Kamis, 20 September 2012

4.BHAYABHERAVA SUTTA



Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha
Penerbit : Hanuman Sakti, Jakarta, 1997 

1. Demikianlah yang saya dengar pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, milik Anathapindika, Savatthi.

2. Kemudian Brahmana Janussoni pergi menemui Sang Bhagava, setelah bertemu, ia bersalaman dengan Sang Bhagava; setelah saling bersalaman dengan rasa persahabatan dan hormat, ia duduk di tempat yang telah tersedia. Setelah duduk, ia berkata kepada Sang Bhagava :”Saudara Gotama, ketika para perumah tangga meninggalkan kehidupan berkeluarga menjadi pabbaja (petapa) karena yakin kepada Saudara Gotama, apakah mereka menjadikan Saudara Gotama sebagai pemimpin mereka, penolong dan pembimbing mereka? Apakah orang-orang ini mengikuti pengertian pandangan Saudara Gotama?”"Brahmana, begitulah. Ketika para perumah tangga meninggalkan kehidupan berkeluarga menjadi pabbaja karena yakin kepada saya, mereka menjadikan saya pemimpin, penolong dan pembimbing mereka. Mereka mengikuti pengertian pandangan saya.”

“Saudara Gotama, tetapi tinggal di hutan yang terpencil adalah sulit dipertahankan, kesepian adalah sulit dicapai dan sulit menikmati keterpencilan. Seseorang berpikir bahwa hutan akan mengacaukan pikiran seorang bhikkhu, bila ia tidak bersamadhi.”

“Brahmana, begitulah. Tinggal di hutan yang terpencil adalah sulit dipertahankan, kesepian adalah sulit dicapai dan sulit menikmati keterpencilan. Seseorang berpikir bahwa hutan akan mengacaukan pikiran seorang bhikkhu, bila ia tidak bersamadhi.”

3. “Sebelum saya mencapai penerangan agung (sambodhi), ketika saya masih Bodhisatta yang belum mencapai penerangan agung, Saya pun bepikir :’ Tinggal di hutan yang terpencil adalah sulit dipertahankan, kesepian adalah sulit dicapai dan sulit menikmati keterpencilan. Seseorang berpikir bahwa hutan akan mengacaukan pikiran seorang bhikkhu, bila ia tidak bersamadhi.’ “

4. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana (petapa) atau brahmana tinggal di hutan yang terpencil dengan “perbuatan jasmani yang tidak suci” (aparisuddhakayakammanta), Karena mereka memiliki kekurangan dalam perbuatan, yaitu perbuatan jasmani yang tidak suci, maka muncul rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada para samana dan brahmana ini. Tetapi saya tinggal di hutan yang terpencil dengan “perbuatan jasmani yang suci” (parisuddhakayamanta). Saya tinggal di hutan yang terpencil, sebagai seorang ariya dengan perbuatan jasmani suci.’ Dengan melihat kesucian perbuatan jasmani pada diriku, Saya sangat terhibur tinggal dalam hutan.”

5. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di hutan yang terpencil dengan ucapan yang tidak suci (aparisuddhavacikammanta), karena mereka memiliki kekurangan dalam perbuatan, yaitu ucapan yang tidak suci, maka muncul rasa takul dan kegentaran yang tak berguna pada para samana dan brahmana ini. Tetapi Saya tinggal di hutan yang terpencil dengan ucapan yang suci. Saya tinggal di hutan yang terpencil, sebagai seorang ariya dengan ucapan suci. Dengan melihat kesucian ucapan pada diriku, Saya sangat terhibur tinggal dalam hutan.”

6. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana serakah, sangat bernafsu dengan keinginan-keinginan mereka namun sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar, maka para samana dan brahmana ini karena serakah, bernafsu dengan keinginan-keinginan, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tanpa keserakahan maupun tanpa nafsu pada keinginan-keinginan, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Saya tanpa keserakahan, saya adalah salah seorang ariya yang tanpa keserakahan, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri sendiri yang tanpa keserakahan, sangat terhibur hidup di hutan.

7. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘pikiran yang tidak suci (byapannacitta), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada ketidaksenangan’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikir buruk yang didasarkan pada ketidaksenangan, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tanpa ‘pikiran yang tidak suci’, tidak berpikiran buruk yang didasarkan pada ketidaksenangan’, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Saya diliputi oleh ‘pikiran cinta kasih’ (mettacitta). Saya adalah salah seorang ariya yang diliputi ‘pikiran cinta kasih’ (mettacitta), juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, sangat terhibur hidup di hutan.

8. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘diliputi kelesuan dan ngantuk’ (thinamaddhapariyutthita), yang ‘didasarkan pada ketidaksenangan’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena diliputi kelesuan dan ngantuk yang didasarkan pada ketidaksenangan, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tidak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tanpa ‘diliputi kelesuan dan ngantuk yang didasarkan pada ketidaksenangan’. Saya adalah salah seorang ariya yang tanpa ‘diliputi kelesuan dan ngantuk’ juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘diliputi kelesuan dan ngantuk, sangat terhibur hidup di hutan.

9. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘pikiran gelisah dan tidak tenang’ (uddhata avupasantacitta), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tanpa ‘pikiran gelisah dan tidak tenang’, tidak ‘berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’. Saya berpikir tenang’, tidak berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’. Saya adalah salah seorang ariya yang ‘berpikiran tenang, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

10. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘pikiran khawatir dan tidak pasti’ (kankhi vecikicchi), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tanpa ‘pikiran khawatir dan tidak pasti’, tidak ‘berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’.Saya adalah salah seorang ariya yang tanpa ‘pikiran khawatir dan tidak pasti’, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

11. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘memuji diri sendiri dan merendahkan orang lain’ (attukkamsaka paravambhi), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya ‘tidak memuji diri sendiri dan tidak merendahkan orang lain’ dan tidak ‘berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’. Saya adalah salah seorang ariya yang tidak memuji diri sendiri dan tidak merendahkan orang lain’, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

12. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘diliputi ketakutan dan kegentaran’ (chamba bhirukajatika), yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tanpa ‘diliputi ketakutan dan kegentaran’, ‘tidak berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’. Saya adalah salah seorang ariya yang tanpa ‘diliputi ketakutan dan kegentaran’, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

13. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘diliputi keinginan mendapat pemberian, kehormatan dan kemasyhuran’ (labhasakkarasilokam nikamayamano), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tidak diliputi keinginan mendapat pemberian, kehormatan dan kemasyhuran’, tidak ‘berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’. Saya adalah seorang ariya yang hanya berkeinginan sedikit, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

14. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘malas dan kurang semangat’ (kusita hinaviriya), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya tidak malas dan bersemangat, tidak ‘berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’. Saya tidak malas dan bersemangat. Saya adalah salah seorang ariya yang ‘bersemangat’, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

15. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘sifat pelupa dan tidak teliti’ (muttahassati asampajana), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya ‘berperhatian dan berpengertian’, tidak ‘berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian’. Saya adalah salah seorang ariya yang ‘berperhatian dan berpengertian’, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

16. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘pikiran tak terpusat dan liar’ (asamahita vibhantacitta), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya berpikiran yang terpusat dengan baik dan tidak ‘berpikiran buruk yang didasarkan pada kebencian. Saya adalah salah seorang ariya yang berpikiran terpusat dengan baik, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang tanpa ‘pikiran tidak suci’, mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

17. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Bilamana para samana atau brahmana tinggal di tempat terpencil dengan ‘tanpa pengertian dan tolol’ (dupanna elamuga), berpikiran buruk yang ‘didasarkan pada kebencian’ (sandosahetu), maka para samana dan brahmana ini karena memiliki pikiran yang tidak suci, berpikiran buruk yang didasarkan pada pikiran jahat, memunculkan rasa takut dan kegentaran yang tak berguna pada diri mereka. Tetapi, saya berpengertian yang sempurna. Saya adalah salah seorang ariya yang ‘berpengertian sempurna’, juga sering tinggal di tempat terpencil di hutan dan belukar. Brahmana, saya mengamati diri saya sendiri yang berpengertian sempurna’, saya mendapat kemantapan sangat kuat hidup di hutan.

18. Sehubungan dengan hal itu, saya berpikir: “Seandainya saya pada malam tertentu, yaitu: malam keempat belas, kelima belas dan kedelapan pada pertengahan bulan, saya bermalam ini di tempat-tempat yang menakutkan dan menggetarkan, seperti di Aramacetiya, Vanacetiya atau Rukkhacetiya, maka saya dapat melihat ketakutan dan kegentaran. Ketika saya sedang tinggal di tempat-tempat itu, binatang liar mendatangiku, atau burung merak mematahkan ranting, atau angin menggoyangkan dedaunan. Saya berpikir: ‘Sekarang, apakah ketakutan dan kegentaran muncul? Mengapa dengan tinggal di sini saya selalu mengharapkan ketakutan dan kegentaran? Bagaimana, bila saya melenyapkan ketakutan dan kegentaran yang muncul pada diriku, ketika saya dalam posisi apapun?’ “Brahmana, ketika saya sedang berjalan, ketakutan dan kegentaran muncul pada diriku; saya tidak berdiri, duduk atau berbaring hingga saya dapat melenyapkan ketakutan dan kegentaran itu. Ketika saya sedang berdiri, ketakutan dan kegentaran muncul pada diriku; saya tidak berjalan, duduk atau berbaring hingga saya dapat melenyapkan ketakutan dan kegentaran itu. Ketika saya sedang duduk, ketakutan dan kegentaran muncul pada diriku; saya tidak berjalan, berdiri atau berbaring hingga saya dapat melenyapkan ketakutan dan kegentaran itu. Ketika saya sedang berbaring, ketakutan dan kegentaran muncul pada diriku; saya tidak berjalan, berdiri atau duduk hingga saya dapat melenyapkan ketakutan dan kegentaran itu.

19. Brahmana, ada beberapa samana dan brahmana menganggap malam sebagai siang, sedangkan siang dianggap sebagai malam. Para samana dan brahmana ini saya nyatakan mereka hidup dalam kebodohan. Brahmana, karena bagi saya, malam adalah malam, dan siang adalah siang. Brahmana, siapapun yang berbicara benar: “Sesosok makhluk yang tidak dikuasai kebodohan telah muncul di dunia untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan banyak orang, karena kasih sayangnya kepada dunia demi manfaat, kesejahteraan dan kebahagiaan pada dewa dan manusia”, pernyataan seperti itu adalah tepat dinyatakan untukku.

20. Semangat tanpa lelah telah muncul dalam diriku, perhatian tanpa lupa telah mantap, tubuhku telah tenang dan tanpa gangguan, pikiranku telah terkonsentrasi dan terpusat (ekagata).

21. Agak bebas dari nafsu indera, bebas dari dhamma yang tak berguna, saya mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai oleh vitakka (usaha pikiran untuk menangkap obyek), vicara (obyek telah tertangkap), kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) karena pemusatan pikiran.

22. Dengan meninggalkan vitakka dan vicara, saya mencapai dan berada dalam Jhana II yang disertai “percaya diri” (sampasadanam), pemusatan pikiran, kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) karena pemusatan pikiran, tanpa vitakka dan tanpa vicara.

23. Dengan lenyapnya kegiuran (piti), saya diliputi ketenangan, penuh perhatian (sati) dan kebahagiaan jasmani saya mencapai dan berada dalam Jhana III, yang dinyatakan oleh para Ariya sebagai: “Ia senang karena memiliki ketenangan dan perhatian (sati).”

24. Dengan lenyapnya kebahagiaan (sukha) dan penderitaan (dukkha) jasmani, yang didahului oleh lenyapnya “Kebahagiaan dan penderitaan batin (somanassadomanassa), saya mencapai dan berada pada Jhana IV, yang tanpa dukkha (adukkha) dan tanpa sukha (asukha) disertai “perhatian dan keseimbangan suci” (upekhasatiparisuddhi).

25. Ketika batinnya (citta) telah suci, terang, tak ternoda, bersih dari kekotoran, lentur, mudah digunakan, mantap dan mencapai ketenangan, saya mengarahkan batin (citta) pada ‘pengetahuan tentang kehidupan-kehidupan yang lampau’ (pubbenivasanussatinana).Saya mengingat banyak kehidupanku yang lampau, yaitu: satu kelahiran, dua kelahiran … lima kelahiran, sepuluh kelahiran … lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penjadian dunia (samvattakappa), banyak kappa penghancuran dunia (vivattakappa), dan banyak kappa penjadian dan penghancuran dunia (samvattavivattakappa): “Di sana saya bernama, ras, penampilan, makanan, mengalami kesenangan serta penderitaan, panjang usia seperti itu; meninggal dari sana, saya terlahir kembali di tempat-tempat lain; di sana pun saya bernama, ras, penampilan, makanan, mengalami kesenangan serta penderitaan, panjang usia seperti itu; dan meninggal dari alam itu, saya terlahir di sini. Demikianlah, dengan rinci dan khusus, saya mengingat banyak kelahiranku yang lampau.

26. Inilah pengetahuan pertama yang saya capai pada masa-pertama di malam hari. Kebodohan (avijja) dilenyapkan dan pengetahuan (vijja) muncul, kegelapan lenyap dan cahaya bersinar, begitulah seseorang yang hidup rajin, bersemangat dan waspada.

27. Ketika batinnya (citta) telah suci, terang, tak ternoda, bersih dari kekotoran, lentur, mudah digunakan, mantap dan mencapai ketenangan, saya mengarahkan batin (citta) pada ‘pengetahuan tentang lenyap dan munculnya makhluk-makhluk’ (cutupapatanana). Dengan pandangan mata dewa (dibbacakkhu) yang suci dan melampaui kemampuan manusia biasa, saya melihat makhluk-makhluk lenyap (meninggal) dan muncul (lahir) kembali sebagai terhormat atau hina, berwajah cakap atau jelek, berprilaku baik atau jahat; saya mengerti bagaimana makhluk-makhluk hidup sesuai dengan karma mereka, sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang melakukan perbuatan baik melalui ucapan perbuatan dan pikiran, menghina para ariya, berpandangan keliru, melakukan perbuatan berdasarkan pandangan keliru mereka, setelah mereka meninggal dunia, mereka terlahir kembali dalam keadaan yang tidak menyenangkan, di alam yang menyedihkan, bahkan di neraka; sedangkan makhluk-makhluk yang melakukan perbuatan baik melalui ucapan, perbuatan dan pikiran, tidak menghina para ariya, berpandangan benar, melakukan perbuatan berdasarkan pada pandangan benar, setelah mereka meninggal dunia, mereka terlahir kembali dalam keadaan menyenangkan, di alam yang membahagiakan, bahkan di surga.”Demikianlah dengan dibba cakku yang suci dalam melampaui kemampuan manusia biasa, saya melihat makhluk-makhluk lenyap dan muncul kembali sebagai terhormat atau hina, berwajah cakap atau jelek, berprilaku baik atau jahat; saya mengerti bagaimana makhluk-makhluk hidup sesuai dengan karma mereka.

28. Inilah pengetahuan kedua yang saya capai pada masa-kedua di malam hari. Kebodohan (avijja) dilenyapkan dan pengetahuan (vijja) muncul, kegelapan lenyap dan cahaya bersinar, begitulah seseorang yang hidup rajin, bersemangat dan waspada.

29. Ketika batinnya (citta) telah suci, terang, tak ternoda, bersih dari kekotoran, lentur, mudah digunakan, mantap dan mancapai ketenangan, saya mengarahkan batin (citta) pada ‘pengetahuan tentang pelenyapan kotoran batin’ (asavanam khayanana). Saya memiliki pengetahuan: “Inilah Dukkha.” Saya memiliki pengetahuan: “Inilah sebab Dukkha.” Saya memiliki pengetahuan: “Inilah lenyapnya Dukkha.” Saya memiliki pengetahuan: “Inilah jalan untuk melenyapkan Dukkha.” Saya memiliki pengetahuan: “Inilah kekotoran-kekotoran batin.” Saya memiliki pengetahuan: “Inilah sebab kekotoran-kekotoran batin.” Saya memiliki pengetahuan: “Inilah lenyapnya kekotoran-kekotoran batin. “Saya memiliki pengetahuan: “Inilah jalan untuk melenyapkan kekotoran-kekotoran batin.”

30. Ketika saya mengetahui dan melihat seperti itu, batinku terbebas dari ‘kekotoran-batin nafsu indera’ (kamasava), ‘kekotoran-batin untuk menjadi (bhavasava) dan ‘kekotoran – batin kebodoh-an’ (avijjasava). Ketika terbebas, muncul pengetahuan: “Telah terbebas”. Saya memiliki pengetahuan: “Kelahiran telah dilenyapkan, kehidupan suci telah direalisasi, apa yang harus dikerjakan telah dilaksanakan, tidak ada lagi sesuatu di seberang sana.”

31. Inilah pengetahuan ketiga yang saya capai pada masa-ketiga di malam hari. Kebodohan (avijja) dilenyapkan dan pengetahuan (vijja) muncul, kegelapan lenyap dan cahaya bersinar, begitulah seseorang yang hidup rajin, bersemangat dan waspada.

32. Brahmana, mungkin anda berpikir: “Barangkali saat ini petapa Gotama tidak terbebas dari nafsu (raga), kebencian (dosa) dan kebodohan (avijja), itulah sebabnya maka beliau tetap tinggal di belukar terpencil di hutan. Tetapi anda tidak perlu berpikir begitu, karena saya melihat dua manfaat tinggal di belukar terpencil di hutan: ‘Saya melihat hal yang menyenangkan bagiku sendiri di sini dan sekarang, serta saya memiliki kasih sayang terhadap generasi akan datang.’ “

33. Benar, karena saudara Gotama adalah Arahat Sammasambuddha yang memiliki kasih sayang kepada generasi mendatang.

34. Mengagumkan saudara Gotama! Mengagumkan saudara Gotama! Dhamma telah dijelaskan dengan banyak cara oleh saudara Gotama, ia bagaikan meluruskan yang bengkok, mengungkap yang tersembunyi, menunjuk jalan bagi yang tersesat, menerangi kegelapan dengan lampu sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat obyek.

35. Saya berlindung pada Gotama, kepada Dhamma dan kepada Sangha. Sejak hari ini semoga Gotama mengingat saya sebagai upasaka (umat) yang berlindung kepadanya selama hidup.


sumber:www.samaggi-phala.or.id

Tidak ada komentar: