Rabu, 25 Juli 2012

TERBITNYA MATAHARI KEMANUSIAAN






oleh: YM. Sri Paññavaro Mahathera

         Tanggal 11 Juli 1987, kita sekalian umat Buddha memperingati hari yang amat bersejarah bagi kehidupan umat manusia, tidak lain adalah hari suci Asadha. Tepat dua bulan setelah mencapai kebuddhaan yaitu pada saat purnama sidhi di bulan Asadha, yang bersamaan dengan bulan Juli; Sang Buddha mengajarkan Kebenaran Ariya untuk pertama kalinya. Peristiwa yang dikenal juga dengan Kotbah Pertama ini terjadi di tamam rusa Isipatana, dekat kota Benares. Lima orang petapa bekas teman berjuang yang dahulu meninggalkan Beliau, merupakan orang-orang paling berbahagia yang mendengarkan Kebenaran untuk pertama kalinya. Mereka itu adalah, Yang Mulia: Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, dan Assaji.

        Apakah sesungguhnya yang telah Beliau kumandangkan kepada dunia, pada waktu Beliau  menyampaikan kotbah-Nya yang pertama? Hingga peristiwa itu mempunyai arti yang amat penting, bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Dalam kotbah pertama Beliau itulah Beliau menyampaikan hakekat kehidupan umat manusia, dan tujuan kehidupan ini. Dan lebih dari pada itu, Beliau menunjukkan Jalan Yang Agung, Yang Suci, untuk membebaskan manusia dari penderitaan dan kemelaratan batin. Semuanya Beliau simpulkan dalam Empat Kebenaran Ariya yang sangat terkenal; jantung dan sumber dari seluruh ajaran Beliau.

         Sekarang marilah kita tinjau apakah Kebenaran Ariya yang pertama itu. Kebenaran Ariya pertama adalah kebenaran tentang adanya derita yang mencengkram kehidupan ini.

         Dari lahir sampai akhir hayat kita, proses jasmani yang melalui usia tua, melewati bermacam-macam penyakit; semuanya adalah bentuk-bentuk dari derita. Inilah derita secara jasmaniah.

         Semua aspek mental yang tidak menyenangkan; sedih, putus-asa, kegagalan, dan 1001 macam gangguan batin, adalah bentuk-bentuk penderitaan mental kita. Penderitaan jasmani dan mental ini merupakan penderitaan yang sangat terasa menyengat hidup kita (dukkha-dukka).

         Namun, sesungguhnya apapun juga yang tunduk pada sifat ketidak-kekalan, yang senantiasa berubah-ubah, yang tidak pernah memuaskan, adalah derita (viparinama-dukka).

         Dan pada hakekatnya kehidupan kita ini adalah timbunan dari kelompok-kelompok derita (sankhara-dukkha).

        Derita inilah yang pertama-tama dihadapkan oleh Sang Buddha kepada kita, yang Beliau kumandangkan sebagai jeritan umat manusia sepanjang masa. Kita tidak boleh menutup mata pada kebenaran tentang adanya penderitaan dalam kehidupan. Kita harus menghadapi dan menyadarinya.

         Kebenaran Ariya yang kedua adalah kebenaran tentang sebab timbulnya penderitaan itu. Sebab itu tidak lain adalah nafsu-nafsu keinginan (tanha).

         Nafsu keinginan untuk memuaskan rangsangan pikiran dan lima pintu-indria kita, adalah sumber derita. Suatu ketika kekayaan yang dikumpulkan dengan tekun, rumah yang megah bertingkat, habis musnah, karena masuk ke mata, atau masuk ke mulut, atau ke indria-indria lainnya. Inilah nafsu keinginnan indria (kama-tanha) yang sangat ganas pada suatu ketika; merupakan sumber derita yang amat dasyat.

         Dalam kehidupan sehari-hari, sering muncul nafsu keinginan untuk senang terus; untuk berbahagia terus, untuk muda terus, untuk hidup terus; dengan bermacam-macam cara ditempuhnya keinginannya itu. Inipun termasuk nafsu keinginan hidup terus (bhava-tanha), merupakan sumber penderitaan juga.

        Dan, kalau pada suatu ketika usaha gagal, kalau keluarga tidak harmoni, kalau dikejar-kejar penyesalan; timbullah keinginan untuk cepat-cepat meninggal, untuk bunuh diri, untuk memusnahkan hidupnya sendiri; karena beranggapan sesudah kematian tidak ada lagi sesuatu di baliknya. Ini adalah nafsu-keinginan untuk memuaskan hidup (vibhava-tanha), yang menjadikan juga sebab timbulnya penderitaan pada kehidupan ini.

         Bahkan penderitaan yang kecil-kecil sampai yang amat mengerikan, seperti misalnya: cekcok rumah-tangga, pertengkaran, penyelewengan,tindak pidana; sampai peperangan yang menelan korban ribuan umat manusia. Apakah sebabnya? Dimanakah sumbernya? Tidak lain, bersumber dari nafsu-nafsu keinginan. Inilah jawaban yang paling tepat.

         Apakah yang Beliau sampaikan tentang Kebenaran Ariya ketiga? Kebenaran Ariya ketiga adalah kebenaran tentang Kebahagian Tertinggi yang mampu dicapai oleh setiap orang. Bila mereka mau, dan mau berusaha dengan tekun, dengan penuh semangat, untuk melenyapkan sebab-sebab penderitaan itu secara mutlak.

         Kebenaran Ariya keempat menuntut penghayatan dari setiap orang. Karena Kebenaran Ariya keempat ini adalah Jalan Agung, Jalan Yang Ampuh untuk melenyapkan sebab-sebab penderitaan. Hingga mereka yang menghayatinya pasti mencapai Kebahagian Tertinggi atau Nibbana. Jalan Keramat itu sesungguhnya hanyalah satu, namun terdiri dari delapan unsur yang tidak bisa dipisah-pisahkan satu dari yang lainnya. Jalan berunsur delapan ini disebut juga Jalan Tengah. Karena Jalan ini tidak berkompromi dengan pendapat yang menganggap bahwa dengan memenuhi nafsu-nafsu indria kebahagian sejati bisa dicapai; dan juga jalan ini tidak berkompromi dengan pendapat yang  mengatakan bahwa dengan menyakiti atau menyiksa badan jasmani, kebahagiaan bisa dicapai.

         Setiap orang yang melangkahkan kaki di atas Jalan Tengah Keramat harus mengembangkan tiga latihan, yaitu:

 1. SÎLA

        Sila adalah latihan dari: Ucapan benar, perbuatan benar, dan mata-pencaharian benar. Sila adalah menjaga dan mengendalikan pintu-pintu indria kita. Bila Saudara hidup dengan mempunyai sila yang baik, Saudara menjadi pengawas bagi hidup Saudara sendiri.

 2. SAMÂDHI

        Samadhi berarti: mengembangkan semua perbuatan baik. Berusaha mengerjakan segala sesuatu yang bertalian dengan kebaikan, dengan penuh perhatian dan kesadaran. Berjuang sungguh-sungguh membangun keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. Inilah arti dari mengembangkan latihan Samadhi. Dengan latihan Samadhi, Saudara akan menjadi manusia pembangun yang sejati.


3. PAÑÑA

        Mengembangkan Pañña berarti: mengembangkan kebijaksanaan; yaitu dengan jalan memupuk pengertian yang benar tentang kehidupan ini, dan menjaga pikiran dari timbulnya keserakahan, kekejaman, dan kekerasan. Mengetahui antara yang benar dan yang tidak benar. Antara yang berguna dan yang tidak berguna. Menyadari bahwa tugas kita belum selesai, kita harus berjuang dengan tekun, dengan gigih, dan ulet. Inilah ynga disebut dengan kebijaksanaan.

         Latihan dari ketiganya: Sîla, Samâdhi, dan Kebijaksanaan, adalah latihan melaksanakan Jalan Tengah Keramat yang membawa terbebasnya hidup kita masing-masing dari cengkeraman derita, baik lahir maupun batin.

         Makna kotbah pertama yang disampaikan oleh Sang Buddha pada hari suci Purnama Siddhi Asadha lebih dari 2500 tahun yang lalu, tetap bergema, tetap segar dan menjiwai hidup kita, laksana terbitnya matahari kemanusiaan.***



Sumber : KUMPULAN DHAMMADESANA Jilid 1; Sri Paññavaro Thera; 1988

Tidak ada komentar: