Khanti paramam tapo
ti ti kkhām, nibbānam paramam
vadanti buddhā
na hi pabbajito parūpaghāti ,
samano hoti param
vihethayanto
Sabbapāpassa akaranam,
kusalassūmpasampadā
Sacitt apariyodapanam, etam
buddhāna sāsanam
Anūpavādo anūpaghāto,
pāti mokkhe ca samvaro
matt aññutā ca bhatt asmim,
pantañca sayanāsanam
adhicitt e ca āyogo, etam
buddhāna sāsanan’ti
(Ovada Patimokkha)
Sanghanayaka Thera dan Bhikkhu
Sangha yang saya hormati , pagi hari ini seolah-olah alam di sekitar kita ikut
memberikan perhatian dalam memperingati Māgha Pūjā dan sekaligus peletakan batu
pertama tempat meditasi Dhammaguna. Suasananya sejuk, tidak panas dan juga
tidak hujan—hening, burung-burung berkicau seolah-olah mereka ingin menyaksikan
satu peristiwa, yang meskipun kecil, tetapi mungkin merupakan peristiwa yang
amat berarti dalam perjuangan kita dalam mencapai kebebasan dan membantu orang
banyak dalam mencapai kebebasan pula.
Ibu, bapak, dan Saudara sekalian,
di pagi hari ini, kita memperingati Māgha Pūjā, meskipun peristiwa
itu—peringatan itu—sudah agak lama lewat. Sudah tentu Māgha Pūjā mengingatkan
kita kembali kepada empat peristiwa istimewa yang terjadi pada hari yang sama,
atau dengan kata lain empat tanda istimewa yang menandai peristiwa Māgha. Empat
tanda istimewa yang terjadi pada bulan purnama di bulan Māgha yang umumnya
jatuh dalam bulan Februari atau Maret adalah berkumpulnya 1250 bhikkhu yang
semuanya telah mencapai tingkat kesucian Arahat di Veluvana Ārāma, di kota
Rajagaha, ibukota Kerajaan Magadha.
Jumlah yang sebanyak itu—mereka
semua—datang tanpa diundang, tanpa perjanjian sebelumnya. Ke-1250 bhikkhu
Arahat itu, semuanya ditahbiskan oleh Sang Buddha sendiri dengan rumusan ‘Ehi
Bhikkhu’. Juga sering dikatakan bahwa ke-1250 bhikkhu Arahat tersebut, semuanya
mempunyai chalabhiñña—cha abhiñña—enam kesaktian luar biasa (lima kesakti an
duniawi dan satu kesaktian lokuttara atau mengatasi keduniawian). Oleh karena
itu, kalau 1250 bhikkhu yang Arahat itu, tanpa perjanjian dan tanpa diundang,
datang serentak dengan tujuan yang sama, di tempat yang sama, sesungguhnya
bukanlah sesuatu yang mengherankan; karena kesemuanya mempunyai
abhiñña,kesaktian dan juga kesucian sempurna.
Pada peristi wa yang sangat
penting itu, Guru Agung kita membabarkan khotbah yang amat singkat, kita kenal
sekarang dengan judul Ovāda pātimokkha, anjuran untuk
praktek menuju kebebasan.
Di awal khotbah ini, saya
mengulang Ovāda pātimokkha secara lengkap.
Khotbah itu singkat dan memang tidaklah
mengherankan kalau khotbah itu singkat, karena Sang Buddha memberikan ovāda
atau instruksi kepada 1250 bhikkhu yang semuanya telah mencapai kesucian
sempurna atau Arahat.
Saya ingin menguraikan Ovāda
pātimokkha itu pada kesempatan ini, saat kita memperingati kembali,
merenungkan kembali peristiwa Māgha dan sekaligus mengiringi peletakan batu pertama
pembangunan wisma Dhammaguna.
Namun saya tidak akan
menjelaskannya secara lengkap karena akan memakan waktu cukup panjang. Saya memeti
k beberapa kalimat dari Ovāda pātimokkha yang rasanya sangat
sesuai untuk kita renungkan bersama pada pagi hari ini.
Pada bait ketiga khotbah Beliau
yang singkat, Guru Agung kita mengucapkan “Anūpavādo anūpaghāto” – ‘Jangan
menghina,jangan menyakiti ’.Jangan menghina dan jangan
menyakiti sesungguhnya adalah praktik yang paling awal bagi setiap umat
Buddha—dan juga mungkin tidak berlebihan kalau saya mengatakan bagi setiap umat
beragama—dalam usaha membawa kemajuan bagi hidupnya. Jangan menghina, jangan
menyakiti adalah praktik awal bagi orang-orang yang beragama, ajaran awal,persiapan
awal bagi tiap orang yang menginginkan kemajuan dalam kehidupan ini. Jangan
menghina, sesungguhnya adalah mengendalikan ucapan, sementara jangan menyakiti
adalah mengendalikan perbuatan. Sang Buddha kemudian mempertegas lagi dengan “Pātimokkhe
ca samvaro”, mengendalikan diri sesuai dengan patimokkha bagi para
bhikkhu, sesuai dengan sila bagi umat awam. Pātimokkhe ca samvaro adalah sabbapāpassa
akaranam, menghentikan semua perbuatan jahat.
Ibu, bapak dan Saudara sekalian,
apalagi kalau Saudara menginginkan kemajuan spiritual, agar ada sesuatu yang berharga
di dalam diri Saudara yang harus Saudara bangun, tidak hanya fisik, tidak hanya
sarana gedung-gedung yang tampak.
Ada sesuatu di dalam diri saya
yang harus saya bangun, maka persiapan awal adalah pengendalian diri.
Pengendalian diri adalah persiapan awal untuk membangun sesuatu yang berharga di
dalam diri kita. Tanpa persiapan awal ini, bahkan kehidupan beragama pun tidak
ada manfaatnya. Tanpa pengendalian diri, kehidupan beragama tidak akan terasa
faedahnya. Kemuliaan seseorang akan dihargai bukan karena dia menaklukkan orang
lain, tetapi karena dia menaklukkan dirinya sendiri.
Ibu, bapak dan Saudara sekalian,
pengendalian diri adalah realita kehidupan umat beragama, perilaku
keber-agama-an yang awal.Pengendalian diri adalah persiapan untuk membangun
kualitas mental spiritual Anda. Hanya dengan persiapan itu saja, hanya dengan
perilaku keber-agama-an awal itu saja, sangat besar sumbangsih yang bisa
diberikan oleh manusia dalam kehidupan bersama. Kalau Saudara sekarang
mendengar dari media-media massa, dari koran, dari televisi, tentang kekerasan,
pembunuhan,kekejaman; apakah yang menjadi faktor semua hal itu bisa terjadi?
Sebabnya adalah manusia tidak bisa lagi mengendalikan dirinya. Saya ingin
mengulang, seandainya Saudara hanya mampu beragama pada tataran awal dengan
mengendalikan diri, dengan tidak menghina, dengan tidak menyakiti , hanya itu; itupun dampaknya amat besar bagi kehidupan
bermasyarakat,bagi kehidupan bersama, bagi membangun keluarga, bagi kita yang
tinggal di tengah-tengah orang banyak.
Kita harus membangun kembali
rakyat bangsa ini dengan bertekad, marilah kita memperkuat dengan pengendalian
diri. Saudara tidak akan dihargai kalau Saudara menaklukan orang lain, tapi
Saudara menjadi orang mulia, mahluk yang mulia kalau Saudara mampu mengendalikan
diri Saudara sendiri.
Ibu, bapak dan Saudara sekalian,
sering orang mempunyai pandangan, beragama atau menjalani Dhamma itu memang
sulit,tetapi kesulitan yang kita pikul, kesulitan dalam melaksanakan Dhamma
itu, nanti akhirnya akan memberikan manfaat yang luar biasa.
Saya ingin menyatakan
bahwa pandangan ini tidak benar—bukan berarti salah, tetapi tidak lengkap.
Kalau Saudara berusaha mendalami Dhamma dan berusaha praktik Dhamma, meskipun sukar
bukan berarti Saudara harus menahan kesukaran itu bertahun-tahun baru akhirnya
Saudara akan memetik manfaatnya.
Tetapi pada saat Saudara mulai
menjalani Dhamma, pada saat itu juga sesungguhnya Saudara sudah merasakan
manfaat Dhamma.Manfaat Dhamma itu berkelanjutan, berkesinambungan, terus-menerus.Bukan
kita harus sengsara sekarang, menunggu sangat lama; nanti manfaatnya di saat
akhir baru kita nikmati : tidak benar! Di sepanjang kita melaksanakan
Dhamma, di sepanjang itu pula kita menikmati manfaat Dhamma.
Matt aññutā
ca bhatt asmim, pantañca sayanāsanam
– makan dengan bijaksana, tidak berlebihan serta memiliki tempat tinggal dan
pergaulan yang sesuai.
Dahulu, mungkin Saudara berpikir bahwa
masalah ini adalah masalah kecil—masalah makanan dan pergaulan, tetapi sekarang
apakah Saudara mengatakan masalah ini masalah kecil? Setiap hari
kita disuguhi berita, anak-anak kita, saudara-saudara kita yang keracunan, yang
‘shabu-shabu’,yang ganja, yang narkotik, dan sebagainya.
Itu adalah persoalan makanan,
makanan yang menghancurkan manusia. Hal ini bukanlah hal yang sepele.
Pergaulan menghancurkan moral. Hal ini bukanlah hal yang sepele. Kalau seseorang
sudah kecanduan makanan-makanan yang beracun, suatu saat dengan segala macam
usaha dan dibantu orang banyak dia bisa berhenti , tetapi kadang-kadang memang amat
susah. Kalau orang ini kelak menghadapi masalah, menghadapi persoalan dan dia
menjadi stress, maka dia akan teringat racun-racun yang dahulu pernah
dimakannya, yang katanya bisa membawa orang ke alam surga, lalu dia kembali menjadi
ketagihan.
Memperhatikan makanan, memperhatikan
pergaulan dan tempat tinggal adalah instruksi, amanat yang diberikan oleh Sang
Buddha sendiri pada waktu memberikan amanat di depan 1250 Arahat. Peringatan
keras sesungguhnya, dari Sang Buddha:
berhati -hati lah pada makanan,
waspadalah pada pergaulan dan tempat tinggal! Sekarang penyakit-penyakit
muncul, para dokter mengatakan ‘makanan’.
Ada peribahasa yang mengatakan,“Mulut
kita tidak besar, hanya selebar daun; tetapi penyakit masuk melalui mulut dan
kejahatan ke luar melalui mulut.”
Ucapan kita menciptakan
kejahatan, makanan kita mendatangkan penyakit.
Makanlah sederhana. Apakah
Saudara-saudara umat Buddha sudah pernah mencoba Atthasila (delapan sila)? Pada
hari-hari purnama, sebulan dua kali, syukur empat kali, cobalah berlatih
mengendalikan diri, mengendalikan makanan.
Membuat persiapan untuk kemajuan
kualitas spiritualitas kita dengan melakukan latihan Atthasila pada hari-hari
tertentu. Saya pernah mengatakan kalau saudara-saudara kami yang Muslim,
setahun sekali berpuasa 29 - 30 hari, kalau umat buddha menjalani Atthasila sebulan dua kali,
setahun barulah dua puluh empat kali,masih kalah dengan mereka yang beragama
Islam. Apakah umat Buddha tidak malu?
Apalagi Sang Buddha memberi
keringanan,puasa Buddhis itu boleh kredit, tidak usah kontan keras sebulan penuh;
sebulan hanya dua kali, tetapi kredit itu juga kadang-kadang tidak dibayar.
Ibu, bapak, dan Saudara sekalian, “Anūpavādo
anūpaghāto”- tidak menghina, tidak menyakiti —mempunyai samvara,mengendalikan
diri, berhati -hati dalam makanan, waspada dalam pergaulan dan memilih tempat
tinggal, itulah Dhamma yang akan memberikan ketentraman dan
kebahagiaan sekarang; Saudara tidak perlu menunggu hasilnya berpuluh-puluh,
beratus-ratus kehidupan kemudian.
Ayurarogya
sampatti - manfaat hidup sehat baik
mental maupun fisik adalah manfaat Dhamma sekarang.
Dittha
dhammika payojana dhamma
- usia yang sehat, kesehatan yang prima.
Sehat mental dan fisik.
Ayurarogya
sampatti itulah dittha dhammika payojana dhamma.
Oleh karena itu, buanglah persepsi,
buanglah pandangan kalau Saudara masih mempunyai pandangan bahwa prakti k
Dhamma atau menjalani Dhamma itu sulit; karena pada saat Saudara menjalani
Dhamma, pada saat itu Saudara telah memperoleh manfaat. Dengan pengendalian diri,
dengan sila, Saudara akan memuliakan kehidupan Saudara sekarang, dan Saudara
akan memberi kemuliaan pada semua makhluk dan orang banyak sekarang.
Adhicitt eca
āyogo adalah
meluhurkan pikiran. Adhicitte – pikiran yang luhur, ca āyogo - melakukan
usaha keras untuk meluhurkan pikiran (sacitt apariyodapanam) - sampai
pikiran kita menjadi bebas dari kotoran batin. Seandainya Saudara masih belum mampu membebaskan pikiran Saudara
dari kilesa, dari kotoran batin; namun Saudara sudah berusaha dengan
kesungguhan—dan terus berusaha—untuk membersihkan pikiran, maka setelah kematian
Saudara akan dilahirkan di alam-alam yang lebih baik, alam yang kondusif untuk praktik
Dhamma yang lebih mendalam dan lebih luas.
Ibu, bapak, dan Saudara sekalian,
meluhurkan pikiran adalah puncak dari kebajikan. Banyak cara untuk berbuat
bajik, tetapi meluhurkan atau membersihkan pikiran adalah puncak dari kebajikan.
Hari ini kita akan memulai satu proyek yang inti nya akan menjadi sarana untuk
membantu bagaimana meluhurkan pikiran dengan bermeditasi dan saya melihat
banyak sekali yang berpatisipasi dengan memberikan bantuan.
Ada yang berdana uang, ada yang
berdana tanah, ada yang berdana bahan bangunan, ada yang berdana tenaga. Saya
ingin mengajak Saudara—bukan meminta—mengajak Saudara untuk menanam kebajikan.
Bukan persoalan seberapa besar, yang ratusan juta dengan yang sekedar seribu
dua ribu rupiah tidak berbeda kalau Saudara berdana dengan tujuan untuk
membersihkan pikiran.
Ibu, bapak, dan Saudara-saudara
yang berbahagia, memang di antara kita kadang-kadang ada yang berdana dengan
berpikiran,“Wah, saya akan berdana bagian yang paling atas supaya usaha saya
naik menuju yang paling atas; saya akan berdana fondasi supaya hidup saya
menjadi kuat.” Saudara, cobalah perhatikan,kalau Saudara berdana—karena di alam
semesta ini ada hokum karma yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun, maka dana
anda itu pasti berbuah. Yang menjadi pertanyaan saya, kalau sudah pasti berbuah
mengapa Saudara risau? Sebab, kalau sesuatu yang sudah pasti lalu Saudara
risaukan—tau ya, risau ya? Sesuatu itu sudah pasti . Pasti , karena hukum karma
itu pasti . Tetapi saudara masih risau, mengharap ini mengharap itu, dengan
berdana kepingin ini kepingin itu. Apa namanya? Sesuatu yang sudah pasti tapi
Saudara risaukan. Ada mendung tidak ada mendung,besok pagi matahari pasti
terbit di sebelah timur. Tetapi Saudara risau, “Terbit tenan opo ora?” Kalau
sesuatu yang sudah pasti tapi Saudara risaukan, apa namanya? Saudara bodoh dan
kebodohan itu adalah kotoran batin. Jadi
kalau Saudara berbuat kebajikan,berdana, menolong, membantu, ringan tangan;
Saudara mengharapkan manfaatnya, mengangan-angankan manfaatnya;Saudara risau.
Kerisauan Saudara itu kotoran batin dan Sang Buddha menunjukkan - Aku mengajarkan
engkau untuk berdana,untuk membersihkan kekotoran batin, itulah Dhamma.
Oleh karena itu, cobalah berdana,
membantu dengan pikiran,dengan tenaga, dengan pendapat-pendapat yang baik,
dengan dorongan semangat, dengan materi, dengan uang; tidak usah risau apa
manfaatnya nanti . Mengapa tidak usah risau?
Karena manfaatnya pasti .
Alangkah bodohnya orang yang merisaukan sesuatu yang pasti , justru kerisauan
itu menambah kotoran batin.
Kalau Saudara memberi, memberi,
memberi, berdana, berdana,berdana, berbuat baik, berbuat baik, berbuat baik,
tulus: itulah kebaikan untuk Sacittapariyodapadam, untuk
kebersihan pikiran;
untuk Adhicitte ca āyogo, untuk
perjuangan meluhurkan pikiran kita.
Apalagi kalau saya berbicara yang
lebih kontras, semisal, “Saya ini sudah berdana sana banyak, tapi kalau saya
datang ke vihara,Bhante Pannya kok tidak menyapa?” Aduh alangkah rendahnya,lebih
rendah daripada orang yang risau. Orang ini bukan hanya risau tapi kebingungan.
Dia sangat bingung kalau matahari besok tidak terbit, alangkah rendahnya dia
berpikir. Masih mending kalau Saudara menyumbang Vihara Bodhivamsa, Wisma
Dhammaguna,karena panitia segera tulis surat untuk mengucapkan terima kasih dan
memprovokasi untuk berbuat baik lagi—masih mending, karena kalau Anda
berdana untuk Vihara Mendut, saya malas untuk tulis surat. Janganlah Saudara
menjadi orang yang kebingungan, yang risau dengan sesuatu yang pasti . Kalau Anda
mengendalikan diri, kalau Anda menjalankan sila kalau anda kusalasa upasampada -
menambah kebajikan, sudah pasti ayurarogya sampatti , Saudara akan memetik Dhamma sekarang.
Sudah pasti setelah kematian Anda
akan dilahirkan di alam-alam yang lebih kondusif, samparayika payojana dhamma,
manfaat Dhamma untuk kehidupan yang akan datang; dan kalau Saudara tidak risau,
Saudara memberi.. memberi.. memberi.. dengan ketulusan, tidak risau karena
Saudara tidak meragukan hokum karma sedikit pun, maka Saudara berhasil
membersihkan pikiran Saudara dari kotoran batin, itulah nirodha sampatti ,
manfaat Dhamma yang tertinggi. Orang seperti ini tidak akan stress, dia gembira, dia bahagia, dia siap
memberi apapun. Apa pun dia ingin memberikannya, orang ini tidak mengharapkan
pujian, orang ini tidak mengharapkan terima kasih; justru dia ingin memberikan pujian,
dia ingin memberikan terima kasih.
Oleh karena itu, saya wanti
-wanti , Bodhivamsa dan Dhammaguna ini dalam pembangunan, berusahalah untuk membuang
kotoran batin, jangan peng-kerengan, saling ngotot kemudian menonjolkan ke-aku-an
siapa paling berjasa, dan sebagainya; supaya tidak hanya bangunan fisiknya yang
jadi, mereka yang terlibat di dalam pembangunan Dhammaguna Bodhivamsa
ini spiritualnya—batinnya—juga maju. Jangan karena viharanya, pengurusnya lalu
antem-anteman; dan mereka semua rupa-rupanya mampu.
Rupa-rupanya Bodhivamsa
mampu—mampu untuk membangun tanpa kemarahan, tanpa ketegangan, tanpa
peng-kerengan.Tetapi, kalau umat di sini, pengurus di sini mampu membangun dengan
kerukunan tanpa ke-aku-an, tanpa kemarahan, tanpa peng-kerengan, lalu itu dijadikan
kebanggaan, itu juga kotoran batin yang baru.
Bangga kalau dirinya rendah hati
, bangga kalau dirinya tidak pernah marah, bangga kalau dirinya orang yang baik,
itulah kotoran batin yang baru; dan kekotoran batin yang halus itu juga harus dicabut
supaya kita memperoleh kualitas yang lebih baik dalam praktik Dhamma.
Ibu, bapak, Saudara sekalian,
oleh karena itu, saya berharap kalau Saudara meninggalkan Vihara Bodhivamsa ini,
jangan ketinggalan, semuanya—jangan ada satu pun yang kelewatan.
Semuanya berbuat baik dengan
tulus dan tidak usah malu. Kalau Saudara berdana seribu rupiah lalu Saudara
malu, maka malu berbuat baik itu juga kotoran batin yang kasar. “Bhante, kalau
saya tidak membawa sangu?” Apa saja bisa Saudara berikan sebagai latihan membersihkan
kotoran batin, kalau tidak bisa memberi sekarang, paling tidak sekarang saya
bertekad untuk mengirimkan dana kemudian.
Misalnya Anda bertekad, “Setiap bulan
kalau saya gajian saya akan potong untuk kirim ke Klaten!” Apa nanti
manfaatnya? Tidak usah risau, manfaatnya adalah pasti ;tetapi yang harus diwaspadai
bukan yang pasti , kotoran batin itulah yang harus diwaspadai. Kalau tidak ada
kewaspadaan,tidak ada sati , tidak ada perhatian, kotoran-kotoran batin itu bisa
menyelinap, meracuni, mengotori pikiran kita.
Perkara buah dari perbuatan baik
adalah kebahagiaan—itu pasti —tidak usah dirisaukan. Justeru yang harus
diwaspadai, diawasi adalah kotoran batin pada saat kita berbuat baik sehingga
kebaikan itu tidak menimbulkan kilesa atau kotoran batin yang baru,tetapi
malahan membersihkan pikiran kita dari kotoran-kotoran batin.Kotoran batin itulah Saudara,
penyebab penderitaan.
Kegelisahan, ketidakpuasan,
keputusasaan, penasaran, marah,dendam; itulah kotoran batin, dan kotoran batin
itu harus dikikis,diwaspadai, dan kemudian dihancurkan.
Ibu, bapak, Saudara sekalian,
itulah sebagian dari pesan Sang Buddha pada saat Beliau menyampaikan khotbah
singkat Ovādapāti mokkha.
Dengan melaksanakan Dhamma,
Saudara akan merasakan manfaat.
Pada saat Saudara mulai
melaksanakan Dhamma, pada saat itulah Saudara marasakan manfaat Dhamma.
Kumpulan ceramah Sri Pannyavaro Mahathera
Vidyāsenā Production
Vihāra Vidyāloka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar