Oleh:
Yang Mulia Bhikkhu Uttamo MahaThera
Dalam
kegiatan sehari-hari kita sering mendengar kata "Karma". Panggunaan
kata "Karma" ini pada umumnya ditujukan untuk manggambarkan hal-hal
yang tidak baik; karma selalu dihubungkan dengan karma buruk. Padahal
sebetulnya karma bukan hanya karma buruk tetapi juga ada karma baik. Selain
sebagai karma buruk, konsep karma juga sering diidentikkan sebagai satu-satunya
penyebab kejadian. Kita menganggap setiap keadaan buruk selalu disebabkan oleh
karma, semuanya tergantung pada karma. Konsep yang demikian ini dapat berakibat
menurunkan semangat juang atau semangat hidup kita. Padahal karma bukan
satu-satunya penyebab kejadian, melainkan hanya salah satunya; masih terdapat
banyak faktor yang ikut menentukan dan menyebabkan karma berbuah. Konsep yang
menganggap bahwa karma selalu karma buruk dan sebagai satu-satunya penyebab
kejadian ini dapat dikatakan sebagai suatu pandangan yang salah dan merupakan
kelemahan terhadap penjelasan hukum karma.
Apakah
sesungguhnya karma itu? Karma adalah niat untuk melakukan perbuatan. Niat
itulah yang disebut dengan karma! Perbuatan yang dilakukan dengan pikiran
disebut karma melalui pikiran; perbuatan yang dilakukan dengan ucapan disebut
karma melalui ucapan; dan perbuatan yang dilakukan dengan badan disebut karma
melalui badan. Dengan demikian karma bisa berupa karma baik dan karma buruk.
Kemudian
timbul satu pertanyaan, apakah yang disebut hukum karma? Hukum karma sebetulnya
adalah hukum sebab dan akibat. Di dalam Samyutta Nikaya dinyatakan:
"Sesuai
dengan benih yang ditabur, demikian pulalah buah yang dituai. Mereka yang
menanam kebajikan akan tumbuh kebahagiaan."
Kalau
kita melihat dengan kacamata duniawi, pernyataan Dhammapada tersebut tampak
bertolak belakang dengan fenomena yang ada. Kita sering menemukan orang yang
banyak melakukan kebajikan tetapi masih mengalami penderitaan, dan sebaliknya.
Mengapa demikian? Apakah hukum karma-nya keliru? Sebetulnya tidak keliru! Kalau
hukum karma diumpamakan sebagai sebuah sawah yang mempunyai tanaman padi dan
jagung, di mana tanaman padi dan jagung tersebut mempunyai usia panen yang
berbeda, maka tanaman jagung tentu akan panen terlebih dahulu daripada tanaman
padi. Demikian pula perbuatan baik dan buruk. Kalau kita sudah berbuat baik
tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya
dituai/dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih
dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat
sampai batas-batas tertentu.
Selanjutnya
bagaimanakah karma kalau dilihat menurut waktunya? Menurut waktunya, karma
dapat kita bedakan menjadi 4 (empat) kelompok, sebagai berikut:
a).
Karma yang langsung berbuah
Misalnya
kita mencuri helm milik orang lain, karena helm kita dicuri seseorang. Supaya
tidak ketahuan, kita mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi walaupun
lampu lalu lintas berwarna merah. Akhirnya kita ditangkap polisi. Terpaksa kita
harus membayar tilang Rp 15.000,- (padahal harga sebuah helm hanya Rp
10.000,-). Ini adalah karma yang langsung berbuah.
b).
Karma yang berbuah agak lama tetapi masih dalam satu kehidupan. Misalnya orang
yang melakukan meditasi hingga tingkat jhana yang tinggi sekali, setelah
meninggal langsung terlahir di alam brahma.
c).
Karma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Misalnya orang
yang sering mendengarkan Dhamma pasti akan terlahir di alam sorga dalam
kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Mengapa demikian? Dengan mendengarkan
Dhamma berarti kita melatih dana perhatian. Pikiran, ucapan dan perbuatan kita
terjaga dengan baik pada saat itu. Kita bisa mengerti dan melaksanakan Dhamma.
Bahkan hal ini amat sesuai dengan salah satu sutta Sang Buddha, bahwa
mendengarkan Dhamma pada saat yang tepat adalah berkah utama.
d).
Karma yang tidak sempat berbuah karena kehabisan waktu atau kehilangan
kesempatan untuk berbuah. Sering ada orang yang mengatakan bahwa tercapainya
Nibbana apabila karma baik dan buruk telah habis. Padahal karma itu tidak
mungkin habis karena jumlahnya tidak terbatas. Tetapi karma bisa dipotong! Kita
bisa merasakan karma apabila kita mempunyai badan dan batin, artinya kita
dilahirkan. Kalau kita tidak dilahirkan kembali, kesempatan untuk merasakan
karma baik dan buruk menjadi tidak ada. Akhirnya ada karma yang tidak sempat
berbuah.
Selain
menurut waktu, karma juga dapat dibedakan menurut fungsinya, yaitu:
a).
Fungsi karma yang melahirkan
Misalnya:
ada orang yang dilahirkan dalam kondisi mempunyai banyak penyakit. Kenapa
terjadi demikian? Sesuai dengan benih yang ditanam, demikian pula buah yang
dituainya; karena ada penyiksaan maka bisa terlahir sakit-sakitan.
b).
Fungsi karma yang mendukung
Karma
ini mendukung fungsi karma yang melahirkan. Misalnya; selain terlahir di
keluarga yang miskin, dia juga terlahir dalam keadaan cacat. Ini adalah karma
yang mendukung.
c).
Fungsi karma yang mengurangi
Fungsi
karma yang mengurangi ini berhubungan dengan perbuatan kita saat ini. Misalnya;
meskipun miskin dan cacat, orang tersebut mempunyai sila yang baik.
d).
Fungsi karma yang memotong
Karena
silanya baik, ucapannya baik, tingkah lakunya baik, maka ada orang yang simpati
kepadanya. Orang tersebut diberi pekerjaan yang sesuai dengan keadaannya. Ini
adalah karma yang memotong, artinya bertentangan dengan yang sedang terjadi.
Karma juga berhubungan dengan perbuatan saat ini. Apa yang terjadi pada saat
ini, itulah yang menentukan karma kita. Jadi karma bukanlah nasib! Karma masih
bisa diperbaiki dan diubah dengan melihat fungsi karma karena karma adalah niat
berbuat. Perbuatan itulah yang paling penting!
Selanjutnya
karma juga dapat dikelompokkan menurut bobotnya yaitu:
a).
Bobot karma super berat
Karma
super berat yang baik misalnya; orang yang mencapai jhana, setelah meninggal
langsung terlahir di alam brahma; atau memperoleh pañña yang berarti
tercapainya Nibbana. Sedangkan super berat yang buruk ada 5 (lima) yaitu
membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh seorang Arahat, melukai Sammasambuddha,
dan memecah belah Sangha. Apabila salah satunya dilakukan maka setelah
meninggal orang tersebut langsung terlahir di alam neraka.
b).
Karma yang muncul pada saat kematian
Di
dalam pikiran akan terjadi satu seleksi pada saat proses kematian yaitu
mengingat perbuatan yang pernah berkesan di dalam diri kita. Misalnya; sebelum
meninggal, seseorang teringat bahwa dia sering mendengarkan Dhamma, sering
bertemu bhikkhu-bhikkhu dan meninggal dalam keadaan bahagia maka orang tersebut
akan terlahir di alam bahagia. Sebaliknya kalau kesannya tidak baik, orang
tersebut dapat terlahir di alam menderita.
Sehubungan
dengan proses kematian ini, Sang Buddha menyatakan bahwa apabila kita bisa
melihat 4 (empat) tempat suci di India yaitu tempat Sang Buddha dilahirkan,
mencapai kesucian, membabarkan Dhamma, dan wafat-Nya maka ketika meninggal,
pikiran kita diliputi kebahagiaan. Kita bisa terlahir di alam bahagia. Inilah
sebabnya mengapa kalau ada yang mau meninggal diadakan sembahyangan. Tujuannya
supaya orang tersebut mengingat perbuatan-perbuatan baik yang pernah
dilakukannya sehingga dapat terlahir di alam bahagia. Dengan demikian
sesungguhnya manfaat berpikir positif pada saat kematian adalah paling penting
karena kalau kita berpikir positif pada kematian, kita akan terlahir di alam
bahagia.
c).
Kalau di dalam proses kematian itu tidak ada yang berkesan atau tidak sempat
terpikir, misalnya karena meninggal dalam keadaan koma maka yang berbuah adalah
kebiasaannya. Umpamanya orang yang mempunyai kebiasaan latah maka seandainya
setelah meninggal terlahir menjadi manusia, dia akan menjadi orang yang suka
humor.
d).
Bobot yang super ringan atau kecil
Apabila
karma yang super berat, karma pada saat kematian, dan karma kebiasaan tidak
muncul maka karma yang super ringan yang akan berbuah. Misalnya; pada suatu
waktu kita melihat ada paku payung di jalan lalu kita singkirkan supaya tidak
mencelakakan orang lain. Ini adalah bobot yang super ringan. Apabila bobot yang
super ringan ini muncul pada saat kematian dan kita merasa bahagia karena bisa
menolong orang lain maka kita akan terlahir di alam bahagia.
Dengan
demikian, karma sebetulnya terdiri atas 12 (dua belas) jenis. Masing-masing
dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu menurut waktu, fungsi dan bobot, dimana
setiap kelompok karma dibagi menjadi 4 (empat) bagian. Tetapi 12 (dua belas)
jenis karma ini tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan menjadi satu kesatuan.
Oleh karena itu segala sesuatunya belum tentu disebabkan oleh karma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar