Selasa, 24 Juli 2012

PROSES HANCURNYA BUDDHA-DHAMMA



Sejak masa menjelang akhir era Dhamma Sang Buddha Gotama, dan sampai masa setelah berakhirnya era Sang Buddha Gotama, usia manusia akan semakin pendek yang beriringan dengan kwalitas hidup yang juga semakin menurun, kehidupan manusia dan bermasyarakat semakin kacau, dan merosotnya moralitas menuju ambang batas terendah.

Meskipun demikian, pada masa itu, tetap ada beberapa kelompok manusia yang memilih untuk menyingkir dari kebodohan massal tersebut. Mereka memilih untuk tetap menjaga praktik moralitas dan kebajikan.

Kemudian, dari generasi ke generasi, keturunan manusia akan mulai bertambah usianya seiring dengan kesinambungan praktik moralitas dan kebajikan. Sebagai akibat praktik-praktik moralitas dan kebajikan itulah, usia manusia naik kembali, dari yang semula rata-rata hanya sepuluh (10) tahun , meningkat, terus meningkat, hingga mencapai batas delapan-puluh-ribu ( 80.000 ) tahun. Pada masa usia manusia rata-rata delapan puluh ribu ( 80.000 ) tahun ini, terdapatlah kemakmuran dan kesejahteraan bagi manusia.

Dalam Maha-badda-kappa ini, muncul lima Samma-Sambuddha. Sebelumnya, telah muncul tiga Samma-Sambuddha sebelum Sang Buddha Gotama, dan berarti total empat (4) Samma Sambuddha dengan Sang Buddha Gotama. Tiga (3) Buddha sebelum Buddha Gotama tersebut adalah :

1. Buddha Kakusandha,

2. Buddha Konagamana,

3. Buddha Kassapa.

Setelah Buddha Gotama, kelak ( sesuai proses yang diterangkan diatas ), maka akan muncullah Samma-Sambuddha berikutnya ( Buddha yang kelima dalam Maha-Badda-Kappa ini ) , ialah Buddha Metteya. Buddha Metteya akan menjadi Buddha yang terakhir dalam siklus kehidupan kita yang sekarang ini, sebelum bumi ini kembali hancur-terurai, mengalami apa yang disebut sebagai “kiamat”.

Pada zaman-zaman Buddha yang lampau , sebelum Buddha Gotama, seringkali terjadi masa kosong yang amat sangat lama sekali dimana dunia ini kosong dari Ajaran-Buddha yang berlangsung antara masa setelah berakhirnya era Buddha terdahulu dengan masa munculnya Buddha yang selanjutnya. Masa kosong itu tak terhitung lamanya. Dalam masa kegelapan itu peradaban manusia telah muncul dan musnah silih berganti.

PROSES MEMUDAR DAN LENYAPNYA DHAMMA SANG BUDDHA GOTAMA


Pada suatu hari ketika Sang Buddha Gotama sedang berdiam di hutan Banyan di Kapilavatthu, Y.A. Sariputta mendekati Beliau dan bertanya tentang Buddha yang berikutnya setelah Sang Buddha Gotama. Kemudian Sang Buddha bersabda, :

“ … Masa dunia kita ini adalah masa yang istimewa. Telah muncul tiga pemimpin dunia, yaitu : Buddha Kakusandha, Buddha Konagamana, dan Buddha Kassapa. Aku sekarang adalah Samma-Sambuddha. Dan akan muncul juga Buddha Metteya sebelum masa dunia ini berakhir. Samma-Sambuddha ini namanya Metteya, Pemimpin Dunia.”

Sang Buddha kemudian meneruskan penjelasan tentang bagaimana proses terjadinya kemunduran Buddha-Dhamma hingga kelak kemunculan Buddha-Metteya, yang ditandai dengan adanya lima-kelenyapan :

“ Setelah Aku Parinibbana, akan ada terlebih dahulu lima (5) Kelenyapan. Apakah yang lima (5) itu ? Lenyapnya pencapaian tingkat kesucian ( Sottapana, Sakadagami, Anagami, dan , Arahat ), lenyapnya pelaksanaan benar, lenyapnya Ajaran (Dhamma), lenyapnya simbol/bentuk luar, lenyapnya Relik. Inilah lima kelenyapan yang akan terjadi.

i). LENYAPNYA PENCAPAIAN TINGKAT KESUCIAN

Disini, lenyapnya pencapaian [tingkat-kesucian] berarti bahwa hanya selama seribu ( 1.000 ) tahun setelah Aku Parinibbana, para Bhikkhu masih dapat mencapai Pengetahuan-Analitis ( Patisambhida ) atau tingkat Arahat. Sejalan dengan waktu, para siswa-Ku adalah [hanya] Anagami , Sakadagami, dan Sotapanna. Tingkat pencapaian ini tidak akan lenyap sampai Sotapanna terakhir meninggal. Setelah itu, pencapaian tingkat kesucian pun turut lenyap.

Inilah , Sariputta, lenyapnya tingkat kesucian.”

ii). LENYAPNYA PELAKSANAAN-BENAR


“Lenyapnya pelaksanaan-benar, berarti bahwa : tidak [ ada yang ] mencapai Jhana, pandangan terang, Jalan dan Buah ( Magga dan Phala ), mereka hanya akan menjaga empat (4) kemurnian perilaku ( catuparisuddhi-Sila ), yaitu : Patimokkha-samvara-Sila ( Sila-Kebhikkhuan ), Indriya-Samvara-Sila ( yang berhubungan dengan pengendalian indriya ), ajiva-parisudhi-Sila ( kemurnian-penghidupan ), paccaya-sannissita-Sila ( yang berhubungan dengan empat-kebutuhan-pokok ).

Seiring berjalannya waktu, mereka hanya akan menjaga empat pelanggaran-berat ( parajika ) : menahan diri dari hubungan seksual, mencuri, membunuh, menyatakan diri telah mencapai tingkat kesucian.

Selama masih ada ratusan, atau, ribuan Bhikkhu yang menjaga dan mengingat empat pelanggaran berat , maka pelaksanaan benar belum lenyap. Dengan terjadinya pelanggaran berat oleh Bhikkhu terakhir atau dengan meninggalnya Bhikkhu tersebut, maka pelaksanaan benar juga turut lenyap.

Inilah Sariputta,lenyapnya pelaksanaan-Benar.”

iii). LENYAPNYA AJARAN-BENAR

“ Lenyapnya Ajaran-Benar berarti bahwa selama teks Ti-Pitaka : Vinaya, Sutta , dan Abhidhamma yang merangkum kata-kata Sang Buddha masih tersedia, maka Ajaran belum lenyap. Seiring dengan waktu akan muncul raja-raja / pemimpin-pemimpin negara yang bukan pelaksana Dhamma, pejabat-pejabat di pemerintahan juga bukan manusia [ pengikut ] Dhamma, dan akibatnya warga negaranya juga mengikuti [ tidak menjadi penganut Dhamma ].

Karena itulah [ akibat dari tidak diikutinya lagi Jalan-Dhamma ] , HUJAN TIDAK TURUN SEBAGAIMANA MESTINYA, akan ada GAGAL PANEN, KELANGKAAN BAHAN MAKANAN, dan akibatnya masyarakat tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pokok untuk para Bhikkhu. Akhirnya para Bhikkhu tidak lagi menerima anggota baru, tidak ada lagi orang masuk Sangha. Ajaran secara perlahan lenyap.

Dalam prosesnya, Abhidhamma dahulu yang pertama lenyap, dimulai dengan lenyapnya Patthana, Yamaka, Kattha-vatthu, Puggala-pannati, Dhatu-Kattha, dan seterusnya.

Setelah Abhidhamma lenyap, maka Sutta-Pitaka juga turut lenyap. Pertama, Anguttara Nikaya lenyap, kemudian Samyutta-Nikaya, Majjhima Nikaya, Digha Nikaya, dan seterusnya. Hanya tinggal kisah Jataka dan Vinaya Pitaka yang akan diingat. Hanya Bhikkhu yang teliti yang akan mengingat Vinaya-Pitaka. Kemudian Jataka juga akan lenyap, pertama Vessantara-Jataka, kemudian Apannaka-Jataka, demikian seterusnya sampai seluruh Jataka terlupakan. Kemudian hanya Vinaya-Pitaka yang akan diingat. Seiring berjalannya waktu, Vinaya Pitaka juga akhirnya lenyap.

Selama “empat-bait-syair-Dhamma” masih ada di antara manusia, maka Ajaran belum lenyap. [ Keempat bait syair yang dimaksud adalah : “ Tidak Berbuat Jahat, Perbanyak kebajikan, Sucikan hati dan pikiran, Inilah Ajaran Para Buddha” ]

Ketika Raja yang memiliki keyakinan dalam Dhamma menawarkan satu kantong emas yang diletakkan di punggung gajah, dan menabuh genderang ke seluruh kota sampai dua atau tiga kali, dengan mengumumkan, “ Barangsiapa dapat menyebutkankan syair dari Sang Buddha, biarlah ia mendapat seluruh koin emas ini beserta gajah kerajaan ini”, tetapi ketika tiada seorangpun yang mengetahui keempat bait syair Dhamma tersebut sampai akhirnya kantong koin emas itu harus kembali ke dalam istana lagi, maka itulah lenyapnya Ajaran.”

Inilah Sariputta, lenyapnya Ajaran.”

iv). LENYAPNYA SIMBOL-LUAR


“Seiring berjalannya waktu, masing-masing dari para Bhikkhu dan ‘angkatan’ terakhir membawa jubahnya, mangkuknya, dan tusuk gigi, mengambil buah labu botol dan menjadikannya mangkuk untuk meminta makanan, akan berjalan kesana-kemari dengan labu tersebut di tangannya atau digantung dengan tali. Seiring dengan waktu, mereka berpikir , “ Apa gunanya jubah kuning ini ? “ , dan [lalu] mereka mengguntingnya menjadi potongan kecil kemudian menempelkannya di hidung, kuping, atau rambut. Mereka berkelana sambil menunjang anak dan isteri dengan cara bertani, berdagang dan sejenisnya. Seiring berjalannya waktu, mereka berpikir, “ Apa gunanya ini semua ? “ kemudian setelah membuang potongan jubah kuning, mereka akan mulai berburu binatang dan burung di hutang. Ketika ini terjadi, maka simbol / bentuk luar [pun] lenyap.

Inilah Sariputta, yang dimaksud lenyapnya simbol / bentuk luar.”

v). LENYAPNYA RELIK SANG BUDDHA


“ Kemudian ketika Ajaran Buddha telah berumur lima-ribu (5.000) tahun, Relik-relik Buddha, yang tidak lagi dihormati dan dipuja, akan pergi ke tempat-tempat dimana masih ada penghormatan dan pemujaan. Seiring berjalannya waktu, di semua tempat tidak lagi ditemukan adanya penghormatan dan pemujaan terhadap Relik [Sang-Buddha]. Pada masa itu, ketika Ajaran berangsur terlupakan, semua Relik datang dari berbagai tempat, dari kediaman naga dan alam dewa serta alam Brahma, berkumpul di sekitar pohon Boddhi di Buddha Gaya di mana Sang Buddha mencapai Pencerahan-Sempurna, dan melakukan keajaiban seperti “Keajaiban-Kembar”, kemudian akan mengajarkan Dhamma. Tidak akan ditemukan manusia di tempat itu. Semua dewa dari sepuluh-ribu ( 10.000 ) sistem dunia berkumpul bersama untuk mendengarkan Dhamma dan ribuan jumlah dari mereka akan merealisasikan Ajaran. Mereka akan menangis keras dan berkata, “ Wahai para Dewa, satu minggu dari hari ini Pemilik sepuluh (10) Kekuatan Tathagata akan memasuki Parinibbana.” Dengan terisak mereka berkata: “Mulai saat itu, kita semua berada dalam kegelapan.” Kemudian Relik akan memanas dan terbakar habis tanpa sisa.

Inilah Sariputta, yang dimaksud lenyapnya Relik. “

Demikianlah proses memudar dan lenyapnya Dhamma Sang Buddha Gotama, dalam jangka waktu 5.000 tahun, atau kurang dari 2.500 tahun terhitung sejak hari ini, Buddhasasana dari Sang Buddha Gotama akan berakhir, lenyap sama sekali tanpa sisa.

Sumber :

https://ratnakumara.wordpress.com/2009/04/19/

Tidak ada komentar: