Khotbah Panjang Auman Singa
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O’Connell Walshe
Judul lain dari Mahāsīhanāda Sutta ini adalah Kassapa-Sīhanāda Sutta (RD).
[161] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Ujuññāya, di taman rusa Kaṇṇakatthale.1 Di sana petapa telanjang Kassapa mendatangi-Nya, saling bertukar sapa dengan Beliau, dan berdiri di satu sisi. Kemudian ia berkata:
2. ’Teman Gotama, aku telah mendengar bahwa: “Petapa Gotama tidak menyetujui segala bentuk pertapaan keras, dan mencela dan menyalahkan mereka yang menjalani kehidupan keras penyiksaan diri.2 Sekarang, apakah mereka yang mengatakan hal ini mengatakan sebenarnya, dan apakah mereka tidak memfitnah Yang Mulia Gotama dengan kebohongan? Apakah mereka menjelaskan sebenarnya tentang Dhamma-Nya dan apa yang berhubungan dengan Dhamma-Nya, atau apakah beberapa guru dari sekte lain pantas disalahkan atas pernyataan ini? Kami ingin melihat Yang Mulia Gotama membantah tuduhan ini.”’
3. ‘Kassapa, mereka yang mengatakan hal ini tidak mengatakan yang sebenarnya, mereka memfitnah-Ku dengan kebohongan. Yang sebenarnya terjadi adalah, Kassapa, bahwa Aku melihat seorang praktisi penyiksaan diri, dan dengan mata-batin3” [162] yang murni melebihi pandangan mata manusia, Aku melihatnya muncul setelah kematiannya, saat hancurnya jasmani, di alam sengsara, dalam keadaan menderita, di tempat kehancuran, di neraka. Kemudian, aku melihat seorang praktisi penyiksaan diri … muncul kembali setelah kematiannya di tempat yang baik, di alam surga. Kemudian lagi, Aku melihat seorang praktisi pertapaan yang sedikit keras … muncul kembali di alam sengsara …. Kemudian lagi, Aku melihat seorang praktisi pertapaan yang sedikit keras … muncul kembali di tempat yang baik, di alam surga. Karena aku dapat melihat kemunculannya, alam tujuannya, kematian dan muncul kembalinya para petapa itu, bagaimana mungkin Aku tidak menyetujui segala bentuk pertapaan keras, dan mencela dan menyalahkan mereka yang menjalani kehidupan keras penyiksaan diri?’
4. ‘Kassapa, ada beberapa petapa dan Brahmana yang bijaksana, terlatih dalam berdebat, mampu membelah rambut, teliti, yang berjalan dengan cerdas di sepanjang jalan pandangan-pandangan. Kadang-kadang pandangan mereka selaras dengan pandangan- Ku, kadang-kadang tidak. Apa yang kadang-kadang mereka setujui, kadang-kadang kami setujui. Apa yang kadang-kadang tidak mereka setujui, kadang-kadang tidak kami setujui. Apa yang kadang-kadang mereka setujui, kadang-kadang tidak kami setujui, dan apa yang kadang-kadang tidak mereka setujui, kadang- kadang kami setujui. Apa yang kadang-kadang kami setujui, kadang-kadang mereka setujui, apa yang kadang-kadang tidak kami setujui, kadang-kadang tidak mereka setujui. [163] Apa yang kadang-kadang kami setujui, kadang-kadang tidak mereka setujui, dan apa yang kadang-kadang tidak kami setujui, kadang-kadang mereka setujui.’
5. ‘Saat mendekati mereka, Aku berkata: “Dalam hal-hal ini, tidak ada kesepakatan. Mari kita mengesampingkannya. Dalam hal- hal ini, ada kesepakatan: silakan yang bijaksana menerimanya, mendebatnya, dan mengkritik persoalan ini dengan guru-guru atau pengikut-pengikut mereka, dengan mengatakan: ‘Di antara hal-hal tersebut yang tidak terampil4 dan diakui demikian, dapat dicela, harus dihindari, tidak pantas bagi seorang Mulia, hitam dan diakui sebagai demikian – siapakah yang benar-benar telah meninggalkan hal-hal demikian dan bebas dari hal-hal demikian: Petapa Gotama, ataukah Yang Mulia guru-guru lainnya?’”’
6. ‘Para bijaksana akan berkata: “Di antara hal-hal tersebut yang tidak terampil … Petapa Gotama telah benar-benar membebaskan diri-Nya, namun Yang Mulia guru-guru lainnya hanya sebagian.” Dalam kasus ini, para bijaksana memberikan pujian kepada kami dalam porsi yang lebih besar.’
7. ‘Atau para bijaksana akan berkata: “Di antara hal-hal tersebut yang terampil dan diakui demikian, tanpa dicela, harus dipraktikkan, pantas bagi seorang Mulia, cerah dan diakui sebagai demikian – siapakah yang benar-benar telah menguasai hal-hal demikian: Petapa Gotama, ataukah Yang Mulia guru-guru lainnya?”’
8. ‘Atau para bijaksana akan [164] berkata: “Di antara hal-hal tersebut … Petapa Gotama telah benar-benar menguasainya, namun Yang Mulia guru-guru lainnya hanya sebagian.” Dalam kasus ini, para bijaksana memberikan pujian kepada kami dalam porsi yang lebih besar.’
9-12. (seperti paragraf 5-8 tetapi: para siswa Petapa Gotama, atau para siswa dari yang Mulia guru-guru lain.) [165]
13. ‘Kassapa, ada jalan, ada cara mempraktikkan, yang mana seseorang yang telah mengikutinya akan mengetahui dan melihat sendiri: “Petapa Gotama berbicara pada waktu yang tepat, apa yang benar, langsung ke pokok permasalahan5 – Dhamma dan disiplin.” Apakah jalan ini dan cara mempraktikkan ini? Yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu, Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan yang mana seseorang akan mengetahui dan melihat sendiri: “Petapa Gotama berbicara pada waktu yang tepat, apa yang benar, langsung ke pokok permasalahan – Dhamma dan disiplin.”’
14. Mendengar kata-kata ini, Kassapa berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Gotama, para petapa ini mempraktikkan praktik tertentu dari penyiksaan diri [166] yang dianggap pantas untuk mereka: seorang petapa telanjang menggunakan pengendalian yang tidak sopan,6 menjilat tangan mereka, tidak datang atau tetap berdiri diam ketika diminta datang. Ia tidak menerima makanan yang dipersembahkan atau dipersiapkan untuknya, atau suatu undangan untuk makan. Ia tidak menerima makanan yang berasal dari panci, juga makanan yang diletakkan di ambang pintu, di tumpukan kayu bakar atau di penumbuk padi, juga tidak di mana dua orang sedang makan, dari seorang perempuan yang hamil atau menyusui atau dari seorang yang menetap bersama seorang laki-laki, juga tidak dari makanan yang dikumpulkan, di mana anjing berdiri atau lalat berkerumun. Ia tidak memakan ikan atau daging dan tidak meminum minuman keras atau alkohol atau minuman fermentasi.7 Ia adalah seorang satu-rumah8 atau seorang satu-suap9, seorang dua-rumah, seorang tujuh-suap atau seorang tujuh-rumah. Ia berada pada satu, dua atau tujuh persembahan kecil, makan hanya satu kali sehari, satu kali dalam dua hari, satu kali dalam tujuh hari. Ia makan nasi hanya dua kali dalam satu bulan. Ini dianggap praktik yang benar.’
‘Atau seseorang menjadi seorang pemakan tanaman, pemakan biji- bijian, pemakan padi, pemakan padi liar, pemakan tanaman air, pemakan dedak, pemakan busa lapisan atas dari rebusan beras, pemakan buah yang menghasilkan minyak, rumput atau kotoran sapi, akar-akaran dan buah-buahan, memakan buah yang jatuh tertiup angin. Ia mengenakan rami kasar atau bahan campuran, kain pembungkus mayat, potongan kain dari tumpukan sampah, pakaian dari serat kulit kayu, [167] kulit kijang, rumput, kulit kayu, rambut cukuran, selimut dari rambut manusia10 atau rambut kuda, sayap burung hantu. Ia adalah pencabut rambut dan janggut, menyukai praktik ini; ia adalah seorang yang berbalut duri, membuat tempat tidurnya di atas duri-diri, tidur sendiri berselimutkan lumpur basah, menetap di ruang terbuka, menerima tempat duduk apa pun yang dipersembahkan, hidup dari kotoran dan menyukai praktik demikian, seorang yang tidak meminum air11 dan menyukai praktik demikian, atau ia mempraktikkan dengan tekun kebiasaan mandi tiga kali sebelum malam.’12
15. ‘Kassapa, seorang praktisi penyiksaan diri boleh saja melakukan semua hal ini, tetapi jika moralitasnya, batinnya, dan kebijaksanaannya tidak dikembangkan dan dicapai, maka sesungguhnya ia masih jauh dari seorang petapa atau seorang Brahmana. Tetapi, Kassapa, ketika seorang bhikkhu mengembangkan ketidakbermusuhan, ketidakbencian, dan hati yang penuh cinta kasih dan, meninggalkan kekotoran, mencapai dan berdiam dalam batin yang bebas tanpa kekotoran, pembebasan melalui kebijaksanaan, setelah mencapainya dalam kehidupan ini dengan pandangan terangnya sendiri, maka, Kassapa, bhikkhu itu disebut seorang petapa dan seorang Brahmana.’13
16. Mendengar kata-kata ini, Kassapa berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Yang Mulia Gotama, sungguh sulit untuk menjadi seorang petapa; sungguh sulit untuk menjadi seorang Brahmana.’
‘Maka mereka mengatakan di dunia ini, Kassapa: “sungguh sulit untuk menjadi seorang petapa; sungguh sulit untuk menjadi seorang Brahmana.” Jika seorang petapa telanjang melakukan semua hal ini … (seperti paragraf 14), dan ini adalah ukuran dan praktik dari kesulitan, kesulitan besar, untuk menjadi seorang petapa atau Brahmana, tidaklah tepat untuk mengatakan: “sungguh sulit untuk menjadi seorang petapa; sungguh sulit untuk menjadi seorang Brahmana,” karena semua perumah tangga atau putra perumah tangga – bahkan seorang gadis-budak – dapat melakukannya dengan mengatakan: “Baiklah, aku akan telanjang …” (seperti paragraf 14). Tetapi, Kassapa, karena ada jenis yang sangat berbeda dari pertapaan selain yang ini, maka adalah tepat untuk mengatakan: “sungguh sulit untuk menjadi seorang petapa; sungguh sulit untuk menjadi seorang Brahmana.” [169] Tetapi, Kassapa, ketika seorang bhikkhu mengembangkan ketidakbermusuhan, ketidakbencian, dan hati yang penuh cinta kasih … (seperti paragraf 15), maka, bhikkhu itu disebut seorang petapa dan seorang Brahmana.’
17. Mendengar kata-kata ini, Kassapa berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Yang Mulia Gotama, sungguh sulit memahami seorang petapa, sungguh sulit memahami seorang Brahmana.’ ‘Maka mereka mengatakan di dunia ini, Kassapa: “sungguh sulit memahami seorang petapa; sungguh sulit memahami seorang Brahmana.” Jika seorang petapa telanjang melakukan semua hal ini, dan ini adalah ukuran dan praktik dari kesulitan, kesulitan besar, untuk memahami seorang petapa atau Brahmana, tidaklah tepat untuk mengatakan hal itu, karena semua perumah tangga … dapat memahaminya. [171] Tetapi, Kassapa, karena ada jenis yang sangat berbeda dari pertapaan dan Brahmanisme selain yang ini, maka adalah tepat untuk mengatakan: “sungguh sulit untuk memahami seorang petapa atau seorang Brahmana.” Tetapi, Kassapa, ketika seorang bhikkhu mengembangkan ketidakbermusuhan, ketidakbencian, dan hati yang penuh cinta kasih dan, meninggalkan kekotoran, mencapai dan berdiam dalam batin yang bebas tanpa kekotoran, pembebasan melalui kebijaksanaan, setelah mencapainya dalam kehidupan ini dengan pandangan terangnya sendiri, maka, Kassapa, bhikkhu itu disebut seorang petapa dan seorang Brahmana.’
18-20. Kemudian Kassapa berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Yang Mulia Gotama, kalau begitu, apakah pengembangan moralitas, dari pikiran, dan dari kebijaksanaan?’
‘Kassapa, seorang Tathāgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, māra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-63). [172] Itu adalah kesempurnaan moralitas. Ia menjaga pintu-pintu indrianya, dan seterusnya dan mencapai empat jhāna (Sutta 2 paragraf 64-82). [173-4] Itu adalah kesempurnaan pikiran. Ia mencapai berbagai pandangan terang dan lenyapnya kekotoran (Sutta 2 paragraf 83-98). Itu adalah kesempurnaan kebijaksanaan. Dan Kassapa, tidak ada lagi yang lebih jauh atau lebih sempurna dari kesempurnaan moralitas, dari pikiran, dan dari kebijaksanaan ini.’
21. ‘Kassapa, ada beberapa petapa dan Brahmana yang mengajarkan moralitas. Mereka memuji moralitas dalam berbagai cara. Tetapi sehubungan dengan moralitas Ariya yang tertinggi, Kassapa, Aku tidak melihat seorang pun yang melampaui-Ku dalam hal ini. Aku adalah yang tertinggi dalam hal ini, dalam moralitas-super. Ada beberapa petapa dan Brahmana yang mengajarkan penyiksaan diri dan pertapaan keras yang saksama, yang mereka puji dalam berbagai cara. Tetapi sehubungan dengan penyiksaan diri dan pertapaan keras Ariya, Kassapa, Aku tidak melihat seorang pun yang melampaui-Ku dalam hal ini. Aku adalah yang tertinggi dalam hal ini, dalam pertapaan super-keras. Ada beberapa petapa dan Brahmana yang mengajarkan kebijaksanaan. Mereka memuji kebijaksanaan dalam berbagai cara. Tetapi sehubungan dengan kebijaksanaan Ariya yang tertinggi, Kassapa, Aku tidak melihat seorang pun yang melampaui-Ku dalam hal ini. Aku adalah yang tertinggi dalam hal ini, dalam kebijaksanaan-super. Ada beberapa petapa dan Brahmana yang mengajarkan pembebasan. Mereka memuji pembebasan dalam berbagai cara. Tetapi sehubungan dengan pembebasan Ariya yang tertinggi, Kassapa, Aku tidak melihat seorang pun yang melampaui-Ku dalam hal ini. Aku adalah yang tertinggi dalam hal ini, dalam pembebasan-super.’ [175]
22. ‘Kassapa, mungkin para pengembara dari sekte lain akan berkata: “Petapa Gotama mengaumkan auman singa, tetapi hanya di tempat sunyi, bukan di tengah-tengah sekelompok orang.” Mereka harus diberitahukan bahwa ini tidak benar: “Petapa Gotama mengaumkan auman singa, dan Beliau mengaumkannya di tengah-tengah sekelompok orang.” Atau mereka akan mengatakan: “Petapa Gotama mengaumkan auman singa, di tengah-tengah sekelompok orang, tetapi Beliau melakukannya tanpa keyakinan.” Mereka harus diberitahukan bahwa ini tidak benar: “Petapa Gotama mengaumkan auman singa, di tengah-tengah sekelompok orang, dan dengan penuh keyakinan.” Atau mereka akan mengatakan: “Petapa Gotama mengaumkan auman singa, di tengah-tengah sekelompok orang, dengan penuh keyakinan, tetapi mereka tidak menanyai-Nya.” Mereka harus diberitahukan bahwa ini tidak benar: “Petapa Gotama mengaumkan auman singa … dan mereka menanyai-Nya.” Atau mereka akan mengatakan: “ … dan mereka menanyainya, tetapi Beliau tidak menjawabnya.” …. Atau mereka akan mengatakan: “ … Beliau menjawab, tetapi Beliau tidak menang atas jawaban-Nya itu.” …. Atau mereka akan mengatakan: “ … tetapi mereka merasa jawaban-Nya tidak menyenangkan.” …. Atau mereka akan mengatakan: “ … tetapi mereka tidak puas dengan apa yang mereka dengar.” …. Atau mereka akan mengatakan: “ … tetapi mereka tidak bersikap seolah-olah mereka puas.” “ … tetapi mereka tidak berada di jalan kebenaran.” … Atau mereka akan mengatakan: “ … tetapi mereka tidak puas dengan praktiknya.” Mereka harus diberitahukan bahwa ini tidak benar: “Petapa Gotama mengaumkan auman singa, di tengah-tengah sekelompok orang, dengan penuh keyakinan, mereka menanyai- Nya dan Beliau menjawab, Beliau menang atas mereka dengan jawaban-Nya, mereka merasa jawaban-Nya menyenangkan dan mereka puas dengan apa yang mereka dengar, mereka bersikap seolah-olah mereka puas, mereka berada di jalan kebenaran, dan mereka puas dengan praktiknya.” Itu, Kassapa, adalah apa yang harus diberitahukan kepada mereka.’
23. ‘Suatu ketika, Kassapa, Aku sedang menetap di Rājagaha, di Puncak Burung Nasar. Dan seorang praktisi penyiksaan diri [176] bernama Nigrodha berdiskusi dengan-Ku mengenai praktik pertapaan keras.14 Dan ia gembira mendengar penjelasan-Ku melampaui semua ukuran.’
‘Bhagavā, siapakah yang mendengarkan Dhamma dari-Mu tidak akan gembira melampaui semua ukuran? Aku gembira melampaui semua ukuran. Sungguh indah, Yang Mulia Gotama, sungguh menakjubkan! Bagaikan seseorang yang menegakkan apa yang terjatuh, atau menunjukkan jalan bagi ia yang tersesat, atau menyalakan pelita di dalam gelap, sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat apa yang ada di sana. Demikian pula Yang Terberkahi telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara. Bhagavā, semoga aku menerima pelepasan di tangan Sang Bhagavā, semoga aku menerima penahbisan!’
24. ‘Kassapa, siapa pun yang sebelumnya adalah pengikut sekte lain dan menginginkan pelepasan atau penahbisan dalam Dhamma dan disiplin ini harus menunggu selama empat bulan, dan di akhir dari empat bulan percobaan, para bhikkhu yang telah kokoh pikirannya akan memberikan pelepasan dan penahbisan. Tetapi ada pengecualian dalam hal ini.’ ‘Bhagavā, jika demikian, aku akan menunggu bahkan sampai empat tahun, dan pada akhir waktu itu, sudilah para bhikkhu memberikan pelepasan dan penahbisan kepadaku.’
Kemudian Kassapa menerima pelepasan [177] dari Sang Bhagavā, dan penahbisan. Dan Yang Mulia Kassapa yang baru ditahbiskan, sendirian, terasing, tanpa lelah, penuh semangat, dan bertekad, dalam waktu singkat mencapai apa yang dicari oleh para pemuda yang berasal dari keluarga mulia yang meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, yaitu puncak kehidupan suci yang tanpa tandingan, setelah mencapainya di sini dan saat ini dengan pengetahuan-super yang ia miliki dan berdiam di sana mengetahui: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi yang lebih jauh di sini.’
Dan Yang Mulia Kassapa menjadi salah satu dari Para Arahat.
1. Taman umum di mana rusa-rusa aman dari para pemburu.
2. Tapaṁ: Bentuk keras dari penyiksaan diri seperti terdapat dalam paragraf 14. Ini harus dibedakan dengan pertapaan. Istilah ‘penebusan’ yang digunakan oleh RD adalah keliru karena niatnya sangat berbeda dengan gagasan kristen akan penebusan. Menggunakan ‘petapa’ untuk samaṇa (karena istilah ‘petapa’ yang disukai oleh beberapa penerjemah adalah tidak tepat). Saya kembali menggunakan istilah yang agak rumit ‘praktisi pertapaan keras’ untuk istilah tapassī yang digunakan di sini. Untungnya istilah ini lebih jarang muncul dibandingkan samaṇa.
3. Cf. DN 2.95.
4. Akusala: secara harfiah, ‘tidak terampil’, yaitu jahat dan mendorong akibat kamma yang buruk.
5. Cf. DN 1.1.9.
6. Sehubungan dengan fungsi-fungsi jasmani (DA).
7. Thusodakaṁ: ‘bubur’, tetapi pengertian ini membutuhkan sesuatu yang difermentasi.
8. Seseorang yang menerima dana hanya dari satu rumah.
9. Seseorang yang hanya makan satu suap.
10. Seperti Ajita Kesakambalī (DN 2.22).
11. Apānaka. Mungkin seseorang yang (seperti Jainisme) tidak meminum air dingin karena makhluk-makhluk hidup didalamnya.
12. Untuk membersihkan dosanya: cf. kisah Sangārava (SN 7.2.11).
13. Kalimat: ‘Tetapi jika moralitas-nya …’ berulang, pertama setelah ‘dua kali dalam satu bulan’, kemudian setelah ‘buah-buahan yang jatuh tertiup angin’, dan dalam kesimpulan. Seperti yang ditunjukkan oleh RD, Sang Buddha menggunakan istilah ‘petapa’ dan ‘Brahmana’ dalam pengertiannya, bukan dalam pengertian Kassapa.
14. Baca DN 25.
http://www.samaggi-phala.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar