oleh Ajahn Chah
Murid: Saya ingin mendapatkan ketenangan. Saya ingin bermeditasi dan membuat batin saya damai.
Ajahn Chah: Nah itu dia. Anda ingin mendapatkan sesuatu. Jika Anda benar-benar menginginkan ini, Anda harus merenungi apa sebenarnya yang menyebabkan batin ini tidak damai. Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu terjadi karena sebab. Namun kita berharap buah itu langsung jatuh ke tangan kita. Ini seperti ingin makan semangka tanpa pernah menanam semangka. Jadi dari mana semangka itu datang? Anda hanya pernah mendapatkan semangka sesekali, dan kemudian Anda berpikir, “Oh, semangka begitu manis, begitu enak!” dan Anda ingin lagi—“Eh, bagaimana saya bisa mendapat semangka lagi? Dari mana semangka berasal? Bagaimana orang bisa punya semangka untuk dimakan?” namun semangka tidak datang dari sekedar berspekulasi mengenainya.
Kita harus memikirkannya dengan seksama untuk mendapatkan gambaran besarnya. Lihatlah semua aktivitas batin. Setelah lahir ke dunia ini, mengapa kita memiliki duka, kesukaran, dan beban? Kita menderita lagi dan lagi karena segala sesuatu yang kuno yang sama, karena pengetahuan kita tidak menyeluruh.
Apa masalahnya? Kita hidup dengan kesulitan dan menciptakan kesulitan bagi kita sendiri, namun kita tidak memahami di mana letak kesulitannya. Hidup di rumah, kita merasa kita memiliki kesukaran dengan pasangan kita, anak-anak kita, apa saja. Kita berbicara mengenainya, namun kita tidak benar-benar memahaminya, jadi ini sungguh sulit. Berjuang untuk membuat batin menjadi Samadhi juga sama. Kita tidak bisa mengetahui mengapa kita tidak mampu merealisasi Samadhi. Kita perlu memahami kebenaran sebab-akibat, apa sebab yang membuat kita dalam kondisi ini. Setiap hal muncul dari sebab. Namun kita tidak memahaminya. Ini seperti memiliki sebuah botol yang penuh air, kemudian kita meminumnya hingga habis dan kepingin lebih—tidak ada lagi air yang bisa keluar dari botol. Namun jika kita mengambil air dari sungai, maka kita bisa terus minum, karena sungai terus menyediakan air.
Aliran sungai itu seperti melihat ketidaktetapan, ketidakpuasan, dan ketiadadirian secara mendalam, mengetahuinya secara menyeluruh. Pengetahuan biasa, dangkal, tidak tahu secara menyeluruh, namun dengan pandangan cerah menembus, kita menyadari kedalaman dan citarasa penuh dari ketiga ciri ini, dan kemudian apa pun yang muncul, kita melihat kebenarannya. Ketika fenomena lenyap, kita melihat kebenaran akan hal itu. Batin selalu mencerap realita, dan dengan pandangan ini kita sampai di tempat kedamaian, di mana tidak ada duka atau beban yang ditanggung. Masalah melekat pada segala sesuatu dan memberi mereka makna akan terus berkurang. Kita melihat segala sesuatu muncul dan melihat mereka berlalu, muncul lagi dan berlalu lagi. Lihatlah Dhamma ini sering-sering, renungi dalam-dalam, kembangkan kesadaran ini banyak-banyak. Hasilnya adalah pelepasan dan lenyapnya nafsu, Anda secara mutlak akan menjadi tidak bernafsu terhadap setiap hal.
Segala sesuatu yang berkontak dengan telinga, mata, hidung, dan lidah, segala sesuatu yang lahir dalam batin, kita akan pahami dengan jernih—kita akan melihat bahwa mereka semua adalah sama. Dengan melihat bahwa semua Dhamma (fenomena) ini sifat alaminya tidak tetap, tidak memuaskan, dan tiada-diri, dan tidak layak dilekati bahkan sedikitpun, keterbebasan pun akan lahir. Ketika mata melihat wujud atau telinga mendengar suara, kita mengetahui mereka sebagaimana adanya. Ketika batin bahagia atau menderita, ketika batin bereaksi puas atau benci, kita mengetahui semua hal ini. Jika kita melekat ke hal-hal ini, mereka menempel pada kita dan segera membuat kita dumadi. Jika kita melepas mereka, mereka pun pergi sendiri. Lepaslah pemandangan dan mereka pun pergi sendiri. Namun ketika kita butuh, kita bisa menggunakan mereka.
Biarkan segala sesuatu berjalan sesuai sifat mereka. Jika kita sadar dengan cara ini, kita akan melihat realita ketidaktetapan. Semua fenomena yang muncul adalah ilusi, tanpa kecuali; mereka semua mengelabui. Namun ketika kita mengenali bahwa mereka adalah semu, barulah kita benar-benar bisa damai. Memiliki penyadaran murni dan pemahaman jernih, memiliki kebijaksanaan, kita tidak melihat apa pun selain fakta bahwa fenomena muncul dan beginilah sifatnya. Bahkan ketika kita tidak melakukan apa pun secara khusus, apa pun yang mungkin kita pikirkan, kita akan mengenali pikiran kita sebagai yang Cuma seperti itu dan tidak akan terperangkap dalam pikiran. Jika batin menjadi hening, kita akan berpikir, “Hening; bukan hal besar. Keheningan tidaklah tetap.” Hanya ada fenomena yang tidak tetap, tidak ada yang lain. Di mana pun kita duduk, di situlah Dhamma, dan kebijaksanaan muncul—jadi apa yang bisa membuat kita menderita?
Kita menderita karena segala sesuatu yang tidak benar-benar bisa diraih, karena memikirkan hal-hal yang tidak layak dipikirkan. Kita memiliki segala macam keinginan dan menginginkan segala sesuatu menjadi ini-itu. Ingin menjadi apa pun—seperti jika Anda ingin jadi Araha, makhluk yang tercerahkan penuh—akan membawa duka bagi Anda sendiri. Buddha mengajarkan kita untuk berhenti menginginkan menjadi sesuatu, karena Buddha menyadari bahwa segala keinginan mendapatkan sesuatu dan menjadi sesuatu adalah duka.
Murid: Saya ingin meminta obyek meditasi yang sesuai dengan perangai saya. Kadang saya berlatih mengulang kata Buddho untuk waktu yang lama, namun batin tidak tenang juga. Saya coba bermeditasi mengenai bagian-bagian tubuh, kemudian saya mencoba perenungan kematian, namun saya tidak menjadi hening. Saya habis akal, tak tahu lagi apa yang harus saya lakukan.
Ajahn Chah: Letakkan semua itu. Ketika Anda habis akal, lepaskan.
Kita harus memikirkannya dengan seksama untuk mendapatkan gambaran besarnya. Lihatlah semua aktivitas batin. Setelah lahir ke dunia ini, mengapa kita memiliki duka, kesukaran, dan beban? Kita menderita lagi dan lagi karena segala sesuatu yang kuno yang sama, karena pengetahuan kita tidak menyeluruh.
Apa masalahnya? Kita hidup dengan kesulitan dan menciptakan kesulitan bagi kita sendiri, namun kita tidak memahami di mana letak kesulitannya. Hidup di rumah, kita merasa kita memiliki kesukaran dengan pasangan kita, anak-anak kita, apa saja. Kita berbicara mengenainya, namun kita tidak benar-benar memahaminya, jadi ini sungguh sulit. Berjuang untuk membuat batin menjadi Samadhi juga sama. Kita tidak bisa mengetahui mengapa kita tidak mampu merealisasi Samadhi. Kita perlu memahami kebenaran sebab-akibat, apa sebab yang membuat kita dalam kondisi ini. Setiap hal muncul dari sebab. Namun kita tidak memahaminya. Ini seperti memiliki sebuah botol yang penuh air, kemudian kita meminumnya hingga habis dan kepingin lebih—tidak ada lagi air yang bisa keluar dari botol. Namun jika kita mengambil air dari sungai, maka kita bisa terus minum, karena sungai terus menyediakan air.
Aliran sungai itu seperti melihat ketidaktetapan, ketidakpuasan, dan ketiadadirian secara mendalam, mengetahuinya secara menyeluruh. Pengetahuan biasa, dangkal, tidak tahu secara menyeluruh, namun dengan pandangan cerah menembus, kita menyadari kedalaman dan citarasa penuh dari ketiga ciri ini, dan kemudian apa pun yang muncul, kita melihat kebenarannya. Ketika fenomena lenyap, kita melihat kebenaran akan hal itu. Batin selalu mencerap realita, dan dengan pandangan ini kita sampai di tempat kedamaian, di mana tidak ada duka atau beban yang ditanggung. Masalah melekat pada segala sesuatu dan memberi mereka makna akan terus berkurang. Kita melihat segala sesuatu muncul dan melihat mereka berlalu, muncul lagi dan berlalu lagi. Lihatlah Dhamma ini sering-sering, renungi dalam-dalam, kembangkan kesadaran ini banyak-banyak. Hasilnya adalah pelepasan dan lenyapnya nafsu, Anda secara mutlak akan menjadi tidak bernafsu terhadap setiap hal.
Segala sesuatu yang berkontak dengan telinga, mata, hidung, dan lidah, segala sesuatu yang lahir dalam batin, kita akan pahami dengan jernih—kita akan melihat bahwa mereka semua adalah sama. Dengan melihat bahwa semua Dhamma (fenomena) ini sifat alaminya tidak tetap, tidak memuaskan, dan tiada-diri, dan tidak layak dilekati bahkan sedikitpun, keterbebasan pun akan lahir. Ketika mata melihat wujud atau telinga mendengar suara, kita mengetahui mereka sebagaimana adanya. Ketika batin bahagia atau menderita, ketika batin bereaksi puas atau benci, kita mengetahui semua hal ini. Jika kita melekat ke hal-hal ini, mereka menempel pada kita dan segera membuat kita dumadi. Jika kita melepas mereka, mereka pun pergi sendiri. Lepaslah pemandangan dan mereka pun pergi sendiri. Namun ketika kita butuh, kita bisa menggunakan mereka.
Biarkan segala sesuatu berjalan sesuai sifat mereka. Jika kita sadar dengan cara ini, kita akan melihat realita ketidaktetapan. Semua fenomena yang muncul adalah ilusi, tanpa kecuali; mereka semua mengelabui. Namun ketika kita mengenali bahwa mereka adalah semu, barulah kita benar-benar bisa damai. Memiliki penyadaran murni dan pemahaman jernih, memiliki kebijaksanaan, kita tidak melihat apa pun selain fakta bahwa fenomena muncul dan beginilah sifatnya. Bahkan ketika kita tidak melakukan apa pun secara khusus, apa pun yang mungkin kita pikirkan, kita akan mengenali pikiran kita sebagai yang Cuma seperti itu dan tidak akan terperangkap dalam pikiran. Jika batin menjadi hening, kita akan berpikir, “Hening; bukan hal besar. Keheningan tidaklah tetap.” Hanya ada fenomena yang tidak tetap, tidak ada yang lain. Di mana pun kita duduk, di situlah Dhamma, dan kebijaksanaan muncul—jadi apa yang bisa membuat kita menderita?
Kita menderita karena segala sesuatu yang tidak benar-benar bisa diraih, karena memikirkan hal-hal yang tidak layak dipikirkan. Kita memiliki segala macam keinginan dan menginginkan segala sesuatu menjadi ini-itu. Ingin menjadi apa pun—seperti jika Anda ingin jadi Araha, makhluk yang tercerahkan penuh—akan membawa duka bagi Anda sendiri. Buddha mengajarkan kita untuk berhenti menginginkan menjadi sesuatu, karena Buddha menyadari bahwa segala keinginan mendapatkan sesuatu dan menjadi sesuatu adalah duka.
Murid: Saya ingin meminta obyek meditasi yang sesuai dengan perangai saya. Kadang saya berlatih mengulang kata Buddho untuk waktu yang lama, namun batin tidak tenang juga. Saya coba bermeditasi mengenai bagian-bagian tubuh, kemudian saya mencoba perenungan kematian, namun saya tidak menjadi hening. Saya habis akal, tak tahu lagi apa yang harus saya lakukan.
Ajahn Chah: Letakkan semua itu. Ketika Anda habis akal, lepaskan.
Murid: Kadang ada keheningan, namun kemudian kenangan mulai datang, banyak kenangan, dan batin saya mulai terpencar dan terusik lagi.
Ajahn Chah: Nah itu dia, ketidaktetapan. Tidak tetap! Semuanya itu tidak tetap. Teruslah beritahu batinmu, “Tidak tetap, tidak pasti!” Semua fenomena batin mutlak tidak pasti; jangan lupakan hal ini. Jika batin tidak tenang, itu tidak pasti. Jika batin damai, itu juga tidak pasti. Jangan melekat pada kondisi apa pun, dan jangan anggap kondisi-kondisi ini sebagai nyata. “Kesadaran itu tidak tetap.” Pernahkah Anda mendengar ini sebelumnya? Sudahkah Anda mempelajari hal ini? Apa yang akan Anda perbuat dengan hal ini?
Keheningan tidak tetap, kegelisahan tidak tetap. Jadi bagaimana Anda akan berlatih? Pandangan apa yang harus Anda pakai terhadap segala sesuatu? Jika Anda memiliki pemahaman yang benar, maka Anda akan mengenali kondisi-kondisi keheningan dan kegelisahan ini sebagai hal-hal yang tidak pasti. Lalu, jenis perasaan apa yang Anda miliki? Terus lihat di sini.
Jika batin menjadi damai, berapa hari itu akan berlangsung? Jika terusik, berapa hari itu berlangsung? Terus katakan, “Tidak pasti!” Lalu di mana hal-hal itu tinggal? Terus halau mereka dengan cara ini.
Anda melatih Buddho dan Anda tidak damai. Anda melatih penyadaran nafas dan Anda tidak damai. Mengapa Anda begitu melekat pada gagasan akan keheningan? Berlatihlah melafal, “Buddho, Buddho” dan kenalilah ketidakpastian. Praktikkan penyadaran nafas dan kenalilah ketidakpastian. Jangan terlalu menganggap penting keadaan batin Anda, baik damai atau gelisah; mereka hanya akan mengelabui Anda karena kelekatan mencengkeram ini. Kita harus menjadi sedikit lebih cerdas dari mereka. Ketika kondisi mana pun datang, kita mengetahuinya sebagai tidak pasti. Kemudian segala sesuatu berlalu. Cobalah. Apa pun yang datang, terus tegaskan padanya, “Tidak pasti!” Kita tidak melawan atau melaluinya, namun malah mengejarnya.
Jika seseorang mau melakukan banyak latihan Samadhi, saya akan memujinya. Ajaran berbicara mengenai pembebasan melalui konsentrasi dan pembebasan melalui kebijaksanaan. Pembebasan berarti mencapai kebebasan dari noda-noda nafsu dan kekelirutahuan. Ada dua jenis pembebasan ini. Dengan pembebasan melalui konsentrasi, kita mengembangkan kekuatan batin melalui Samadhi agar kebijaksanaan bisa muncul.
Sebagian pohon bisa tumbuh baik jika Anda menyiraminya dengan banyak air, namun sebagian pohon hanya butuh sedikit air. Seperti pohon pinus di sini—jangan beri mereka terlalu banyak air, kalau tidak, mereka akan mati gara-gara Anda. Sebagian pohon tumbuh dan berkembang dengan begitu sedikit air. Tampaknya aneh bagaimana mereka bisa seperti itu.
Praktik meditasi pun sama. Dalam pembebasan melalui konsentrasi, Anda melatih meditasi dengan ketat, dan Anda perlu mengembangkan banyak Samadhi. Ini adalah satu pendekatan, seperti pohon yang perlu banyak air untuk bisa tumbuh. Lalu ada juga pohon yang tidak perlu terlalu banyak air.
Jadi mereka membicarakan mengenai pembebasan melalui konsentrasi dan pembebasan melalui kebijaksanaan, mencapai keterbebasan. Untuk mencapainya, tentu saja kita harus bergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan batin. Kedua jalan ini tidak benar-benar berbeda. Jadi mengapa mereka membaginya seperti ini? Jika Anda menganggapnya terlalu serius dan mencoba memisahkan mereka, ini hanya akan membuat Anda bingung.
Ajahn Chah: Nah itu dia, ketidaktetapan. Tidak tetap! Semuanya itu tidak tetap. Teruslah beritahu batinmu, “Tidak tetap, tidak pasti!” Semua fenomena batin mutlak tidak pasti; jangan lupakan hal ini. Jika batin tidak tenang, itu tidak pasti. Jika batin damai, itu juga tidak pasti. Jangan melekat pada kondisi apa pun, dan jangan anggap kondisi-kondisi ini sebagai nyata. “Kesadaran itu tidak tetap.” Pernahkah Anda mendengar ini sebelumnya? Sudahkah Anda mempelajari hal ini? Apa yang akan Anda perbuat dengan hal ini?
Keheningan tidak tetap, kegelisahan tidak tetap. Jadi bagaimana Anda akan berlatih? Pandangan apa yang harus Anda pakai terhadap segala sesuatu? Jika Anda memiliki pemahaman yang benar, maka Anda akan mengenali kondisi-kondisi keheningan dan kegelisahan ini sebagai hal-hal yang tidak pasti. Lalu, jenis perasaan apa yang Anda miliki? Terus lihat di sini.
Jika batin menjadi damai, berapa hari itu akan berlangsung? Jika terusik, berapa hari itu berlangsung? Terus katakan, “Tidak pasti!” Lalu di mana hal-hal itu tinggal? Terus halau mereka dengan cara ini.
Anda melatih Buddho dan Anda tidak damai. Anda melatih penyadaran nafas dan Anda tidak damai. Mengapa Anda begitu melekat pada gagasan akan keheningan? Berlatihlah melafal, “Buddho, Buddho” dan kenalilah ketidakpastian. Praktikkan penyadaran nafas dan kenalilah ketidakpastian. Jangan terlalu menganggap penting keadaan batin Anda, baik damai atau gelisah; mereka hanya akan mengelabui Anda karena kelekatan mencengkeram ini. Kita harus menjadi sedikit lebih cerdas dari mereka. Ketika kondisi mana pun datang, kita mengetahuinya sebagai tidak pasti. Kemudian segala sesuatu berlalu. Cobalah. Apa pun yang datang, terus tegaskan padanya, “Tidak pasti!” Kita tidak melawan atau melaluinya, namun malah mengejarnya.
Jika seseorang mau melakukan banyak latihan Samadhi, saya akan memujinya. Ajaran berbicara mengenai pembebasan melalui konsentrasi dan pembebasan melalui kebijaksanaan. Pembebasan berarti mencapai kebebasan dari noda-noda nafsu dan kekelirutahuan. Ada dua jenis pembebasan ini. Dengan pembebasan melalui konsentrasi, kita mengembangkan kekuatan batin melalui Samadhi agar kebijaksanaan bisa muncul.
Sebagian pohon bisa tumbuh baik jika Anda menyiraminya dengan banyak air, namun sebagian pohon hanya butuh sedikit air. Seperti pohon pinus di sini—jangan beri mereka terlalu banyak air, kalau tidak, mereka akan mati gara-gara Anda. Sebagian pohon tumbuh dan berkembang dengan begitu sedikit air. Tampaknya aneh bagaimana mereka bisa seperti itu.
Praktik meditasi pun sama. Dalam pembebasan melalui konsentrasi, Anda melatih meditasi dengan ketat, dan Anda perlu mengembangkan banyak Samadhi. Ini adalah satu pendekatan, seperti pohon yang perlu banyak air untuk bisa tumbuh. Lalu ada juga pohon yang tidak perlu terlalu banyak air.
Jadi mereka membicarakan mengenai pembebasan melalui konsentrasi dan pembebasan melalui kebijaksanaan, mencapai keterbebasan. Untuk mencapainya, tentu saja kita harus bergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan batin. Kedua jalan ini tidak benar-benar berbeda. Jadi mengapa mereka membaginya seperti ini? Jika Anda menganggapnya terlalu serius dan mencoba memisahkan mereka, ini hanya akan membuat Anda bingung.
Akan tetapi, mereka masing-masing memang punya sedikit penekanan pada satu aspek atau yang lainnya. Untuk menyebut mereka sama tidaklah tepat; mengatakan mereka berbeda pun tidaklah tepat. Ini sama dengan berbicara mengenai perangai. Ajaran menyebutkan mengenai perangai nafsu, perangai amarah, perangai khayal, dan perangai Buddha. Ini untuk menandai kecenderungan mana yang lebih kuat ketimbang yang lain. Mereka hanyalah istilah, sesuatu yang kita gunakan untuk menggolongkan. Namun jangan lupakan bahwa pokok semua pembelajaran kita atau latihan apa pun yang kita lakukan adalah untuk membebaskan kita melalui penyadaran sifat tidak tetap, tidak memuaskan dan tiada-diri dalam semua fenomena.
Murid: Apakah sebaiknya kita menutup mata untuk menutup lingkungan luar, atau sebaiknya kita hadapi saja hal-hal sebagaimana kita melihat mereka?
Ajahn Chah: Ketika kita baru-baru berlatih, adalah penting untuk menghindari terlalu banyak rangsangan indra, jadi lebih baik menutup mata. Tidak melihat obyek-obyek yang bisa mengusik dan memengaruhi kita, kita membangun kekuatan batin. Ketika batin kuat, barulah kita bisa membuka mata, dan apa pun yang kita lihat tidak akan menggoyahkan kita. Mata terbuka atau tertutup tidak masalah.
Ketika Anda istirahat, Anda biasanya menutup mata. Duduk bermeditasi dengan mata tertutup adalah tempat kediaman seorang praktisi. Kita bisa menemukan kenikmatan dan istirahat di sana. Namun ketika kita tidak bisa menutup mata, apa kita akan mampu menghadapi segala sesuatu? Kita duduk dengan mata tertutup dan kita menarik manfaat dari hal itu. Ketika kita membuka mata, kita bisa menghadapi apa pun yang kita temui. Segala sesuatu tidak akan lepas kendali—kita tidak akan merasa gamang. Namun pada dasarnya kita sekadar menghadapi segala sesuatu. Ketika kita kembali ke meditasi duduk, kita benar-benar mengembangkan kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Inilah cara kita mengembangkan praktik. Ketika praktik mencapai pemenuhannya, maka entah kita membuka atau menutup mata, akan sama saja. Batin tidak akan berubah atau melenceng. Sepanjang hari, pagi, siang, dan malam, keadaan batin akan sama saja. Tak ada apa pun yang bisa mengguncang batin. Ketika kebahagiaan muncul, kita sadari, “Itu tidak pasti,” dan itu pun berlalu. Ketika ketidakbahagiaan muncul, dan kita sadari, “Itu tidak pasti,” dan ya begitu saja.
Dalam meditasi, kita akan bertemu dengan pemunculan segala aktivitas dan kotoran batin. Cara pandang yang tepat adalah siap melepas semuanya, entah menyenangkan atau menyakitkan. Sekalipun kebahagiaan adalah sesuatu yang kita dambakan dan penderitaan adalah sesuatu yang tidak kita inginkan, kita sadari mereka sebagai setara. Inilah hal-hal yang akan kita alami.
Kebahagiaan didambakan oleh orang-orang di dunia. Penderitaan tidak didambakan. Nibbana adalah sesuatu di luar menginginkan atau tidak menginginkan. Tidak ada keinginan yang terlibat dalam Nibbana. Ingin mendapat kebahagiaan, ingin terbebas dari penderitaan, ingin melampaui kebahagiaan dan penderitaan—tidak ada satu pun yang semacam ini. Nibbana adalah kedamaian.
Murid: Apakah sebaiknya kita menutup mata untuk menutup lingkungan luar, atau sebaiknya kita hadapi saja hal-hal sebagaimana kita melihat mereka?
Ajahn Chah: Ketika kita baru-baru berlatih, adalah penting untuk menghindari terlalu banyak rangsangan indra, jadi lebih baik menutup mata. Tidak melihat obyek-obyek yang bisa mengusik dan memengaruhi kita, kita membangun kekuatan batin. Ketika batin kuat, barulah kita bisa membuka mata, dan apa pun yang kita lihat tidak akan menggoyahkan kita. Mata terbuka atau tertutup tidak masalah.
Ketika Anda istirahat, Anda biasanya menutup mata. Duduk bermeditasi dengan mata tertutup adalah tempat kediaman seorang praktisi. Kita bisa menemukan kenikmatan dan istirahat di sana. Namun ketika kita tidak bisa menutup mata, apa kita akan mampu menghadapi segala sesuatu? Kita duduk dengan mata tertutup dan kita menarik manfaat dari hal itu. Ketika kita membuka mata, kita bisa menghadapi apa pun yang kita temui. Segala sesuatu tidak akan lepas kendali—kita tidak akan merasa gamang. Namun pada dasarnya kita sekadar menghadapi segala sesuatu. Ketika kita kembali ke meditasi duduk, kita benar-benar mengembangkan kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Inilah cara kita mengembangkan praktik. Ketika praktik mencapai pemenuhannya, maka entah kita membuka atau menutup mata, akan sama saja. Batin tidak akan berubah atau melenceng. Sepanjang hari, pagi, siang, dan malam, keadaan batin akan sama saja. Tak ada apa pun yang bisa mengguncang batin. Ketika kebahagiaan muncul, kita sadari, “Itu tidak pasti,” dan itu pun berlalu. Ketika ketidakbahagiaan muncul, dan kita sadari, “Itu tidak pasti,” dan ya begitu saja.
Dalam meditasi, kita akan bertemu dengan pemunculan segala aktivitas dan kotoran batin. Cara pandang yang tepat adalah siap melepas semuanya, entah menyenangkan atau menyakitkan. Sekalipun kebahagiaan adalah sesuatu yang kita dambakan dan penderitaan adalah sesuatu yang tidak kita inginkan, kita sadari mereka sebagai setara. Inilah hal-hal yang akan kita alami.
Kebahagiaan didambakan oleh orang-orang di dunia. Penderitaan tidak didambakan. Nibbana adalah sesuatu di luar menginginkan atau tidak menginginkan. Tidak ada keinginan yang terlibat dalam Nibbana. Ingin mendapat kebahagiaan, ingin terbebas dari penderitaan, ingin melampaui kebahagiaan dan penderitaan—tidak ada satu pun yang semacam ini. Nibbana adalah kedamaian.
Murid: Bagaimana kita bisa memadukan praktik konsentrasi dengan meditasi perenungan, seperti perenungan akan ketidaktetapan hidup?
Ajahn Chah: Sebelum kita mulai, kita harus duduk dan membiarkan batin rileks. Ini serupa dengan melakukan sesuatu seperti menjahit. Ketika kita belajar menggunakan mesin jahit, pertama kita hanya duduk di depan mesin untuk membiasakan diri dan merasa nyaman. Jika kita hendak berlatih penyadaran napas, pertama-tama kita hanya duduk dan bernapas. Tidak menetapkan kesadaran pada apa pun, hanya memerhatikan bahwa kita sedang bernapas. Kita menyadari apakah napas rileks atau tidak, panjang atau pendek. Setelah menyadari ini, kemudian kita mulai memusatkan perhatian pada penghirupan dan pengembusan di tiga titik.
Kita memusatkan perhatian pada napas ketika udara melewati lubang hidung, dada, dan perut. Ketika udara masuk, pertama-tama udara melewati hidung, kemudian melalui dada, dan ke titik akhir di perut. Ketika udara meninggalkan tubuh, awalnya adalah di perut, tengahnya adalah dada, dan akhirnya adalah hidung. Kita semata-mata menyadarinya. Inilah cara untuk mulai mengendalikan batin, mengikat kesadaran ke titik-titik ini pada awal, tengah, dan akhir penghirupan dan pengembusan.
Kita berlatih seperti ini sampai penyadaran berlangsung lancar. Kemudian tahap berikutnya adalah memusatkan perhatian hanya pada sensasi napas di ujung hidung atau bibir atas. Pada titik ini, kita tidak memedulikan apakah napasnya panjang atau pendek, namun hanya memusatkan perhatian pada sensasi masuk dan keluarnya napas.
Mungkin ada fenomena berbeda yang berkontak dengan indra, atau pemunculan pikiran. Ini disebut pikiran awal (vitakka). Hal ini membawa beberapa gagasan, mungkin mengenai sifat fenomena terkondisi (sankhara), mengenai dunia, atau apa pun. Ketika vitakka muncul, batin ingin terlibat dan menyatu dengannya. Jika itu adalah obyek yang bermanfaat, maka biarkan batin mengambilnya. Jika itu obyek yang tidak bermanfaat, segera hentikan. Jika itu sesuatu yang bermanfaat, Biarkan batin merenunginya, dan kegembiraan dan kepuasan akan muncul. Batin akan menjadi terang dan cerah seiring napas masuk dan keluar, pikiran-pikiran awal ini muncul, dan batin akan mengambilnya. Kemudian gagasan ini menjadi pikiran perenungan (vicara). Batin mengembangkan keakraban dengan obyek, memegang dan melebur dengan obyek.
Anda duduk dan tiba-tiba pikiran mengenai seseorang muncul di kepala Anda—itulah vitakka, pikiran awal. Kemudian Anda mengambil gagasan mengenai orang itu dan mulai memikirkannya secara terperinci. Itulah vicara. Misalnya, kita mengambil gagasan mengenai kematian, lalu kita mulai merenunginya, “Aku akan mati; orang lain akan mati; setiap makhluk hidup akan mati; ketika mereka mati, kemana mereka akan pergi…? Stop! Stop dan bawa kembali pikiran itu. Jika pikiran itu melarikan diri, hentikan dan kembalikan ke penyadaran napas. Teruskan sampai batin cerah dan jernih. Kemudian, seiring Anda melanjutkannya, akan ada pikiran awal dan pikirkan perenungan lagi dan lagi. Jika Anda merenungi dengan piawai sebuah obyek seperti ketidaktetapan kehidupan, maka batin akan mengalami keheningan lebih mendalam, dan kegiuran akan lahir. Ada pikiran awal dan pikiran perenungan, dan itu membawa batin menjadi gembira dan mengalami kegiuran. Jika Anda melatih vicara dengan obyek yang cocok dengan Anda, Anda mungkin mengalami bulu tubuh merinding, air mata menetes dari mata, suatu kegembiraan ekstrem—berbagai hal terjadi ketika kegiuran muncul.
Kegiuran ini akan mulai reda dan lenyap setelah beberapa lama, jadi Anda bisa mengambil pikiran awal lagi. Batin akan menjadi teguh dan tak terusik. Kemudian Anda pergi ke pikiran perenungan lagi, dan batin menyatu dengannya. Ketika Anda melatih meditasi yang cocok dengan watak Anda dan melakukannya dengan baik, maka kapan pun Anda mengambil obyek itu, batin akan menjadi girang dan penuh. Bolak-balik antara pikiran awal dan pikiran perenungan, berulang-ulang, kegiuran muncul. Kemudian ada kebahagiaan.
Ini terjadi dalam meditasi duduk. Setelah duduk beberapa lama, Anda bisa berdiri dan melakukan meditasi jalan. Batin bisa sama dalam meditasi jalan. Tidak akan ada rintangan nafsu indrawi, niat buruk, kemalasan dan kelembaman, kegelisahan dan penyesalan, atau keraguan apa pun, dan batin akan menjadi tanpa noda.
Murid: Bisakah ini terjadi dengan pikiran apa pun, atau ini terjadi dalam keadaan keheningan?
Ajahn Chah: Ini terjadi ketika batin hening. Ini bukan pemunculan batin biasa. Anda duduk dengan batin tenang dan kemudian pikiran awal muncul. Misalnya, saya memikirkan saudara saya yang baru meninggal. Ini adalah ketika batin damai—kedamaian bukanlah sesuatu yang pasti, namun pada saat itu batin hening. Setelah pikiran awal ini datang, kemudian saya masuk ke pikiran perenungan. Jika ini adalah jalur pikiran yang piawai dan bermanfaat, ini membawa kelegaan batin dan kebahagiaan, dan kemudian ada kegiuran, dengan pengalaman-pengalaman penyertanya. Kegiuran ini muncul dari pikiran awal dan pikiran perenungan yang terjadi dalam kondisi ketenangan. Kita tidak harus memberinya nama-nama seperti Jhana pertama, Jhana kedua, dan seterusnya. Kita bisa sekedar menyebutnya keheningan.
Faktor berikutnya adalah sukacita. Pada akhirnya, kita melepaskan pikiran awal dan perenungan ketika keheningan makin mendalam. Keadaan batin menjadi lebih halus dan murni. Vitakka dan Vicara secara relatif adalah kasar, dan mereka akan lenyap. Di sana yang tersisa hanya kegiuran, disertai sukacita dan kemanunggalan batin. Dan ketika keheningan mencapai kadar penuhnya, tidak akan ada apa pun—kegiuran dan sukacita pudar, dan batin kosong. Itulah konsentrasi penyerapan.
Kita tidak perlu berkutat atau berdiam di apa pun pengalaman ini. Mereka akan secara alami berlanjut dari tahapan satu ke berikutnya. Ini berarti batin menjadi semakin hening, dan obyeknya secara bertahap berkurang, sampai tidak ada apa pun selain kemanunggalan dan ketenangseimbangan batin. Ketika batin hening dan terpusat, hal ini bisa terjadi. Inilah kekuatan batin yang telah mencapai keheningan. Rintangan nafsu keinginan, kebencian, keraguan, kelembaman, dan cemas gelisah tidak akan ada. Meski mereka mungkin masih ada, tersembunyi dalam batin meditator, mereka tidak akan muncul pada saat ini.
Prinsip penting dalam meditasi adalah tidak ragu terhadap apa pun yang terjadi. Keraguan hanya akan menambah keruwetan. Jika batin terang dan awas, jangan ragukan itu. Itu adalah keadaan batin. Jika batin gelap dan lembam, jangan ragukan itu. Terus saja berlatih dengan tekun tanpa terperangkap dalam reaksi-reaksi terhadap keadaan-keadaan tersebut. Perhatikan dan sadari mereka, jangan memiliki keraguan mengenai mereka. Mereka hanyalah apa mereka adanya.
Tatkala Anda melakukan latihan, keadaan-keadaan ini adalah segala sesuatu yang Anda temui ketika Anda melaju. Perhatikan mereka dengan kesadaran, dan teruslah lepaskan. Entah batin gelap atau terang, jangan menetap pada kondisi-kondisi ini. Teruslah berjalan atau duduk, dan terus perhatikan apa yang terjadi, tanpa terikat atau tergila-gila. Jangan buat diri Anda sendiri menderita karena kondisi batin ini. Kadang batin akan bersukacita. Kadang batin akan penuh kesedihan. Bisa ada suka atau duka. Bisa ada rintangan. Alih-alih merasa ragu, pahamilah bahwa mereka hanyalah kondisi-kondisi batin yang tidak tetap, dan bahwa apa pun yang muncul, datang karena matangnya musababnya. Pada saat ini, kondisi ini mewujud—itulah yang harus Anda sadari.
Ajahn Chah: Sebelum kita mulai, kita harus duduk dan membiarkan batin rileks. Ini serupa dengan melakukan sesuatu seperti menjahit. Ketika kita belajar menggunakan mesin jahit, pertama kita hanya duduk di depan mesin untuk membiasakan diri dan merasa nyaman. Jika kita hendak berlatih penyadaran napas, pertama-tama kita hanya duduk dan bernapas. Tidak menetapkan kesadaran pada apa pun, hanya memerhatikan bahwa kita sedang bernapas. Kita menyadari apakah napas rileks atau tidak, panjang atau pendek. Setelah menyadari ini, kemudian kita mulai memusatkan perhatian pada penghirupan dan pengembusan di tiga titik.
Kita memusatkan perhatian pada napas ketika udara melewati lubang hidung, dada, dan perut. Ketika udara masuk, pertama-tama udara melewati hidung, kemudian melalui dada, dan ke titik akhir di perut. Ketika udara meninggalkan tubuh, awalnya adalah di perut, tengahnya adalah dada, dan akhirnya adalah hidung. Kita semata-mata menyadarinya. Inilah cara untuk mulai mengendalikan batin, mengikat kesadaran ke titik-titik ini pada awal, tengah, dan akhir penghirupan dan pengembusan.
Kita berlatih seperti ini sampai penyadaran berlangsung lancar. Kemudian tahap berikutnya adalah memusatkan perhatian hanya pada sensasi napas di ujung hidung atau bibir atas. Pada titik ini, kita tidak memedulikan apakah napasnya panjang atau pendek, namun hanya memusatkan perhatian pada sensasi masuk dan keluarnya napas.
Mungkin ada fenomena berbeda yang berkontak dengan indra, atau pemunculan pikiran. Ini disebut pikiran awal (vitakka). Hal ini membawa beberapa gagasan, mungkin mengenai sifat fenomena terkondisi (sankhara), mengenai dunia, atau apa pun. Ketika vitakka muncul, batin ingin terlibat dan menyatu dengannya. Jika itu adalah obyek yang bermanfaat, maka biarkan batin mengambilnya. Jika itu obyek yang tidak bermanfaat, segera hentikan. Jika itu sesuatu yang bermanfaat, Biarkan batin merenunginya, dan kegembiraan dan kepuasan akan muncul. Batin akan menjadi terang dan cerah seiring napas masuk dan keluar, pikiran-pikiran awal ini muncul, dan batin akan mengambilnya. Kemudian gagasan ini menjadi pikiran perenungan (vicara). Batin mengembangkan keakraban dengan obyek, memegang dan melebur dengan obyek.
Anda duduk dan tiba-tiba pikiran mengenai seseorang muncul di kepala Anda—itulah vitakka, pikiran awal. Kemudian Anda mengambil gagasan mengenai orang itu dan mulai memikirkannya secara terperinci. Itulah vicara. Misalnya, kita mengambil gagasan mengenai kematian, lalu kita mulai merenunginya, “Aku akan mati; orang lain akan mati; setiap makhluk hidup akan mati; ketika mereka mati, kemana mereka akan pergi…? Stop! Stop dan bawa kembali pikiran itu. Jika pikiran itu melarikan diri, hentikan dan kembalikan ke penyadaran napas. Teruskan sampai batin cerah dan jernih. Kemudian, seiring Anda melanjutkannya, akan ada pikiran awal dan pikirkan perenungan lagi dan lagi. Jika Anda merenungi dengan piawai sebuah obyek seperti ketidaktetapan kehidupan, maka batin akan mengalami keheningan lebih mendalam, dan kegiuran akan lahir. Ada pikiran awal dan pikiran perenungan, dan itu membawa batin menjadi gembira dan mengalami kegiuran. Jika Anda melatih vicara dengan obyek yang cocok dengan Anda, Anda mungkin mengalami bulu tubuh merinding, air mata menetes dari mata, suatu kegembiraan ekstrem—berbagai hal terjadi ketika kegiuran muncul.
Kegiuran ini akan mulai reda dan lenyap setelah beberapa lama, jadi Anda bisa mengambil pikiran awal lagi. Batin akan menjadi teguh dan tak terusik. Kemudian Anda pergi ke pikiran perenungan lagi, dan batin menyatu dengannya. Ketika Anda melatih meditasi yang cocok dengan watak Anda dan melakukannya dengan baik, maka kapan pun Anda mengambil obyek itu, batin akan menjadi girang dan penuh. Bolak-balik antara pikiran awal dan pikiran perenungan, berulang-ulang, kegiuran muncul. Kemudian ada kebahagiaan.
Ini terjadi dalam meditasi duduk. Setelah duduk beberapa lama, Anda bisa berdiri dan melakukan meditasi jalan. Batin bisa sama dalam meditasi jalan. Tidak akan ada rintangan nafsu indrawi, niat buruk, kemalasan dan kelembaman, kegelisahan dan penyesalan, atau keraguan apa pun, dan batin akan menjadi tanpa noda.
Murid: Bisakah ini terjadi dengan pikiran apa pun, atau ini terjadi dalam keadaan keheningan?
Ajahn Chah: Ini terjadi ketika batin hening. Ini bukan pemunculan batin biasa. Anda duduk dengan batin tenang dan kemudian pikiran awal muncul. Misalnya, saya memikirkan saudara saya yang baru meninggal. Ini adalah ketika batin damai—kedamaian bukanlah sesuatu yang pasti, namun pada saat itu batin hening. Setelah pikiran awal ini datang, kemudian saya masuk ke pikiran perenungan. Jika ini adalah jalur pikiran yang piawai dan bermanfaat, ini membawa kelegaan batin dan kebahagiaan, dan kemudian ada kegiuran, dengan pengalaman-pengalaman penyertanya. Kegiuran ini muncul dari pikiran awal dan pikiran perenungan yang terjadi dalam kondisi ketenangan. Kita tidak harus memberinya nama-nama seperti Jhana pertama, Jhana kedua, dan seterusnya. Kita bisa sekedar menyebutnya keheningan.
Faktor berikutnya adalah sukacita. Pada akhirnya, kita melepaskan pikiran awal dan perenungan ketika keheningan makin mendalam. Keadaan batin menjadi lebih halus dan murni. Vitakka dan Vicara secara relatif adalah kasar, dan mereka akan lenyap. Di sana yang tersisa hanya kegiuran, disertai sukacita dan kemanunggalan batin. Dan ketika keheningan mencapai kadar penuhnya, tidak akan ada apa pun—kegiuran dan sukacita pudar, dan batin kosong. Itulah konsentrasi penyerapan.
Kita tidak perlu berkutat atau berdiam di apa pun pengalaman ini. Mereka akan secara alami berlanjut dari tahapan satu ke berikutnya. Ini berarti batin menjadi semakin hening, dan obyeknya secara bertahap berkurang, sampai tidak ada apa pun selain kemanunggalan dan ketenangseimbangan batin. Ketika batin hening dan terpusat, hal ini bisa terjadi. Inilah kekuatan batin yang telah mencapai keheningan. Rintangan nafsu keinginan, kebencian, keraguan, kelembaman, dan cemas gelisah tidak akan ada. Meski mereka mungkin masih ada, tersembunyi dalam batin meditator, mereka tidak akan muncul pada saat ini.
Prinsip penting dalam meditasi adalah tidak ragu terhadap apa pun yang terjadi. Keraguan hanya akan menambah keruwetan. Jika batin terang dan awas, jangan ragukan itu. Itu adalah keadaan batin. Jika batin gelap dan lembam, jangan ragukan itu. Terus saja berlatih dengan tekun tanpa terperangkap dalam reaksi-reaksi terhadap keadaan-keadaan tersebut. Perhatikan dan sadari mereka, jangan memiliki keraguan mengenai mereka. Mereka hanyalah apa mereka adanya.
Tatkala Anda melakukan latihan, keadaan-keadaan ini adalah segala sesuatu yang Anda temui ketika Anda melaju. Perhatikan mereka dengan kesadaran, dan teruslah lepaskan. Entah batin gelap atau terang, jangan menetap pada kondisi-kondisi ini. Teruslah berjalan atau duduk, dan terus perhatikan apa yang terjadi, tanpa terikat atau tergila-gila. Jangan buat diri Anda sendiri menderita karena kondisi batin ini. Kadang batin akan bersukacita. Kadang batin akan penuh kesedihan. Bisa ada suka atau duka. Bisa ada rintangan. Alih-alih merasa ragu, pahamilah bahwa mereka hanyalah kondisi-kondisi batin yang tidak tetap, dan bahwa apa pun yang muncul, datang karena matangnya musababnya. Pada saat ini, kondisi ini mewujud—itulah yang harus Anda sadari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar