tathagata bukanlah seorang yang memanjakan diri … dari kehidupan duniawi menuju kehidupan suci.’


Untuk ketiga kalinya para bhikkhu kelompok lima berkata kepadaku: ‘Teman Gotama… bagaimana anda dapat mencapai tujuan seperti itu?’


Ketika ini dikatakan Saya bertanya kepada mereka: ‘Para bhikkhu, pernahkah kalian mendengar Saya berbicara seperti ini sebelumnya?’


‘Tidak, bhante.’


‘Para bhikkhu, Tathagata adalah seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarkanlah, para bhikkhu keadaan Tanpa Kematian telah dicapai. Aku akan membimbing kalian; Aku akan mengajarkan Dhamma pada kalian. Dengan melatih sebagaimana kalian dibimbing, kalian akan, dengan merealisasikan sendiri di sini dan sekarang juga dengan abhinna, menghayati dan menyelami tujuan tertinggi dari kehidupan suci (brahmacari) yang merupakan tujuan orang meninggalkan kehidupan nafsu indera menjadi tak berumah tangga.’


Saya dapat meyakinkan para bhikkhu kelompok lima. Kadang-kadang aku memberi petunjuk pada dua orang bhikkhu sementara tiga lainnya pergi pindapata; kami berenam hidup dari apa yang dibawa pulang dari pindapata oleh ketiganya. Kadang-kadang aku memberi petunjuk pada tiga orang bhikkhu sementara dua lainnya pergi pindapata; dan kami berenam hidup dari pindapata yang dibawa pulang oleh keduanya.


Kemudian para bhikkhu kelompok lima, setelah diajarkan dan diberi petunjuk sedemikian oleh-Ku, mereka sendiri yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran batin, dengan mengetahui bahaya dalam dhamma-dhamma ini, mencari apa yang tanpa dilahirkan, tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, memutus semua ikatan yakni tercapainya Nibbana; mencapai tanpa kelahiran, tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, pemutusan semua ikatan yang kuat, Nibbana.


Pengetahuan dan pandangan muncul dalam diri mereka: ‘Pembebasanku tidak dapat disangkal. Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya. Tidak akan ada lagi kelahiran yang berikutnya.’Nafsu-nafsu Indera


Para bhikkhu, terdapatlah lima saluran nafsu indera. Apakah kelimanya? Bentuk-bentuk yang dapat disadari melalui mata yang diharapkan, diinginkan, disetujui dan disukai, dihubungkan dengan nafsu indera dan dirangsangan oleh hawa nafsu. Suara-suara yang dapat disadari melalui telinga …. Bau-bauan yang dapat disadari melalui hidung …. Rasa yang dapat disadari melalui lidah …. Sentuhan-sentuhan yang dapat disadari melalui badan …. dirangsang oleh hawa nafsu. Inilah kelima saluran nafsu indera.


Apabila seorang petapa dan brahmana terlibat dengannya dan tanpa bosan melibatkan diri pada lima saluran nafsu indera dan mengembangkannya tanpa memandang akan bahaya yang ada di dalamnya dan tanpa pengertian mengenai cara melepaskan diri dari nafsu indera tersebut, dapat dimengerti bahwa, ‘Mereka akan mengalami bencana dan kehancuran serta diperlukan semuanya oleh pembuat kejahatan (papimato).’


Apabila ada seekor rusa hutan yang terikat, dan terbaring di atas perangkap, dapat dimengerti bahwa ‘Ia akan mengalami bencana dan kehancuran serta diperlukan semuanya oleh pemburu’, demikian pula apabila para petapa dan brahmana..’ … diperlukan semuanya oleh pembuat kejahatan.


Apabila ada seorang petapa dan brahmana tidak terlibat pada nafsu indera dan bosan melibatkan diri di dalam lima saluran nafsu indera dan tidak mengembangkannya, mempunyai pandangan akan bahaya yang ada di dalamnya dan mengerti mengenai cara melepaskan diri dari nafsu indera tersebut maka dapat dimengerti bahwa mereka tidak akan mengalami bencana, tidak akan mengalami kehancuran, tidak akan diperlakukan semaunya oleh ‘pembuat kejahatan’.


Apabila ada seekor rusa hutan yang tidak terikat, namun terbaring di atas perangkap, dapat dimengerti bahwa ‘Ia tidak akan mengalami bencana, tidak akan mengalami kehancuran, tidak akan diperlakukan semaunya oleh pemburu’, demikian pula apabila para bhikkhu dan brahmana …., …. tidak diperlakukan semaunya oleh pembuat kejahatan.


Apabila ada seekor rusa hutan berkelana di hutan liar, ia berjalan tanpa rasa takut, berdiri tanpa rasa takut, duduk tanpa rasa takut berbaring tanpa rasa takut. Mengapa demikian? Karena ia di luar penglihatan pemburu, demikian juga dengan mengasingkan diri dari nafsu indera, mengasingkan diri dari dhamma yang tidak menguntungkan (akusala dhamma), seorang bhikkhu mencapai Jhana I disertai dengan ‘usaha pikiran untuk menangkap objek’ (vitakka), ‘pikiran telah menangkap objek’ (vicara), kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) yang muncul dari mengasingkan diri. Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara tidak terlihat oleh ‘Pembuat Kejahatan’ karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Kemudian, dengan meninggalkan vitakka dan vicara… mencapai Jhana II … lahir dari pemusatan pikiran. Para bhikkhu ini dikatakan telah membukakan mata Mara, tidak terlihat oleh ‘Pembuat Kejahatan’ karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Kemudian, dengan meninggalkan kegiuran (piti)… mencapai Jhana III… Ia memiliki kebahagiaan (sukha), keseimbangan batin dan perhatian (sati). Para bhikku ini dikatakan telah membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh ‘Pembuat Kejahatan’ karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Selanjutnya, dengan meninggalkan kebahagiaan (sukha) dan penderitaan (dukkha) … mencapai Jhana IV disertai perasaan bukan menyenangkan (asukha) atau bukan penderitaan (adukkha) ia memiliki keseimbangan batin (batin) dan perhatian (sati) yang murni. Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh ‘Pembuat


Kejahatan’ karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Kemudian, dengan mengatasi secara penuh persepsi mengenai bentuk (rupasanna) dan persepsi ketidaksenangan (patighasanna), dengan tidak memberikan perhatian terhadap ‘persepsi tentang perbedaan’ (natattasanna) ia menyadari tentang ‘ruang adalah tidak terbatas’, ia mencapai dan menyadari keadaan ‘ruang tanpa batas’ (akasanancayatana). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata mara … melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Lalu, dengan mengatasi secara penuh Akasanancayatana ia menyadari tentang ‘kesadaran tanpa batas’ (vinnanancayatana), ia mencapai dan menyadari keadaan ‘kesadaran tanpa batas’ (vinnanancayatana). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara … melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Kemudian, dengan mengatasi secara penuh keadaan Vinnanan-cayatana ia menyadari tentang kekosongan (akincannayatana), ia mencapai dan menyadari keadaan ‘kekosongan’ (akincannayatana). Para bhikku ini dikatakan telah membutakan mata Mara,.. melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Kemudian, dengan mengatasi secara penuh keadaan Akinvannayatana ia menyadari tentang bukan pencerapan atau bukan tidak pencerapan (nevasannanasannayatana), ia mencapai dan menyadari keadaan ‘bukan pencerapan atau bukan tidak pencerapan’ (nevasannanasannayatana). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara … melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.


Selanjutnya, dengan mengatasi secara penuh keadaan Nevasannana sannayatana, ia menyadari ‘terhentinya pencerapan dan perasaan’ (sannavedayitanirodha), ia mencapai dan menyadari keadaan ‘terhentinya pencerapan dan perasaan’ (sanavedayitanirodha). Para bhikkhu ini dikatakan telah membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh ‘Pembuat Kejahatan’ karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat, serta telah mengatasi kemelekatan pada dunia.


Ia berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring tanpa rasa takut. Mengapa demikian? Ia di luar penglihatan ‘Pembuat Kejahatan’ (Mara).”


Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan mereka berbahagia dengan kata-kata Sang Bhagava.


Sumber :www.samaggi-phala.or.id

Tidak ada komentar: