… berubah sesuai kondisi adalah orang pandai,
bertindak mengikuti situasi adalah orang bijaksana …
Seorang bhiksu ketua sebuah
vihara Chan yang berusia lanjut bermaksud
mencari penerus. Suatu hari
beliau memanggil dua orang siswa utama,
Huiming dan Chenyuan.
Beliau berucap, “Siapa yang berhasil memanjat tebing
terjal di belakang vihara
hingga mencapai puncaknya, dialah penerusku.”
Huiming dan Chenyuan segera
menuju tebing yang dimaksud. Benar-benar sebuah tebing yang berbahaya dan menakutkan.
Dengan pe-de Huiming yang
berbadan kekar dan kuat segera memanjat tebing itu.
Namun tak berapa lama ia
jatuh terperosot. Ia bangkit dan kembali memanjat. Kali ini dengan lebih
hati-hati. Tetapi ia sekali lagi harus berguling-guling jatuh ke tempat semula.
Setelah beristirahat sejenak, ia kembali memanjat. Meski harus jatuh dengan hidung
berdarah dan muka memar, Huiming terus berjuang pantang menyerah.
Sangat disayangkan,
semangat pantang mundur itu tak membuahkan hasil. Ketika hampir mencapai pinggang
gunung, ia jatuh dengan kepala membentur batu cadas yang menjorok keluar. Ketua
vihara memerintahkan beberapa bhiksu untuk menurunkan Huiming yang sedang dalam
keadaan pingsan.
Selanjutnya giliran
Chenyuan. Seperti halnya Huiming, ia juga mati-matian
memanjat tebing yang
menantang itu.
Namun ia menerima hasil
yang sama dengan Huiming, harus jatuh berulangkali. Ketika bersiap mengikat
tali untuk kesekian kalinya, secara tak sengaja ia menunduk dan melihat pemandangan
di bawahnya.
Seketika itu juga Chenyuan
membuang perlengkapan panjatnya, membersihkan dan merapikan pakaian, lalu
segera menuruni tebing dan berjalan ke arah kaki gunung.
Semua bhiksu yang hadir di
sana tak mengerti apa yang terjadi. Benarkah
Chenyuan telah menyerah
kalah? Semua ribut membicarakan Chenyuan, hanya bhiksu ketua yang berdiam diri
menatap kepergian Chenyuan.
Setiba di kaki gunung,
Chenyuan menyusuri aliran sungai berjalan mendaki ke atas gunung. Ia menembus
barisan pepohonan, menapak lembah, …, hingga akhirnya tiba di puncak gunung
yang juga merupakan puncak tebing terjal.
Sekembali ke vihara,
Chenyuan menghadap bhiksu ketua. Semua bhiksu mengira bhiksu ketua pasti akan
memarahinya sebagai seorang pengecut yang tak berani menghadapi tantangan, atau
bahkan mengusirnya keluar dari vihara.
Tak dinyana, bhiksu ketua
justru dengan penuh senyum mengumumkan bahwa
Chenyuan adalah ketua
vihara yang baru.
Sekali lagi, para bhiksu
tak tahu apa yang sedang terjadi.
Chenyuan kemudian
menjelaskan pada para bhiksu yang hadir. “Kekuatan manusia tidak mampu
menaklukkan tebing terjal di belakang vihara, tetapi bila berdiri di pinggang
gunung dan menundukkan kepala, maka akan terlihat sebuah jalan yang menuju ke
atas gunung. Shifu sering mengatakan: ‘berubah sesuai kondisi adalah orang
pandai, bertindak mengikuti situasi adalah orang bijaksana’, ini mengajarkan kita
untuk bersikap fleksibel.”
Bhiksu ketua mengganggukkan
kepala menyatakan kepuasannya atas penjelasan Chenyuan. Beliau menambahkan, “Bila
tergoda mengejar nama dan keuntungan maka di hati kita hanya ada tebing terjal.
Tidak ada yang membuat
penjara, kita sendirilah yang membuat penjara dalam
hati. Kita bertikai dan
menghabiskan enerji di dalam penjara nama dan keuntungan itu.
Akibatnya kita penuh
diliputi kecemasan dan kesedihan, pun dapat terluka dan cacat, bahkan menjadi
luluh lantak karenanya.”
Setelah menyerahkan jubah,
mangkuk dan tongkat kepada Chenyuan,
bhiksu ketua memberi
wejangan pada semua yang hadir.
“Memanjat tebing terjal,
tujuannya adalah menjajaki hati kalian. Bagi mereka yang mampu mengendalikan
diri sehingga tidak terperangkap memasuki penjara nama dan keuntungan, tak ada
lagi aral rintangan dalam hatinya.
Ia bertindak sesuai
kondisi. Itulah orang yang kuinginkan.”
Demikianlah orang bodoh di
dunia ini.
Banyak di antara mereka
yang terpaku pada keberanian dan kekeraskepalaan, namun acap kali menerima
akibat seperti halnya Huiming dalam kisah di atas. Mereka tidak akan mencapai
tujuan yang diharapkan, justru yang diperoleh hanyalah muka memar dan pulang
dengan tangan kosong. Untuk
dapat mewujudkan keinginan,
yang kita perlukan adalah menengok ke bawah dengan hati yang tak kemaruk akan
godaan dan tenang.
(SINAR DHARMA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar