Senin, 03 September 2012

MEDITASI METTĀ (MEDITASI CINTA KASIH)




Dari ceramah Dhamma Chanmyay Sayadaw
pada retret meditasi vipassanā tanggal 2-3 Jan.2009
di Pusat Meditasi YASATI, Bacom, Cianjur, Jawa Barat, Indonesia
+ keterangan tambahan dari Sayadaw U Sobhita dan Sayadaw U Ñāa Ramsi

Mettā adalah suatu keadaan mental yang mengharapkan kedamaian dan kebahagian makhluk lain. Dalam bahasa Indonesia mettā diartikan sebagai cinta kasih. Mettā harus dikembangkan di dalam pikiran setiap orang. Kebanyakan orang mengatakan mettā adalah pemancaran cinta kasih. Yogi haruslah mempunyai pikiran yang penuh dengan cinta kasih sebelum dia dapat memancarkan mettā. Mettā ada dua jenis:
1. Mettā dengan objek yang spesifik (odissa mettā)
            2. Mettā dengan objek yang umum (anodissa mettā)

Ketika yogi ingin mengembangkan spesifik mettā, yogi harus mengambil/menentukan objeknya berupa seorang atau sekelompok makhluk.  Yang dimaksud dengan sekelompok makhluk, contohnya keluarga, orang tua, teman-teman, kerabat, dsb. Bisa juga dikelompokkan berdasarkan wilayah. Misalnya seluruh makhluk di Jakarta atau bahkan di suatu negara tertentu. Kemudian, kita memusatkan pikiran kita ke objek tersebut dengan mengucapkan, ”Semoga objek tersebut bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan” secara berulang-ulang. Sebagai contoh, kita mengambil objek spesifiknya adalah ibu kita. Maka, kita pusatkan pikiran kita kepada ibu kita dan ucapkan  ”Semoga ibu kita bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan,” secara berulang-ulang.

Beberapa orang menyatakan bila mengembangkan mettā, anda harus dapat membayangkan/ memvisualisasikan orang yang dijadikan objek meditasi anda. Hal itu tidaklah perlu. Hal ini tidak disebutkan di dalam kitab suci. Kebanyakan orang tidak dapat melihat dewa ataupun brahma. Bila yogi harus memvisualisasikan dewa/brahma, bagaimana yogi dapat mengembangkan mettā kepada mereka. Jadi, yogi tidak perlu memvisualisasikan objek meditasi mettā-nya. Yang perlu dilakukan yogi adalah memusatkan pikirannya pada objek meditasi mettā-nya. Apakah yogi dapat memvisualisasikan atau tidak, tidak jadi persoalan.

Fokuskan pikiran ke objek meditasi, lalu katakan, ”Semoga objek meditasi tersebut bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan. Untuk dapat merasakan cinta kasih di pikiran anda, dapat dibantu dengan merenungkan sifat-sifat atau kualitas yang baik dari objek yang anda pilih. Lalu katakan dalam hati, ”Semoga objek tersebut bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan.” Kemudian, dengan perlahan-lahan anda dapat merasakan perasaan cinta kasih terhadap objek tersebut.

Kadang kala, saat melakukan meditasi mettā, pikiran berkelana. Bila hal ini terjadi, anda tarik/ bawa kembali pikiran tersebut ke objek mettā anda. Kemudian, fokuskan kembali pikiran ke objek mettā anda (misalnya Ibu anda) dan katakan, ”Semoga Ibu saya bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan.” Dengan cara ini, secara perlahan-lahan anda akan dapat merasakan cinta kasih yang anda tujukan ke Ibu anda. Anda akan merasa bahagia, pikiran menjadi damai, tenang, dan murni. Dengan cara yang sama, anda dapat mengembangkan cinta kasih anda kepada objek spesifik yang lainnya. Sewaktu melakukan meditasi mettā, bila timbul rasa sakit, pegal, kaku, dsb., pada bagian anggota tubuh, anda dapat mengubah posisi duduk dan tetap memfokuskan pikiran anda pada pengembangan meditasi mettā.

Mettā dengan objek umum (semua makhluk) cocok dilatih saat meditasi jalan dan kegiatan sehari-hari. Ketika anda ingin melakukan meditasi mettā jenis ini, anda tidak perlu menspesifikasikan objeknya. Objek anda adalah semua makhluk di alam semesta ini.  Dengan cara yang sama dengan meditasi mettā yang spesifik, anda memfokuskan pikiran anda kepada semua makhluk dengan mengatakan, ”Semoga semua makhluk bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan.” Walaupun meditasi mettā anda difokuskan kepada semua makhluk, anda mungkin tidak dapat fokus kepada semua makhluk. Hal ini bukanlah masalah, yang penting adalah anda fokus ke semua makhluk semaksimal mungkin. Secara perlahan-lahan, anda akan merasakan cinta kasih anda terhadap semua makhluk. Dengan cara inilah meditasi mettā berkembang.

Ada tiga cara dalam melakukan meditasi mettā. Berjalan, duduk, dan kegiatan sehari-hari. Saat melakukan meditasi duduk, cocok dengan mettā yang spesifik. Sedangkan, saat meditasi jalan dan kegiatan sehari-hari cocok dengan mettā yang umum. Pada saat berjalan dan melakukan kegiatan sehari-hari, anda tidak perlu fokus pada gerakan kaki ataupun semua kegiatan yang anda lakukan. Hanya fokus terhadap semua makhluk agar bahagia, sehat, dan bebas dari penderitaan.

Meditasi mettā dapat membuat yogi mencapai tingkat konsentrasi yang dalam. Sang Buddha menjelaskan 11 manfaat dari meditasi mettā di Agutara Nikāya.
  1. Dapat tidur dengan nyenyak
  2. Bagun dengan perasaan segar
  3. Bermimpi indah
  4. Dicintai oleh semua orang
  5. Dicintai oleh dewa dan brahma
  6. Dilindungi oleh dewa
  1. Tak dapat dicederai oleh racun, api, dan senjata
  2. Mencapai konsentrasi yang tinggi
  3. Wajahnya cerah, terang & bahagia/ceria
  4. Meninggal dengan damai (tidak bingung)
  5. Terlahir di alam brahma
Oleh karena itu, bila yogi tidak dapat tidur nyenyak, dianjurkan untuk melakukan mettā sebelum tidur. Ketika yogi berlatih menditasi cinta kasih, baik itu mettā yang umum maupun spesifik, pertama-tama yogi harus melakukan mettā kepada dirinya sendiri dengan mengatakan, ”Semoga saya bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan” berulang-ulang selama kurang lebih 5 menit.

            Dalam visuddhi magga dikatakan, yogi harus mengembangkan mettā ke dirinya sendiri terlebih dahulu. Sehingga, dia mempunyai rasa simpati ke makhluk lain untuk bahagia dan damai. Oleh karena itu, yogi perlu mengembangkan mettā untuk dirinya kurang lebih 5 menit, baru melakukannya kepada orang lain. Visuddhi magga juga menjelaskan tentang mettā yang spesifik. Ketika yogi melatih mettā yang spesifik, yogi harus memilih/menentukan seseorang atau sekelompok orang sebagai objeknya. Setalah yogi dapat mengembangkan mettā ke dirinya, dia tidak boleh mengembangkan ke orang yang dicintainya sebagai objek yang pertama. Hal ini dikarenakan, yogi dapat berpikir tentang masalah/kesulitan orang yang dicintainya. Bila yogi merasa cemas/khawatir tentang orang yang dicintainya, dia tidak dapat mengembangkan mettā di pikirannya. Tetapi bila latihannya telah mahir, pada saat itu yogi dapat mengembangkan ke orang yang dicintainya dan dapat merasakan cinta kasihnya pada orang tersebut.

            Dengan cara yang sama, yogi tidak boleh mengambil orang yang netral sebagai objek pertamanya. Orang yang netral di sini maksudnya, yogi tidak mencintai ataupun membencinya, hanya sekedar kenal. Dikarenakan hal ini, yogi akan kesulitan untuk merasakan cinta kasihnya kepada objek tersebut. Sehingga, tidak boleh digunakan sebagai objek pertama. Yogi juga tidak boleh melakukan meditasi mettā dengan memilih musuh sebagai objek spesifik yang pertamanya. Yogi tidak akan dapat merasakan mettā-nya, sebaliknya yang berkembang adalah kebenciannya, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang dilakukan objek tersebut. Oleh karena itu, musuh tidak boleh dijadikan objek spesifik mettā yang pertama. Tetapi, saat yogi telah mahir dalam meditasi mettā, dia dapat mengembangkan cinta kasihnya kepada objek tersebut.

            Dalam visuddhi magga juga dikatakan, lawan jenis tidak dianjurkan untuk dijadikan objek spesifik mettā (pria >< wanita). Jika yogi mengembangkan mettā-nya ke lawan jenis, dia mungkin mendapatkan keadaan mental yang tidak diinginkan, seperti nafsu birahi. Oleh karena itu, lawan jenis tidak dibolehkan untuk dijadikan objek spesifik mettā. Di visuddhi magga diceritakan sebuah kisah dari Sri Lanka.

Pada jaman dahulu kala sekitar abad 8 atau 9,  di Sri Lanka, ada seorang kepala keluarga yang ingin berlatih meditasi mettā. Dia bertanya kepada seorang bhikkhu yang sedang ber-pindapāta (mengumpulkan dana makanan). ”Bhikkhu saya ingin berlatih meditasi mettā, siapa yang harus saya gunakan sebagai objek?” Bhikkhu tersebut mengatakan untuk mengembangkan mettā pada orang yang paling dicintainya. Malam harinya, saat dia ingin berlatih meditasi mettā dia mencari orang yang paling dicintainya dan mendapatkan isterinya sebagai orang yang paling dicintainya. Kemudian, dia mengembangkan cinta kasihnya kepada isterinya dengan megucapkan ”Semoga ia bahagia, damai, dan bebas dari pernderitaan” secara berulang-ulang. Untuk merasakan cinta kasihnya, dia merenungkan sifat-sifat baik isterinya. Saat itu, perlahan-lahan, dipikirannya timbul keadaan mental yang tidak dia inginkan (nafsu birahi). Lalu, ia pergi ke kamar isterinya, tapi pintunya terkunci. Akhirnya, ia menjebol tembok kamar isterinya. Dikarenakan mengambil objek yang salah (yang dicintai dan merupakan lawan jenis), timbullah hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, objek yang dicintai dan merupakan lawan jenis, tidak boleh dijadikan objek meditasi.

            Dalam visuddhi magga juga disebutkan tentang objek lain yang tidak dianjurkan, yaitu orang yang telah meninggal. Hal ini dikarenakan, bila yogi menggunakan orang yang telah meninggal sebagai objek meditasinya, konsentrasinya tidak dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu, objek ini jangan digunakan sebagai objek spesifik mettā. Ketika seseorang meninggal, kita tidak tahu dia akan lahir di mana, mungkin di alam manusia, dewa, brahma, atau alam yang lainnya. Sehingga, sulit untuk mengembangkan mettā kepadanya. Tetapi walaupun kita tidak tahu dia terlahir di mana di dalam 31 alam kehidupan, saat kita mengembangkan mettā yang umum, ”Semoga semua makhluk hidup bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan.” Orang yang telah meninggal tersebut termasuk dalam mettā yang umum ini.

            Dalam visuddhi magga dinyatakan objek spesifik mettā yang baik yaitu orang yang baik dalam moralitas (sīla), konsentrasi (samādhi), dan kebijaksanaan (paññā). Misalnya, guru, orang tua, orang yang memberikan sīla, dan orang yang baik pada umumnya. Jadi, saat berlatih mettā, baik yang spesifik maupun yang umum, pertama-tama kembangkan mettā ke diri sendiri sekitar 5 menit. Diri kita dijadikan contoh agar dapat merasakan simpati kepada semua makhluk. Lalu, ambil objek spesifik mettā (guru/orang tua) dan katakan ”Semoga ia bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan.” Jika yogi tidak dapat merasakan cinta kasihnya pada objek yang digunakannya, yogi harus merenungkan sifat atau kualitas baik dari si objek. Kemudian, katakan lagi ”Semoga ia bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan.” Secara perlahan-lahan yogi akan merasakan cinta kasihnya berkembang, mungkin yogi akan merasakan pikirannya damai, tenang, dan murni. Keadaan ini sangat bermanfaat bagi yogi. Bila hal ini tidak terjadi, maka yogi harus mengganti objek mettā­-nya dengan objek spesifik yang lainnya.

            Pengembangkan mettā­ yang umum dapat dilakukan dengan cara yang sama. Pertama-tama, kembangkanlah mettā kepada diri sendiri sekitar 5 menit, lalu kembangkan ke semua makhluk dengan mengatakan, ”Semoga semua makhluk bahagia, damai, dan bebas dari penderitaan.”

Sayadaw berharap semua yogi dapat berlatih meditasi mettā dengan benar pada saat berlatih meditasi duduk, jalan, dan kegiatan sehari-hari. Dengan cara ini, anda dapat mengembangkan mettā dengan mahir. Semoga semuanya mengerti dengan benar bagaimana cara mengembangkan meditasi mettā dan vipassanā, dan mencapai berhentinya penderitaan, nibbana. Sadhu...sadhu...sadhu.

Metta untuk semua makhluk,


U Sikkhānanda (Andi Kusnadi)
P.S.
Chanmyay Sayadaw biasa memulai retret meditasi vipassanā dengan menginstruksikan yoginya untuk melakukan meditasi mettā selama 2-3 hari. Selain itu beliau juga menganjurkan yogi untuk melakukan meditasi mettā terlebih dahulu sekitar 15 menit sebelum setiap melakukan meditasi duduk vipassanā.

Untuk memudahkan pembaca, tulisan di atas tidak diterjemahkan sama persis dengan kata-kata yang diucapkan oleh Chanmyay Sayadaw. Walaupun begitu, penulis menjamin tidak ada isi ceramah yang disimpangkan.





Tidak ada komentar: