Kamis, 20 September 2012

9.SAMMADITTHI SUTTA



Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993 

Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Jetavana, Anathapindika Arama, Savatthi. Bhikkhu Sariputta menyapa para bhikkhu: “Para bhikkhu.”
“Avuso,” jawab mereka. Bhikkhu Sariputta berkata:
“Para avuso mengatakan, ‘Seseorang berpandangan benar’. Dalam cara apa siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada Dhamma serta hidup sesuai dengan dhamma.”
“Memang, kami datang dari jauh untuk belajar dari Bhikkhu Sariputta. Setelah mendengarkan Dhamma ini, para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Para avuso, dengar dan perhatikanlah baik-baik apa yang akan saya sampaikan.”
Para bhikkhu menjawab: “Baiklah avuso.” Selanjutnya Bhikkhu Sariputta berkata:
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti hal-hal yang tidak bermanfaat (akusala), akar dari hal-hal yang tidak bermanfaat, hal-hal yang bermanfaat (kusala), akar dari hal-hal yang bermanfaat. Melalui cara ini, dia adalah orang yang berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah hal-hal yang tidak membawa manfaat, akar dari hal-hal yang tidak membawa manfaat; apakah hal-hal yang membawa manfaat, akar dari hal-hal yang membawa manfaat? Hal-hal yang tidak membawa manfaat itu adalah:

Membunuh makhluk-makhluk (panatipata)
Mengambil apa yang tidak diberikan (adinadana)
Melakukan pemuasan nafsu dengan cara yang salah (kamesumicha cara)
Berdusta (musavada)
Menfitnah (pisunavaca)
Mengucapkan kata-kata kasar (pharusavaca)
Pergunjingan (samphappalapa)
Keserakahan (abhijjha)
Kebencian (byapada)
Berpandangan salah (micchaditthi) Inilah hal-hal yang tidak membawa manfaat (akusala).
Apakah akar dari hal yang tidak membawa manfaat (akusalamula)? Keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan (moha) adalah akar hal-hal yang tidak bermanfaat. Inilah akar dari hal yang tidak membawa manfaat (akusala).
Apakah hal yang membawa manfaat (kusala)? Hal yang membawa manfaat (menguntungkan) adalah: Tidak membunuh makhluk-makhluk hidup
Tidak mengambil apa yang tidak diberikan
Tidak memuaskan nafsu dengah cara yang salah
Tidak berdusta
Tidak menfitnah
Tidak berkata kasar
Tidak bergunjing
Tidak serakah
Tidak membenci
Tidak memiliki pandangan salah
Inilah hal-hal yang membawa manfaat (kusala).
Apakah akar dari perbuatan yang membawa manfaat (keuntungan)? Tidak serakah (alobha), Tidak membenci (adosa), kebijaksanaan (amoha) adalah akar dari hal-hal yang bermanfaat (kusala).
Setelah siswa ariya telah mengerti sepenuhnya hal-hal yang tidak bermanfaat (akusala) serta akarnya dan hal-hal yang bermanfaat (kusala) serta akarnya, dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama dari kecenderungan nafsu-nafsu, menolak, membasmi pandangan dan konsep tentang diri (atta). Dengan melenyapkan kegelapan batin (avijja) dan mengembangkan pengetahuan benar (vijja), maka dengan ini ia mengakhiri penderitaan (dukkha nirodha). Melalui cara ini, seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus dan memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang makanan yang menunjang kehidupan (ahara), munculnya, lenyapnya, jalan untuk melenyapkan ahara. Dengan cara ini, ia berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah makanan (ahara) yang menunjang kehidupan, sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada 4 (empat) jenis makanan yang menunjang kehidupan (cattaro ahara) untuk memelihara dan menunjang kelangsungan hidup makhluk-makhluk dan bagi mereka yang mencari pembaruan dalam kehidupan. Apakah keempat hal itu?
Keempat hal itu adalah:

1. Makanan jasmani (Kabalimkarahara)

2. Kesan-kesan (Phassahara)

3. Kehendak pikiran (Manosancetana Ahara)

4. Kesadaran (Vinnana Ahara)

Dengan munculnya keinginan (tanha), maka muncullah ahara. Dengan lenyapnya keinginan (tanha), maka lenyaplah ahara. Jalan utama untuk melenyapkan ahara hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga), yaitu:

1. Pandangan Benar (Samma Ditthi)

2. Pikiran Benar (Samma Sankappa)

3. Ucapan Benar (Samma Vaca)

4. Perbuatan Benar (Samma Kammanta)

5. Penghidupan Benar (Samma Ajiva)

6. Usaha Benar (Samma Vayama)

7. Perhitungan Benar (Samma Sati)

8. Konsentrasi Benar (Samma Samadhi)

Setelah siswa ariya mengerti sepenuhnya tentang apa yang menunjang kehidupan (ahara), dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama (dukkha). Melalui cara ini, ia berpandangan benar… Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang penderitaan (dukkha), sumber dari penderitaan (dukkha samudaya), lenyapnya penderitaan (dukkha nirodha) dan jalan untuk melenyapkan penderitaan (dukkha nirodha gaminipatipada). Dengan cara ini, ia berpandangan benar, berpandangan lurus, berkeyakinan teguh pada dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah penderitaan (dukkha), sumber dari penderitaan, lenyapnya penderitaan, jalan untuk melenyapkan penderitaan, kelahiran, usia tua, kesakitan, kematian, duka cita, ratap tangis, sakit, susah hati, putus asa, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan. Singkatnya, melekat pada lima kelompok kehidupan (pancakkhanda) adalah penderitaan. Inilah apa yang dinamakan penderitaan (dukkha).
Apakah sumber dari penderitaan? Keinginan (tanha) yang tiada hentinya, dan disertai kegembiraan dan nafsu menyukai ini dan itu, inilah yang dinamakan:

1. Keinginan terhadap nafsu indra (kama tanha)

2. Keinginan untuk menjadi kembali (bhava tanha)

3. Keinginan untuk tidak menjadi kembali (vibhava tanha)

Inilah asal mula dari penderitaan (dukkha samudaya).
Apakah yang dimaksud lenyapnya penderitaan? Menyingkirkan, menghilangkan sedikit demi sedikit dan menghentikan, menyerahkan, melepaskan, membiarkan pergi dan menolak nafsu-nafsu keinginan (tanha). Inilah yang dinamakan penderitaan (dukkha nirodha).
Apakah Jalan untuk melenyapkan penderitaan? Jalan untuk melenyapkan penderitaan adalah Jalan Mulia berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga), yaitu: pandangan benar … konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti … dia adalah orang yang berpandangan benar … Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira terhadap uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya kembali: “Avuso, tetapi apakah ada cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti usia tua (jara) dan kematian (marana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan usia tua dan kematian. Dengan cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Tetapi apakah usia tua dan kematian, sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan usia tua dan kematian? Dalam berbagai proses dari makhluk-makhluk, usia tua (jara), gigi yang patah (danta), rambut yang memutih (kesa), keriput, tua renta dan lemah tak berdaya — inilah yang dinamakan usia tua.
Dalam berbagai proses dari makhluk-makhluk, mati kematian, meninggal dunia, perpisahan, kehilangan, ditinggalkan, berakhirnya waktu kehidupan, khandha-khandha terpisah — inilah yang dinamakan kematian.
Jadi, inilah usia tua dan kematian yang disebut jara marana. Dengan adanya kelahiran, maka muncul usia tua dan kematian. Dengan tidak adanya kelahiran, maka tidak ada usia tua dan kematian. Jalan untuk mengakhiri usia tua dan kematian hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga) yaitu: pandangan benar, …, konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti akan hal ini …”
“Avuso, sungguh baik,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Tetapi, avuso adakah cara lain bagi seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”:
Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kelahiran (jati), sebabnya, dan jalan untuk menghentikan kelahiran. Dengan cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah 7H^ZVd'<,3vV&%ʓUplwr5Sb(p@۾lahiran, lenyapnya dan jalan untuk menghentikan kelahiran?
Dalam proses kehidupan setiap mahluk, kelahiran makhluk-makhluk, mereka terlahir, keguguran, penerus, perwujudan dari kelompok kehidupan (khanda), indera memiliki kesan. Inilah yang dinamakan kelahiran (jati). Dengan timbulnya penjadian (bhava) maka timbullah kelahiran (jati). Dengan lenyapnya bhava, maka lenyaplah kelahiran (jati). Jalan utama untuk menghentikan kelahiran hanyalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Athangika Magga) yaitu: pandangan benar, … konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Avuso, sungguh baik,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya yang berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa yang mulia mengerti tentang penjadian (bhava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar … Inilah keyakinan-benar yang ia miliki. Apakah penjadian (bhava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada tiga jenis dari penjadian (bhava), yaitu:

1. Penjadian di alam yang penuh nafsu (Kama Bhava)

2. Penjadian di alam Rupa Brahma (Rupa Bhava)

3. Penjadian di alam Arupa Brahma (Arupa Bhava)

Dengan timbulnya kemelekatan (upadana) maka timbul penjadian (bhava). Dengan lenyapnya upadana, maka lenyap pula bhava. Jalan untuk melenyapkannya hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, … konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Tetapi, sahabat adakah cara lain bagi siswa ariya yang berpandangan benar … Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kemelekatan (upadana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kemelekatan, apakah sebabnya dari kemelekatan, apakah lenyapnya kemelekatan, apakah jalan untuk melenyapkan kemelekatan? Ada 4 (empat) jenis kemelekatan, yaitu:

1. Kemelekatan terhadap nafsu indera (Kamupadana)

2. Kemelekatan terhadap pandangan salah (Ditthupadana)

3. Kemelekatan terhadap upacara-upacara agama (Silabbatupadana)

4. Kemelekatan terhadap adanya diri (atta) yang kekal (Attavadupadana).

Dengan munculnya keinginan (tanha), maka muncullah kemelekatan (upadana).
Jalan untuk melenyapkan kemelekatan (upadana) hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, … konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Tetapi, sahabat adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang keinginan untuk mengulangi lagi (tanha), sebab lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar … Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah keinginan (tanha), apakah yang melenyapkan tanha, apakah jalan untuk melenyapkan tanha?
Ada enam jenis tanha, yaitu:

1. Keinginan akan bentuk-bentuk (Rupa Tanha)

2. Keinginan akan suara (Sabda Tanha)

3. Keinginan akan aroma / bau (Gandha Tanha)

4. Keinginan akan rasa / kecapan (Rasa Tanha)

5. Keinginan akan sentuhan (photthabba Tanha)

6. Keinginan akan obyek-obyek pikiran (Dhamma Tanha)

Dengan timbulnya perasaan (vedana), maka timbullah keinginan (tanha). Jalan untuk melenyapkan tanha hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, …, konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain di mana siswa yang mulia berpandangan benar … Inilah keyakinan benar yang harus ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang perasaan (vedana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah perasaan (vedana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada enam macam yang mengakibatkan timbulnya perasaan yaitu:

1. Perasaan yang timbul karena mata melihat (Cakkhu samphasajja vedana)

2. Perasaan yang timbul karena telinga mendengar (sota samphasajja vedana)

3. Perasaan yang timbul karena hidung mencium (Ghana samphasajja vedana)

4. Perasaan yang timbul karena lidah mengecap (Jivha samphasajja vedana)

5. Perasaan yang timbul karena jasmani menyentuh (Kayasamphasajja vedana)

6. Perasaan yang timbul karena pikiran (Manosamphasajja vedana)

Dengan timbulnya sentuhan (phassa), maka timbullah perasaan (vedana). Dengan lenyapnya kesan-kesan (phassa), maka lenyaplah perasaan (vedana). Jalan untuk melenyapkan perasaan hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, …, konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Tetapi, sahabat adakah cara lain dimana siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kesan-kesan (phasa), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Ada enam hal yang menyebabkan sentuhan (phassa), yaitu:

1. Mata melihat (cakkhusamphassa)

2. Telinga mendengar (Sotasamphassa)

3. Hidung mencium (Ghanasamphassa)

4. Lidah mengecap (Jivhasamphassa)

5. Jasmani menyentuh (Kayasamphassa)

6. Pikiran berpikir (Manosamphassa)

Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang enam landasan indera (salayatana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah enam landasan indera (salayatana), sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya? Ada enam landasan yang mengakibatkan timbulnya enam landasan indera, yaitu:

1. Landasan mata (Cakkhayatana)

2. Landasan telinga (Sotayatana)

3. Landasan mencium (Ghanayatana)

4. Landasan lidah (Jivhayatana)

5. Landasan menyentuh (Kayayatana)

6. Landasan pikiran (Manayatana)

Dengan timbulnya jasmani dan batin (nama rupa), maka timbullah enam landasan indera (salayatana). Dengan lenyapnya jasmani dan batin, maka lenyaplah enam landasan indera (salayatana). Jalan untuk melenyapkan enam landasan indera hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu : pandangan benar,…, konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini…
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang jasmani dan batin (nama rupa), sumbernya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah jasmani dan batin (nama rupa), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya? Perasaan (vedana), pencerapan (sanna), kehendak (cetana), sentuhan (phassa) dan perhatian (manasikara), inilah yang dinamakan batin (nama).
Empat unsur (catu dhatu) dan bentuk yang berasal dari empat unsur utama (mahabhuta rupa) inilah yang dinamakan batin (rupa).
Dengan timbulnya kesadaran (vinnana), maka timbullah jasmani dan batin (nama rupa). Dengan lenyapnya kesadaran (vinnana), maka lenyaplah jasmani dan batin. Jalan untuk melenyapkan jasmani dan batin hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar … konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kesadaran (vinnana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia adalah berpandangan benar … Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kesadaran (vinnana), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya? Ada enam macam yang mengakibatkan timbulnya kesadaran, yaitu:

1. Kesadaran yang timbul karena mata melihat (cakkhu vinnana).

2. Kesadaran yang timbul karena telinga mendengar (sota vinana).

3. Kesadaran yang timbul karena hidung mencium (ghana vinana).

4. Kesadaran yang timbul karena lidah mengecap (jivha vinana).

5. Kesadaran yang timbul karena jasmani menyentuh (kaya vinnana).

6. Kesadaran yang timbul karena pikiran berpikir (mano vinnana).

Dengan timbulnya bentuk-bentuk kamma (sankhara), maka timbullah kesadaran (vinnana). Dengan lenyapnya bentuk-bentuk kamma (sankhara), maka lenyaplah kesadaran (vinnana). Jalan untuk melenyapkan kesadaran hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, … dan konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini …”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengar uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Avuso, tetapi adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa yang mulia mengerti tentang bentuk-bentuk kamma (sankhara), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah bentuk-bentuk kamma (sankhara), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Ada tiga macam yang mengakibatkan timbulnya bentuk-bentuk kamma (sankhara), yaitu :

1. Pembentukan badan jasmani (kaya sankhara)

2. Pembentukan kata-kata (vaci sankhara)

3. Pembentukan pikiran (citta sankhara)

Dengan timbulnya kegelapan batin (avijja), maka timbullah bentuk-bentuk kamma (sankhara). Dengan lenyapnya kegelapan batin (avijja), maka lenyaplah bentuk-bentuk kamma (sankhara). Jalan untuk melenyapkan bentuk-bentuk kamma hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, … dan konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini … ”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Tetapi, sahabat adakah cara lain di mana siswa ariya berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kegelapan batin (avijja) sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar …. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kegelapan batin (avijja), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya?
Tidak mengetahui adanya penderitaan (dukkha), sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan, jalan untuk melenyapkan penderitaan. Dengan timbulnya noda (asava), maka timbullah kegelapan batin (avijja). Dengan lenyapnya noda (asava), maka lenyaplah kegelapan batin (avijja). Jalan untuk melenyapkan kegelapan batin hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar … dan konsentrasi benar.
Setelah siswa yang mulia mengerti hal ini…”
“Sungguh baik, avuso,” kata para bhikkhu dengan perasaan puas dan gembira setelah mendengarkan uraian Bhikkhu Sariputta. Kemudian mereka bertanya lagi: “Tetapi, sahabat adakah cara lain bagi siswa ariya berpandangan benar … Inilah keyakinan benar yang ia miliki.”
“Ada,” jawab Bhikkhu Sariputta.
“Sedapat mungkin seorang siswa ariya mengerti tentang kekotoran batin (asava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkannya. Melalui cara ini, ia berpandangan benar … Inilah keyakinan benar yang ia miliki.
Apakah kekotoran batin (asava), sebabnya, lenyapnya dan jalan untuk melenyapkan kekotoran batin (asava) ?
Ada 3 (tiga) jenis kekotoran batin (asava), yaitu:

1. Noda dari keinginan memuaskan nafsu indera (Kamasava).

2. Noda dari keinginan untuk menjadi (Bhavasava).

3. Noda dari ketidaktahuan (Avijjasava).

Dengan timbulnya kegelapan batin (avijja), maka timbullah kekotoran batin (asava). Dengan lenyapnya kegelapan batin (avijja), maka lenyaplah kekotoran batin (asava). Jalan untuk melenyapkan kekotoran batin hanyalah Ariya Atthangika Magga, yaitu: pandangan benar, … dan konsentrasi benar.
Setelah siswa ariya mengerti sepenuhnya tentang kekotoran batin, kekotoran batin serta akarnya, dia telah melenyapkan sepenuhnya sebab utama dari kecenderungan nafsu-nafsu, menolak, membasmi pandangan dan konsep tentang diri (atta). Dengan melenyapkan kegelapan batin (avijja) dan menumbuhkan pengetahuan benar (vijja), maka di sinilah ia mengakhiri penderitaan (dukkha nirodha). Melalui cara ini, seorang siswa ariya berpandangan benar, berpandangan lurus, memiliki keyakinan yang sempurna pada Dhamma. Inilah keyakinan benar yang ia miliki.” 


sumber:www.samaggi-phala.or.id

Tidak ada komentar: