Khotbah
yang menggembirakan
Diterjemahkan
dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice
O’Connell Walshe
[117] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di tengah-tengah para Sakya, di bangunan [Sekolah]1, di hutan mangga milik keluarga Vedhañña.2 Pada masa itu, Nigaṇṭha Nātaputta baru saja meninggal dunia di Pāvā.3 Dan setelah ia meninggal dunia, para pengikut Nigaṇṭha terpecah menjadi dua kelompok, yang saling berselisih, bertengkar, berkelahi, dan menyerang satu sama lain dalam perang kata-kata: ‘Engkau tidak memahami ajaran dan disiplin – aku memahami!’ ‘Bagaimana mungkin engkau memahami ajaran dan disiplin?’ ‘Caramu salah – caraku benar!’ ‘Aku konsisten – engkau tidak!’ ‘Engkau mengatakannya belakangan apa yang seharusnya engkau katakan pertama, dan engkau mengatakannya pertama kali apa yang seharusnya engkau katakan belakangan!’ ‘Mengapa lama sekali engkau sadar bahwa telah dibantah!’ ‘Argumentasimu telah ditaklukkan, engkau kalah!’ ‘Pergilah, selamatkan ajaranmu – keluarlah dari sana jika engkau bisa!’ Kalian mungkin berpikir bahwa para pengikut Nigaṇṭha, murid-murid Nātaputta, cenderung saling membunuh satu sama lain. Bahkan para pengikut [118] berjubah putih merasa jijik, tidak senang dan menolak ketika mereka melihat ajaran mereka begitu keliru dinyatakan, begitu keliru diperlihatkan, dan begitu tidak berguna dalam menenangkan nafsu, setelah dinyatakan oleh seorang yang tidak tercerahkan, dan sekarang dengan penyokongnya meninggal dunia, tanpa seorang yang berwenang.4
2. Saat itu, Samaṇera Cunda, yang baru saja melewatkan musim hujan di Pāvā, datang ke Sāmagāma untuk menemui Yang Mulia Ānanda. Setelah memberi hormat kepadanya, ia duduk di satu sisi dan berkata: ‘Yang Mulia, Nigaṇṭha Nātaputta baru saja meninggal dunia di Pāvā.’ Dan ia menceritakan apa yang telah terjadi. Yang Mulia Ānanda berkata: ‘Cunda, ini adalah suatu hal yang harus dilaporkan kepada Sang Bhagavā. Mari kita menemui-Nya dan memberitahu-Nya.’ ‘Baiklah, Yang Mulia,’ jawab Cunda.
3. Maka mereka mendatangi Sang Bhagavā dan memberitahu-Nya. Beliau berkata: ‘Cunda, ini adalah ajaran dan disiplin yang keliru, [119] dan diperlihatkan secara keliru dan tidak berguna dalam menenangkan nafsu karena dinyatakan oleh seorang yang belum tercerahkan.’
4. ‘Karena itu, Cunda, seorang siswa yang tidak dapat hidup sesuai ajaran itu dan memelihara perbuatan yang baik, juga tidak dapat hidup di dalamnya, tetapi menyimpang darinya. Kepadanya seseorang boleh berkata: “Teman, ini adalah apa yang engkau terima,5 dan engkau memiliki kesempatan.6 Gurumu tidak tercerahkan … engkau tidak dapat hidup sesuai ajaran itu …, tetapi menyimpang darinya.” Dalam hal ini, Cunda, guru itu patut dicela, ajaran itu patut dicela, tetapi murid itu layak dipuji. Dan jika seseorang berkata kepada murid itu: “Marilah, Yang Mulia, dan berlatihlah sesuai ajaran yang dinyatakan dan diberikan oleh gurumu,” – orang yang menyarankan ini, hal yang disarankan, dan ia yang melatihnya akan mendapatkan keburukan.7 Mengapa? Karena ajaran itu keliru.’
5. ‘Tetapi di sini, Cunda, ada seorang guru yang tidak tercerahkan … dan seorang murid hidup sesuai ajaran itu, dan selaras dengannya. Seseorang boleh berkata kepadanya: “Teman, apa yang engkau terima adalah tidak baik,8 kesempatanmu tidak baik;9 gurumu tidak [120] tercerahkan, ajarannya keliru, … tetapi engkau masih hidup sesuai dengan ajaran itu ….” Dalam hal ini, guru, ajaran, dan murid, semuanya patut dicela. Dan jika seseorang mengatakan: “Yang Mulia, dengan mengikuti cara itu, engkau akan berhasil,” orang yang menyarankan, hal yang disarankan, dan orang yang, setelah mendengar saran itu, berusaha lebih keras lagi, akan mendapatkan keburukan yang lebih besar lagi. Mengapa? Karena ajaran itu keliru.’
6. ‘Tetapi sekarang ada seorang guru yang tercerahkan sempurna: ajarannya benar, diperlihatkan dengan baik, berguna dalam menenangkan nafsu karena guru yang tercerahkan itu, tetapi para murid tidak hidup sesuai ajaran itu …, menyimpang darinya. Dalam hal ini, seseorang boleh berkata kepadanya: “Teman, engkau telah gagal, engkau telah kehilangan kesempatanmu;10 gurumu tercerahkan sempurna, ajarannya dinyatakan dengan sempurna, … tetapi engkau tidak mengikutinya, engkau menyimpang darinya.” Dalam hal ini, sang guru dan ajaran itu layak dipuji, tetapi murid itu patut dicela. Dan jika seseorang berkata: “Yang Mulia, engkau harus mengikuti ajaran yang diajarkan oleh gurumu,” maka orang yang menyarankan, hal yang disarankan, dan orang yang berlatih demikian akan mendapatkan jasa besar. Mengapa? Karena ajaran itu benar ….’ [121]
7. ‘Tetapi sekarang ada seorang guru yang tercerahkan sempurna: ajarannya benar … dan murid itu, setelah menerimanya, melatihnya dengan benar, dan memeliharanya. Seseorang boleh berkata kepadanya: “Teman, apa yang engkau terima adalah baik, ini adalah kesempatanmu,11 … dan engkau mengikuti ajaran gurumu.” Dalam hal ini, guru dan ajarannya adalah layak dipuji, dan si murid juga layak dipuji. Dan jika seseorang berkata kepada murid demikian: “Yang Mulia, dengan mengikuti cara itu, engkau akan berhasil,” maka orang yang menyarankan, hal yang disarankan dan orang yang, setelah mendengar saran itu, berusaha lebih keras lagi, akan mendapatkan jasa yang lebih besar lagi. Mengapa? Karena ajaran itu benar, diperlihatkan dengan benar dan berguna dalam menenangkan nafsu karena Guru yang Tercerahkan Sempurna dan Buddha Yang Tertinggi.’
8. ‘Tetapi sekarang ada seorang guru muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, dan ajaran-Nya benar, … berguna dalam menenangkan nafsu karena Guru itu. Tetapi para siswa-Nya belum menguasai Dhamma sejati itu, kemurnian sempurna dari kehidupan suci belum jelas dan belum terbukti bagi mereka dalam hal logika keterbukaannya,12 dan belum cukup kokoh tertanam dalam diri mereka,13 [122] selagi masih benar dinyatakan di antara umat manusia pada saat Sang Guru meninggal dunia.14 Hal itu, Cunda, kematian Sang Guru adalah hal yang menyedihkan bagi para siswa-Nya. Mengapa? Mereka akan berpikir: “Guru kita muncul di dunia ini untuk kita, seorang Arahat, Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, yang ajaran-Nya dinyatakan dengan benar, … tetapi kita belum menguasai Dhamma sejati itu … selagi masih benar dinyatakan di antara umat manusia, dan sekarang Guru kita telah meninggal dunia!” Hal itu, kematian guru, adalah hal yang menyedihkan bagi para siswanya.’
9. ‘Tetapi sekarang ada seorang guru muncul di dunia ini, … dan para siswa-Nya telah menguasai Dhamma sejati itu, kemurnian sempurna dari kehidupan suci telah jelas dan telah terbukti bagi mereka dalam hal logika keterbukaannya, dan cukup kokoh tertanam dalam diri mereka selagi masih benar dinyatakan di antara umat manusia pada saat Sang Guru meninggal dunia. Hal itu, Cunda, kematian Sang Guru bukanlah hal yang menyedihkan bagi para siswa-Nya. Mengapa? Mereka akan berpikir: “Guru kita muncul di dunia ini untuk kita … dan kita telah menguasai Dhamma sejati itu … selagi masih benar dinyatakan di antara umat manusia, [123] dan sekarang Guru kita telah meninggal dunia!” Hal itu, kematian guru, bukanlah hal yang menyedihkan bagi para siswanya.’
10. ‘Tetapi, Cunda, jika kehidupan suci15 dalam situasi berikut ini, tidak ada guru yang lebih senior, yang lebih tua, yang lebih dulu ditahbiskan, matang dan maju dalam hal senioritas, maka dalam kasus demikian, kehidupan suci adalah tidak sempurna. Tetapi jika guru demikian ada, maka kehidupan suci dapat disempurnakan dalam kasus demikian.’
11. ‘Jika dalam kasus guru yang demikian ada, tetapi tidak ada para siswa senior di antara para bhikkhu, yang berpengalaman, terlatih, terampil, yang telah mencapai kedamaian dari belenggu,16yang mampu membabarkan Dhamma sejati, mampu membantah ajaran yang bertentangan yang muncul karena Dhamma sejati, dan setelah melakukan hal itu, membabarkan Dhamma yang kokoh, maka kehidupan suci itu belum sempurna.17’
12. ‘Jika dalam kasus guru yang demikian ada, ada para siswa senior, tetapi tidak ada para bhikkhu dengan tingkat senioritas menengah yang memiliki kualitas-kualitas ini, … atau [meskipun ada para bhikkhu menengah ini] tidak ada para bhikkhu junior yang memiliki kualitas-kualitas ini, … tidak ada siswa senior di antara para bhikkhunī, … [124] tidak ada bhikkhunī tingkat menengah atau yang junior, … tidak ada umat-awam berjubah putih, baik laki- laki ataupun perempuan, selibat ataupun tidak,18 atau jika ajaran tidak makmur dan berkembang, tidak menyebar luas, dikenal luas, dibabarkan jauh dan luas, … atau [bahkan jika kondisi-kondisi ini terpenuhi] belum memperoleh posisi pertama dalam dukungan publik, maka kehidupan suci ini belum sempurna.’
13. ‘Jika semua kondisi ini terpenuhi, maka [125] kehidupan suci ini sempurna.’
14. ‘Tetapi, Cunda, sekarang Aku telah muncul di dunia ini sebagai seorang Arahat, Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna, Dhamma dibabarkan dengan sempurna, … para siswa-Ku menguasai Dhamma sejati, … kemurnian sempurna dari kehidupan suci telah jelas dan telah terbukti bagi mereka dalam hal logika keterbukaannya …. Tetapi, sekarang, Aku adalah seorang guru tua yang telah lama menjadi guru, yang meninggalkan keduniawian sejak lama berlalu, dan akhir-Ku telah mendekat.’
15. ‘Akan tetapi, ada guru-guru senior di tengah-tengah para bhikkhu, yang berpengalaman, terlatih, terampil, yang telah mencapai kedamaian dari belenggu, yang mampu membabarkan Dhamma sejati, mampu membantah ajaran yang bertentangan, dan setelah melakukan hal itu, membabarkan Dhamma yang kokoh. Dan ada para bhikkhu tingkat menengah yang disiplin dan berpengalaman, ada para samaṇera yang merupakan para siswa, ada para siswa bhikkhunī yang senior, tingkat menengah dan samaṇerī yang merupakan para siswa, ada umat-awam berjubah putih, laki-laki dan perempuan, selibat dan [126] tidak selibat, dan kehidupan suci yang Kuajarkan makmur dan berkembang, menyebar luas, dikenal luas, dibabarkan jauh dan luas, diajarkan dengan sempurna di antara umat manusia.’
16. ‘Di antara semua guru yang ada sekarang di dunia ini, Cunda, Aku tidak melihat seorang pun yang telah mencapai posisi kemasyhuran dan pengikut seperti yang Kucapai. Dari semua persatuan dan kelompok di dunia ini, Aku tidak melihat satu pun yang sama kemasyhurannya dan memiliki pengikut yang sama banyaknya seperti Sangha perkumpulan para bhikkhu siswa-Ku. Jika seseorang merujuk pada kehidupan suci mana pun yang berhasil sepenuhnya dan sempurna, tidak ada kekurangan dan tidak ada kelebihan. Maka kehidupan suci yang inilah yang harus mereka jelaskan. Adalah Uddaka Rāmaputta19 yang biasa mengatakan: “Ia melihat, tetapi tidak melihat”. Apakah itu, melihat tetapi tidak melihat? Engkau dapat melihat bilah pisau cukur yang tajam, tetapi tidak melihat sisi tajamnya. Itulah yang ia maksudkan dengan “Ia melihat, tetapi tidak melihat.” Ia merujuk pada hal-hal duniawi yang rendah, kasar, dan tidak mulia yang tidak memiliki makna spiritual,20 hanya sekadar pisau cukur.’
‘Tetapi jika seseorang menggunakan ungkapan itu dengan benar: [127] “Ia melihat, tetapi tidak melihat,” maka itu adalah seperti ini: Apa yang ia lihat adalah kehidupan suci yang berhasil sepenuhnya dan sempurna, tidak ada kekurangan dan tidak ada kelebihan, dibabarkan dengan baik dalam kesempurnaan kemurniannya. Jika ia mengurangi sesuatu darinya, berpikir: “Dengan cara ini, maka akan menjadi lebih murni,” ia tidak melihatnya. Dan jika ia menambahkan sesuatu ke dalamnya, berpikir: “Dengan cara ini, maka akan menjadi lebih lengkap,” maka ia tidak melihatnya.21 Itu adalah makna dari kalimat: “Ia melihat, tetapi tidak melihat.” Jika seseorang merujuk pada kehidupan suci mana pun yang berhasil sepenuhnya dan sempurna … maka kehidupan suci yang inilah yang harus mereka jelaskan.’
17. ‘Oleh karena itu, Cunda, kalian semua kepada siapa Aku mengajarkan kebenaran-kebenaran ini yang telah Kucapai melalui Pengetahuan-Super, harus berkumpul dan membacakannya, menentukan makna dari makna, dan ungkapan dari ungkapan, tanpa perselisihan, dengan tujuan agar kehidupan suci ini dapat berlanjut dan kokoh dalam waktu yang lama demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk demi belas kasihan terhadap dunia dan demi manfaat, keuntungan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia.22 Dan apakah hal-hal yang harus kalian bacakan bersama? Yaitu: empat landasan perhatian, empat usaha benar, empat jalan menuju kekuatan, lima indria spiritual, lima kekuatan batin, tujuh [128] faktor penerangan sempurna, Jalan Mulia berfaktor Delapan. Ini adalah hal-hal yang harus kalian bacakan bersama.’
18. ‘Dan beginilah kalian harus melatih diri kalian, setelah berkumpul dengan harmonis dan tanpa perselisihan. Jika seorang teman dalam kehidupan suci mengutip Dhamma di tengah-tengah pertemuan, dan jika kalian merasa bahwa ia salah memahami makna atau mengungkapkannya secara keliru, kalian jangan menerima atau menolaknya, melainkan harus mengatakan kepadanya: “Teman, jika yang engkau maksudkan adalah itu, engkau harus mengatakannya seperti ini atau itu: manakah yang lebih tepat?” atau: “Jika engkau mengatakan seperti itu, maka yang engkau maksudkan adalah ini atau itu: manakah yang lebih tepat?” Jika ia menjawab: “Makna ini lebih baik diungkapkan dengan cara ini daripada itu,” atau: “Makna dari ungkapan itu adalah ini dan bukannya itu,” maka kata-katanya jangan diterima atau ditolak, melainkan kalian harus dengan saksama menjelaskan makna dan ungkapan yang benar.’
19. ‘Kemudian, Cunda, jika seorang teman dalam kehidupan suci ini mengutip Dhamma di tengah-tengah suatu pertemuan, dan jika kalian merasa bahwa ia salah memahami maknanya walaupun ia mengungkapkannya [129] dengan benar, kalian jangan menerima atau menolaknya, melainkan harus mengatakan kepadanya: “Teman, kata-kata itu dapat bermakna ini atau itu: makna yang manakah yang lebih tepat?” Dan jika ia menjawab: “kata-kata itu bermakna ini,” maka kata-katanya jangan diterima atau ditolak, melainkan kalian harus dengan saksama menjelaskan makna yang benar.’
20. ‘Dan demikian pula, jika kalian merasa bahwa ia memahami makna yang benar tetapi mengungkapkannya secara keliru … kalian harus dengan saksama menjelaskan makna dan ungkapan yang benar.’
21. ‘Tetapi, Cunda, jika kalian merasa bahwa ia memahami makna yang benar dan mengungkapkannya dengan benar, … maka kalian harus mengatakan: “Baik sekali!”23 dan harus memuji dan mengucapkan selamat, dengan berkata: “Kita beruntung, kami sungguh beruntung memiliki engkau, Teman, seorang teman dalam kehidupan suci yang sangat menguasai makna maupun pengungkapannya!”’
22. ‘Cunda, Aku tidak mengajarkan Dhamma untuk mengendalikan kekotoran yang muncul dalam kehidupan ini saja.24 [130] Aku tidak mengajarkan Dhamma hanya untuk menghancurkan kekotoran dalam kehidupan berikutnya saja, melainkan Dhamma untuk mengendalikan dalam kehidupan ini dan menghancurkan dalam kehidupan mendatang. Karena itu, Cunda, biarlah jubah yang Aku izinkan engkau memakainya hanya sekadar untuk mengusir dingin, mengusir panas, menghindari gigitan serangga pengganggu, nyamuk, angin, matahari, dan binatang merayap, hanya sebagai penutup bagian tubuh yang memalukan.25 Biarlah dana makanan yang Aku izinkan engkau memakannya hanya sekadar cukup untuk mempertahankan dan memelihara tubuh, untuk menjaganya agar tidak sakit dalam menjalani kehidupan suci, dengan pikiran: “Dengan demikian, aku akan melenyapkan perasaan sebelumnya26 tanpa memunculkan yang baru – dengan demikian, aku akan hidup tanpa gangguan dan dalam kenyamanan.” Biarlah tempat tinggal yang Aku izinkan engkau menggunakannya hanya sekadar untuk mengusir dingin, mengusir panas, menghindari gigitan serangga pengganggu, nyamuk, angin, matahari, dan binatang merayap, untuk melindungi dari bahaya musim dan untuk menikmati pengasingan. Biarlah persediaan obat-obatan dan kebutuhan lainnya hanya untuk mengusir penyakit yang telah muncul dan untuk memelihara kesehatan.27’
23. ‘Mungkin terjadi, Cunda, bahwa para pengembara dari aliran lain akan mengatakan: “Para petapa yang mengikuti Sakya menyukai hidup bersenang-senang.”28 Jika demikian, maka mereka harus ditanya: “Hidup bersenang-senang bagaimanakah, Teman, karena kehidupan demikian memiliki banyak bentuk.” Ada, Cunda, empat jenis hidup bersenang-senang yang rendah, kasar, duniawi, tidak mulia, dan tidak mendukung kesejahteraan,29 tidak mengarah menuju kekecewaan, kebosanan, pelenyapan, ketenangan, penembusan, pencerahan, Nibbāna. Apakah itu? Pertama, seorang dungu30 yang merasa senang dan gembira dalam pembunuhan. Ke dua, [131] seseorang yang merasa senang dan gembira dalam perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan. Ke tiga, seseorang yang merasa senang dan gembira dalam kebohongan. Ke empat, seseorang yang terlibat dalam dan menikmati kenikmatan lima indria. Ini adalah empat jenis hidup bersenang-senang yang rendah, … tidak mengarah menuju kekecewaan, … pencerahan, Nibbāna.’
24. ‘Dan mungkin mereka yang berasal dari aliran lain akan mengatakan: “Apakah para petapa yang mengikuti Sakya menyukai empat jenis hidup bersenang-senang?” mereka harus dijawab: “Tidak!” karena mereka tidak berbicara yang benar tentang kalian, mereka memfitnah kalian dengan pernyataan-pernyataan palsu dan tidak benar.’
‘Ada, Cunda, empat jenis hidup bersenang-senang yang mendukung31 kekecewaan, kebosanan, pelenyapan, ketenangan, penembusan, pencerahan, Nibbāna. Apakah itu? Pertama, seorang bhikkhu, melepaskan semua keinginan-indria,32 melepaskan kondisi batin yang tidak bermanfaat, masuk dan berdiam dalam jhāna pertama yang disertai awal-pikiran dan kelangsungan- pikiran, yang muncul dari melepaskan. Dan dengan melenyapkan awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, dengan memperoleh ketenangan di dalam dan keterpusatan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang tanpa awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, yang muncul dari konsentrasi, dipenuhi dengan kegirangan dan kebahagiaan. Kemudian, dengan meluruhnya kegirangan, tanpa terganggu, penuh perhatian, dan sadar jernih, ia mengalami dalam dirinya kegembiraan yang dikatakan oleh Para Mulia: “Berbahagialah ia yang berdiam dalam keseimbangan dan perhatian,” ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga. Kemudian dengan melepaskan kenikmatan [132] dan kesakitan, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang melampaui kenikmatan dan kesakitan, dan dimurnikan oleh keseimbangan dan perhatian.’
‘Ini adalah empat jenis hidup bersenang-senang yang mendukung kekecewaan, kebosanan, pelenyapan, ketenangan, penembusan, pencerahan, Nibbāna. Maka, jika para pengembara dari aliran lain mengatakan bahwa para pengikut Sakya menyukai empat jenis pencarian-kesenangan ini, mereka harus dijawab: “Benar,” karena mereka berbicara yang benar tentang kalian, mereka tidak memfitnah kalian dengan pernyataan-pernyataan palsu dan tidak benar.’
25. ‘Kemudian para pengembara itu mungkin bertanya: “Jadi, mereka yang menjalani empat jenis pencarian-kesenangan ini – berapa banyakkah buah, berapa banyakkah manfaat yang dapat mereka harapkan?” Dan kalian harus menjawab: “Mereka dapat mengharapkan empat buah, empat manfaat. Apakah itu? Yang pertama adalah ketika seorang bhikkhu dengan hancurnya tiga belenggu telah menjadi seorang Pemenang-Arus, tidak akan terlahir kembali di alam rendah, teguh, kokoh, pasti mencapai penerangan sempurna; ke dua adalah ketika seorang bhikkhu dengan hancurnya secara total tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian, dan kebodohan, telah menjadi Yang- Kembali-Sekali, dan setelah kembali sekali lagi ke alam ini, akan mengakhiri penderitaan; ke tiga adalah ketika seorang bhikkhu, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan dari sana akan mencapai Nibbāna tanpa kembali lagi dari alam itu. Ke empat adalah ketika seorang bhikkhu, dengan hancurnya kekotoran-kekotoran dalam kehidupan ini telah, dengan pengetahuan dan pencapaiannya sendiri, mencapai kesucian Arahat, mencapai kebebasan pikiran dan melalui kebijaksanaan. Demikianlah empat buah dan empat manfaat dari empat jenis pencarian-kesenangan itu yang dapat diharapkan.”’
26. ‘Kemudian para pengembara itu [133] mungkin mengatakan: “ajaran dari para pengikut Sakya tidak beralasan.” Mereka harus diberitahu: “Teman, Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, telah mengajarkan dan membabarkan kepada para siswa-Nya prinsip-prinsip yang tidak boleh dilanggar seumur hidup. Ajaran- ajaran yang Beliau ajarkan bagaikan tonggak33 atau tiang besi yang tertanam dalam, tertanam dengan baik dan tidak tergoyahkan, tidak tergerak. Dan bhikkhu mana pun yang adalah Arahat, yang kekotoran-kekotorannya telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan, telah melakukan apa yang harus dilakukan, melepaskan beban, mencapai tujuan sesungguhnya, yang telah menghancurkan secara total belenggu penjelmaan, dan terbebaskan oleh pandangan terang tertinggi, tidak lagi mampu melakukan sembilan hal: (1) ia tidak mampu dengan sengaja membunuh; (2) ia tidak mampu mengambil apa yang tidak diberikan; (3) ia tidak mampu melakukan hubungan seksual; (4) ia tidak mampu dengan sengaja mengucapkan kebohongan; (5) ia tidak mampu menyimpan barang-barang untuk kesenangan indria seperti yang ia lakukan sebelumnya sewaktu masih menjalani kehidupan rumah tangga; (6) ia tidak mampu melakukan kesalahan karena kemelekatan; (7) ia tidak mampu melakukan kesalahan karena kebencian; (8) ia tidak mampu melakukan kesalahan karena kebodohan; (9) ia tidak mampu melakukan kesalahan karena ketakutan. Ini adalah sembilan hal yang seorang Arahat, yang kekotoran-kekotorannya telah dihancurkan, tidak dapat lakukan ….”’ [134]
27. ‘Atau para pengembara itu mungkin mengatakan: “Sehubungan dengan masa lampau, Petapa Gotama memperlihatkan pengetahuan dan pandangan terang yang tanpa batas, tetapi tidak untuk masa depan, sehubungan dengan apa yang akan terjadi dan bagaimana terjadinya.” Itu akan menganggap bahwa pengetahuan dan pandangan terang mengenai satu hal dihasilkan melalui pengetahuan dan pandangan terang mengenai hal lainnya, seperti yang dibayangkan oleh si dungu. Sehubungan dengan masa lampau, Sang Tathāgata memiliki pengetahuan kehidupan lampau. Beliau dapat mengingat sejauh yang Beliau inginkan. Sedangkan untuk masa depan, pengetahuan ini yang muncul dari Penerangan Sempurna muncul dalam diri-Nya: “Ini adalah kelahiran terakhir, tidak akan ada lagi penjelmaan.”’
28. ‘Jika “masa lampau” merujuk pada apa yang bukan kenyataan, pada dongeng,34 pada apa yang tidak bermanfaat, Sang Tathāgata tidak akan menjawab. Jika merujuk pada kenyataan, bukan dongeng, tetapi tidak bermanfaat, Sang Tathāgata tidak akan menjawab. Tetapi jika “masa lampau” merujuk pada kenyataan, bukan dongeng, dan bermanfaat, maka Sang Tathāgata mengetahui waktu yang tepat untuk menjawab. Hal yang sama berlaku untuk masa depan dan masa sekarang. [135] Oleh karena itu, Cunda, Sang Tathāgata disebut seorang yang menyatakan di waktu yang tepat, kenyataan, dan yang bermanfaat, Dhamma dan disiplin. Itulah sebabnya maka disebut Tathāgata.35’
29. ‘Cunda, apa pun juga di dunia ini bersama para dewa dan māra dan Brahmā, dengan para petapa dan Brahmana, raja-raja dan umat manusia, yang terlihat, terdengar, terasa,36 dikenal, apa pun yang pernah dicapai, dicari, atau direnungkan oleh pikiran – semua ini telah dipahami sepenuhnya oleh Sang Tathāgata. Itulah sebabnya, maka disebut Tathāgata. Antara malam ketika Sang Tathāgata mencapai Penerangan Sempurna, Cunda, dan malam ketika Beliau mencapai unsur-Nibbāna tanpa sisa,37 apa pun yang Beliau babarkan, ucapkan, atau jelaskan adalah demikian adanya dan bukan sebaliknya. Itulah sebabnya, maka disebut Tathāgata. Dan di seluruh dunia ini, para dewa dan māra dan Brahmā, dengan para petapa dan Brahmana, raja-raja dan umat manusia, Sang Tathāgata adalah penakluk yang tidak terkalahkan, Mahamelihat dan raja di antara semuanya. Itulah sebabnya, maka disebut Tathāgata.’
30. ‘Atau para pengembara itu mungkin berkata: “Apakah Sang Tathāgata ada setelah kematian?”38“Apakah itu benar, dan semua pandangan lainnya salah?” Mereka harus diberitahu: “Teman, hal ini tidak pernah diungkapkan oleh [136] Sang Bhagavā.” … ”Apakah Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian?” … “Apakah Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian?” Mereka harus diberitahu: “Teman, hal ini tidak pernah diungkapkan oleh Sang Bhagavā.”’
31. ‘Kemudian mereka mungkin berkata: “Mengapakah Petapa Gotama tidak mengungkapkan hal ini?” Mereka harus diberitahu: “Teman, hal ini tidak mendukung kesejahteraan atau Dhamma, atau tidak mendukung kehidupan suci yang lebih tinggi, atau tidak mendukung kekecewaan, kebosanan, pelenyapan, ketenangan, penembusan, pencerahan, Nibbāna. Itulah sebabnya, maka Sang Bhagavā tidak mengungkapkannya.”’
32. ‘Atau mereka mungkin berkata: “Teman, apakah yang diungkapkan oleh Petapa Gotama?” Mereka harus diberitahu: “‘Ini adalah penderitaan’ telah dinyatakan oleh Sang Bhagavā; ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’ …; ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’ …; ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’ telah dinyatakan oleh Sang Bhagavā.”’ [137]
33. ‘Kemudian mereka mungkin berkata: “Mengapakah hal-hal ini dinyatakan oleh Petapa Gotama?” Mereka harus diberitahu: “Teman, hal ini mendukung kesejahteraan, mendukung Dhamma, mendukung kehidupan suci yang lebih tinggi, mendukung kekecewaan,39 kebosanan, pelenyapan, ketenangan, penembusan, pencerahan, Nibbāna. Itulah sebabnya, maka Sang Bhagavā mengungkapkannya.”’
34. ‘Cunda, spekulasi-spekulasi rendah tentang asal-usul segala sesuatu yang telah Kujelaskan kepada kalian seperti yang seharusnya dijelaskan, haruskah Aku menjelaskannya dengan cara yang tidak seharusnya dijelaskan?40 Dan demikian pula dengan masa depan? Apakah spekulasi-spekulasi tentang masa lampau …? Ada beberapa petapa dan Brahmana yang mengatakan dan percaya: “Diri dan dunia adalah abadi. Ini benar dan semua pandangan lainnya salah.” “Diri dan dunia adalah tidak abadi.” … “Diri dan dunia adalah abadi dan juga tidak abadi.” … “Diri dan dunia adalah bukan abadi dan juga bukan tidak abadi.” … “Diri dan dunia tercipta dengan sendirinya.” … “Diri dan dunia diciptakan oleh makhluk lain.” … “Diri dan dunia tercipta dengan sendirinya dan juga diciptakan oleh makhluk lain.” … [138] “Diri dan dunia bukan tercipta dengan sendirinya dan juga bukan diciptakan oleh makhluk lain, melainkan muncul karena kebetulan.” Dan hal yang serupa sehubungan dengan kenikmatan dan kesakitan.’
35.-36. ‘Cunda, Aku mendatangi para petapa dan Brahmana yang menganut pandangan-pandangan ini dan jika, saat ditanya, mereka membenarkan bahwa mereka menganut pandangan demikian, Aku tidak menerima pandangan mereka. Mengapa tidak? Karena, Cunda, makhluk yang berbeda memiliki pendapat yang berbeda mengenai hal-hal itu. Aku juga tidak menganggap teori-teori demikian setara dengan pendapat-Ku, masih kurang unggul. Aku lebih unggul daripada mereka dalam hal pembabaran yang lebih tinggi. [139] Sehubungan dengan spekulasi-spekulasi rendah tentang asal-usul segala sesuatu yang telah Kujelaskan kepada kalian seperti yang seharusnya dijelaskan, mengapa sekarang harus Kujelaskan kepadamu dengan cara yang tidak seharusnya dijelaskan?’
37. ‘Dan bagaimana dengan para spekulator tentang masa depan? Ada beberapa petapa dan Brahmana yang mengatakan: “Diri setelah kematian adalah bermateri dan sehat;” “ … tidak bermateri;” “ … keduanya;” “ … bukan keduanya;” [140] “Diri adalah sadar setelah kematian;” “ … tidak sadar;” “ … keduanya;” “ … bukan keduanya;” “diri binasa, hancur, lenyap setelah kematian. Ini adalah benar, dan semua pandangan lainnya adalah salah.”’
38.-39. ‘Cunda, Aku mendatangi para petapa dan Brahmana yang menganut pandangan-pandangan ini, dan jika, saat ditanya, mereka membenarkan bahwa mereka menganut pandangan demikian, Aku tidak menerima pandangan mereka. Mengapa tidak? Karena, Cunda, makhluk yang berbeda memiliki pendapat yang berbeda mengenai hal-hal itu. Aku juga tidak menganggap teori-teori demikian setara dengan pendapat-Ku, masih kurang unggul. Aku lebih unggul daripada mereka dalam hal pembabaran yang lebih tinggi. Sehubungan dengan spekulasi-spekulasi rendah tentang masa depan yang telah Kujelaskan kepada kalian seperti [141] yang seharusnya dijelaskan, mengapa sekarang harus Kujelaskan kepadamu dengan cara yang tidak seharusnya dijelaskan?’
40. ‘Dan, Cunda, untuk menghancurkan segala pandangan tentang masa lampau dan masa depan, untuk melampauinya, Aku telah mengajarkan dan menetapkan empat landasan perhatian. Apakah empat itu? Di sini, Cunda, seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, sadar jernih, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keserakahan dan belenggu terhadap dunia. Ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan, … pikiran sebagai pikiran, … objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran, tekun, sadar jernih, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keserakahan dan belenggu terhadap dunia. Itulah bagaimana, Cunda, untuk menghancurkan pandangan-pandangan tentang masa lampau dan masa depan, dan untuk melampauinya, Aku telah mengajarkan dan menetapkan empat landasan perhatian.’
41. Selama itu, Yang Mulia Upavāna41 berdiri di belakang Sang Bhagavā, mengipasi Beliau. Dan ia berkata: ‘Sungguh indah, Bhagavā, sungguh menakjubkan! Bhagavā, pembabaran Dhamma ini sungguh menggembirakan – sangat menggembirakan! Bhagavā, apakah nama dari khotbah ini?’ ‘Upavāna, engkau boleh mengingatnya sebagai “Khotbah yang Menggembirakan”.’
Demikianlah Sang Bhagavā berbicara, dan Yang Mulia Upavāna senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau.
1. Dijelaskan oleh RD sebagai sekolah teknik. Berbagai keterampilan diajarkan di sini.
2. Namanya berarti ‘Pemanah’.
3. Ini memunculkan masalah kronologis, karena pemimpin Jain biasanya dipercaya meninggal dunia setelah Sang Buddha, A.L. Basham berpikir bahwa yang dimaksudkan di sini adalah Makkhali Gosāla.
4. Paṭisaraṇaṁ ‘tempat untuk mengadu’.
5. Kata-kata di sini adalah tassa te āvuso lābhā, tassa te suladdhaṁ‘Ini, Teman, adalah keuntunganmu (lābhā), ini bagimu adalah keuntungan besar (su-laddhaṁ)’, yaitu, kesempatan baik, diartikan oleh DA sebagai ‘kelahiran sebagai manusia’.
6. Sama seperti catatan sebelum ini.
7. Apuññaṁ.
8. Sama seperti catatan sebelumnya tentang lābhā, tetapi alābhā ‘rugi’ dan dulladhaṁ ‘rugi besar’.
9. Sama seperti catatan sebelum ini.
10. Di sini kata-katanya adalah alābhā, dulladdhaṁ seperti catatan sebelumnya, tetapi terjemahan yang berbeda sepertinya lebih tepat. Sepertinya tidak mungkin mempertahankan terjemahan yang sama.
11. Lābhā, suladdhaṁ: lihat catatan sebelumnya.
12. Āvikataṁ (tidak ada dalam PED).
13. Sappaṭihīrakata: ‘beralasan’ (PED).
14. Antaradhānaṁ: ‘pelenyapan’. Mungkin istilah yang mencakup parinibbāna dari seorang Tathāgata dan wafatnya seorang guru biasa.
15. Brahmacariyā.
16. Yoga-kkhema: ‘Kearahatan’. Yoga dalam terminologi Buddhis awal biasanya memiliki makna negatif yang berarti ‘belenggu’, khususnya sebagai sinonim bagi āsava. Konotasi religius positifnya perlahan-lahan berkembang, baik di dalam maupun di luar Buddhisme. Baca DN 33.1.11 (32).
17. RD secara tidak sengaja menerjemahkan sebagai ‘disempurnakan’ di sini, dan bukannya sebaliknya.
18. Kāma-Bhogino: ‘menikmati kenikmatan-indria’. RD menerjemahkan ‘ia yang kaya’ dan mengutip DA sebagai ‘pengikut kaya’. DA sesungguhnya memiliki gihi-sotāpannā yang berarti ‘Pemenang-Arus-Perumah tangga’ – yaitu belum tentu kaya, tetapi lebih dari sekadar ‘pengikut’.
19. Guru awal ke dua Gotama sebelum Beliau mencari sendiri penerangan. Baca MN 26, 36, dan sebagainya.
20. Anattha-saṁhitaṁ: seperti pada DN 9.28, di mana saya menerjemahkan sebagai ‘tidak mendukung tujuan’.
21. Beberapa penulis modern yang mencoba untuk menuliskan gagasan mereka sendiri ke dalam Buddhisme harus memerhatikankan ini!
22. Undangan untuk ‘membacakan’ ini mungkin telah menginpirasi Sutta 33, 34!
23. Sādhu: yang dalam beberapa kasus mirip dalam hal makna dengan ‘Amin’.
24. RD menerjemahkan di sini: ‘Suatu ajaran baru, Cunda, apakah Aku mengajarkan ….’ tetapi tidak ada sesuatu yang baru pada bagian selanjutnya, hanya sekadar pernyataan umum tentang prasyarat, yang dijelaskan dalam hubungannya dengan kehidupan ini dan kehidupan mendatang. Tulisan sebenarnya bukan Navaṁ ‘baru’ tetapi na ‘bukan untukmu’: kebingungan muncul karena makna negatif tidak dipahami (tulisan salah lainnya adalah namo, yang juga diturunkan dari na vo). Solusi ditemukan dalam kalimat ke dua yang serupa. Dalam kedua kasus, kita memiliki na … yeva ‘bukan sekadar’, yang memberikan makna utuh. DA sesungguhnya menuliskan na vo.
25. Hiri-kopīna-paṭicchādanatthaṁ: bagian formula biasa yang diabaikan oleh RD, Ñāṇamoli mengartikan dalam MN 2.12 untuk hiri-kopīna ‘yang mengganggu nurani’.
26. Lapar (DA).
27. Untuk penjelasan lebih lanjut, baca VM 1.85ff.
28. Ini mengingatkan tentang tuduhan terhadap Petapa Gotama oleh lima temannya sewaktu Beliau meninggalkan penyiksaan diri.
29. Ini juga terjemahan lain dari anaṭṭha-saṁhita. Baca catatan sebelumnya.
30. Bālo. Kata ini tidak digunakan sehubungan dengan tiga kategori lainnya, tidak diragukan untuk menunjukkan ‘menyenangi pembunuhan’ adalah sangat bodoh dan sangat layak dicela.
31. Ekanta-nibbidāya … penekanan ekanta, ditambahkan pada formula biasa, membuatnya lebih tegas.
32. Seperti DN 17.2.3, dan lain-lain.
33. Inda-khīlo: dijelaskan oleh Ñāṇamoli, Minor Readings and Illustrator (PTS 1960), p. 203 (Komentar Khuddaka Pātha): ‘tiang yang terbuat dari batang kayu yang ditanam setelah menggali tanah hingga [kedalaman] delapan atau sepuluh lengan di tengah-tengah ambang [gerbang kota], yang berguna untuk menahan pintu gerbang [ganda] dari sebuah kota’.
34. Atacchaṁ (= a-that-yaṁ) ‘tidak benar’.
35. Berbagai makna dari Tathāgata dikutip dalam terjemahan dari DA oleh BB (baca n.11).
36. Mutaṁ: ‘rasa’ digunakan oleh tiga indria, penciuman, pengecapan, dan sentuhan.
37. Cf. N.405.
38. Baca DN 1.2.27ff.
39. Seperti catatan sebelumnya mengenai Ekanta-nibbidāya.
40. Ini adalah beberapa spekulasi yang dibahas dalam DN 1.
41. Cf. DN 16.5.4.
www.samaggi-phala.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar