Senin, 23 Juli 2012

MENYUCIKAN DIRI


Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa


Idha nandati pecca nandati, 
katapuñño ubhayattha nandati
Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia;
pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia.
(Dhammapada 16)

Semua orang berkeyakinan bahwa hidup ini berkelanjutan, semua agama atau keyakinan meyakini adanya surga atau alam bahagia (sugati) dan neraka atau alam derita (dugati). Surga adalah suatu tempat atau keadaan yang menyenangkan; tempatnya indah, sejuk, nyaman, tenang, damai, tentram, dan semua yang diinginkan spontan didapat. Semua gambaran dan visualisasi yang serba menyenangkan itulah kita melukiskan tentang surga.

Setelah kita mengetahui sedemikian serba menyenangkan alam surga, kemudian kita bertanya bagaimana cara kita menuju ke alam surga? Apakahhanya cukup yakin dan percaya saja kita bisa masuk surga?

Sudah tentu bukan hanya karena angan-angan, berpikir, dan berkeinginan seseorang bisa sampai ke vihara tanpa tindakan dan usaha berjalan menuju vihara, demikian pula sesesorang dapat sampai ke alam surga harus ada usaha dan upaya melangkah menuju ke surga.

Ada kisah sekelompok orang yang selalu melakukan kegiatan bersama, seperti bangun vihara, kuti, gedung sekolah, gedung pusat kesehatan, jembatan, jalan, dan lainnya. Suatu hari saat mereka sedang membuat jalandengan bersama, datanglah seorang dan bertanya, sedang apakah kalian di sini, apa yang kalian lakukan dan apa tujuannya?

Sekelompok orang itu dengan begitu terinci menjelaskan kepada orang tersebut, yakni: ‘oh, tuan kami sedang membuat jalan menuju surga.’ Oleh karena itulah ada satu alam surga yang khusus di huni oleh 33 dewa.

Dengan kisah tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa untuk kita dapat masuk surga, dikarenakan buah-buah kebajikan yang dilakukan seseorang selama hidupnya terutama di alam manusia ini.

Oleh karena itulah kalau tema saat ini kita mengangkat tema ‘Menyucikan Diri’ adalah menjadi relevan. Kalimat Menyucikan diri berakar dari kata suci dan diri, suci mengartikan murni, bersih, luhur, mulia dan agung.

Memurnikan dan menjernikan pikiran agar terbebas dari pikiran buruk, jahat, tercela yang akhirnya menjadi pikiran yang penuh dengan nilai kebajikan, sadar, perhatian, waspada, hati-hati, sabar, cinta kasih, kasih sayang, simpati, tekun, rajin, semangat, dan lain-lain.

Jika seseorang telah memiliki pikiran dan hati yang murni atau baik, maka dengan mudah seseorang untuk berlaku dan melakukan kebajikan. Bagai sebuah tong air, bilamana kran dibuka, air mengalir sesuai air yang terkandung di dalam tong, bila tong terisi air kotor, kran akan mengalirkan air kotor, bila tong terisi air bersih, maka kran akan mengalirkan air bersih.

Begitu pula batin kita, saat batin telah dipenuhi dengan nilai-nilai kebajikan, maka yang keluar melalui 6 kran yakni mata, telinga, mulut, hidung, kulit dan pikiran akan mewujud pada hal yang bernuansa kebaikan, sehingga dapat melihat, mendengar, mengecap, mencium, menyentuh, dan merasakan sesuatu pada hakekat kebenaran yang sesungguhnya, tidak berat sebelah dengan mengecap bahwa itu jelek yang akhirnya mengarah pada ketidaksenangan, benci, menolak, atau memberi label bahwa itu terbaik yang akhirnya terjadi ketertarikan, menyukai, tamak dan terikat.

Pada suatu waktu ada seorang yang gemar mencaci, menghina, mamaki, mencemooh, mencela, dan semua ucapan yang buruk selalu diucapankan bilamana orang tersebut ketemu dengan orang lain, pada waktu itu orang tersebut ketemu Sang Buddha, Buddha mengetahui bahwa orang tersebut selalu berbicara buruk kepada orang lain.

Sang Buddha bertanya bilamana engkau melihat saya seperti apakah saya ini? Orang itu menjawab, bagaikan saya melihat seonggok kotoran kerbau. Kemudian orang tersebut balik bertanya kepada Sang Buddha, bilamana Buddha melihat saya seperti apakah saya ini? Buddha menjawab bagaikan saya melihat bulan purnama yang bersinar terang... Buddha melanjutkan, kenapa saya melihat engkau bagai bulan purnama? Karena batin dan pikiran saya dipenuhi kemurnian, kesucian bagai bulan purnama bersinar terang, karena batin dan pikiran kamu dipenuhi kekotoran maka semua yang dilihat kotoran bagai tahi kerbau.

Dengan kita memiliki tekad yang kuat untuk senantiasa menyucikan diri adalah menjadikan diri sendiri siap untuk melakukan segala bentuk kebajikan, karena memang memiliki dasar, bakat, talenta, karakter dan kejiwaan yang tertanam serta terbentuk dalam dirinya adalah batin yang baik. Orang yang baik tidak akan sulit untuk berbuat baik, melakukan kebaikan, berada di lingkungan baik, ketemu orang baik, terkondisikan pada kebaikan, dan segala berkah kebajikan. Bilamana orang sudah terberkahi segala kebajikan niscaya ia akan berada di alam bahagia (surga), kehidupan bahagia (surgawi).

Oleh karena itu mari kita menyucikan diri dengan latihan setahap demi setahap melalui pikiran, ucapan, dan prilaku agar kita menjadi orang baik, sehingga kita akan selalu ketemu dengan orang baik, berada di tempat yang baik, sehingga dapat selalu berbuat baik, dan akhirnya mendapatkan pahala-pahala kebajikan.

Buddha bersabda: Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia; pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia. Ia akan berbahagia ketika berpikir, “Aku telah berbuat bajik” dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia.

Oleh: Bhikkhu Dhammakaro
(22 Juli 2012)
Menyucikan Diri - Bhante Dhammakaro Therawww.dhammacakka.org
Dhammacakka Online - website resmi Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya

Tidak ada komentar: