Jumat, 25 Mei 2012

Empat Kebenaran Mulia - KEBENARAN ARIYA KEEMPAT



KEBENARAN ARIYA KEEMPAT

Apakah Kebenaran Ariya mengenai Jalan Menuju Berakhirnya Penderitaan? Kebenaran Ariya ini adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu: Pandangan Benar, Niat Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar,Usaha Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar.
Inilah Jalan Mulia Menuju Berakhirnya Penderitaan: demikianlah pandangan, pengetahuan, kebijaksanaan,pemahaman dan cahaya yang timbul dalam diriku
mengenai hal yang belum pernah terdengar sebelumnya….

Kebenaran Ariya ini harus ditembus dengan meng-kultivasi Jalan [tersebut] . . . .
Kebenaran Ariya ini telah ditembus dengan mengkultivasi Jalan: demikianlah pandangan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman dan cahaya yang timbul
dalam diriku mengenai hal yang belum pernah terdengar sebelumnya.
[Samyutta Nikaya LVI, 11]

Kebenaran Ariya Keempat, seperti tiga lainnya,memiliki tiga aspek. Aspek pertama adalah: ‘Ada Jalan Berunsur Delapan, attangika magga – jalan keluar dari
penderitaan.’ Jalan ini disebut juga ariya magga, Jalan Ariya atau Mulia. Aspek kedua adalah: ‘Jalan ini harus dikembangkan.’ Pengetahuan-kebijaksanaan final
menuju ke kearahatan adalah: ‘Jalan ini telah sepenuhnya dikembangkan.’
Jalan Berunsur Delapan diuraikan secara berurutan: diawali dengan Pengertian Benar (atau sempurna), samma ditthi, berlanjut ke Niat atau Aspirasi Benar (atau sempurna),samma sankappa; kedua elemen jalan ini dikelompokkan dalam Kebijaksanaan (panna).Panna mengalir ke komitmen moral (sila), yang mencakup Ucapan Benar, Perbuatan Benar, dan Penghidupan Benar – juga disebut dengan
ucapan sempurna (samma vaca), perbuatan sempurna (samma kammanta) dan penghidupan sempurna (samma ajiva).
Kemudian dari sila secara alamiah mengalir: Usaha Benar (samma vayama), Perhatian-penuh Benar (samma sati) dan Konsentrasi Benar (samma samadhi).
Ketiga elemen terakhir ini memberikan keseimbangan emosional. Ketiganya adalah mengenai hati – sang hati yang terbebaskan dari keberpusatan-diri dan keegoisan.
Dengan adanya Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar, hati menjadi murni, bebas dari noda dan kotoran. Ketika hati murni, pikiran damai. Kebijaksanaan (panna), atau Pengertian Benar dan Niat Benar, timbul dari hati yang murni. Dengan demikian kita kembali lagi ke awal.
Berikut adalah elemen-elemen dari Jalan Berunsur Delapan yang dikelompokkan menjadi tiga bagian.
1. Kebijaksanaan (panna)
     -Pengertian Benar (samma ditthi)
     -Niat Benar (samma sankappa)
2. Moralitas (sila)
      -Ucapan Benar (samma vaca)
      -Perbuatan Benar (samma kammanta)
      -Penghidupan Benar (samma ajiva)
3. Konsentrasi (samadhi)
     -Usaha Benar (samma vayama)
     -Perhatian-penuh Benar (samma sati)
     -Konsentrasi Benar (samma samadhi)
Hanya karena kedelapan elemen ini diuraikan secara berurutan bukan berarti bahwa kejadiannya juga runtut demikian. Kedelapan elemen ini terjadi bersamaan.
Kita mungkin dapat membicarakan Jalan Berunsur Delapan dan berkata ‘Pertama-tama anda harus memiliki Pengertian Benar, kemudian Aspirasi Benar, kemudian . . . . ‘Tetapi sebenarnya, dengan diuraikan demikian, kita diajari untuk merefleksikan pentingnya bertanggungjawab atas apa yang kita katakan dan lakukan dalam hidup.

PENGERTIAN BENAR
Elemen pertama dari Jalan Berunsur Delapan adalah Pengertian Benar yang terbit dari insight ke dalam ketiga butir Kebenaran Ariya sebelumnya. Apabila anda memiliki pengetahuan-kebijaksanaan itu maka akan ada pengertian sempurna tentang Dhamma – pengertian bahwa: ‘Semua yang berawal akan berakhir.’ Sesederhana itu .… Anda tidak harus menghabiskan banyak waktu buat membaca ‘semua yang berawal akan berakhir’, tetapi memang dibutuhkan waktu cukup banyak bagi sebagian besar dari kita agar mampu memahami kata-kata itu secara mendalam dan tidak sekedar secara intelektual belaka.
Insight adalah benar-benar pengetahuan inti –bukan hanya dari gagasan-gagasan. Ini bukan lagi, ‘Saya pikir saya tahu’, atau ‘Oh ya, semuanya kelihatan masuk
akal. Saya setuju. Saya suka pemikiran itu.’ Pengetahuan macam itu masih cuma berasal dari otak sedangkan pengetahuan-kebijaksanaan adalah sesuatu yang lebih mendalam. Pengetahuan ini benar-benar diketahui dan keraguan tidak lagi menjadi masalah.Pemahaman yang mendalam ini datang dari kesembilan insight sebelumnya. Jadi ada urutan yang sampai ke Pengertian Benar mengenai segala sesuatu sebagaimana adanya, yaitu: Semua yang berawal bakal berakhir dan bukan-diri. Dengan pengertian benar, anda telah melepas semua ilusi mengenai diri yang berkaitan dengan kondisi-kondisi yang fana. — Badan tetaplah ada
dan demikian juga perasaan dan pikiran, tetapi semuanya hanya sebagaimana adanya — tidak ada lagi kepercayaan bahwa anda adalah badan anda atau perasaan anda atau pikiran anda. Penekanannya adalah pada: Segala sesuatu itu ialah sebagaimana adanya. Kita tidak berusaha mengatakan bahwa segala sesuatu bukanlah apa-apa atau segala sesuatu bukan sebagaimana adanya. Segala sesuatu adalah sebagaimana adanya dan tidak lebih. Tetapi tatkala kita diselimuti kebodohan-batin (ignorant), tidak memahami kebenaran ini, kita cenderung berpikir bahwa segala sesuatu itu tampak lebih dari sekedar apa adanya.
Kita mempercayai pelbagai macam hal dan menciptakan semua ragam masalah di sekitar kondisi yang kita alami.Begitu banyak kepedihan dan keputus-asaan
manusia disebabkan oleh imbuhan embel-embel yang diakibatkan kekelirutahuan sesaat. Sungguh sangat mengenaskan bahwa [ternyata] kesengsaraan, kesedihan
dan keputusasaan umat manusia itu disebabkan oleh khayalan; keputus-asaan ialah sia-sia tanpa arti. Manakala anda mampu melihatnya, maka anda mulai merasakan welas-asih yang tiada batas terhadap semua makhluk.
Bagaimana anda bisa membenci atau menggerutui atau mengutuk orang yang terikat oleh kekelirutahuan? Semua orang dipengaruhi oleh pandangan-salahnya untuk melakukan hal-hal yang mereka lakukan.
***
Kala kita bermeditasi, kita mengalami kedamaian,sedikit ketenangan dimana pikiran melambat. Ketika dengan pikiran tenang kita menatap sesuatu seperti
misalnya bunga, kita melihatnya sebagaimana adanya.
Ketika tidak ada penggenggaman (grasping) – tiada [pamrih] yang dicari atau disingkirkan – maka apa yang kita lihat, dengar atau alami melalui indria adalah indah, benar-benar indah. Kita tak lagimengkritiknya,membandingbandingkannya
,atau berusaha memilikinya. Kita mendapat keasyikan serta kegembiraan dalam keindahan di sekeliling kita karena tiada lagi yang perlu diperbuat darinya.
Semuanya persis sebagaimana adanya.
Kecantikan mengingatkan kita pada kemurnian,kebenaran, kenyatan dan keindahan mutlak. Kita jangan melihatnya sebagai umpan buat mengecoh kita: ‘Bunga ini ada di sini cuma buat menggaet saya sehingga saya akan dikecoh olehnya’ – itu adalah sikap dari si penggerutu meditator bangkotan.
Manakala kita memandang lawan jenis dengan hati yang murni, kita menghargai
kecantikannya tanpa nafsu-keinginan untuk menyentuh atau memiliki.
Kita dapat gembira dalam kecantikan orang lain, baik pria ataupun wanita, ketika tidak ada pamrih pribadi atau nafsu. Ada kejujuran – segala sesuatu sebagaimana adanya. Inilah yang dimaksud dengan kebebasan atau dalam Pali, vimutti.
Kita terbebaskan dari ikatan yang membias dan mengkorup keindahan di sekeliling kita, seperti tubuh yang kita miliki. Namun,pikiran kita bisa menjadi begitu ter-korupsi, dan negative dan tertekan dan terobsesi sehingga kita tak lagi melihat
benda-benda sebagaimana adanya. Ketika kita tidak memiliki Pengertian Benar, kita [secara salah] melihat segala sesuatunya melalui [bias] cadar atau tapis yang kian tebal.Pengertian Benar harus dikembangkan melalui refleksi, dengan menggunakan ajaran Sang Buddha.
Dhammacakkapavatana Sutta sebenarnya merupakan ajaran yang menarik untuk direnungkan dan digunakan sebagai acuan berefleksi. Kita juga dapat menggunakan sutta lain dari Tipitaka, misalnya yang membahas paticcasamuppada (kemunculan saling bergantungan).
Ini adalah ajaran yang sangat hebat untuk direnungkan. Kalau anda dapat mengkontemplasikan ajaran semacam ini,anda dapat melihat dengan jelas perbedaan antara segala sesuatu-sebagaimana-adanya [sesuai dengan Dhamma]
dan titik dimana kita cenderung mulai mengarang-ngarang membias dari sesuatu-yang-sebagaimana-adanya. Oleh karena itu kita perlu memantapkan kewaspadaan penuh pada segala sesuatu sebagaimana adanya. Ketika ada pengetahuan mengenai Empat Kebenaran Ariya, maka ada Dhamma.
Dengan pengertian benar, semuanya terlihat sebagai Dhamma; contoh: kita sekarang duduk di sini. . . . Ini adalah Dhamma. Kita tidak memikirkan tubuh dan pikiran ini sebagai kepribadian dengan segala pandangannya dan pendapatnya dan semua pikiran terkondisinya dan reaksinya yang kita kumpulkan akibat kebodohan-batin.
Kita merefleksi keadaan saat ini sebagai: ‘Inilah sebagaimana adanya. Ini adalah Dhamma.’ Kita menumbuhkan dalam pikiran, pemahaman bahwa bentukan tubuh ini hanyalah Dhamma. Ini bukan diri; bukan pribadi.
Kemudian kita juga melihat sensitifnya bentukan tubuh ini sebagai Dhamma daripada mengganggapnya sebagai diri-pribadi: ‘Saya sensitif,’ atau ‘Saya tidak sensitif;’‘Anda tidak sensitif terhadap saya. Siapakan yang paling sensitif?’ . . . ‘Mengapa kita merasakan rasa sakit? Mengapa Tuhan menciptakan rasa sakit; mengapa Dia tidak hanya menciptakan rasa senang saja? Mengapa ada begitu banyak kesengsaraan dan penderitaan dalam hidup? Ini tidak adil.
Orang mati dan kita harus terpisah dengan orang yang kita cintai; kesedihan ini sungguh mengerikan.’ —Tiada Dhamma dalam racauan itu bukan? Semuanya hanya keakuan: ‘Betapa malangnya aku. Aku tidak suka ini, aku tidak suka itu begitu. Aku mau rasa-aman, kebahagiaan, kesenangan dan semua yang terbaik. Sungguh tidak adil bahwa orang tua aku bukan arahat ketika aku lahir.
Sungguh tidak adil bahwa mereka tidak pernah memilih arahat sebagai Perdana Mentri Inggris. Bila semuanya adil,mereka akan memilih arahat sebagai Perdana Mentri!’
Saya mencoba menunjukkan bahwa perasaan‘Ini tidak benar, itu tidak adil’ tidak masuk akal untuk menunjukkan bahwa kita mengharapkan Tuhan untuk
menciptakan semuanya demi kita dan membuat kita terus bahagia dan aman. Inilah yang biasanya dipikirkan orang walaupun mereka tidak berkata demikian. Tetapi ketika kita merefleksi, kita melihat ‘Inilah apa adanya. Sakit adalah demikian dan seperti inilah rasanya kesenangan.
Kesadaran adalah seperti ini.’ Kita merasakan. Kita bernafas. Kita dapat menginginkan.
Ketika kita merefleksi, kita merenungkan kemanusiaan kita sendiri sebagaimana adanya. Kita tidak lagi membawanya ke tingkat pribadi atau menyalahkan
siapapun karena segalanya tidak persis yang kita suka atau mau. Semua sebagaimana adanya dan kita sebagaimana adanya. Anda mungkin bertanya mengapa ya kita semua kok tidak bisa persis sama saja – dengan kemarahan yang
sama, keserakahan yang sama dan ketidaktahuan yang sama; tanpa semua variasi dan kombinasi. Walaupun anda dapat melacak pengalaman manusia sampai ke hal-hal mendasar, setiap orang memiliki kamma masing-masing yang harus dihadapi – obsesi dan kecenderungan kita yang selalu berbeda dalam kualitas dan kuantitas dengan orang lain.
Mengapa kita semua tidak bisa sama persis,memiliki barang-barang yang sama dan wajah yang sama– satu makhluk hermaphrodit? Dalam dunia seperti itu,
tidak ada ketidakadilan, tidak ada perbedaan, semuanya benar-benar sempurna dan tidak ada kemungkinan ketidaksetaraan. Namun ketika kita mengenali Dhamma,kita melihat bahwa dalam alam terkondisi, tidak ada dua hal yang identik. Semuanya memiliki perbedaan,variabel yang tak terbatas, terus berubah, dan semakin kita berusaha membuat kondisi sesuai dengan keinginan kita, maka kita semakin frustasi. Kita berusaha untuk saling menciptakan satu sama lain dan masyarakat yang sesuai dengan ide kita tentang bagaimana sesuatu seharusnya,
tetapi kita pada akhirnya selalu merasa frustasi. Dengan refleksi, kita sadar bahwa: ’Inilah demikan apa adanya,’inilah demikian hal-hal seharusnya – dan memang hal-hal tersebut hanya bisa demikian.
Namun itu bukanlah refleksi yang fatalistik atau negatif. Bukan sikap: ‘Inilah demikian apa adanya dan tidak ada yang bisa anda perbuat padanya.’ Ini adalah
respon yang positif untuk menerima aliran kehidupan apa adanya. Walaupun itu bukan apa yang anda mau, kita dapat menerima dan belajar darinya.
***
Kita adalah makhluk yang sadar, cerdas dan memiliki ingatan yang kuat.
Kita memiliki bahasa. Selama ribuan tahun, kita telah mengembangkan rasio, logika dan kecerdasan-diskriminatif (kemampuan mengenali dan membeda-bedakan pelbagai hal secara cermat). Kita musti memikirkan bagaimana menggunakan kapasitas-kapasitas ini sebagai alat untuk merealisasi Dhamma daripada malah
sebagai masalah pribadi atau kepemilikan pribadi. Orang yang mampu mengembangkan kecerdasan-diskriminatifnya acapkali malah berakhir melukai diri sendiri dengannya;mereka kadang jadi sangat kritis terhadap diri sendiri atau bahkan mulai membenci diri sendiri. Ini disebabkan alat diskriminatif kita cenderung untuk terlalu berfokus hanya pada apa-apa yang salah (negatif) dengan segala hal. [Karena awalnya ya memang] inilah maksudnya diskriminatif: mengenali bagaimana ini berbeda dengan itu. Lalu kemudian tatkala anda menerapkan ini terhadap diri sendiri, apa yang pada akhirnya anda miliki? Hanya setumpuk daftar cacat dan kesalahan yang membuat anda tampak benar-benar tiada harapan.
Ketika kita mengembangkan Pengertian Benar,kita menggunakan kecerdasan untuk merefleksi dan mengkontemplasikan hal-hal. Kita juga menggunakan
perhatian-penuh, menjadi terbuka terhadap segala hal apa adanya (the way it is). Ketika kita merenung dengan cara demikian, kita menggunakan perhatian-penuh dan kebijaksanaan secara bersamaan. Jadi sekarang kita menggunakan kemampuan kita untuk mendiskriminasi [Perlu dicatat bahwa kata diskriminasi (kecerdasan, kemampuan mengenali dan membeda-bedakan pelbagai hal secara cermat) disini bersifat netral tidak berkonotasi negatif – ed.] dengan kebijaksanaan (vijja) bukan dengan kebodohan (avijja). Ajaran Empat Kebenaran Ariya ini adalah untuk membantu anda menggunakan kecerdasaan anda –kemampuan anda untuk kontemplasi, merefleksi dan berpikir – dalam cara yang bijaksana dan bukannya dengan cara yang tamak, dengki atau merusak-diri.

ASPIRASI BENAR
Elemen kedua dari Jalan Berunsur Delapan adalah samma sankappa. Terkadang kata ini diterjemahkan menjadi ‘Pemikiran Benar’, yaitu berpikir dengan cara yang benar. Namun, sebenarnya kata ini memiliki kualitas yang dinamis, seperti ‘niat’, ‘sikap’ atau ‘aspirasi (keinginan)’. Saya lebih suka mengunakan ‘aspirasi’ yang sangat bermakna dalam Jalan ini, karena kita memang menginginkan.Penting untuk melihat bahwa aspirasi bukanlah nafsu-keinginan. Kata Pali ‘tanha’ berarti keinginan yang berasal dari kekelirutahuan (kebodohan-batin), sedang‘sankappa’ adalah keinginan atau cita-cita yang terbit bukan dari kebodohan. Aspirasi mungkin terlihat sebagai sejenis nafsu-keinginan (desire) bagi kita karena dalam bahasa Inggris kita menggunakan kata desire untuk hal tersebut, baik mencita-citakan (aspiring) atau maui (wanting). Anda mungkin berpikir bahwa keinginan adalah sejenis tanha, ingin menjadi tercerahkan (bhava tanha).
Tetapi samma sankappa datang dari Pengertian Benar yang melihat jelas. Bukan menghasrati menjadi apapun, bukan nafsu-keinginan untuk menjadi orang yang tercerahkan.Dengan Pengertian Benar, seluruh ilusi dan cara berpikir tersebut tak lagi masuk di akal.
Aspirasi adalah perasaan, niat, sikap atau pergerakan dalam diri kita. Semangat kita naik, bukan tenggelam —ini bukanlah keputusasaan! Ketika ada Pengertian Benar,
kita menginginkan kebenaran, keindahan dan kebaikan.
Samma ditthi dan samma sankapppa, Pengertian Benar dan Niat Benar, disebut panna atau kebijaksanaan dan keduanya membentuk satu dari tiga bagian dalam Jalan Berunsur Delapan.
***
Kita dapat merenung: Mengapa kita tetap saja merasa tidak puas bahkan ketika kita memiliki segala hal yang terbaik? Kita tidak sepenuhnya bahagia walaupun
kita memiliki rumah yang indah, mobil, perkawinan yang sempurna, anak-anak yang cerdas dan manis dan lain-lainnya– dan [tentu saja] kita jelas tak puas kalau kita tidak memiliki semua itu! . . . Kala kita tidak memilikinya, kita dapat berpikir, ‘Yah, bila saya punya yang terbaik, maka saya akan puas.’ Tetapi kita tidak akan puas. Bumi bukanlah tempat untuk kepuasan kita. Bumi memang semestinya
bukan tempat seperti itu. Ketika kita menyadarinya, kita tidak lagi mengharapkan kepuasan dari planet bumi; kita tidak membuat tuntutan itu.
Sampai kita menyadari bahwa planet ini takkan bisa memuaskan semua hasrat kita, kita akan terus bertanya,‘Ibu Bumi, mengapa engkau tak dapat membuat aku puas?’ Kita seperti anak kecil yang menyusu pada ibu,terus berusaha menyedot sebanyak mungkin darinya dan menginginkannya terus mengasuh dan memberi makan dan membuat kita puas.
Kalau kita puas, maka mestinya kita tidak akan heran dengan segala sesuatu. Namun, tetap kita toh mengenali bahwa ada sesuatu yang lebih daripada tanah
di bawah kita; ada sesuatu di atas kita yang tidak begitu kita mengerti.
Kita memiliki kemampuan untuk berpikir dan mempertimbangkan kehidupan, untuk merenungkan maknanya. Bila anda ingin mengetahui makna hidup anda,
anda tidak dapat puas dengan kesejahteraan material, kenyamanan dan keamanan saja.Jadi kita ingin mengetahui kebenaran. Anda mungkin merasa bahwa ini adalah keinginan yang terlalu berani, ‘Memangnya siapa saya ini? Saya terlalu tua untuk mengetahui segala sesuatu.’ Tetapi keinginan itu ada. Mengapa kita memilikinya bila itu tidak mungkin?
Pertimbangkan konsep realitas tertinggi. Kebenaran tertinggi atau mutlak adalah suatu pemikiran yang sangat halus. Ide adanya Tuhan, yang Tanpa Kematian atau yang Abadi, sebenarnya adalah suatu pemikiran yang halus. Kita ingin mengetahui realitas tertinggi. Sisi hewani dari kita tidak menginginkan; sisi ini tidak tahu apapun mengenai keinginan seperti ini. Tetapi dalam diri kita terdapat kecerdasan intuitif yang ingin mengetahui; yang selalu ada tetapi cenderung tidak kita perhatikan; tidak kita mengerti.
Kita cenderung membuang atau tidak mempercayainya —terutama para materialis modern. Mereka pikir ini hanyalah khayalan dan tidak nyata.
Sedangkan saya sangat gembira ketika sadar bahwa planet ini bukanlah rumah saya yang sebenarnya. Saya sudah menduganya. Saya ingat ketika masih kecil berpikir,‘Tempatku bukan di sini.’ Saya tidak pernah merasa planet bumi ini adalah tempat saya, bahkan sebelum saya menjadi bhikkhu, saya tidak pernah merasa cocok berada dalam masyarakat. Bagi sebagian orang, mungkin ini adalah
cuma problem neurotik, tetapi boleh jadi ini juga sejenis intuisi yang sering dimiliki anak-anak. Ketika anda polos tanpa dosa, pikiran anda sangat intuitif.
Pikiran seorang anak lebih intuitif dalam berhubungan dengan kekuatan misterius daripada pikiran kebanyakan orang dewasa.
Dengan semakin dewasanya kita, kita menjadi terkondisi berpikir dengan cara tertentu dan memiliki ide yang kaku mengenai apa yang riil dan apa yang tidak. Seiring dengan berkembangnya ego kita, masyarakat mendiktekan apa
yang nyata dan tidak, yang benar dan salah, dan kita mulai menerjemahkan dunia melalui persepsi-persepsi kaku tersebut. Satu hal yang menakjubkan mengenai
anak-anak adalah mereka belum melakukan itu; mereka masih melihat dunia dengan pikiran intuitif yang belum terkondisi.
Meditasi adalah sebuah cara buat meluruhkan keterkondisian pikiran yang kemudian membantu kita guna melepas semua pandangan-pandangan picik dan ide-ide kaku yang kita punya. Biasanya, apa yang riil menjadi tersingkir ketika apa yang tak nyata mendapatkan seluruh perhatian kita. Inilah apa yang disebut kekelirutahuan (avijja).
Kontemplasi aspirasi kemanusiaan kita menghubungkan kita dengan sesuatu yang lebih tinggi daripada hanya kerajaan hewan atau planet bumi. Bagi saya hubungan ini lebih nyata daripada pemikiran bahwa hanya inilah apa yang ada, bahwa ketika mati tubuh kita membusuk dan tiada lagi selain itu. Ketika kita merenung dan mempertimbangkan alam tempat kita hidup ini, kita melihat bahwa alam ini sangat luas, misterius dan tak terpahami oleh kita. Namun, ketika kita lebih mempercayai
pikiran intuitif kita, kita menjadi reseptif (mudah menerima) terhadap hal-hal yang mungkin telah terlupakan atau tidak pernah terbuka sebelumnya – kita terbuka ketika kita melepas [kecenderungan] reaksi-reaksi yang kaku,terkondisi.
Kita bisa memiliki ide yang terpaku sebagai pribadi tertentu (personality), sebagai pria atau wanita,sebagai orang Inggris atau Amerika. Hal semacam ini dapat menjadi sangat nyata (real) bagi kita, dan kita dapat menjadi sangat sedih atau marah karenanya. Kita bahkan dapat membunuh satu sama lain dikarenakan pandangan terkondisi yang kita pegang, percayai dan tak pernah kita pertanyakan. Tanpa Aspirasi Benar dan Pengertian Benar, tanpa panna, kita tiada pernah bisa melihat sifat yang sejatinya dari pandangan-pandangan ini.

PERKATAAN BENAR, TINDAKAN BENAR, PENGHIDUPAN
BENAR
Sila, aspek moral dari Jalan Berunsur Delapan, terdiri dari Perkataan Benar, Tindakan Benar dan Penghidupan Benar, yang berarti bertanggungjawab atas perkataan kita dan berhati-hati terhadap apa yang kita lakukan dengan tubuh. Ketika saya penuh perhatian dan waspada, saya bicara sesuai dengan waktu dan tempat; dan demikian pula saya bertindak atau bekerja sesuai dengan waktu dan
tempat.Kita mulai sadar bahwa kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan dan lakukan; kalau tidak kita hanya akan terus-menerus menyakiti diri sendiri.Apabila anda melakukan atau mengatakan hal-hal yang tak baik atau keji, maka segera bakal berakibat. Dulu anda mungkin dapat melarikan diri dengan membohongi diri,mengalihkan perhatian pada hal lain sehingga anda tidak
harus memikirkannya. Anda bisa saja untuk sementara lupa pada segala sesuatu sampai hal-hal itu datang kembali. Tetapi jika kita berlatih sila, maka segala sesuatu
tampaknya kembali dengan segera. Bahkan ketika saya melebih-lebihkan, sesuatu dalam diri saya berkata, ‘Kamu seharusnya tidak melebih-lebihkan, kamu harusnya lebih berhati-hati.’ Saya dulunya memiliki kebiasaan melebih-lebihkan
– ini merupakan bagian dari budaya [Barat] kita; dan tampaknya normal saja. [Orang Barat relatif lebih suka melebih-lebihkan (ekspresif) ketimbang kita
di Asia; terlihat misal dari cara mereka saling menyapa. Kalau orang berkata
“Hai, apa kabar?”, adalah lumrah bagi mereka untuk menjawab, “Luar biasa!”,
“Superb!”, “Tak pernah sebaik ini”, atau “Huebaat!” [padahal sebenarnya tak ada sesuatu yang spesial] – hal yang bagi kita terdengar agak lucu, risih – ed.]
Tetapi ketika anda waspada (aware), sedikit kebohongan atau gosip segera berakibat karena anda sepenuhnya terbuka, rapuh dan sensitif. Jadi anda berhati-hati terhadap apa yang anda lakukan; anda sadar bahwa penting untuk bertanggung-jawab terhadap apa yang anda lakukan dan katakan.
Dorongan untuk menolong orang adalah Dhamma yang skillful (terampil). Bila anda melihat seseorang jatuh di lantai karena pingsan, sebuah Dhamma yang skillful melewati pikiran anda: ‘Tolong orang ini, ‘dan anda menolongnya untuk siuman. Bila anda melakukannya dengan pikiran kosong [tanpa-pamrih] — bukan karena nafsu-keinginan pribadi untuk mendapatkan sesuatu,tetapi hanya karena belas-kasih dan karena ini adalah hal yang benar untuk dikerjakan. Maka ini hanyalah Dhamma yang terampil. Ini bukanlah kamma pribadi; bukan milik
anda. Tetapi bila anda melakukannya buat mendapatkan jasa dan mencari perhatian orang lain atau karena orang tersebut kaya dan anda mengharapkan hadiah, maka —walaupun tindakan tersebut terampil — anda membuat hubungan personal dengannya, dan ini cuma mempertebal rasa keakuan. Ketika kita melakukan perbuatan baik yang berasal dari perhatian-penuh dan kebijaksanaan, dan bukannya kebodohan-batin, maka ini adalah Dhamma yang terampil tanpa kamma pribadi.
Pasamuan para bhikkhu (sangha) didirikan Sang Buddha sehingga pria dan wanita bisa hidup dalam kehidupan yang sempurna dan tanpa salah. Sebagai bhikkhu, anda hidup dalam keseluruhan sistem aturan latihan yang disebut disiplin Patimokkha. Ketika anda hidup dalam disiplin ini, walaupun tindakan atau ucapan anda agak gegabah, paling tidak bekas-kesan yang ditinggalkan tidaklah mendalam. — Anda tak boleh memiliki uang sehingga anda tak dapat pergi ke mana-mana sampai diundang. Anda hidup selibat. Karena anda hidup dari
dana makanan, maka anda pun tidak membunuh binatang. Anda bahkan tidak memetik daun atau bunga atau tindakan apapun yang mengganggu aliran alam dengan cara apapun; anda sepenuhnya tidak berbahaya. Bahkan di Thailand, kami diharuskan untuk membawa saringan air buat menyaring makhluk hidup yang ada dalam air seperti larva nyamuk. Membunuh dengan sengaja sepenuhnya dilarang.
Saya telah hidup di bawah aturan ini selama dua puluh lima tahun, sehingga saya tak melakukan tindakan kamma yang kuat. Di bawah disiplin ini, seseorang hidup dalam cara yang benar-benar tak berbahaya dan bertanggungjawab. Mungkin bagian yang paling sulit adalah ucapan; kebiasaan ucapan adalah yang paling
sulit dihancurkan dan dilepas — tetapi kebiasaan ini bisa diperbaiki. Melalui refleksi dan kontemplasi, seseorang mulai melihat ketidaknyamanannya berbicara apapun
yang konyol atau sekedar ngobrol ataupun bercakap-cakap tanpa alasan yang jelas.Bagi umat awam, Penghidupan Benar adalah sesuatu yang dikembangkan ketika anda mengetahui maksud dari apa yang anda lakukan. Anda dapat mencoba
untuk menghindari dengan sengaja menyakiti makhluk lain atau mencari penghidupan dalam cara yang merusak dan tidak baik. Anda juga bisa menghindari penghidupan yang menyebabkan orang lain menjadi kecanduan pada obat atau minuman atau hal lain yang dapat membahayakan keseimbangan ekologis planet ini.
Jadi ketiga ini – Tindakan Benar, Ucapan Benar dan Penghidupan Benar – berlanjut dari Pengertian Benar atau pemahaman sempurna. Kita mulai merasa bahwa kita ingin hidup dalam cara yang merupakan berkah bagi planet ini,atau paling tidak, tidak mengganggunya.
Pengertian Benar dan Keinginan Benar memiliki pengaruh yang pasti pada apa yang kita lakukan dan katakan. Jadi panna, atau kebijaksanaa, menuju pada sila:
Ucapan Benar, Tindakan Benar dan Penghidupan Benar.
Sila berhubungan dengan ucapan dan tindakan kita; dalam sila dimasukkan pula dorongan seksual atau penggunaan tubuh yang semena-mena — kita tidak memakainya untuk mencuri atau membunuh. Dengan cara ini, panna dan sila
bekerja sama dalam harmoni sempurna.

USAHA BENAR, PERHATIAN-PENUH BENAR, KONSENTRASI BENAR
Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar mengacu pada jiwa anda, hati anda. Ketika kita memikirkan jiwa, kita menunjuk pada pusat dada, pada
hati. Jadi kita memiliki panna (kepala), sila (badan) dan samadhi (hati). Anda dapat menggunakan tubuh anda sebagai sejenis diagram, sebagai simbol Jalan Berunsur
Delapan. Ketiganya terintegrasi, bekerja sama untuk realisasi dan saling mendukung seperti sebuah tripod (tumpuan kaki tiga). Tidak ada yang mendominasi yang lain dan mengekspolitasi atau menyingkirkan apapun.
Ketiganya bekerja sama: kebijaksanaan dari Pengertian Benar dan Keinginan Benar; kemudian moralitas, yaitu Ucapan Benar, Tindakan Benar dan Penghidupan Benar; dan Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar – pikiran yang tenang seimbang, kedamaian emosional. Kedamaian adalah ketika emosi dalam keadaan seimbang dan saling mendukung.
Emosi tidak bergejolak naik ataupun turun. Ada perasaan kebahagiaan luar-biasa, tentram-damai; ada harmoni sempurna antara intelektual, insting dan emosi. Semuanya bersama-sama mendukung, menolong satu sama lain. Hal-hal tersebut tiada lagi berkonflik atau membawa kita ke ke arah ekstrim, dan karena itu kita mulai merasa kedamaian yang amat sangat dalam pikiran. Ada perasaan santai
dan tanpa-ketakutan yang muncul dari Jalan Berunsur Delapan – sebuah persaan ketenang-seimbangan dan keseimbangan emosional. Kita merasa santai dan bukannya cemas, tertekan dan konflik emosional. Ada kejernihan; ada kedamaian, keheningan, pemahaman. Insight dari Jalan Berunsur Delapan ini harus dikembangkan; inilah bhavana.
Kita menggunakan kata bhavana untuk menandakan perkembangan.

ASPEK-ASPEK MEDITASI
Pikiran yang reflektif atau keseimbangan emosional dikembangkan sebagai hasil dari berlatih meditasi konsentrasi dan perhatian-penuh (mindfulness). Misalnya,
anda dapat mencoba ketika mengikuti retret dan menghabiskan satu jam melakukan meditasi samatha ketika anda hanya mengkonsentrasikan pikiran pada satu objek,misalnya sensasi nafas. Teruslah mempertahankannya dalam kesadaran dan mempertahankannya, sehingga sungguh-sungguh ada kesinambungan kehadiran nafas dalam pikiran.
Dengan cara ini, anda bergerak menuju pada apa yang terjadi dalam tubuh anda daripada dipikat keluar oleh objek-objek indra. Kalau anda tidak memiliki tempat
berlabuh (perlindungan) di-dalam, maka anda akan terus menerus ke-luar, terserap dalam buku, makanan dan segala jenis pengalihan perhatian. Namun, pengembaraan pikiran yang tiada pernah berakhir ini sangatlah meletihkan. Jadi
sebaliknya, latihannya adalah untuk menjadi SATU dengan nafas – yang artinya anda harus menahan atau tidak mengikuti kecenderungan buat selalu mencari sesuatu di-luar diri anda. Anda musti membawa perhatian anda pada pernafasan tubuh anda dan mengkonsentrasikan pikiran pada sensasi itu. Begitu anda melepas wujud yang kasar, anda sebenarnya menjadi perasaan itu, menjadi ciri [Ciri (sign): objek-meditasi samatha adalah suatu “ciri” atau karakter atau sifat;sedang realitas ultimit adalah “tanpa-ciri” atau “kosong [dari ciri]” – ed.
itu sendiri. Ke dalam sesuatu apapun anda tercerap, maka anda bakal menjadi sesuatu tersebut untuk jangka waktu tertentu. Ketika anda benar-benar berkonsentrasi, maka anda benar-benar menjadi keadaan yang sangat tenang
itu sendiri. Anda telah menjadi ketenangan. Inilah yang kita sebut menjadi (becoming). Meditasi Samatha adalah sebuah proses menjadi.
Tapi sayangnya, bila anda menginvestigasinya,ketenangan itu bukanlah ketenangan yang [sungguh] memuaskan. Ada sesuatu yang hilang karena
kebergantungannya pada teknik, karena kemelekatannya dan memegang pada sesuatu yang masih berawal dan berakhir. Menjadi apapun anda, anda hanya bisa
menjadi untuk sementara waktu karena menjadi adalah sesuatu yang berubah. Bukan kondisi yang permanen.
Jadi menjadi apapun anda, maka anda juga akan Tak menjadi lagi. Ini bukanlah realitas ultimit. Setinggi apapun konsentrasi anda, tetap bakalan menjadi kondisi yang tak memuaskan. Meditasi Samatha memang membawa anda ke pengalaman yang sangat tinggi dan membahagiakan— namun itu pun akan berakhir.
Kemudian, bila anda berlatih meditasi vipassana selama satu jam berikutnya dengan hanya mindful dan membiarkan berlalu semuanya dan rela menerima segala ketakpastian (uncertainty), keheningan dan berakhirnya kondisi-kondisi, hasilnya adalah kedamaian (peaceful)— bukannya sekedar ketenangan (tranquil). Kedamaian itu adalah kedamaian sempurna. Lengkap. Bukan ketenangan dari samatha, yang memiliki ketaksempurnaan atau tak memuaskan mengenainya bahkan pada saat terbaiknyapun. Realisasi dari berakhirnya kondisi, semakin
anda mengembangkan dan memahami lebih dan lebih, membawa anda pada kedamaian sejati, ketidakmelekatan — Nibbana.
Jadi samatha dan vipassana adalah dua bagian dalam meditasi. — Samatha mengembangkan keadaan pikiran yang terkonsentrasi pada objek yang halus dimana kesadaran anda menjadi amat halus melalui konsentrasi itu. Namun dikarenakan begitu luar-biasa halusnya, dengan adanya intelek yang tinggi serta selera pada keindahan yang besar, membuat apapun yang kasar menjadi tak
tertahankan karena kemelekatan pada apa-apa yang halus (refined). Orang seperti itu, yang mengabdikan hidup mereka pada penghalusan, hanya akan menemukan hidup sebagai frustasi serta mengerikan manakala mereka tak
lagi mampu mempertahankan standar yang tinggi itu.

RASIONALITAS DAN EMOSI
Bila anda menggemari pikiran rasional serta melekat pada pelbagai ide dan persepsi, maka anda cenderung tak menyukai emosi. Anda bisa memperhatikan
kecenderungan ini; ketika anda mulai merasakan emosi, anda berkata, ‘Saya hendak membungkamnya. Saya tak mau merasakan hal-hal itu.’ Anda tidak suka untuk merasa-kan apapun, karena anda bisa mencapai semacam kegairahan (high) dari kemurnian intelektual serta kenikmatan berpikir rasional. Pikiran itu menggemari keadaannya yang logis dan terkendali, yang masuk akal.
Semuanya begitu bersih dan rapi serta pasti dan akurat seperti matematika — sedangkan emosi itu berceceran,tertebar di segala tempat, bukankah begitu? Emosi itu tidak pasti, tak rapi dan cenderung mudah lepas kendali.
Jadi sifat alami emosi itu acapkali tak disukai. Kita ngeri padanya. Sebagai contoh, pria sering merasa takut pada emosi karena pria dibesarkan untuk percaya bahwa
pria tidak boleh menangis. Sebagai anak lelaki, atau paling tidak pada generasi saya, kami diajari bahwa anak lelaki tidak menangis sehingga kami berusaha mengikuti standar tentang bagaimana seharusnya seorang lelaki berlaku.
Mereka akan berkata, ‘Kamu adalah anak lelaki’, dan kita berusaha untuk menjadi sesuai keinginan orang tua kita.
Ide-ide masyarakat mempengaruhi pikiran kita, dan oleh karena itu kita merasa emosi itu memalukan. Di sini di Inggris, umumnya orang merasa emosi itu memalukan.
Kalau anda menjadi sedikit terlalu emosional, mereka akan menganggap anda orang Italia atau orang bangsa lain.
Apabila anda sangat rasional dan telah memikirkan semuanya, maka anda tidak tahu apa yang mesti dilakukan bila orang menjadi emosional. Jikalau seseorang mulai menangis, anda berpikir, ‘Apa yang mesti saya lakukan?’
Barangkali anda berkata, ‘Eh, senyumlah; semuanya baik-baik saja. Semuanya akan baik-baik saja, tidak perlu menangis.’ Bila anda sangat melekat pada pikiran rasional,maka anda cenderung untuk mengesampingkannya dengan logika, tetapi emosi tidak tanggap pada logika.
Sering kali emosi bereaksi pada logika, tetapi mereka tidak tanggap padanya. Emosi adalah sesuatu yang sangat sensitif dan bekerja dengan cara yang terkadang tidak dapat kita pahami. Kalau kita tiada pernah benar-benar mempelajari atau mencoba memahami bagaimana rasanya hidup, dan benar-benar terbuka dan membolehkan diri kita menjadi sensitif, maka hal-hal yang emosional benar-benar menakutkan dan memalukan bagi kita. Kita tidak tahu apa artinya hal-hal itu karena kita sudah menolak sisi diri kita yang itu.
Pada ulang tahun tahun saya yang ketigapuluh, saya menyadari bahwa saya adalah orang yang belum berkembang secara emosional. Ini adalah ulang tahun yang
penting bagi saya. Saya sadar bahwa saya adalah orang yang sudah dewasa, matang — saya tak lagi menganggap diri saya muda, tetapi secara emosional, terkadang saya pikir saya masih berumur enam tahun. Saya benar-benar belum berkembang secara emosional. Walaupun saya dapat mempertahankan keseimbangan dan kehadiran sebagai pria dewasa dalam masyarakat, saya tidaklah
selalu berasa demikian. Saya masih memiliki perasaan tak pasti serta kengerian dalam pikiran. Menjadi semakin jelas bahwa saya musti melakukan sesuatu terhadapnya, karena pemikiran bahwa saya harus menghabiskan sisa hidup ini
dengan usia emosional enam tahun adalah gambaran yang cukup menyedihkan.
Di sinilah banyak orang dalam masyarakat kita mentok. Contohnya, masyarakat Amerika tidak memberikan kesempatan anda untuk berkembang secara emosional, untuk menjadi dewasa. Masyarakat Amerika tidak memahami kebutuhan itu sama sekali,sehingga mereka tidak menyediakan tata cara untuk
melewatinya. Masyarakat tidak menyediakan pengenalan ke dunia dewasa semacam itu. Anda diharapkan untuk tidak dewasa seumur hidup anda.
Anda memang mesti bertindak dewasa, tapi tidaklah menjadi dewasa.
Oleh karena itu, hanya beberapa orang yang menjadi dewasa.
Emosi tidak benar-benar dipahami, tiada terselesaikan — kecenderungan kekanak-kanakannya hanya ditekan dan bukannya dikembangkan menjadi kedewasaan.
Apa yang dilakukan meditasi adalah menawarkan sebuah kesempatan buat menjadi dewasa pada dataran emosional. Kedewasaan emosional yang sempurna akan berupa samma vayama, samma sati dan samma samadhi.
Ini adalah sebuah refleksi; anda takkan menjumpainya di buku manapun — ini untuk anda kontemplasikan.
Kedewasaan emosional yang sempurna terdiri dari Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar.
Ketiganya hadir ketika seseorang tiada lagi terperangkap pada fluktuasi dan naik-turunnya emosi, ketika seseorang memiliki keseimbangan dan kejernihan serta mampu menjadi reseptif dan sensitif.

SEMUANYA SEBAGAIMANA ADANYA
Dengan Usaha Benar, akan ada penerimaan (acceptance) yang tenang akan situasi yang ada dan bukannya panik yang timbul dari pemikiran bahwa semuanya bergantung pada saya untuk mengatur agar semua orang lempang, segalanya musti beres serta menyelesaikan masalah semua orang. Kita memang
melakukan yang terbaik, tetapi kita juga menyadari bahwa bukan tergantung kita untuk melakukan semuanya dan membuat semuanya menjadi baik.
Suatu ketika di Wat Pah Pong sewaktu saya masih bersama Ajahn Chah, saya bisa melihat bahwa banyak hal yang berjalan salah di biara. Jadi saya pun menghadap
beliau serta berkata, ‘Ajahn Chah, hal-hal ini berjalan salah; anda harus melakukan sesuatu mengenainya.’ Dia menatap saya sembari berkata, ‘Ooh, engkau sangat menderita, Sumedho. Kau sangat menderita … Itu akan berubah.’ Saya berpikir, ‘Wah, dia tidak peduli! Ini adalah vihara tempat ia mengabdikan hidupnya dan dia cuma membiarkannya rusak!’ — Tetapi beliau ternyata benar. Setelah beberapa
waktu semuanya pun mulai berubah, hanya dengan [sabar] bertahan dengannya, dan orang pun mulai tahu apa yang mereka lakukan. Terkadang kita hanya perlu membiarkan sesuatu hingga terperosok agar orang dapat mengerti dan mengalaminya sendiri. Kemudian kita pun dapat belajar bagaimana agar tak lagi terperosok.
Apakah anda mengerti apa yang saya maksud?
Terkadang situasi dalam hidup kita hanyalah demikian.
Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali membiarkannya; meskipun keadaan bertambah buruk, kita membiarkannya memburuk. Tetapi apa yang kita lakukan bukanlah sesuatu yang fatalistik atau negatif; ini adalah sejenis kesabaran – kepasrahan untuk bertahan terhadap sesuatu; membiarkannya berubah secara alami daripada dengan egois berusaha buat segera merapikan serta membersihkan segala sesuatu dikarenakan kebencian dan ketidaksukaan kita pada kekacauan.
Di kemudian hari, manakala seseorang memencet“tombol” kita, kita tidak selalu tersinggung, tersakiti atau sedih karena apa yang terjadi, atau bahkan terkoyak
dan remuk karena apa yang orang lain perbuat atau katakan. – Ada seseorang yang saya kenal; ia condong melebih-lebihkan segala sesuatu. Bila ada yang salah hari ini, ia akan berkata, ‘Saya benar-benar hancur total,cilaka!’ – padahal yang terjadi sebenarnya cuma masalah kecil. Namun pikirannya membesar-besarkan sehingga hal yang kecil saja dapat merusak dirinya seharian. Ketika kita memperhatikannya, kita seharusnya sadar bahwa ada ketidakseimbangan yang besar karena hal-hal kecil seharusnya tidak menghancurkan siapapun.
Saya menyadari bahwa saya mudah tersinggung,sehingga saya berikrar untuk tidak tersinggung. Saya memperhatikan bahwa saya mudah tersinggung oleh
hal-hal kecil, baik disengaja atau tidak. Kita dapat melihat betapa mudahnya untuk merasa sakit, terluka, tersinggung,sedih atau cemas — bagaimana sesuatu dalam diri kita selalu berusaha untuk menjadi manis, namun toh selalu merasa sedikit tersinggung karena ini atau sedikit terluka karena itu.
Dengan refleksi, kita dapat melihat bahwa dunia adalah tempat seperti itu; dunia adalah tempat yang sensitif. Dunia takkan selalu menyejukkan anda dan
membuat anda merasa bahagia, aman dan positif. Hidup penuh dengan hal-hal yang dapat menyinggung, menyakiti atau melukai. Inilah hidup. Ya demikianlah adanya. Bila seseorang berbicara dengan nada yang menyerang, anda akan merasakannya. Tetapi kemudian pikiran akan berlanjut dan tersinggung: ‘Oh benar-benar menyakitkan ketika ia mengatakan itu pada saya; anda tahu, nada
bicaranya tidaklah menyenangkan. Saya merasa terluka.
Saya tidak pernah melakukan apapun yang menyakitinya.’
Pikiran itu terus melipat ganda – anda telah dilukai, disakiti atau disinggung! Tetapi bila anda merenung, anda sadar bahwa itu hanya karena sensitifitas.
Ketika anda berkontemplasi dengan cara demikian,bukanlah berarti anda berusaha untuk tidak me-rasa-kan.
Bila seseorang bicara dengan nada yang tak ramah, bukan berarti anda tidak merasakannya sama sekali. Kita bukan berusaha untuk menjadi tak sensitif. Namun, kita hanya berusaha untuk tidak memberikan interpretasi yang salah, untuk tidak menganggapnya sebagai hal pribadi. [Menjadikan sebagai hal pribadi (take it personally): gampang tersinggung,gede-rumangsa, menganggap, mengkait-kaitkan segala sesuatu sebagai problem pribadi – ed.]
Memiliki emosi yang seimbang berarti bahwa orang-orang bisa saja mengatakan hal-hal yang menyinggung dan anda bisa menerimanya. Anda memiliki keseimbangan dan kekuatan emosional untuk tidak tersinggung, terluka atau hancur oleh apa yang terjadi dalam hidup.
Bila anda adalah seseorang yang selalu terluka atau tersinggung oleh hidup, maka anda harus terus melarikan diri dan bersembunyi, atau anda harus mencari
sekelompok penjilat dan hidup bersama mereka, yang akan berkata: ‘Ajahn Sumedho, anda sungguh sangat luar biasa.’ ‘Apakah saya benar-benar luar biasa?’ ‘Ya.’ ‘Ah, anda cuma berbasa-basi bukan?’ ‘Oh tidak, saya benar-benar tulus.’ ‘Tetapi orang di sana tidak menganggap saya luar biasa.’ ‘Dia itu bodoh!’ — ‘Ya, saya juga berpikir demikian’(!) — Kisahnya sama dengan kisah Baju Baru Raja (cerita anak-anak dimana raja telanjang karena dibohongi orang dan tidak ada yang berani memberitahunya) bukan? Anda harus mencari lingkungan khusus sehingga semuanya setuju dengan anda. Lingkungan yang aman dan tidak mengancam dengan cara apapun.

HARMONI
Ketika ada Usaha Benar, Perhatian-penuh Benar dan Konsentrasi Benar, maka seseorang menjadi berani.
Keberanian timbul karena tidak ada yang ditakuti.
Orang memiliki nyali untuk melihat sesuatu dan tidak menganggapnya dalam cara yang salah; seseorang memiliki kebijaksanaan untuk merenung dan merefleksi
hidup; seseorang memiliki rasa-aman dan keyakinan pada sila, yaitu kekuatan komitmen moral seseorang dan tekad buat melakukan yang baik dan pantang melakukan yang tak baik melalui tubuh dan ucapan. Dengan cara ini, semuanya
saling bergabung sebagai jalan menuju perkembangan.
Jalan ini sempurna karena semuanya saling membantu dan menyokong; tubuh, sifat alami emosional (sensitifitas perasaan), serta intelektual. Kesemuanya dalam harmoni yang sempurna, saling menyokong.
Tanpa harmoni ini, insting alami kita dapat menjadi tak terkendali. Bila kita tidak memiliki komitmen moral,maka insting akan mengendalikan kita. Sebagai contoh,
jika kita menuruti nafsu seksual tanpa acuan moralitas apapun, maka kita dapat terperangkap dalam segala hal yang dapat menyebabkan kebencian pada diri sendiri. Ada perselingkuhan, berganti-ganti pasangan, penyakit, serta semua gangguan dan kebingungan yang timbul dari tidak mengendalikan insting alami kita dengan batasan-batasan moral.
Kita dapat menggunakan intelektual kita buat menipu dan berbohong, bukan? tetapi ketika kita memiliki landasan moral, kita dibimbing oleh kebijaksanaan dan
samadhi, yang menuju pada keseimbangan dan kekuatan emosional. Tetapi kita tidak menggunakan kebijaksanaan untuk menekan sensitifitas. Kita tidak mendominasi emosi kita dengan memikirkan dan menekan emosi alami kita.
 Inilah yang cenderung dilakukan orang Barat;kita menggunakan pikiran rasional dan idealisme untuk mendominasi dan menekan emosi, sehingga menjadi tidak
sensitif terhadap segala sesuatu, terhadap hidup dan diri sendiri.
Namun, dalam latihan perhatian-penuh melalui meditasi vipassana, pikiran menjadi reseptif dan terbuka sepenuhnya sehingga pikiran memiliki kualitas kepenuhan dan mampu menerima semua. Dan karena pikiran terbuka,
maka ia juga reflektif. Ketika anda berkonsentrasi pada satu titik, pikiran tidak lagi reflektif — pikiran menjadi terserap dalam kualitas objek itu. Kemampuan reflektif
pikiran muncul melalui perhatian-penuh (mindfulness),kepenuhan-pikiran (whole-mindedness). Anda tidak menyaring atau memilih. Anda hanya mencatat bahwa
apapun yang berawal, — berakhir. Anda kontemplasikan bahwa bila anda melekat pada apapun yang berawal, ia bakal berakhir. Anda mengalami bahwa walaupun sesuatu mungkin menarik saat berawal, namun itupun berubah menuju pengakhiran. Kemudian rasa ketertarikan itu memudar dan kita harus menemukan hal lain lagi buat terserap di dalamnya.
Masalahnya mengenai manusia adalah kita harus menyentuh bumi, kita harus menerima batasan dari bentuk manusia dan kehidupan planet ini. Kemudian dengan hanya melakukan itu, maka jalan keluar dari penderitaan bukan hanya melalui keluar dari pengalaman manusia dengan hidup dalam keadaan kesadaran yang sangat halus, tetapi dengan menerima totalitas semua alam manusia dan Brahma melalui perhatian-penuh. Dengan cara ini, Sang Buddha menunjuk pada realisasi total dan bukannya pelarian diri sementara melalui penghalusan dan kecantikan. Inilah yang dimaksud Sang Buddha ketika beliau menunjukkan jalan ke Nibbana.

JALAN BERUNSUR DELAPAN SEBAGAI AJARAN REFLEKTIF
Dalam Jalan Berunsur Delapan, kedelapan elemen bekerja seperti delapan kaki yang menyokong anda.Kedelapan elemen itu bukan bekerja seperti: 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8 pada skala linear. Kedelapan elemen bekerja bersama-sama.
Anda tidak mengembangkan panna dulu dan baru ketika anda memiliki panna, anda mengembangkan sila,dan ketika sila sudah dikembangkan, baru anda memiliki samadhi. Bukankan ini yang kita pikirkan: ‘Anda harus punya satu, kemudian dua, kemudian tiga.’ Sebagai realisasi yang aktual, pengembangan Jalan Berunsur Delapan adalah pengalaman dalam satu saat, semuanya adalah
satu. Semua bagian bekerja sebagai satu pengembangan yang kuat; proses ini tidaklah linear — kita mungkin berpikir demikian karena kita hanya bisa memiliki satu pemikiran pada satu saat.
Semua yang telah saya katakan mengenai Jalan Berunsur Delapan dan Empat Kebenaran Arya hanyalah refleksi. Yang terpenting adalah anda merealisasi apa
yang secara aktual saya kerjakan ketika saya merefleksi daripada berusaha memegang apa yang saya katakan. Ini adalah proses yang membawa Jalan Berunsur Delapan merasuk ke dalam benak anda, menggunakannya sebagai
ajaran reflektif sehingga anda dapat mengetahui maksud sebenarnya. — Janganlah merasa tahu hanya karena mampu mengucapkan, ‘Samma ditthi berarti Pengertian Benar. Samma sankappa berarti Pemikiran Benar.’ Ini adalah
pemahaman intelektual. Seseorang mungkin berkata, ‘Oh tidak, menurut saya samma sankappa berarti. . . .’ Dan anda menjawab, ‘Bukan, bukan, dalam buku dikatakan sebagai Pemikiran Benar. Anda salah mengerti.’ — Ini bukanlah
refleksi.Kita bisa saja menerjemahkan samma sankappa sebagai Pemikiran atau Sikap atau Niat Benar; kita bisa menjajal dari pelbagai segi. Kita boleh menggunakannya sebagai alat untuk perenungan, daripada berpikir bahwa
artinya mutlak-tetap serta harus diterima secara ortodox, yaitu bahwa semua variasi dari interpretasi yang persis adalah tak layak. Terkadang kita berpikir dengan cara yang kaku itu, tetapi kita berusaha melampaui cara berpikir itu
dengan mengembangkan pikiran yang keliling mengitar,melihat, menyelidiki, mempertimbangkan, bertanya-tanya dan merefleksi.
Saya berusaha mendorong anda agar lebih berani untuk mempertimbangkan dengan bijaksana mengenai bagaimana seharusnya sesuatu, daripada menunggu
ada orang yang memberitahu kapan anda siap untuk pencerahan. Tetapi sebenarnya, ajaran Sang Buddha adalah untuk tercerahkan sekarang juga daripada melakukan sesuatu untuk menjadi tercerahkan. Ide bahwa anda harus melakukan sesuatu untuk menjadi tercerahkan hanya dapat timbul dari pengertian salah. Bila demikian maka pencerahan hanyalah kondisi lain yang tergantung pada hal lain – jadi itu bukanlah pencerahan yang sebenarnya.
Ini hanyalah persepsi akan pencerahan. Namun, saya bukan berkata mengenai persepsi apapun melainkan mengenai menjadi awas (alert) terhadap bagaimana
segala sesuatu apa adanya. “Saat ini” adalah yang bisa kita amati secara nyata: kita belum bisa mengamati “esok”, dan kita pun hanya dapat mengingat hari kemarin. Latihan Buddhisme adalah sangat langsung, yakni: “saat ini” dan
“di sini”, melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.
Sekarang bagaimana kita melakukannya? Ya, pertama-tama kita mesti melihat keraguan dan ketakutan-ketakutan kita — karena kita begitu melekat pada
pandangan-pandangan dan opini sehingga membuat kita bimbang terhadap apa yang kita lakukan. Seseorang mungkin mengembangkan keyakinan yang salah
dengan mempercayai bahwa mereka telah tercerahkan.
Tetapi mempercayai bahwa anda tercerahkan atau tidak tercerahkan, keduanya adalah khayalan. Apa yang saya maksud adalah menjadi tercerahkan daripada Cuma mempercayainya. Dan untuk itu, kita perlu terbuka terhadap segala sesuatu sebagaimana adanya.
Kita mulai dengan segala sesuatu sebagaimana adanya saat ini – seperti pernafasan tubuh kita. Apa hubungan itu dengan Kebenaran, dengan pencerahan?
Apakah maksudnya dengan mengamati nafas maka saya tercerahkan? Tetapi semakin anda mencoba memikir-mikir dan mengira-ngira apa itu sebenarnya, anda merasa semakin tak pasti dan tak aman. Apa yang bisa kita lakukan dalam bentuk yang konvensional ini hanyalah melepas,membiarkan khayalan-khayalan (delusions) pergi berlalu.
Inilah latihan Empat Kebenaran Ariya dan pengembangan Jalan Berunsur Delapan.

Tidak ada komentar: