oleh:
Bhikkhu Sri Paññavaro Mahathera
Tanggal 21 Mei 1989 adalah saat bulan
purnama sempurna di bulan Waisak. Kembali kita peringati peristiwa suci Waisak,
yaitu Tiga Peristiwa Suci pada pribadi Guru Besar yang kita cintai Buddha
Gotama: saat kelahiran, tercapainya Penerangan Sempurna, dan Parinibbana
(wafat) Beliau. Pada setiap tahun, hari yang keramat ini selalu memberikan
semangat baru pada diri kita.
Sang Buddha telah meninggalkan kita
2533 tahun yang lalu, Namun, sepanjang masa kita tetap ditantang dalam
perjuangan kehidupan. Perjuangan kehidupan itu tidak pernah berhenti dan tidak
akan berhenti. Pelajar berjuang dalam dunia pendidikan. Karyawan berjuang dalam
menyempurnakan tugasnya. Pedagang berjuang dalam usahanya. Seniman, sarjana,
rohaniawan, para pengemban tugas negara, semuanya berjuang untuk mencapai
puncak tujuan. Dalam perjuangan itulah kita menghadapi tantangan-tantangan,
persoalan, dan kesulitan. Tantangan kehidupan ini seringkali menggoncangkan
semangat kita. Kadang-kadang di antara kita ada yang merasa seperti tidak mampu
lagi berjalan untuk maju. Ditinggalkannya perjuangan untuk mencapai
cita-citanya itu. Kemudian mereka hidup tanpa tujuan dan tanpa semangat lagi.
Tiap-tiap tahun peringatan suci Waisak
mengajak kita untuk meresapkan kembali pesan-pesan keramat Sang Buddha. Karena
di tengah-tengah perjuangan menghadapi persoalan kehidupan, persoalan yang
harus kita akui, persoalan yang tidak boleh kita tutup-tutupi itu acapkali
pikiran kita menyesal dan menuntut, "Seandainya Sang Buddha masih di
tengah-tengah kita, tentu Beliau menjadi tempat bertanya, menjadi penghibur, dan
sumber semangat bagi kita. Namun sekarang Sang Buddha sudah tiada, masih
mungkinkan kita bertemu lagi dengan Beliau?"
Dalam Maha Parinibbana Sutta, sutta
yang mencatat pesan-pesan terakhir Sang Buddha saat menjelang Parinibbana
(wafat); Beliau pernah berpesan, "Dhamma dan Vinaya yang telah Kuajarkan,
itulah yang akan menjadi gurumu kelak setelah Aku tiada lagi".
Dhamma —Ajaran Luhur— dan vinaya atau
sila —tuntunan moral— yang telah Beliau ajarkan kepada kita, masih utuh di
tengah-tengah kita. Kita masih bisa menjumpainya pada setiap saat. Dalam
menghadapi tantangan kehidupan, atasilah tantangan itu dengan semangat Dhamma
yang ampuh. Periksalah diri Saudara dengan Dhamma dan Sila itu. Dhamma akan
memberikan jawaban, Dhamma akan menunjukkan jalan keluar, Dhamma akan menghibur
dan menumbuhkan semangat baru pada saat-saat Saudara menghadapi tantangan
kehidupan. Dhamma adalah sahabat yang paling tepat dalam perjuangan kehidupan
ini. Karena itu, meskipun Sang Buddha —Guru yang kita cintai— sudah ribuan
tahun meninggalkan kita, namun Dhamma dan Sila yang telah Beliau ajarkan dengan
sempurna itu, yang menjadi pengganti Beliau sekarang, menjadi Guru kita semua
sekarang ini.
Konflik-konflik batin, ketegangan,
kebingungan, frustasi, rasa tidak aman, malapetaka, peperangan, kejahatan, dan
pertengkaran; semuanya akan bermunculan bila kita telah berpaling dari Dhamma.
Karena, seribu satu macam penderitaan itu adalah akibat dari karma jelek, dari
perbuatan tidak baik yang telah kita perbuat. Cobalah kita lihat dan teliti,
maka kita pasti sadar, dan kita tidak akan menyalahkan lagi kepada siapapun
juga, karena segala macam kesulitan itu adalah akibat dari perbuatan kita
sendiri.
Oleh karena itu, marilah kita jadikan
hikmah peringatan suci Waisak tahun ini untuk kembali kepada Dhamma.
Meskipun dengan bermacam-macam cara
Sang Buddha mengajarkan Dhamma, meskipun luas; tetapi Dhamma —Ajaran Luhur
Beliau itu— semuanya mempunyai jiwa yang sama. Sama dalam setiap segi yang
Beliau ajarkan, dan tetap sama juga pada sepanjang masa lebih dari 2500 tahun.
Jiwa itu tidak lain adalah: metta dan vimutti —cinta kasih dan kebebasan. Cinta
kasih yang tulus, dan kebebasan dalam arti bebas dari hawa nafsu.
Kalau suatu rumah tangga sedang tidak
harmonis; kalau suatu ketika timbul suatu ketegangan, atau pertengkaran; bahkan
peperangan yang bisa menelan korban jutaan umat manusia, apakah yang bisa
digunakan untuk menyelamatkannya? Apakah materi yang banyak, yang berlebihan,
yang mampu menyelamatkan keluarga yang hampir retak? Apakah kekuatan,
kekerasan, atau senjata yang lebih banyak dan lebih modern yang bisa
menyelamatkan dunia ini dari kehancuran, yang bisa menciptakannya perdamaian;
karena semuanya ketakutan dengan senjata-senjata itu? Jawabannya singkat:
"Semuanya tidak!"
Sang Buddha pernah menyatakan:
"Loko Patthambhika Metta".
Hanya cinta-kasihlah yang bisa menyelamatkan
dunia ini.
Dalam menyelesaikan ketegangan,
pertengkaran, dan kesulitan-kesulitan rumah tangga, bila seorang ayah hanya
menggunakan kekuasaannya sebagai kepala rumah tangga; atau dengan berpendirian
bahwa bila saya memiliki materi yang lebih banyak pasti semuanya bisa selesai;
atau juga dengan menggunakan kekerasan supaya semuanya diam ketakutan; maka
keharmonisan tidak mungkin bisa dicapai. Tetapi, bila sang ayah, ibu, dan
anak-anak saling mempunyai rasa cinta yang tulus, ketentraman dan kedamaian
pasti bisa tumbuh dalam keluarga, untuk dinikmati bersama. Juga dalam
menghadapi problem yang lebih besar. Bila materi, kekuatan atau kekerasan
diandalkan sebagai kunci untuk menyelesaikannya, maka problem tidak akan
selesai dengan baik. Bahkan menjadi berantakan.
Tanpa adanya dasar cinta kasih,
kecerdasan yang dimiliki seseorang bisa digunakan untuk menghancurkan kehidupan
ini. Tanpa adanya dasar cinta kasih kepandaian bisa menjadi kejahatan dan
kekejaman yang luar biasa. Tanpa adanya cinta kasih, ilmu pengetahuan bisa
menjelma menjadi penghancur nilai-nilai kemanusiaan.
Karena itu, marilah kita tumbuhkan
cinta kasih yang tulus —cinta kasih yang tidak disertai keserakahan— di dalam
kehidupan kita masing-masing. Memang, tidak mungkin bagi kita untuk membuat
penghuni bumi ini semuanya mempunyai cinta kasih yang tulus. Tetapi janganlah
kita lupa bahwa ada sesuatu yang paling mungkin, yaitu: menumbuhkan cinta kasih
dalam diri kita masing-masing. Memang, rasanya cukup susah mendidik orang lain
untuk mempunyai cinta kasih, tetapi sangat mungkin mendidik diri kita sendiri
untuk mempunyai cinta kasih. Mengapa sering kita lupakan hal ini? Mengapa kita
tidak memulainya sekarang? Seringkali kita terbius dengan pikiran jelek kita
sendiri, dengan menyatakan, "Tidak mungkin mengubah dunia ini menjadi
penuh cinta kasih, tidak mungkin membuat seseorang mempunyai cinta kasih, maka
apakah perlunya saya mempunyai cinta kasih?" Alangkah sempitnya bila
pengertian kita seperti itu.
Menumbuhkan cinta kasih dalam diri
kita sendiri adalah sesuatu yang paling mungkin. Mengapa kita tidak memulainya?
Bila tidak, berarti kita ikut menambah ketegangan di dunia ini, menambah
ketegangan dalam rumah tangga kita, dan juga menambah berat ketegangan dalam
diri kita sendiri. Bukan meringankannya. Karena itu, sekali lagi, ajakan saya,
marilah kita tumbuhkan cinta kasih yang tulus, cinta kasih yang tidak disertai
keserakahan di dalam kehidupan kita, di dalam diri kita masing-masing. Meskipun
saudara baru bisa mempraktekkan selangkah; itu adalah langkah yang sudah nyata.
Karena meskipun baru selangkah, berarti selangkah Saudara sudah berjalan.
Ketegangan sudah selangkah berkurang, dan kedamaian sudah selangkah lebih maju.
Marilah kita junjung nilai kemanusiaan
ini, marilah kita selamatkan keluarga kita, dan dunia ini dari ketegangan,
kekacauan dan masih banyak lagi untuk disebutkan, dengan memulainya dari diri
kita masing-masing, memulai dengan cina kasih yang tulus. Memulai dengan
menumbuhkan rasa persahabatan kepada semuanya, kepada semua kehidupan.
Sekarang, dan bertambah dari dunia ini
dan dunia kehidupan kita masing-masing semakin membutuhkan cinta kasih.
Pada saat-saat yang keramat ini, sudah
seharusnya kita berterima kasih kepada Guru Besar kita Sang Buddha, karena
dalam waktu berkalpa-kalpa sejak Beliau masih sebagai Bodhisatta, Beliau telah
berjuang untuk mencapai Penerangan Sempurna. Dan dari Penerangan Sempurna yang
telah Beliau capai itulah kita mengenal Dhamma. Selama 45 tahun penuh Beliau
mengabdi, membabarkan Dhamma untuk kebahagiaan semua umat manusia. Mengangkat
derajat kehidupan kita. Dan berbahagialah kita yang sampai saat ini masih bisa
menemui Dhamma yang luhur itu.***
Sumber
: KUMPULAN DHAMMADESANA Jilid 3; Sri Paññavaro Thera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar