Oleh:
Yang Mulia Bhikkhu Uttamo Thera
Kegiatan
puja bhakti adalah kegiatan yang sangat baik. Selain bisa menambah kamma baik,
juga dapat meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang Dhamma. Hanya saja
kegiatan ini sering disalahartikan. Dengan jadwal yang hanya seminggu sekali,
ada saja yang merasa keberatan. Kalau ditanya, alasannya: sibuk. Alasan yang
klise.
Biasanya
kalau orang menjawab begitu, saya akan mengatakan dia 'sungguh luar biasa'.
Lihat saja sebagian besar pejabat negara kita. Dalam sehari mereka bisa
melaksanakan sholat lima kali. Padahal sibuknya luar biasa. Bapak Presiden kita
juga demikian. Tetap menjalankan ibadah yang sama walaupun acaranya sangat
padat. Kalau kita, umat Buddha, berpuja bhakti seminggu sekali saja sudah
merasa sibuk, berarti jadwal kita lebih padat dari seorang presiden.
Ada
yang lebih parah. "Ke vihara atau tidak, sama saja. Di vihara kita toh
baca paritta, di rumah juga kan bisa," begitu kilah mereka. Mereka ini
adalah orang yang tidak mengerti manfaat dan fungsi datang ke vihara.
Sebetulnya
kita datang ke vihara harus didasari rasa kagum. Ya, rasa kagum kepada Sang
Buddha. Kita (seharusnya) datang karena mencari Sang Buddha. Ada yang tidak
datang lagi ke vihara dengan alasan pemuda vihara cuek. Sebagai umat baru, dia
merasa tidak diperhatikan. Ada juga yang tidak mau datang karena (katanya)
bhikkhunya sombong.
Kita
ke vihara kan untuk mencari Sang Buddha, bukan cari pemuda vihara atau cari
bhikkhu. Kalau orang sudah memahami hal ini, berarti ia telah merasakan manfaat
ikut Agama Buddha.
Kita
harus kagum karena kita sudah mengerti ajaran-Nya, walaupun mungkin masih
sedikit. Bagaimana bisa lebih mengerti kalau tidak mau ke vihara? Membaca
paritta di rumah memang menambah kamma baik, tapi tidak menambah pengertian
kita. Untuk itulah perlu ke vihara. Di vihara kita juga bisa bertemu dengan
teman-teman dan berbagi pengalaman, baik pengalaman biasa ataupun yang
berkaitannya dengan Dhamma. Misalnya, ada yang bercerita bahwa sebelum kenal Agama
Buddha dia suka marah-marah. Tapi sekarang bisa jadi tenang. Ada juga yang
bercerita kalau dulu di sekolah dia bodoh sekali. Ujian tidak pernah lulus.
Sekarang cerdas, ujian bisa lulus terus. Soalnya sudah mengenal ajaran Sang
Buddha. Berbagi pengalaman dan kesaksian seperti ini sangatlah perlu.
NONTON
FILM
Kalau
kita sering ke vihara keyakinan akan Dhamma dapat terbangkitkan. Jika ajaran
Sang Buddha dipraktekkan, lalu terbukti maka kita akan bahagia. Satu contoh
misalnya, seorang istri tetap tenang ketika tangan suaminya putus dipotong
penjahat. Sebab sang istri sudah punya konsep Agama Buddha dan juga sering
meditasi. Dengan tenang ia memegang dan membungkus tangan suaminya. Kemudian
membawanya ke rumah sakit. Pikirnya, bila ia pingsan, juga adik dan kakaknya
ikut pingsan, siapa yang akan membawa suaminya ke rumah sakit. Darah suaminya
akan terus mengucur sehingga dapat menyebabkan kematian. Orang seperti ini
kalau bercerita di vihara akan menumbuhkan rasa kekaguman terhadap ajaran Agama
Buddha.
Ibarat
menonton film. Misalnya, film seri tv. Sering gara-gara film di tv, vihara
menjadi sepi. Apalagi jika film tersebut diputar pada hari di mana diadakan
puja bhakti. Banyak yang tidak datang.
Nah,
mengapa tiap hari orang masih sempat nonton film seri tv padahal mereka sibuk?
Jawabannya, karena mereka kagum. Walaupun kadang mereka harus mengeluarkan air
mata. Begitu pula dengan Agama Buddha. Kalau sudah kagum maka pasti minimal
tiap hari Minggu orang akan datang. Orang kagum tentu ada alasannya. Apa sih alasan
belajar Agama Buddha? Karena Agama Buddha bisa dirasakan dan dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dasar
Agama Buddha adalah kenyataan bahwa setiap saat kita selalu punya perasaan
kecewa (dukkha). Agama Buddha mengatakan hal ini bukan karena pesimis terhadap
kehidupan. Bukan juga optimis. Tapi karena Agama Buddha bersifat realistis,
nyata, dan dapat dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari. Berpisah dengan yang
dicintai-entah orang, barang, atau hal lain-dan berjumpa dengan yang dibenci.
Juga ketika kita menginginkan sesuatu tetapi tidak terpenuhi. Semua itu membuat
kecewa. Contoh nyatanya, dalam puja bhakti. Saat membaca paritta, ada yang
ingin cepat-cepat, tapi kenyataannya yang lain malah pelan. Atau sebaliknya.
Pula dalam bermeditasi, ketika kaki kita kesemutan. Pasti timbul kekecewaan.
Bila
kita rajin mengamati gejala kehidupan, sebetulnya pengalaman tentang ajaran
Sang Buddha selalu ada setiap saat. Semua pasti pernah kecewa. Kita akan
melihat sebenarnya sumber kekecewaan itu adalah pikiran. Dari pikiran bisa
muncul berbagai keinginan. Dari situ akan timbul kekecewaan.
MEDITASI
DAN PIKIRAN
Dalam
Agama Buddha diajarkan bagaimana cara menyesuaikan pikiran. Kita tidak mungkin
mampu mengubah kenyataan, tapi kita bisa mengubah cara berpikir kita. Misalnya,
kita ikut ujian dan tidak lulus. Kita tidak mungkin mengubah kenyataan ini.
Tidak masuk akal dengan mengempeskan ban mobil dosen atau mengancamnya lalu
kita jadi lulus. Tapi pikiran bisa disesuaikan supaya bisa menerima kenyataan
itu. Lalu, belajar lebih giat supaya bisa lulus.
Sedikit
demi sedikit kita mencoba mengatasi keinginan yang timbul dari pikiran. Belajar
meditasi merupakan bagian dari latihan mengendalikan pikiran. Saat duduk diam
bermeditasi muncul pikiran bosan. Timbul kegelisahan dalam diri kita. Tetapi
jika sudah bisa mengendalikannya, kita akan tetap tenang. Malah timbul pikiran,
inilah kesempatan untuk mengendalikan pikiran. Tetap konsentrasi, berusaha
memusatkan perhatian pada satu obyek tertentu. Menyadari gerak pikiran. Bila pikiran
lari ke arah lain, usahakan menariknya kembali pelan-pelan ke obyek semula.
Begitu seterusnya sehingga lama-kelamaan pikiran bisa di kendalikan dan
ketenangan pun dapat diperoleh.
Dengan
rajin meditasi kita akan selalu sadar. Kita bisa melihat bahwa hidup ini tidak
kekal. Baik itu badan, pikiran, atau hal lainnya. Misalnya, seperti yang telah
disebutkan di depan, yaitu pada saat meditasi kaki kita kesemutan. Tapi
kesemutan tidak kekal, tidak berlangsung selamanya. Pasti akan hilang. Belum
dan tidak ada orang yang menjadi lumpuh karena meditasi.
Meditasi
adalah latihan. Prakteknya, dalam kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan
latihan karate. Karate dipakai bukan pada waktu latihan saja, tapi juga untuk
bela diri di luar latihan bila diperlukan. Soalnya kalau hanya dipakai pada
saat latihan saja, bagaimana ketika ada yang akan mengganggu. Apakah kita akan
menyuruhnya menunggu sampai waktu latihan? Tidak mungkin.
Begitu
juga dengan puja bhakti. Dalam puja bhakti yang diadakan selama satu atau dua
jam kita diajarkan untuk berbuat baik. Apakah itu berarti hanya selama puja
bhakti saja berbuat baik, sedangkan sesudahnya bisa mencuri, membunuh, atau
menipu orang? Tidak kan?!.
Dengan
memahami segala sesuatu adalah tidak kekal maka pikiran akan terbebas dari
kemelekatan. Kita akan selalu siap menghadapi kenyataaan ketika apa yang kita
inginkan tidak terpenuhi. Setelah menyadari hal ini maka kekecewaan pun akan
hilang.
Sesungguhnya
inilah salah satu garis besar ajaran Agama Buddha. Bahwa untuk mengatasi kekecewaan,
kita harus mencari sumbernya dulu yaitu pikiran. Untuk mengatasinya bisa dengan
latihan meditasi. Kalau sudah bisa membuktikan hal ini, maka yang muncul adalah
kebahagiaan. Bukan lagi kekecewaan. Dalam diri akan timbul rasa kagum terhadap
ajaran Sang Buddha. Kita takjub dan bergumam,"Kok ada ajaran yang bisa
mengatasi kekecewaan?! Hebat sekali!".
Selanjutnya
kita akan jadi lebih sering ke vihara dan sering mendengarkan serta berdiskusi
dhamma. Datang ke vihara bukan lagi untuk bertemu teman, pengurus, atau
bhikkhu, tetapi untuk
mencari
(ajaran) Sang Buddha. Tentunya karena didasari oleh kekaguman kita.
Keyakinan
terhadap Dhamma itu seperti sebatang pohon. Kalau terus dipupuk dan disirami,
akan tumbuh. Sebaliknya bila tidak, bakal mati. Orang yang tidak pernah datang
ke vihara seperti pohon yang mati, karena tidak pernah disirami dengan Dhamma.
Dia juga tidak pernah dipupuk dengan diskusi Dhamma, sehingga keyakinannya
tidak kuat.
Oleh
karena itu, marilah kita bersama-sama menumbuhkan rasa yakin terhadap ajaran
Sang Buddha dan mempraktekkan Dhamma. Sebab bila melaksanakan Dhamma maka kita
akan terlindung oleh Dhamma itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar