Kamis, 20 September 2012

6.AKANKHEYYA SUTTA



Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha
Penerbit : Hanuman Sakti, Jakarta, 1997 

Demikianlah yang saya dengar:

Pada suatu waktu Sang Bhagava berada di vihara Jetavana, milik Anathapindika, di Savatthi. Ketika itu, Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu.” para bhikkhu menjawab: “Ya, Bhante. ”

Para bhikkhu, hiduplah dengan sila dan laksanakanlah patimokkha. Hidup dan kendalikan diri sesuai Patimokkha, berprilaku baik (acara) dan ‘selalu berada di tempat yang pantas’ (gocara), melihat bahaya pada kesalahan kecil sekalipun, serta melaksanakan ‘peraturan latihan’ (sikkhapada).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’ (akankheyya): “Semoga saya disayangi, disukai, dihormati dan dipuji oleh teman-teman brahmacari”, maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya dengan mudah mendapat kebutuhan-kebutuhan: jubah, makanan, tempat menginap dan obat-obatan yang digunakan sewaktu sakit, ” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga orang-orang yang berdana jubah, makanan, tempat menginap dan obat-obatan yang saya butuhkan, akan menerima buah karma yang besar dan kemajuan dari dana-dana itu, ” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga berdasarkan pada keyakinan dan kepatuhan dari sanak keluargaku yang telah meninggal, mereka akan menerima buah karma dan manfaat yang besar, ” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya menjadi seorang yang mengatasi ketidakbahagiaan (dalam kebhikkhuan) atau kesenangan (menikmati pemuasan nafsu) dan bukan orang yang dikuasai oleh ketidakbahagiaan, namun sebagai seorang yang selalu mengatasi ketidakbahagiaan yang muncul, ” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga menjadi seorang yang mengatasi kebencian dan kesukaan, dan bukan orang yang dikuasai oleh kebencian dan kesukaan, serta selalu mengatasi kebencian dan kesukaan, ” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga menjadi seorang yang mengatasi ketakutan dan kegentaran, dan bukan orang yang dikuasai oleh kebencian dan kegentaran,” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga menjadi seorang yang dapat mencapai pencapaian sesuai keinginan, tanpa kesulitan atau tanpa, mengenai Empat Rupajhana, yang dihasilkan oleh batin yang bersih, sehingga seseorang dapat hidup dengan bahagia pada kehidupan ini,” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga setelah saya melampaui Rupajhana, dengan pencapaian batin dan tetap berada dalam kedamaian Arupajhana yang dihasilkan berdasarkan ‘pembebasan’ (vimokkha),” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya menjadi Sotapanna dengan melenyapkan tiga ‘belenggu’ (samyojana) dan tidak akan terlahir kembali di alam menyedihkan dan menderita, yang pasti dan akan mencapai ‘penerangan agung’ (bodhi),” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi, pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya menjadi Sakadagami dengan melenyapkan tiga ‘belenggu’ (samyojana) dan melemahkan kemelekatan pada nafsu (raga), kebencian (dosa) serta kebodohan (moha), akan terlahir sekali lagi demi melenyapkan dukkha” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Dengan melenyapkan lima belenggu (samyojana) yang rendah (orambhagiya), semoga saya terlahir secara ‘langsung’ (opapatika) dan tidak akan terlahir kembali di alam lain, serta akan mencapai nibbana di alam itu,” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya memiliki bermacam-macam ‘kemampuan batin fisik’ (iddhividdha) seperti: dari satu tubuh menjadi banyak tubuh, dari banyak tubuh menjadi satu, saya menjadi terlihat atau tidak terlihat (menghilang); saya tanpa rintangan menembus dinding, pagar maupun gunung bagaikan berjalan di tempat terbuka; saya dapat menyelam dan keluar dari tanah bagaikan menyelam dan keluar dari air; saya berjalan di atas air bagaikan berjalan di tanah; saya dapat terbang ke angkasa dengan posisi duduk bagaikan burung terbang; saya dapat menyentuh matahari dan bulan yang sangat perkasa itu; saya dapat menguasai tubuh saya hingga dapat pergi ke alam para Brahma,” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seseorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya dapat mendengar dua macam suara, yaitu suara para dewa dan manusia, jauh atau dekat, dengan kemampuan mendengar yang melampaui kemampuan mendengar manusia biasa, kemampuan mendengar yang sangat jelas seperti kemampuan para dewa,” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya, dengan pikiran saya sendiri, mengetahui dengan jelas pikiran-pikiran para makhluk atau individu lain; semoga saya mengetahui pikiran yang diliputi nafsu indera (saraga); semoga saya mengetahui pikiran tanpa nafsu indera (vitaraga) sebagai pikiran tanpa nafsu indera; semoga saya mengetahui pikiran yang diliputi oleh kebencian (sadosa); semoga saya mengetahui pikiran tanpa diliputi kebencian sebagai pikiran tanpa diliputi kebencian; semoga saya mengetahui pikiran yang diliputi kebodohan (samoha); semoga saya mengetahui pikiran tanpa diliputi kebodohan sebagai pikiran tanpa diliputi kebodohan; semoga saya mengetahui pikiran kebingungan (sankhitta); semoga saya mengetahui pikiran tanpa kebingungan sebagai pikiran tanpa kebingungan; semoga saya mengetahui pikiran mulia (mahaggata) sebagai pikiran mulia; semoga saya mengetahui pikiran mulia; semoga saya mengetahui pikiran tidak mulia (amahaggata) sebagai pikiran tidak mulia; semoga saya mengetahui pikiran inferior (sa-uttara) sebagai pikiran rendah; semoga saya mengetahui pikiran superior (anuttara) sebagai pikiran superior; semoga saya mengetahui pikiran terkonsentrasi (samahita) sebagai pikiran terkonsentrasikan; semoga saya mengetahui pikiran tak terkonsentrasi (asamahita) sebagai pikiran tak terkonsentrasi; semoga saya mengetahui pikiran telah terbebas (vimutta) sebagai pikiran telah bebas; semoga saya mengetahui pikiran belum bebas (avimutta) sebagai pikiran belum bebas,” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya dapat mengingat ‘banyak dan bermacam-macam kehidupan yang lampau’ (anekavihita pubbenivasa), seperti: mengingat satu kelahiran lampau, dua, tiga, empat, lima, sepuluh, dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, seratus, seribu, seratus ribu kelahiran lampau, atau dalam banyak kali penghancuran bumi (samvattakappa), dalam banyak kali pembentukan bumi (vivattakappa), atau dalam banyak masa pembentukan dan penghancuran bumi, ketika itu: pada kehidupan itu saya memiliki nama, terlahir pada keluarga, memiliki penampilan, makan makanan, menikmati kenikmatan, saya menderita sakit; masa usiaku sepanjang itu, saya meninggal dari kehidupan itu dan kemudian saya terlahir pada kehidupan yang lain; pada kehidupan (baru) itu saya bernama, terlahir pada keluarga, memiliki penampilan, makan makanan, menikmati kenikmatan, saya menderita sakit, masa usiaku sepanjang itu, saya meninggal dari kehidupan itu dan saya lahir kembali pada kehidupan ini. Semoga saya dapat mengingat banyak dan macam-macam kelahiranku yang lampau seperti, bersama dengan semua karakter dan keadaan yang berhubungan dengan kehidupan-kehidupan itu,” ‘maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya memiliki kemampuan batin mata dewa (dibba cakkhu) yang sangat tajam dan melebihi kemampuan mata manusia biasa, dapat melihat makhluk-makhluk dalam proses meninggal dan lahir kembali, makhluk-makhluk inferior atau superior, makhluk-makhluk cantik atau buruk, serta makhluk-makhluk dengan kehidupan baik atau buruk. Semoga saya mengetahui bagaimana makhluk-makhluk lahir sesuai dengan karma-karma mereka. Kawan-kawan! Makhluk-makhluk ini dipenuhi perbuatan jahat yang dilakukan dengan jasmani, ucapan dan pikiran. Mereka kejam kepada para ariya, berpandangan keliru dan melakukan perbuatan-perbuatan berdasarkan pandangan keliru mereka. Setelah meninggal, mereka terlahir kembali di alam penderitaan (duggati), alam menyedihkan (apaya), alam penuh kesakitan dan kesedihan (vinipata), di alam neraka (niraya). Tetapi, kawan-kawan, ada pula makhluk-makhluk yang diliputi oleh perbuatan baik yang dilakukan dengan jasmani, ucapan dan pikiran. Mereka tidak kejam kepada para ariya, memiliki pandangan benar. Setelah mereka meninggal, mereka terlahir kembali di alam menyenangkan, alam kebahagiaan para dewa. Dengan demikian, semoga saya memiliki kemampuan mata dewa (dibba cakkhu) yang sangat tajam dan melebihi kemampuan mata manusia biasa seperti itu,” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu ‘ingin’: “Semoga saya dengan kemampuan batin (abhinnaya) melenyapkan semua kekotoran batin (asava) pada kehidupan sekarang ini, mencapai dan tetap berada dalam batin suci (cetovimutti) dan kesucian kebijaksanaan (pannavimutti),” maka ia harus seseorang yang telah melaksanakan sila dengan baik, tekun menenangkan batinnya (cetosamatha), tidak lalai bermeditasi hingga mencapai jhana, melaksanakan meditasi pandangan terang (vipassana) dan sering tinggal di tempat yang terpencil dan sunyi (sunnagara).

Itulah berdasarkan hal ini, maka kata-kata ini telah dinyatakan: “Para bhikkhu, hiduplah dengan sila dan laksanakanlah patimokkha. Hidup dan kendalikan diri sesuai Patimokkha, berprilaku baik (acara) dan ‘selalu berada di tempat yang pantas’ (gocara), melihat bahaya pada kesalahan kecil sekalipun, serta melaksanakan ‘peraturan latihan’ (sikkhapada).

Demikianlah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu itu senang dan gembira dengan apa yang dikatakan Sang Bhagava. 


sumber:www.samaggi-phala.or.id

Tidak ada komentar: