Oleh
Bhante Dhammavuddho Maha Thera
Namo
Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa..
Pentingnya
Sutta-Vinaya
Pada
masa sekarang ini, terdapat perkembangan beragam buku-buku Buddhis. Mempelajari
buku-buku ini secara tidak terelakkan akan mengakibatkan para pembaca mengikuti
beberapa pandangan dan interpretasi pribadi para penulis terhadap apa yang
sebenarnya Sang Buddha ajarkan, yang bisa membawa pada pandangan salah. Di lain
pihak, ada beberapa guru meditasi yang menasehatkan murid-murid mereka untuk
sama sekali tidak belajar Dhamma tetapi hanya bermeditasi.
Sebenarnya
apa yang mereka sarankan kepada murid-murid mereka itu adalah hanya untuk
mendengarkan mereka saja. Menghindari kedua ekstrim ini, kita seharusnya
mempraktekkan jalan tengah yang diajarkan Sang Buddha – menyelidiki/meneliti
ajaran-ajarannya dan berlatih sebaik mungkin Jalan Ariya Berunsur Delapan,
seperti yang telah Beliau nasehati.
Pentingnya
khotbah-khotbah sang Buddha untuk praktik Dhamma baik para umat awam maupun
para bhikkhu hampir tidak dapat dilebih-lebihkan.
Sang
Buddha memperingatkan pada masa depan ketika orang-orang akan menolak untuk
mendengarkan khotbahnya (Sutta-Sutta). Samyutta Nikaya
Sutta
20.7 : “… di masa depan, Sutta-Sutta yang diucapkan oleh Tathagata,
yang
mengandung arti yang amat sangat dalam & halus, melampaui hal-hal
duniawi,
berhubungan dengan kekosongan; kepada hal-hal ini ketika
diucapkan,
mereka tidak akan mendengar, tidak mengondisikan telinga yang siap untuk
mendengar,tidak bersedia untuk memahami,mengulangi,dan menguasainya.
Tetapi
khotbah-khotbah yang di buat penyair /penyajak yang merupakan puisi/sajak
belaka,percampuran dari kata-kata dan ungkapan- ungkapan yang bertentangan(di
luar ajaran-ajaran Sang Buddha),ungkapan para pemula:kepada hal-hal ini ketika
di ucapkan mereka akan mendengar,akan mengondisikan telinga yang siap untuk
mendengar ,bersedia untuk memahaminya,mengulangi,dan menguasainya.
Demikianlah
para Bhikkhu,bahwasanya,Sutta-Sutta yang di ucapkan oleh Tathagatha,mengandung
arti yang sangat dalam dan halus,melampaui hal-hal duniawi,berhubung dengan
kekosongan ini,akan hilang.
Oleh karena itu,para Bhikkhu,Latihlah diri kalian seperti berikut : kepada Sutta-Sutta inilah kami akan mendengarkan, akan mengondisikan telinga yang siap untuk mendengar ,bersedia untuk memahaminya,mengulangi,dan menguasainya.
Oleh karena itu,para Bhikkhu,Latihlah diri kalian seperti berikut : kepada Sutta-Sutta inilah kami akan mendengarkan, akan mengondisikan telinga yang siap untuk mendengar ,bersedia untuk memahaminya,mengulangi,dan menguasainya.
Daripada
mempelajari Sutta-Sutta itu saja,banyak yang lebih menyenangi untuk membaca
buku-buku yang lain atau mendengarkan ajaran-ajaran lain yang mana, mungkin tidak sejalan dengan
Sutta-Sutta.
Hasil
yang merusak yang berdampak pada hal-hal ini :
(1) Ajaran asli (Sutta-Sutta) akan hilang dan
(2) Orang-orang akan memperoleh pemahaman yang salah tentang Dhamma
NIKAYA - NIKAYA
(1) Ajaran asli (Sutta-Sutta) akan hilang dan
(2) Orang-orang akan memperoleh pemahaman yang salah tentang Dhamma
NIKAYA - NIKAYA
Sutta-Sutta
terdapat di dalam Sutta Pitaka (Kumpulan Sutta-Sutta), yang mana mencakup lima
kumpulan (Nikaya-Nikaya). Di antara ini, ke-empat yang pertama adalah:
(I)
Digha Nikaya terdiri dari tiga buku,
khotbah-khotbah yang panjang
isinya
(34 Sutta);
(ii)
Majjhima Nikaya terdiri dari tiga
buku, khotbah-khotbah yang menengah-panjang isinya (152 Sutta)
(iii)
Samyutta Nikaya terdiri dari sekitar
2000 khotbah-khotbah pendek dalam lima buku; dan
(iv)
Anguttara Nikaya terdiri dari
sekitar 2000 khotbah-khotbah pendek dalam lima buku.
Khuddaka
Nikaya,
yang kelima, adalah kumpulan yang ‘minor’ atau ‘kecil’.
Walaupun
dinyatakan “kecil”, pada kenyataannya adalah yang terbanyak dimana banyak buku
telah ditambahkan selama berjalannya waktu. Buku tersebut telah berkembang
menjadi 15 buku menurut versi Thailand dan Sri Lanka. Pada tahun 1956, sidang
Sangha di Burma menambahkan lagi tiga buku lainnya, yang bukan merupakan
kata-kata Sang Buddha sendiri.
Ketiga
tambahan tersebut adalah Milinda Panha,
Petakopadesa dan Nettipakarana.
Demikianlah
Khuddaka Nikaya tumbuh dari kumpulan kecil menjadi kumpulan besar! Di masa
depan, katakan saja dalam kurun waktu 500 atau 1000 tahun, hal ini sudah pasti
menciptakan lebih banyak kebingungan. Di luar dari delapan belas buku yang ada
sekarang ini, mungkin hanya enam saja yang dapat diandalkan dimana mereka tidak
bertentangan dengan keempat Nikaya-Nikaya yang pertama tersebut. Keenam buku
yang bisa diandalkan itu adalah Dhammapada,
Sutta Nipata, Theragatha, Therigatha, Itivuttaka dan Udana.
Sebagai
umat Buddhis, kita seharusnya mengenali Sutta-Sutta dan jika mungkin mempunyai
buku sendiri. Adalah fakta yang menyedihkan dimana kita jarang menemukan umat
Muslim tanpa memiliki Quran atau umat Kristen tanpa memiliki Alkitab, tetapi
masih saja kita temui banyak umat Buddhis tanpa memiliki buku Nikaya-Nikaya.
Dhamma
Vinaya Adalah Guru Kita
Sekarang ini, ajaran-ajaran Sang Buddha sering disebut sebagai Tipitaka atau Tripitaka (tiga kumpulan), walaupun mereka disebut “Dhamma- Vinaya” oleh Sang Buddha di dalam khotbah-khotbahnya. Di Sutta Anguttara Nikaya 4.180, Sang Buddha secara khusus merujuk Dhamma sebagai Sutta (khotbah). Vinaya adalah peraturan kedisiplinan bhikkhu/bhikkhuni. Di dalam Nikaya, juga dinyatakan bahwa Sutta adalah “Saddhamma” yang berarti “Dhamma yang asli”. Dhamma yang asli diwujudkan dalam Sutta kumpulan tertua Sang Buddha yang terdapat di dalam Digha, Majjhima, Samyutta dan Anguttara Nikaya, dan ke-6 buku dari Khuddaka Nikaya yang disebutkan di atas. Nikaya-Nikaya ini secara umum diterima oleh semua aliran-aliran Buddhis sebagai ajaran-ajaran asli Sang Buddha, tidak seperti buku-buku lain yang kontroversial karena mereka mengandung beberapa pertentangan dengan Nikaya-Nikaya. Sutta kumpulan tertua di dalam Nikaya-Nikaya adalah sangat konsisten dan mengandung makna kebebasan dari penderitaan.
Di
dalam Maha Parinibbana Sutta (Digha Nikaya Sutta 16), yang berisi detail
kemangkatan
Sang Buddha, Sang Buddha menasehati para bhikkhu:
“Dhamma-Vinaya
apapun yang telah aku tunjukkan dan rumuskan untuk kalian,
itu akan menjadi Guru kalian ketika aku tiada”. Ini adalah pernyataan yang
sangat penting dimana maknanya telah diabaikan oleh banyak umat Buddhis.
Karena banyak umat Buddhis tidak pernah mendengar nasehat ini atau
mengerti maknanya. Mereka mencari kemana-mana seorang guru, guru
yang bisa dibanggakan dan disombongkan tentang pencapaiannya, dll. Beberapa
bahkan berkeliling separuh dunia atau lebih di dalam pencarian mereka tersebut.
Orang-orang
ini menciptakan sesosok kepribadian untuk dipuja berdasarkan kebaikan yang
dirasakan dari guru tersebut daripada Dhamma-Vinaya itu sendiri. Di dalam
beberapa kasus setelah bertahun-tahun, guru mereka tiada dan meninggalkan
mereka sendirian. Meskipun waktu berjalan, pengikut-pengikut tersebut tidak
membuat banyak kemajuan dan telah gagal merasakan intisari/pokok dari Dhamma.
Mereka akan merasa kosong, kehilangan. Oleh sebab itu, kita harus selalu mengingat
bahwa Dhamma-Vinaya adalah guru kita yang terutama.
Selanjutnya,
di Digha Nikaya Sutta 16, Sang Buddha berkata: “para bhikkhu,
jadilah
pelita untuk diri kalian sendiri, jadilah pelindung untuk diri kalian sendiri,
dengan tiadanya pelindung yang lain. Jadikanlah Dhamma sebagai pelita kalian,
jadikan Dhamma sebagai pelindung mu, dengan tiadanya pelindung yang lain.”
Dengan kata lain, kita harus semata-mata tergantung pada diri kita sendiri dan
pada kata-kata Sang Buddha.
Kata-kata
Sang Buddha Diutamakan
Mari kita mempertimbangkan apa yang terjadi setelah kemangkatan Sang Buddha. Sekitar 100 tahun setelah Sang Buddha memasuki Parinibbana, konflik muncul diantara para bhikkhu. Oleh karenanya. Sidang Sangha yang ke-2 diadakan untuk memecahkan perbedaan-perbedaan ini. 10 topik pembahasan diperdebatkan, salah satu diantaranya berhubungan dengan apakah kita harus selalu mengikuti nasehat dari Guru kita. Pada kasus ini, telah diputuskan bahwa jika ajaran-ajaran seorang bhikkhu atau instruksiinstruksinya adalah sesuai dengan ajaran-ajaran Sang Buddha (misalnya kumpulan-kumpulan Sutta tertua dan Vinaya), maka kata-katanya seharusnya diikuti. Tetapi, jika instruksi-instruksinya bertentangan dengan
ajaran-ajaran
Sang Buddha, mereka seharusnya diabaikan.
Demikianlah
Sidang Sangha ke-2 mengambil peranan mengenai masalah ini sangat jelas dan
pasti: kata-kata Sang Buddha menjadi teladan melebihi kata-kata bikkhu manapun.
Umat Buddhis oleh karena itu harus mengenal Sutta-Sutta jadi mereka bisa
menilai apakah instruksi-instruksi para bhikkhu atau beberapa guru lainnya
adalah sesuai dengan ajaran-ajaran Sang Buddha. Inilah sebabnya mengapa umat
Buddhis harus selalu mengingat Dhamma-Vinaya sebagai Guru mereka yang terutama;
khusus untuk umat awam, kumpulan Sutta tertua di dalam Nikaya-Nikaya.
Berlindunglah
Hanya Pada Buddha,
Dhamma
Dan Sangha.
Di dalam Sutta, Sang Buddha merujuk seorang bhikkhu sebagai seorang kalyanamitta (teman baik). Seorang bhikkhu adalah seorang teman baik yang mengenalkan kamu kepada ajaran-ajaran Sang Buddha dan mendorong kamu ke dalam jalan spiritual. Bagaimanapun juga, kamu sendiri yang harus mengambil tiga perlindungan (misalnya keyakinan) kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Tetapi sekarang ini, beberapa orang telah menambah perlindungan ke-4 (misalnya berlindung kepada seorang bhikkhu atau seorang guru), yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Sang Buddha. Hal ini dibuat sangat jelas di dalam Sutta-Sutta.
Sebagai
contoh, di Majjhima Nikaya Sutta 84, terdapat seorang Arahat yang
mengajar
dengan sangat mengesankan dan seorang raja meminta untuk berlindung kepadanya.
Arahat itu membalas bahwa perlindungan tidak bisa dilakukan kepadanya tetapi
hanya kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Raja
itu kemudian bertanya dimana gerangan Sang Buddha.
Arahat
itu menjelaskan bahwa sang Buddha telah memasuki Parinibbana,
tetapi
walaupun demikian, orang-orang masih seharusnya berlindung pada Buddha, Dhamma,
dan Sangha. Ini menunjukkan bahwa kita harus selalu mengakui Sang Buddha
sebagai Guru kita yang terutama, yang sekarang diwujudkan dalam ajaran-ajaran
Beliau (Dhamma-Vinaya) Dhamma merujuk kepada Sutta-Sutta. Sangha adalah
komunitas bhikkhu/bhikkhuni, idealnya adalah mereka yang Mulia (Ariya) .
Guru
Yang Termasyhur Bisa
Mempunyai
Pandangan-pandangan Salah.
Sangat sulit untuk membedakan antara seorang Ariya dengan yang bukan Ariya, dan kita tidak bisa tergantung pada desas-desus itu sendiri. Berbagai rekomendasi tentang bhikkhu ini dan itu adalah bhikkhu yang terkenal yang memiliki banyak pencapaian tinggi, dll adalah tidak bisa diandalkan.
Seperti
yang dinyatakan Sang Buddha di Anguttara Nikaya Sutta 5.88, ada kemungkinan
bahwa seorang bhikkhu termasyhur dengan status yang sangat senior, dengan
pengikut umat awam dan bhikkhu/bhikkhuni dalam jumlah besar, dan sangat
terpelajar dalam kitab suci, bisa mempunyai pandangan salah. Sang Buddha
memberikan kita peringatan ini di masa depan (misalnya sekarang ini) seperti
yang Beliau lihat dan ketahui bahwa bhikkhu-bhikkhu seperti ini tidak bisa
diandalkan. Oleh karena itu, Sutta-Sutta (dan vinaya anggota Sangha) harus
diandalkan dan dijadikan Guru kita yang terutama. Guru-guru lain hanya bisa
menjadi teman spiritual saja.
Di
Anguttara Nikaya Sutta 4.180, Sang Buddha mengajarkan wewenang besar. Beliau
mengajarkan bahwa ketika bhikkhu manapun yang berkata ini dan itu adalah
ajaran-ajaran Sang Buddha, kita harus tanpa menolak atau menyetujui kata-kata
mereka, bandingkan kata-kata tersebut dengan Sutta-Sutta dan Vinaya. Jika apa
yang mereka katakan tidak sesuai dengan Sutta-Sutta dan Vinaya, kita seharusnya
menolak mereka. Lagi, ini mengilustrasikan bagaimana pemahaman yang kokoh
terhadap Sutta-Vinaya adalah pedoman yang bisa diandalkan terhadap apa yang sebenarnya
diajarkan Sang Buddha. Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk membedakan
antara seorang guru yang mengajari Dhamma yang asli dan ajaran lainnya yang
memiliki pandangan-pandangan salah.
Makna
Penting Dari Saddhamma
Di Samyutta Nikaya Sutta 16.13, Sang Buddha memperingatkan bahwa Dhamma yang asli akan bertahan (tidak dipalsukan/dicampur) untuk 500 tahun setelah Pari Nibbana Beliau. Setelah itu, akan menjadi sangat sulit untuk membedakan ajaran-ajaran yang asli dari yang palsu. Mengapa?
Karena
walaupun banyak dari buku-buku yang muncul belakangan yang berisi banyak
Dhamma, beberapa adhamma (misalnya yang bertentangan dengan Dhamma) telah
ditambahkan disana-sini. Perubahan yang tersebar disana-sini disepanjang teks
hanya bisa diketahui jika seorang cukup jeli dan benar-benar mengenal kumpulan
Sutta tertua. Jika tidak, seseorang akan merasa sangat sulit untuk membedakan
buku-buku yang muncul belakangan dari yang lebih awal.
Analogi
Perdagangan Emas
Di dalam Sutta yang serupa ini, Sang Buddha menyamakan situasi ini pada perdagangan emas. Beliau berkata pada saat itu orang-orang masih ingin membeli emas karena hanya emas murni yang dijual di pasaran. Tetapi suatu hari, orang-orang mulai membuat emas palsu dengan dengan kualitas yang membuatnya tidak bisa dibedakan dari emas murni. Dalam keadaan ini, orang-orang akan menjadi waspada. Mereka menjadi enggan untuk membeli emas karena mereka takut apa yang mereka beli mungkin emas palsu. Dengan cara yang sama. Sang Buddha berkata di masa depan Dhamma akan menjadi tercemar. Ketika itu terjadi, akan sangat sulit membedakan Dhamma yang Asli dari yang palsu, dan orang-orang akan kehilangan ketertarikan dalam Dhamma. Oleh karena itu, kita seharusnya benar-benar tekun untuk mencari tahu Dhamma yang asli, dan tidak
menjadi
bingung.
Pentingnya
Pandangan Benar
Mengapa sangat penting untuk memastikan bahwa kita hanya mempelajari Dhamma yang asli? Kita tahu bahwa satu-satunya jalan keluar dari Samsara (lingkaran kelahiran) seperti yang diajarkan Sang Buddha adalah Jalan Ariya berunsur Delapan. Majjhima Nikaya Sutta 117 menyatakan bahwa Jalan Ariya Berunsur Delapan dimulai dari Pandangan Benar. Tanpa Pandangan Benar seseorang belum memasuki Sang Jalan.
Menurut
Sutta ini, Pandangan Benar akan menuntun ke Pikiran Benar, dan itu
akan menuntun ke Perkataan Benar, Perkataan Benar akan menuntun ke Perbuatan
Benar, seterusnya akan menuntun ke Penghidupan Benar, yang menuntun ke Usaha
Benar. Akhirnya Usaha Benar akan menjadi dasar Perenungan Benar yang menuntun
pada Konsentrasi Benar. Dengan cara ini, didasari oleh Pandangan Benar,
faktor-faktor dari Jalan Ariya Berunsur Delapan dilatih dan dikembangkan satu
demi satu.
Samyutta
Nikaya Sutta 45.1.8 juga menyatakan bahwa seseorang dengan Pandangan Benar
memahami Empat Kesunyataan Mulia. Jika seseorang memahami sepenuhnya
Kesunyataan Mulia dia akan menjadi seorang Arahat atau Pacceka Buddha, atau
bahkan seorang Sammasambuddha.
Bahkan
pemahaman yang terhitung dangkal terhadap Kesunyataan Mulia akan memungkinkan
seseorang menjadi seorang Ariya, yang suci.
Pandangan
Benar adalah kondisi pemasuk arus. Anguttara Nikaya Sutta 9.20, 10.63, dan
Samyutta Nikaya Sutta 13.1 menegaskan bahwa Sotapanna diberkati dengan
Pandangan Benar. Secara jelas, hal pertama yang harus diperoleh seseorang dalam
pelatihan Jalan Arya Berunsur Delapan adalah Pandangan Benar. Pandangan Benar
adalah sangat penting.
Manfaat-manfaat
Mendengarkan Dhamma
Sang Buddha menyebut pengikut-pengikutnya savaka (pendengar), menekankan betapa pentingnya mendengarkan Sutta-Sutta dan Vinaya menunjukkan dengan jelas bahwa semua orang yang mencapai tingkat pertama dari pencapaian kesucian adalah dengan mendengarkan khotbah-khotbah Sang Buddha. Sekarang ini, kita sangat beruntung memiliki khotbah-khotbah Sang Buddha, persis seperti yang Beliau ceramahkan, di dalam Nikaya-Nikaya. Membaca Sutta-Sutta ini dapat
disamakan
dengan duduk di dekat Sang Buddha dan mendengarkan Beliau.
Di
Digha Nikaya Sutta 14, Sang Buddha menyatakan bahwa enam Buddha muncul selama
91 putaran dunia, dapat dikatakan, secara rata-rata,seorang Buddha muncul
sekali setelah 10 putaran dunia. Sang Buddha memberikan kiasan yang
mengilustrasikan tidak terbayangkan panjangnya jangka waktu satu putaran dunia
(Samyutta Nikaya 15.1.5). Sungguh jarang terdapat seorang Sammasambuddha. Kita
beruntung hidup di masa kejayaan Dhamma! Hidup pada masa sekarang adalah sama
bagusnya dengan hidup pada masa Sang Buddha. Pada kenyataannya, jika kita hidup
pada masa tersebut, mungkin kita tidak mampu mengenal sebanyak Sutta seperti
yang bisa kita dapati sekarang, ketika khotbah-khotbah (sekitar 5000) tersedia
dalam bentuk buku.
Sotapatti
(Pemasuk Arus)
Dicapai
Dengan Mendengarkan Dhamma
Di Anguttara Nikaya Sutta 5.202, disebutkan terdapat 5 keuntungan dari mendengarkan Dhamma. Salah satu darinya adalah memperoleh Pandangan Benar. Karena memperoleh Pandangan Benar adalah sinonim dengan pencapaian kesucian, maka jelas bahwa mendengarkan Dhamma bisa membuat seseorang menjadi siswa Ariya.
Majjhima
Nikaya Sutta 43 menyatakan bahwa 2 kondisi diperlukan untuk
munculnya
Pandangan Benar yakni:
(I)
Mendengarkan Dhamma
(ii)
Perhatian/pertimbangan yang seksama (yoniso manasikara)
Ini
adalah penegasan ke-2 bahwa pemasuk arus (tingkat kesucian 5 pertama) bisa
dicapai dengan mendengarkan Dhamma. Di Samyutta Nikaya Sutta 46.4.8, Sang
Buddha memberikan penegasan lain, Beliau berkata bahwa ketika seseorang
mendengarkan Dhamma dengan perhatian penuh, 5 penghalang (nivarana) tidak
muncul dan 7 faktor pencerahan (bojjhanga) dipenuhi. Ini adalah kondisi-kondisi
untuk menjadi seorang Ariya. Oleh karena itu, jika kita mendengarkan Dhamma
dengan perhatian penuh kita bisa menjadi Ariya.
Anguttara
Nikaya Sutta 10.75 memberitahukan tentang orang yang belajar
diselamatkan
oleh Dhamma:”… karena ia telah mendengar (savanena), ia telah banyak belajar
(bahusacca), ia telah menembus pandangan, ia memenangkan sebagian
pembebasan…telinga untuk Dhamma (dhammasota) menyelamatkan orang ini. ”Telah
banyak belajar (bahusacca), ia telah menembus pandangan, ia memenangkan
sebagian pembebasan…telinga untuk Dhamma (dhammasota) menyelamatkan orang ini.”
Kata
Sotapatti terdiri dari sota yang berarti “pemasuk” atau “telinga”, dan
apatti
berarti “memasuki ke dalam”. Biasanya, Sotapatti diterjemahkan
sebagai
“pemasuk arus” tetapi juga bisa berarti “telinga yang memasuki” –
yang
dalam pengertiannya, telinga yang menembusi Dhamma,
pendekatan
pembelajaran dari Sutta-Sutta menyarankan bahwa
terjemahan
belakangan juga berlaku karena murid-murid Sang Buddha
dipanggil
savaka atau pendengar (dari Dhamma), dan Beliau secara umum
merujuk
mereka sebagai “Siswa Ariya” di dalam Sutta (misalnya Anguttara
Nikaya
Sutta 4.58 dan 5.41). Samyutta Nikaya Sutta 55.6.5 menjelaskan 4
faktor
yang diperlukan untuk menjadi sotapatti (sotapattiyangani) yakni.
(i)
Bergaul dengan orang yang bijaksana, misalnya orang-orang yang
mengerti Dhamma yang asli,
(ii)
Mendengarkan Dhamma yang asli,
(iii)
Perhatian/pengamatan yang seksama, dan
(iv)
Mempraktekkan Dhamma sesuai dengan Dhamma, misalnya
menjalani hidup sesuai dengan Dhamma –
contohnya, menjaga sila, dll.
Lebih
jauh lagi, kita menemukan dalam Sutta dan Vinaya bahwa semua
orang
yang mencapai buah pemasuk arus (Tingkat Pertama) adalah dengan
mendengarkan
Dhamma. Orang-orang seperti ini dikatakan telah meraih
mata
Dhamma (dhammacakkhu), yang dijelaskan Sutta-Sutta sebagai kesadaran bahwa
“semua yang merupakan subyek dari timbulnya sesuatu/kelahiran, adalah subyek
dari penghentian/kematian”. Orang seperti ini juga dikatakan memiliki
“pemahaman (dasar) Dhamma,melampaui keraguan, dan menjadi tidak bergantung pada
yang lainnya mengenai ajaran-ajaran Sang Buddha”.
Sotapanna
Dan Sakadagami
Tidak
Membutuhkan Konsentrasi Yang Sempurna.
Di Anguttara Nikaya Sutta 3.85 dan 9.12, Sang Buddha mengatakan bahwa Sotapanna dan Sakadagami (tingkat kesucian 1 & 2) mempunyai sila yang
sempurna.
Tingkat kesucian ke-3 Anagami mempunyai sila yang sempurna
dan
konsentrasi sempurna. Tingkat kesucian ke-4 Arahat mempunyai sila yang
sempurna, konsentrasi yang sempurna dan kebijaksanaan sempurna.
Ke-2
Sutta ini menunjukkan bahwa pencapaian tingkat Anagami dan Arahat
harus
memiliki konsentrasi yang sempurna, yang mana selalu ditegaskan sebagai empat
(rupa) jhana atau pikiran yang mencapai satu titik (kemanunggalan pikiran) oleh
Sang Buddha di dalam Sutta-Sutta (misalnya Samyutta Nikaya Sutta 45.1.8 dan
45.3.8). Kembali lagi, hal ini dijelaskan lebih lanjut di Majjhima Nikaya Sutta
64 yang mengatakan dengan jelas bahwa tidak mungkin bagi seorang untuk meraih
kesucian Anagami ataupun Arahat tanpa mencapai jhana terdahulu. Sangat menarik
untuk kita perhatikan bahwa Sotapanna dan Sakadagami tidak secara khusus mempunyai
konsentrasi yang sempurna (misalnya jhana bukanlah prasyarat). Perbedaan antara
kedua pencapaian ini adalah Sakadagami telah mengurangi lebih banyak
nafsu/birahi, kebencian dan kebodohan dibanding
Sotapanna.
Pengurangan
nafsu birahi, kebencian dan kebodohan membutuhkan tingkat-tingkat Samadhi
tertentu (konsentrasi) karena kekotoran-kekotoran bathin berhubungan dengan 5
penghalang (pencapaian Samadhi yang sempurna menghasilkan pelepasan
penghalangpenghalang ini). Dua dari penghalang-penghalang ini adalah hasrat
sensual (sama dengan nafsu/birahi), dan niat jahat (berhubungan dengan kebencian).
Lebih jauh lagi hal ini menguatkan bahwa pemasuk arus bisa dicapai dengan
mendengarkan Dhamma disertai perhatian/pengamatan yang seksama.
Dan
kita menemukan di Sutta-Sutta dan Vinaya bahwa banyak yang datang
untuk
mendengarkan ajaran Sang Buddha untuk pertama kalinya memperoleh buah pemasuk
arus. Juga, Samyutta Nikaya 55.1.2 menyatakan bahwa ciri-ciri dari Sotapanna
adalah keyakinan yang tidak tergoyahkan kepada Sang Buddha, Dhamma dan Sangha,
dan juga sila yang sempurna.
Tidak
disebutkan tentang meditasi.
Tingkat
Sotapanna
Secara
Relatif Tidak Sulit Untuk Dicapai.
Anguttara Nikaya Sutta 3.9.85 menyatakan bahwa walaupun mempunyai sila yang sempurna, Para Ariya masih memiliki pelanggaran minor terhadap sila-sila. Sebagai contoh, Samyutta Nikaya Sutta 55.3.4 menyebutkan kematian seorang suku Sakya yang bernama Sarakani, yang mana setelah itu Sang Buddha mengumumkan bahwa Sarakani telah mencapai tingkat Sotapanna saat kematiannya. Ini sangat mengganggu sejumlah orang-orang karena Sarakani diketahui telah gagal dalam
latihannya
dan menjadi peminum.
Orang-orang
menjadi marah karena Sang Buddha menyebut Sarakani seorang Sotapanna walaupun
belakangan telah menjadi peminum . Ini kelihatannya menunjukkan bahwa mereka
mengetahui Sarakani adalah seorang peminum yang cukup berat. Orang-orang sangat
sulit mempercayai bahwa ia adalah seorang Sotapanna. Ketika Sang Buddha diberitahukan
bahwa banyak orang tidak percaya Sarakani telah mencapai Sotapanna, Sang Buddha
mengatakan:”… mengapa, Mahanama, jika saja pohon-pohon Sala yang besar di sini
bisa mengetahui mana yang baik (sesuai dengan Dhamma) dan mana yang tidak
(bertentangan dengan Dhamma),
saya akan menyatakan bahkan pohon-pohon besar ini Sotapanna… yang menuju pada
pencerahan. Terlebih lagi jika saya menyatakan Sarakani dari Suku Sakya menjadi
salah satunya…”
Kejadian
ini menunjukkan bahwa tingkat Sotapanna tidak sesulit pencapaiannya seperti
yang dipikirkan banyak orang. Masalahnya mungkin saja terletak pada mereka yang
tidak cukup berusaha untuk mempelajari Sutta-Sutta, yang merupakan pedoman
terbaik kita atau guru (seperti yang dinasehatkan oleh Sang Buddha) untuk
Pandangan Benar.
Majjhima
Nikaya Sutta 14 memberitahukan bagaimana seorang sepupu dari Sang Buddha,
Mahanama, datang untuk menjenguk Sang Buddha dan berkata dia telah mempelajari
Dhamma untuk waktu yang lama dan mengetahui bahwa ketamakan, kebencian dan
kebodohan adalah kekotoran-kekotoran batin. Masih saja, dia mengatakan bahwa
kadang-kadang dia tidak bisa menguasai pikirannya ketika diselimuti oleh kekotoran-kekotoran
batin ini. Dia bertanya kepada Sang Buddha apakah ini disebabkan adanya
beberapa keadaan-keadaan yang belum dia lepas
dari
dalam?
Sang
Buddha mengatakan bahwa bahkan seorang siswa Ariya telah melihat
dengan
kebijaksanaan bahwa ketamakan, kebencian dan kebodohan adalah salah, dia
mungkin masih akan tertarik pada kenikmatan indera kecuali dia telah mencapai
piti (kegiuran) dan sukha (kebahagiaan). Piti dan sukha adalah faktor-faktor
dari tingkat jhana. Jhana bisa diterjemahkan sebagai “keadaan mental yang
cemerlang” ketika pikiran menjadi terang disebabkan oleh satipatthana
(perhatian disertai perenungan yang mendalam) dan konsentrasi.
Kecuali
kita telah mencapai pikiran yang mencapai satu titik (kemanunggalan pikiran)
dan mengalami kebahagiaan yang lebih tinggi dari kenikmatan indera, kita susah
untuk mengelak tetapi tertarik pada kenikmatan indera tersebut.
Komentar-komentar menyatakan bahwa Mahanama telah menjadi seorang Sakadagami
pada saat itu. Demikianlah, sutta ini menunjukkan di sana terdapat Ariya yang
belum mencapai jhana yang bisa dipengaruhi oleh ketamakan, kebencian dan
kebodohan. Lagi, ini membuktikan, didalam konteks ini, bahwa tingkat Sotapanna
tidaklah setinggi yang dipikirkan beberapa orang.
Terdapat
bukti di dalam Sutta-Sutta dan Vinaya bahwa orang-orang biasa mencapai buah
pemasuk arus ketika mendegarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Sebagai contoh,
di dalam buku-buku Vinaya (Cullavagga,Bab 7).
Kita
menemukan bahwa 31 pria dikirim untuk membunuh Sang Buddha, semuanya mencapai
buah pemasuk arus ketika Sang Buddha berkhotbah kepada mereka. Pada kejadian
yang lain, 120.000 penduduk Rajagaha mencapai buah pemasuk arus ketika mereka
mendengar Sutta-Sutta Sang Buddha (Mahavagga, Bab 1)
Tiada
Pencerahan
Tanpa
Pengetahuan Dhamma Dan Jhana.
Sang Buddha berjuang dengan usaha yang luar biasa untuk mencapai pencerahan. Selama enam tahun Beliau mencoba semua cara yang dipraktekkan oleh berbagai guru tetapi tidak berhasil. Menurut Majjhima Nikaya Sutta 36, Beliau mencari jalan alternatif menuju pencerahan dan mengingat kembali pencapaian jhana ketika Beliau masih muda di bawah pohon apel-mawar. Kemudian berdasarkan ingatan tersebut, datanglah penyadaran “bahwa inilah jalan menuju pencerahan” Beliau berpikir,“mengapa saya takut terhadap kesenangan (yang terlahir dari jhana) yang
tidak
punya hubungan apapun dengan kenikmatan indera dan keadaan-keadaan
tak
bajik?”
Setelah
itu, Beliau mencapai ke-4 jhana tersebut. Dengan pikiran yang terkonsentrasi,
yang telah murni, cemerlang, tidak ternodai, bebas dari ketidaksempurnaan,
Beliau mengarahkannya pada pengetahuan tentang banyak kehidupan lampau Beliau.
Hanya ketika Beliau memperoleh kekuatan batin dan mengingat kembali kehidupan
lampau Beliau “dengan segala aspek dan ciri khas,” bahwa Dhamma yang Beliau
pelajari dari Buddha Kassapa telah diingat kembali. Kemudian, Beliau
mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang berakhirnya dan munculnya
kembali mahluk-mahluk hidup. Setelah itu, Beliau merenungi Empat Kesunyataan Mulia
dan mencapai pencerahan.
Lima
Keadaan Untuk Mencapai Pencerahan.
Di sisi lain, murid-muridnya hanya membutuhkan beberapa hari untuk mencapai pencerahan karena pengetahuan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha pada mereka – Yang Mulia Sariputta memerlukan waktu 14 hari,Maha Kassapa 8 hari, dan Maha Moggallana hanya 7 hari. Sebaliknya, para petapa dari sekte luar tanpa pengetahuan Dhamma, tidak mencapai pencerahan walaupun mereka mencapai jhana. Tetapi ketika beberapa dari mereka yang sudah mencapai jhana mendengar Dhamma, mereka segera mencapai pencerahan.
Bagaimanapun,
ketika kita mendengarkan Dhamma yang serupa (Sutta) sekarang kita gagal
mencapai pencerahan dikarenakan kita tidak memiliki jhana.
Ini menunjukkan bahwa keduanya, pengetahuan
Dhamma dan pencapaian Jhana, adalah penting untuk pencerahan sempurna (tingkat kesucian
Arahat), sebagai tambahan terhadap faktor lainnya dari Jalan Ariya Berunsur
Delapan.
Anguttara
Nikaya Sutta 5.3.26 sangat menarik. Di dalamnya menjelaskan 5 keadaan yang
mampu membuat seorang bhikkhu mencapai pencerahan.
Yakni:
(i)
Mendengarkan Dhamma; membawa
kegirangan, khususnya jika seseorang mempunyai ketertarikan dengan Dhamma.
Ini secara alami menenangkan pikiran dan membuatnya damai dan tenang.Pikiran
yang damai dengan mudah terkonsentrasi. Dengan pikiran yang terkonsentrasi,
akan muncul pengetahuan.
(ii)
Mengajari Dhamma; dalam mengajari
Dhamma, seseorang perlu memahami dan merefleksi Dhamma. Dari sini kegirangan
juga timbul yang mana akan menuntun secara berturut-turut pada ketenangan, konsentrasi
dan pengetahuan.
(iii)
Mengulangi Dhamma; walaupun tidak umum
sekarang ini, itu cukup umum di masa Sang Buddha ketika buku-buku belum ada.
Pada saat itu, Dhamma dipertahankan dan diteruskan kepada generasi berikutnya
oleh orang-orang yang menghafalnya secara teratur. Jika para bhikkhu akan
meneruskan Dhamma, mereka harus sangat kenal dengan Dhamma. Demikianlah, para
bhikkhu menghabiskan banyak waktu menghafal Dhamma. Pada kenyataannya, zaman
tersebut, adalah merupakan tugas dari para bhikkhu untuk mengulang dan
menghafal
Dhamma. Pengulangan yang terus-menerus ini akan membuat kamu sangat
mengenalinya. Pertama kali kamu membaca,mendengar atau menghafal Sutta, kamu
akan mempunyai tingkat pemahaman tertentu. Dengan pengulangan yang lebih
sering, pemahaman kamu menjadi semakin dalam dan semakin dalam.
Urutan
kegirangan, ketenangan, konsentrasi dan pengetahuan yang serupa mengikuti.
(iv)
Merenungi Dhamma; ini termasuk
merenungkan, berpikir dan mempertimbangkan dengan Hati-hati Dhamma dari
berbagai aspek,keabsahan dan sangkut pautnya terhadap hidup kita. Dengan cara ini,
pengetahuan akan muncul melalui urutan kejadian yang sama.
(v)
Selama meditasi ; menurut
Sutta-Sutta, ini termasuk perenungan/perhatian terhadap tanda-tanda konsentrasi
(samadi nimitta), yang dipahami dan ditembusi dengan benar. Urutan kegirangan,
ketenangan, konsentrasi dan pengetahuan yang serupa muncul.
Hal
yang sangat penting untuk diperhatikan adalah dari 5 keadaan ini, hanya satu
keadaan yang tercapai selama meditasi formal dan ke-4 lainnya adalah di luar
meditasi formal: mendengarkan, mengajari, mengulangi, dan merenungi Saddharma.
Seseorang harus, mulai sekarang, melihat pentingnya Saddharma yang ditemui di
kumpulan Sutta tertua. Sutta ini secara jelas menyatakan bahwa objek dari Sati
(perenungan) yang harus direnungkan – yakni jasmani, perasaan, pikiran dan
Dhamma – Dhamma adalah yang terpenting. Demikian yang kita lihat di buku-buku
Vinaya (Mahavagga, Bab 1) bahwa seribu enam puluh murid-murid Sang Buddha yang
pertama semuanya mencapai pencerahan hanya dari mendengar khotbah-khotbah Sang
Buddha. Tetapi tentu saja kandidat-kandidat ini harus dipilih secara khusus
oleh Sang Buddha karena mereka telah mencapai jhana pada kehidupan sekarang
atau kehidupan manusia sebelumnya, karena jhana adalah kondisi yang penting
untuk mencapai kesucian Arahat yang dinyatakan dalam Sutta Anguttara Nikaya
9.36,Majjhima Nikaya 52, 64, dll.
Didalam
5 keadaan ini, kedalaman dari pengetahuan tergantung pada kesempurnaan Jalan
Ariya Berunsur Delapan. Sebagai contoh, pengetahuan mendalam adalah mungkin
dengan kesempurnaan konsentrasi (jhana) didukung oleh ke-7 faktor dari Jalan
Ariya Berunsur Delapan lainnya. Pada kasus ini, pencapaian tertinggi seperti
Anagami dan Arahat bisa diharapkan. Konsentrasi tanpa jhana menghasilkan pengetahuan
yang dangkal. Hasilnya adalah Sotapanna atau Sakadagami.
Ini
jelas terdapat dalam Anguttara Nikaya Sutta-Sutta 3.85 dan 9.12 yang telah
disebutkan sebelumnya.
Bab
1 dari Mahavagga (Vinaya Pitaka) juga membuat hal ini menjadi cukup jelas.
Setelah Sang Buddha mengubah seribu pertapa rambut anyaman jerami menjadi
murid-muridnya, Sang Buddha membabarkan pada mereka Khotbah tentang api (aditta
Sutta), dimana semua seribu dari mereka menjadi Arahat. Setelah itu, Sang
Buddha membawa mereka ke Rajagaha dimana Raja Bimbisara memimpin 12 nahuta umat
awam untuk mengunjungi Sang Buddha. Menurut kamus Pali, satu nahuta
adalah“jumlah yang besar banyak sekali”, dan menurut komentar adalah 10.000.
Sang
Buddha memberikan mereka khotbah lanjutan pada Dhamma, secara dasar, terhadap
Empat Kesunyataan Mulia, dan semua 12 nahuta (120.000!) dari mereka meraih mata
Dhamma – pencapaian kesucian tingkat pertama. Beberapa dari mereka mungkin
telah melatih meditasi, tetapi sangat mustahil bahwa setiap orang dari jumlah
orang yang besar ini telah melakukannya.
Pentingnya
Mendengarkan Dhamma.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa satu dari dua kondisi yang dibutuhkan untuk munculnya Pandangan Benar adalah mendengarkan Dhamma. Sutta yang sama ini (Majjhima Nikaya Sutta 43) menyatakan setelah memperoleh Pandangan Benar, 5 kondisi yang penting lainnya juga dibutuhkan untuk mendukung Pandangan Benar untuk pembebasan akhir, tingkat kesucian Arahat. Yakni:
(i)
Moral yang baik (sila)
(ii)
Mendengarkan Dhamma (dhammasavana)
(iii)
Diskusi Dhamma (dhammasakaccha)
(iv)
Ketenangan pikiran (samatha), dan
(v)
Perenungan (vipassana)
Samatha
dan Vipassana adalah unsur yang penting dalam sistem meditasi ajaran Sang
Buddha. Selain meditasi, seseorang harus mengerjakan 3 hal lainnya. Sangat
jelas bahwa dengan meditasi itu sendiri, seseorang tidak bisa menjadi Arahat.
Diatas Pandangan Benar, meditasi harus didukung oleh tindakan moral yang baik,
mendengarkan Dhamma, diskusi Dhamma.
Tentu
saja, pengetahuan yang baik tentang Sutta-Sutta dan berlatih komponen-komponen
lainnya dari Jalan Ariya Berunsur Delapan juga merupakan hal yang penting.
Sutta
diatas, bersamaan dengan Samyutta Nikaya Sutta 45.1.8 yang disebutkan di awal,
mendukung pentingnya mendengarkan Dhamma dari langkah pertama (misalnya untuk
memperoleh Pandangan Benar), sampai pada langkah yang terakhir (misalnya
mencapai tingkat kesucian Arahat).
Di
Samyutta Nikaya Sutta 38.16, dikatakan bahwa walaupun setelah seseorang
meninggalkan keduniawian dan menjadi bhikkhu, tetap juga sulit untuk berlatih
sesuai dengan Dhamma. Tetapi di Digha Nikaya Sutta 16 dikatakan jika para
bhikkhu menjalani kehidupan suci secara sempurna sesuai dengan Dhamma-Vinaya,
dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.
Sekarang
untuk melatih Dhamma secara sempurna, seseorang harus sempurna pengetahuannya
mengenai instruksi-instruksi Sang Buddha di dalam Sutta-Sutta.
Kesimpulan
Sekarang
ini, beberapa umat awam melatih meditasi tanpa mempelajari Sutta dan menjadi
sombong dengan pencapaian mereka. Kebanggaan mereka bertambah sementara
keterikatan tidak berkurang, jika mereka berlatih sesuai dengan Dhamma,
kekotoran-kekotoran batin dan kualitaskualitas yang tidak baik, termasuk
kebanggaan itu seharusnya tidak bertambah.
Seperti
dinyatakan didalam Anguttara Nikaya Sutta 8.2.19, “… didalam Dhamma-Vinaya ini
ada latihan yang bertahap, praktek yang bertahap,kemajuan yang bertahap, tidak
secara tiba-tiba (na ayatakena), termasuk penembusan pengetahuan tersebut
(annapativedha).” Ketaatan pada instruksi-instruksi Sang Buddha di dalam sutta
dan vinaya adalah sangat penting untuk memastikan jika kita berlatih sesuai
dengan jalan yang benar. Ketika kita melihat di sana ada jalan yang sangat
jelas dan pasti untuk keluar dari lingkaran kelahiran yang menyedihkan seperti
yang ditunjukkan kepada kita oleh Sang Buddha, kita akan berbalik dari jalan keduniawian
menuju jalan Ariya sesuai dengan khotbah-khotbah Sang Buddha.
Anguttara
Nikaya Sutta 7.67 memberikan cerita perumpamaan dari pegangan kapak tukang
kayu. Di dalam perumpamaan ini, Sang Buddha berkata seorang tukang kayu, ketika
sedang memeriksa pegangan dari kapaknya, melihat terdapat tanda-tanda dari
jari-jari dan jempolnya.
Bagaimanapun,
dia tidak mengetahui berapa banyak dari pegangan kapak telah menjadi usang pada
hari itu, hari sebelumnya, atau pada saat kapan saja, tetapi dia mengetahui
ketika keusangan itu telah mencapai batasnya.
Demikian
pula, di dalam latihan hidup suci seorang bhikkhu tidak tahu berapa banyak
kekotoran-kekotoran batin telah dihilangkan pada hari itu, hari sebelumnya,
atau pada saat kapan saja, tetapi tahu pada saat semuanya telah dihilangkan.
Perumpamaan ini menyatakan bahwa seorang bhikkhu tidak dapat secara akurat
mengatakan tingkat spiritual mana dia berada. Dia hanya bisa yakin ketika dia
telah mencapai tingkat kesucian Arahat.
Menurut
Samyutta Nikaya Sutta 56.4.9, ketika seseorang telah memperoleh pemahaman
tentang Empat Kesunyataan Mulia (misalnya memperoleh Pandangan Benar) dia tidak
lagi akan memandang seorang bhikkhu dan berpikir “pasti Yang Mulia ini adalah
seseorang yang mengetahui dan melihat!” dengan kata lain, pencarian yang
bertahun-tahun dalam ketidaktahuan untuk figur seorang guru telah berakhir. Dia
menyadari bahwa Guru itu ada disini dihadapan dia – Sutta-Sutta (dan Vinaya
anggota Sangha) tetapi, jika dia membutuhkan seorang teman baik (kalyanamitta)
untuk membantu dia, sekarang dia akan mengetahui
bagaimana
mencari seseorang yang sesuai.
Saran
Singkat
Bagaimana
Memahami Nikaya-nikaya.
Direkomendasikan
seseorang untuk melakukan penelitian yang dimulai dari Anguttara Nikaya,
disusul dengan Samyutta Nikaya. Ini adalah dua jenis Nikaya yang terpenting
karena mengandung terbanyak Sutta dan oleh karena itu, yang terbanyak
informasinya. Setelah itu, mempelajari Digha Nikaya yang terakhir, Majjhima
Nikaya (mungkin yang tersulit untuk dipahami). Belajar bahasa Pali dan
memperlajari teks Pali yang asli,tidaklah penting, walaupun itu adalah yang
terbaik. Terjemahan yang ada,walaupun tidak sempurna, sudah cukup bagus bagi
seseorang untuk mendapatkan pemahaman yang kokoh. Bagaimanapun juga, jika
seseorang
bisa menelaah kamus Pali untuk beberapa terjemahan yang meragukan, itu bagus.
Didalam
mempelajari Nikaya-Nikaya untuk pertama kalinya, seseorang akan menemukan
beberapa Sutta yang sulit untuk dipahami.
Bagaimanapun
juga, seseorang harus terus bekerja keras dan ketika seseorang telah
mempelajari lebih banyak Sutta, ia akan mulai memahami masalah yang terdapat
pada pertama kali ia membaca. Ini serupa dengan memasang potongan-potongan
gambar teka-teki. Pada awalnya, seseorang tidak bisa melihat keseluruhan
gambarnya. Hanya setelah lebih banyak gambar yang dipasangkan, barulah gambar
keseluruhannya mulai terbentuk Nikaya-Nikaya harus dipelajari berulang kali
untuk memperoleh pemahaman yang bagus.
Walaupun
buku-buku lain (misalnya komentar dan sub komentar) mungkin
bermanfaat,
namun buku-buku tersebut tidak direkomendasikan (kecuali untuk cendekiawan)
karena mereka menghabiskan terlalu banyak waktu.
Disamping
itu, isinya telah diketahui mengandung beberapa opini yang tidak konsisten
dengan kumpulan Sutta tertua. Setelah mempelajari Nikaya, adalah lebih baik
untuk menggunakan waktu kalian untuk bermeditasi dan mempraktekkan Dhamma dll.
Bagaimanapun, beberapa orang mungkin tidak bisa mempelajari semua Nikaya,
tetapi mereka bisa mendapatkan kebiasaan yang baik dan berpeluang membebaskan
dari kebiasaan pembacaan Nikaya secara teratur dan merefleksikan/mempraktekkan apa
yang telah mereka baca.
Ingatlah,
tidak belajar merupakan satu ekstrim dan belajar terlalu banyak adalah ekstrim
yang lainnya. Menghindari ekstrim-ekstrim tersebut, kita harus (seperti nasehat
Sang Buddha) menyelidiki/meneliti kata-kata Sang Buddha yang terdapat dalam
kumpulan Sutta tertua. Dan meletakkan usaha yang gigih sesuai dengan
kata-katanya di dalam praktek Jalan Ariya Berunsur Delapan.
Refleksi
Kata-kata Sang Buddha
Di sana Nigrodha, hal-hal tidak baik yang belum dilepaskan, tercemari, mengakibatkan kelahiran, ketakutan, hasil produktif yang menyakitkan di masa depan, berasosiasi dengan kelahiran, usia tua dan kematian. Ini adalah untuk pelepasan dari hal-hal tersebut yang menyebabkan aku mengajarkan Dhamma. Jika kalian berlatih dengan benar, hal-hal yang tercemari ini akan dilepaskan, dan hal-hal yang membawa pada kesucian akan berkembang dan tumbuh, dan kalian semua akan mencapai dan mendiaminya, pada kehidupan ini juga, dengan pemahaman dan pengetahuan kalian sendiri, dalam kesempurnaan kebijaksanaan.
Buddha, Digha Nikaya Sutta 25
“Para
bhikkhu, latihlah diri kalian seperti demikian: terhadap Sutta-Sutta
inilah
kami akan mendengar, akan mengkondisikan telinga yang siap untuk
mendengar,
memahami, menghafal dan menguasai mereka.”
Buddha, Samyutta Nikaya Sutta
20.7
“Para
bhikkhu, jadilah pelita untuk diri kalian sendiri, jadilah perlindungan
untuk
diri kalian sendiri, dengan tiada perlindungan yang lain. Jadikan
Dhamma
sebagai pelita, jadikan Dhamma sebagai perlindungan, dengan
tiada
perlindungan yang lain.”
Buddha, Digha Nikaya Sutta 26
“Untuk
jangka waktu yang lama, para bhikkhu, kalian telah mengalami kematian ibu,
putra, putri, kalian telah mengalami kehilangan sanak keluarga, kekayaan,
bencana penyakit. Jauh lebih banyak tetesan air mata yang kalian tangisi dan
cucurkan untuk salah satu dari hal-hal ini, ketika kalian berjalan dan berputar
di hari-hari yang panjang ini, berkumpul dengan tidak disenangi, berpisah
dengan yang disenangi, daripada air di empat lautan. Mengapa demikian? Awal
yang tidak terhitung, para bhikkhu, dari perjalanan ini, dari perjalanan
mahluk-mahluk yang diselimuti oleh ketidaktahuan, dibelenggu oleh keinginan.
Demikian cukuplah, para bhikkhu, bagi kalian untuk menjauhi dari semua hal-hal
di dunia ini, cukup untuk menghilangkan nafsu keinginan terhadap mereka, cukuplah
untuk terbebaskan dari mereka.”
Buddha, Samyutta Nikaya Sutta 15.3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar