His long carrier of
teaching through the
spoken and printed word
had a beneficial impact
on many hundreds of
thousands in the East
and the West.
His personal stature and
his life's work rank him
among the great figures
of contemporary
Buddhism.
Mahasi Sayadaw
MAHASI SAYADAW LAHIR PADA 29 JULI 1904
di Seikkhun, sebuah perkampungan
makmur yang cukup luas dengan penduduk yang ramah, terhampar kira-kira tujuh
mil ke arah barat dari kota sejarah Shwebo di Upper Myanmar. Orang tuanya, U
Kan Taw dan Daw Oke, menjaga sebuah toko kecil. Pada usia 6 tahun, Beliau
dikirim untuk menerima pendidikan awal kebiaraan di bawah bimbingan U Adicca,
ketua bhikkhu dari Vihara Pyanmana di Seikkhun. Enam tahun
kemudian, Beliau diajukan sebagai samanera di bawah bimbingan
guru yang sama, dan diberi nama Shin Sobhana (yang berarti ‘menguntungkan’).
Nama tersebut diberikan atas dasar keberanian sifatnya dan sikapnya yang
bermartabat.
Sayadaw adalah murid yang pandai,
membuatnya mencapai kemajuan yang luar biasa dalam memelajari kitab suci. Pada
waktu U Adicca meninggalkan Sangha,
Shin Sobhana melanjutkan
pendidikannya di bawah bimbingan Sayadaw U Parama dari Vihara Thugyi-kyaung,
Ingyintaw-taik. Pada usia 9 tahun, Beliau harus memutuskan apakah ingin tetap
dalamSangha dan mencurahkan seluruh sisa hidupnya untuk
melayani Buddhasasana atau kembali pada kehidupan sebagai umat
awam/orang biasa. Shin Sobhana mengetahui dengan baik isi hati nuraninya
sendiri dan Beliau pun memilih pilihan yang pertama, yakni untuk tetap berada
dalam Sangha dan mengabdi demi Buddhasasana.
Beliau ditahbiskan sebagai bhikkhu pada tanggal 26 November
1923, dengan Sumedha Sayadaw Ashin Nimmala sebagai guru pembimbingnya. Dalam 4
tahun, Shin Sobhana
telah menamatkan ketiga kelas dari
ujian Kitab Suci Pali yang diadakan oleh pemerintah.
mingun jetavan sayadaw
Bhikkhu Shin Sobhana selanjutnya
pergi ke kota Mandalay, yang dikenal karena keunggulannya dalam pembelajaran
Buddhis, untuk memelajari kitab suci secara lebih mendalam di bawah bimbingan
paraSayadaw yang mengetahui
dengan sangat baik apa yang ingin
mereka pelajari. Bhikkhu Shin Sobhana tinggal di Vihara Khinmakan Barat untuk
tujuan ini, akan tetapi, waktu belajar Beliau sangat singkat tak sampai lebih
dari setahun karena Beliau dipanggil ke Moulmein. Kepala Vihara Taik-kyaung di
Taungwainggale (yang berasal dari desa yang sama dengan Bhikkhu Sobhana) ingin
Beliau membantunya untuk mengajar para muridnya. Sementara mengajar
Taungwainggale, Bhikkhu Sobhana melanjutkan sendiri belajar kitab suci, dan
menjadi sangat tertarik untuk mempelajari Mahasatipatthana Sutta.
Ketertarikan yang begitu mendalam terhadap metode satipatthana dari
meditasi vipassana membawa Beliau ke Thaton, di mana Mingun
Jetavan Sayadaw yang terkenal mengajarkan hal itu.
praktek meditasi vipassana
Di bawah instruksi Mingun Jetavan
Sayadaw, Bhikkhu Sobhana mengambil latihan meditasi vipassanaintensif.
Dalam 4 bulan, Beliau telah mendapat hasil yang begitu baik di mana Beliau bisa
mengajarkan meditasi ini kepada 3 murid pertama Beliau di Seikkhun pada waktu
Beliau berkunjung ke sana pada tahun 1938. Setelah Beliau kembali dari Thaton ke
Taungwainggale (yang disebabkan karena sakitnya dan kemudian kematian dari
Taik-kyaung Sayadaw) untuk melanjutkan pekerjaan mengajarnya dan untuk memimpin
Vihara,
Bhikkhu Sobhana duduk dan menamatkan
ujian Dhammacariya (Dhamma Teacher) yang diadakan pemerintah
pada tahun 1941.
Pada malam serangan Jepang ke
Myanmar,Bhikkhu Sobhana harus meninggalkan Taungwainggale dan kembali ke desa
asalnya Seikkhun. Hal ini mendatangkan kesempatan baginya untuk mencurahkan
seluruh waktunya pada latihannya sendiri, yaitu meditasi Satipatthana
Vipassana, dan untuk mengajar sejumlah murid yang makin bertambah. Vihara
Mahasi di Seikkhun (yang membuat Beliau lebih dikenal sebagai Mahasi Sayadaw)
untungnya tetap bebas dari ketakutan dan kekacauan karena perang. Selama
periode ini para murid Sayadaw membujuk Beliau untuk menulis buku Manual
of VipassanaMeditation, sebuah pekerjaan berwewenang dan meliputi banyak
hal yang menguraikan secara terperinci doktrin maupun aspek-aspek praktis dari
meditasi Satipatthana.
undangan ke Rangoon
Tidak membutuhkan waktu lama sebelum
reputasi Mahasi Sayadaw sebagai
seorang guru meditasi yang ahli
menyebar di seluruh wilayah Shwebo-Sagaing dan mengundang perhatian seorang
umat Buddha yang beriman dan kaya, Sir U
Thwin. U Thwin ingin memromosikan Buddhasasana dengan
membangun sebuah pusat meditasi yang diarahkan langsung guru yang
terbukti kebajikan dan kemampuannya. Setelah mendengarkan kursusvipassana yang
diberikan oleh Sayadaw, dan mengamati sikap Sayadaw yang tenang, mulia, dan
bersahaja, U Thwin tidak merasa kesulitan memutuskan bahwa Mahasi Sayadaw
adalah guru meditasi yang dia cari-cari.
Pada tanggal 13 November 1947, Buddhasasana
Nuggaha Association yang
didirikan di Yangon dengan Sir U
Thwin sebagai presiden pertamanya.
Tujuan dari asosiasi tersebut adalah
untuk meningkatkan pembelajaran kitab suci dan mempraktekkanDhamma. Sir
U Thwin mendanakan sebidang tanah di Hermitage Road, Rangoon, berukuran lebih
dari 2 hektar pada asosiasi tersebut, yang ditujukan untuk membangun pusat
meditasi. Pada tahun 1978, luas pusat
meditasi tersebut bertambah menjadi
9,1 hektar, dimana banyak gedung telah
dibangun dan bangunan-bangunan
tambahan sedang didirikan. Sir U Thwin
mengatakan pada para anggota
asosiasi bahwa dia telah menemukan seorang guru meditasi yang cocok, dan dia
mengajukan usul bahwa berikutnya Perdana Menteri Myanmar yang mengundang Mahasi
Sayadaw ke pusat meditasi tersebut.
Setelah Perang Dunia ke-2, Sayadaw
berpindah-pindah tempat tinggal antara
desa asalnya, Seikkhun, dan
Taungwainggale di Moulmein. Sementara
itu, Myanmar telah memperoleh
kemerdekaan pada 4 Januari 1948. Pada
Mei 1949, selama persinggahan
pertama Beliau di Seikkhun, Sayadaw
menyelesaikan sebuah terjemahan
nissaya Mahasatipatthana Sutta yang baru.
Pekerjaan ini melampaui rata-rata
terjemahan nissaya dari sutta ini, yang
sangat penting bagi siapa saja yang
berharap untuk berlatih meditasi vipassana,
tetapi membutuhkan
bimbingan/petunjuk.
Pada November 1949, berdasarkan
undangan pribadi dari Perdana Menteri berikutnya, U Nu, Mahasi Sayadaw turun
dari Shwebo dari Sagaing menuju ke pusat meditasi di Rangoon, ditemani oleh 2
orang murid seniornya.
Demikianlah awal perwalian Mahasi
Sayadaw oleh Sasana Yeiktha di Rangoon.
Pada 4 Desember 1949, untuk pertama
kali Mahasi Sayadaw secara personal mengajar sebanyak 25 meditator dalam suatu
latihan vipassana. Karena pertambahan jumlah meditator, hal itu
menjadikan tuntutan bagi Sayadaw untuk memberikan permulaan ceramah yang
panjang pada mereka semua. Karena itu, dari Juli 1951 sebuah tape perekam
ceramah diputarkan setiap kali ada meditator baru, dengan suatu uraian singkat
dari Sayadaw.
Dalam kurun waktu 5 tahun dari
pembangunan Sasana Yeiktha di Rangoon,
banyak pusat meditasi serupa yang
dibuka di negara bagian yang lain di mana para anggota Sangha,yang
telah berlatih menurut petunjuk latihan meditasi
vipassana dari Mahasi Sayadaw, menjadi
guru-guru meditasinya. Pusat-pusat
meditasi ini tidak dibatasi untuk
Myanmar, tetapi juga termasuk negara-negara
Buddhis Theravada lainnya,
seperti Thailand dan Sri Lanka. Ada juga pusat-pusat meditasi di Kamboja dan
India. Menurut sensus tahun 1972, total jumlah meditator terlatih di semua
pusat-pusat meditasi ini (termasuk di Myanmar dan di luar Myanmar) melebihi
700.000 orang. Sebagai penghargaan atas ilmu pengetahuannya yang terkenal dan
hasil-hasil spiritual yang dicapai, Mahasi Sayadaw dianugerahi oleh Presiden
dari Myanmar Bersatu pada tahun
1952 dengan gelar terhormat 'Aggamahapandita'
(The Exalted Wise One ~Manusia Agung yang Bijaksana).
konsili buddhis keenamchattha
sangayana
Segera setelah memperoleh
kemerdekaan, pemerintah Myanmar memulai rencana pengadaan Konsili Buddhis ke-6
(Sangayana) di Myanmar, di
mana empat negara-negara
Buddhis Theravada lainnya (Sri Lanka, Thailand,
Kamboja, dan Laos) ikut
berpartisipasi.
Untuk tujuan ini, pemerintah
mengirim sebuah utusan ke Thailand dan Kamboja,
yang terdiri dari Nyaungyan Sayadaw,
Mahasi Sayadaw, dan 2 orang awam pria.
Para utusan itu mendiskusikan
rencana pemerintah Myanmar tersebut dengan para bhikkhu ketua
Buddhis dari dua negara itu.
Dalam sejarah Konsili Buddhis ke-6,
yang mana dibuka dengan
kemegahan dan upacara pada 17 Mei
1954, Mahasi Sayadaw memegang peranan yang sangat penting, mengerjakan tugas
berat yang membutuhkan ketepatan dan keahlian, yaitu sebagai Final
Editor (Osana) dan Questioner (Pucchaka).
Ciri khas dari konsili ini adalah pengeditan terhadap kitab komentar (Atthakatha)
dan kitab subkomentar (Tika), sebaik mungkin dikerjakan menurut
Teks Canon.
Dalam pengeditan terhadap literatur
kitab komentar ini, Mahasi Sayadaw
bertanggung jawab untuk membuat
analisa kritis, tafsiran dugaan, dan merekonsilisasi sepenuhnya beberapa bagian
yang krusial, tetapi berlainan bagian. Hasil yang signifikan dari Konsili
Buddhis ke-6 ini adalah kebangkitan
kembali minat dalam mempelajari
ajaran Buddhis Theravada di antara para Buddhis Mahayana.
Pada tahun 1955, sementara konsili sedang berlangsung, 12 bhikkhu dan
seorang awam wanita dari Jepang tiba di Myanmar untuk belajar ajaran Buddhis Theravada.
Para bhikkhu tersebut resmi masuk keSangha Buddhis Theravada sebagai
samanera sedangkan yang wanita menjadi umat Buddha. Kemudian pada Juli 1957,
pada pembentukan Asosiasi Buddhis
Moji, Konsili Buddha Sasana Myanmar
mengirim sebuah utusan Buddhis
Theravada ke Jepang. Mahasi Sayadaw adalah
salah satu yang mewakili Sangha Birma dalam utusan itu.
Pada tahun 1957 itu, Mahasi Sayadaw
juga mengerjakan tugas dalam
menulis sebuah pengantar dalam
bahasa Pali untuk Visuddhimagga Atthakatha, untuk menyanggah
pernyataan-pernyataan tertentu yang salah yang dibuat oleh
pengarang sebelumnya, Bhikkhu
Buddhaghosa. Sayadaw menyelesaikan
tugas sulit ini pada tahun 1960,
pekerjaannya menghasilkan setiap nilai khusus yang mempelajari dan memerdalam
pemahaman. Kemudian Sayadaw juga
menyelesaikan 2 volume (dari
4 volume) terjemahan Birma-nya terhadap kitab
komentar yang terkenal ini dan
pekerjaan klasik mengenai meditasi Buddhis
misi-misi dunia
SRI LANKA
Berdasarkan permintaan pemerintah
Sri Lanka, sebuah misi khusus yang dipimpin oleh Sayadaw U Sujata, seorang
wakil yang terkemuka dari Mahasi
Sayadaw, pergi ke Sri Lanka pada
bulan Juli 1955 untuk memromosikan meditasi Satipatthana. Utusan
yang tinggal di Sri Lanka selama lebih dari setahun tersebut melakukan pekerjaan
yang mengagumkan, dengan membangun 12 pusat meditasi permanen dan 17 pusat
meditasi sementara.
Mengikuti selesainya pembangunan
sebuah pusat meditasi di suatu tempat yang diberikan oleh pemerintah Sri Lanka,
sebuah misi yang lebih besar yang dipimpin oleh Mahasi Sayadaw meninggalkan
Myanmar menuju ke Sri Lanka pada 6 Januari 1959, melalui India. Misi tersebut
berada di India selama kira-kira 3 minggu, yang mana selama waktu itu para
anggota misi menggunakannya
untuk mengunjungi beberapa tempat
suci yang berhubungan dengan kehidupan
dan karya Sang Buddha. Mereka
memberikan ceramah Dhamma pada saat
yang sesuai, dan melakukan interview dengan
Perdana Menteri Shri Jawaharlal
Nehru, Presiden India Dr. Rajendra
Prasad, dan Wakil Presiden Dr. S. Radhakrishnan.
Suatu peristiwa yang dapat menjadi
catatan kunjungan tersebut adalah adanya
sambutan hangat yang diterima dari
orangorang golongan tertekan, yang merupakan pemeluk agama Buddha di bawah
system pemerintahan pemimpin mereka sebelumnya, Dr. Babasaheb Ambedkar.
Misi tersebut kemudian meninggalkan
Madras menuju Sri Lanka pada 29 Januari 1959 dan tiba di Kolombo pada hari yang
sama. Pada Minggu tanggal
1 Februari, pada upacara pembukaan
sebuah pusat meditasi bernama 'Bhavana
Majjhathana', Mahasi Sayadaw menyampaikan
pidato dalam bahasa Pali
setelah Perdana Menteri
Bandaranayake dan beberapa yang lainnya berbicara. Para anggota utusan
selanjutnya pergi ke pulau pada tour yang diperpanjang, mengunjungi beberapa
pusat meditasi di mana Mahasi Sayadaw memberi pembahasan mengenai
meditasi vipassana. Mereka juga melakukan pemujaan pada beberapa
tempat ziarah Buddhis yang terkenal, seperti Polonnaruwa, Anuradhapura dan
Kandy.
Kunjungan misi Birma ke tempat
bersejarah ini di bawah inspirasi kepemimpinan oleh Mahasi Sayadaw, merupakan
suatu simbol pertalian persahabatan yang erat dan klasik di antara dua negara
BuddhisTheravada ini.
Hal itu membawa keuntungan bagi
pergerakan tertarik dalam kontroversi ini untuk dapat memertimbangkan diri
mereka dalam memilih metode yang sesuai dan benar. Kontroversi ini meluas di
Sri Lanka di mana beberapa anggota Sangha, yang tidak berpengalaman
dan tidak memiliki pengetahuan yang baik dalam praktek meditasi, menyerang
dengan memublikasikan metode Mahasi Sayadaw di koran dan majalah-majalah.
Karena kritik ini dituliskan dalam bahasa Inggris yang mencakup seluruh dunia,
kedamaian tidak bisa dipertahankan lagi, dan karena itu Sayadaw U Ñanuttara
dari Kaba-aye (Kampus World Peace Pagoda) berusaha sekuat tenaga
merespon kritik-kritik tersebut di halaman koran Buddhis Sri Lanka yang terbit
berkala, World Buddhism.
Reputasi internasional Mahasi
Sayadaw telah menarik banyak perhatian
pengunjung dan para meditator dari
luar negeri, beberapa mencari pencerahan bagi permasalahan kehidupan beragama
mereka dan sebagian lagi bermaksud untuk mempraktekkan meditasi di bawah
bimbingan langsung Sayadaw.
Di antara meditator pertama dari
luar negeri ada pendiri British Rear-Admiral E.H. Shattock
yang datang meninggalkan Singapura dan berlatih meditasi di Sasana Yeiktha pada
tahun 1952. Sekembalinya ke Inggris, dia menulis dan menerbitkan sebuah
buku, An Experiment in Mindfulnessyang berhubungan
dengan pengalamannya mengikuti
latihan meditasi.
Turis asing lainnya, yaitu Robert
Duvo, seorang Perancis kelahiran Amerika
dari California. Dia datang dan
berlatih meditasi di suatu pusat meditasi, di mana
kedatangan pertamanya hanya sebagai
meditator awam tetapi berikutnya dia
datang sebagai seorang bhikkhu.
Dia kemudian menerbitkan sebuah buku dalam
bahasa Perancis mengenai
pengalamanpengalaman meditasinya dan metode
satipatthana vipassana.
Fakta-fakta menyebutkan bahwa
seharusnya pembuatan Anagarika Shri
Munindra dari Buddha Gaya di India,
yang menjadi murid terdekat Mahasi Sayadaw, yang juga menghabiskan beberapa
tahun dengan beliau, mempelajari Kitab Injil dan berlatih vipassana.
Kemudian dia mengarahkan meditasi kepada banyak orang dari Barat yang datang
di International Meditation Centre di Buddha Gaya. Salah satu
di antara mereka yaitu anak muda Amerika, Joseph Goldstein, yang menulis sebuah
buku yang mudah dimengerti tentang vipassana yang
berjudul The Experience of Insight: A Natural Unfolding.
Beberapa dari hasil karya Sayadaw
telah diterbitkan di luar negeri,
seperti Satipatthana
Vipassana Meditation dan Practical Insight Meditation oleh Unity
Press, San Francisco, California, USA, serta The Progress of
Insight oleh Buddhist Publication Society, Kandy, Sri Lanka.
U Pe Thin (sekarang almarhum) dan Myanaung U Tin, dua
orang meditator handal, tanpapamrih dan tidak mementingkan diri sendiri
membantu dalam menghubungkan Sayadaw dengan para pengunjung dan meditatornya
dari luar negeri serta dalam menerjemahkan beberapa kursus
yangdiberikan oleh Sayadaw mengenai meditasi vipassana ke
dalam bahasa Inggris
akhir perjuangan
Sosok seorang Mahasi Sayadaw
sangatlah dipuja-puja oleh para muridnya
yang berterima kasih pada Beliau,
yang jumlahnya tak terhitung di Myanmar
maupun di luar negeri. Walaupun itu
adalah doa yang sangat diharapkan dari
para muridnya yang tekun yang
berharap Mahasi Sayadaw bisa hidup untuk
beberapa tahun dan dapat melanjutkan
menunjukkan berkah dari Buddha Dhamma pada semua makhluk yang
mencari kemerdekaan dan pelepasan, tentang hukum yang tidak dapat ditawar-tawar
mengenai akhir yang tidak kekal, dengan kesekonyong-konyongan yang tragis,
tidak
mementingkan diri sendiri, dan
mengabdikan hidupnya sampai pada 14 Agustus 1982. Seperti layaknya seorang
putra Sang Buddha, Beliau hidup dengan
keberanian, menyebarkan ajaran Sang Guru ke seluruh penjuru
dunia, dan membantu ribuan orang untuk memasuki Jalan Pencerahan dan Pelepasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar