Selasa, 10 Januari 2012

Birth and Death (Kelahiran dan Kematian)




Birth and Death
Kelahiran dan Kematian

1
A good practice is to ask yourself very sincerely, "Why was I born?" Ask yourself this question in the morning, in the afternoon, and at night…every day.

Latihan yang baik adalah bertanya kepada diri Anda sendiri dengan sungguh-sungguh,
“Mengapa saya dilahirkan?” Tanyakan diri Anda sendiri dengan pertanyaan ini pada
pagi hari, siang hari, dan malam hari... setiap hari.

2
Our birth and death are just one thing. You can’t have one without the other. It’s a little funny to see how at a death people are so tearful and sad, and at a birth how happy and delighted. It’s delusion. I think that if you really want to cry, then it would be better to do so when someone’s born. Cry at the root, for if there were no birth, there would be no death. Can you understand this?

Kelahiran dan kematian kita adalah satu hal.
Anda tidak bisa mendapatkan yang satu tanpa yang lainnya.
Terlihat agak lucu; bagaimana pada saat ada kematian, orang-orang
menangis dan sedih; sedangkan pada saat ada kelahiran, orang-rang gembira dan
senang. Itu hanyalah khayalan. Saya rasa jika Anda benar-benar ingin menangis, lebih
baik melakukannya pada saat seseorang dilahirkan.
Menangislah pada awalnya,
karena bila tidak ada kelahiran, maka tidak akan ada kematian.
Apakah Anda bisa mengerti hal ?


3
You’d think that people could appreciate what it would be like to live in a person’s belly. How uncomfortable that would be! Just look at how merely staying in a hut for only one day is already hard to take. You shut all the doors and windows and you’re suffocating already. How would it be to live in a person’s belly for nine months? Yet you want to stick your head right in there, to put your neck in the noose once again

Anda akan berpikir bahwa orang mengerti apa yang akan terjadi jika hidup di dalam
kandungan seseorang. Betapa tidak nyaman! Bayangkan saja bila diam di dalam gubuk
hanya sehari saja rasanya sudah sulit. Kunci semua pintu dan jendela, Anda sudah
merasa tertekan. Jadi bagaimana rasanya tinggal di dalam kandungan seseorang selama
sembilan bulan? Tapi Anda tetap mau dilahirkan kembali! Anda tahu ketidak
nyamannya dalam kandungan, dan Anda masih mau menempelkan kepala di sana,
untuk menaruh leher Anda di dalam jerat itu sekali lagi.


4
Why are we born? We are born so that we will not have to be born again.

Mengapa kita dilahirkan? Kita dilahirkan agar kita tidak akan dilahirkan kembali.


5
When one does not understand death, life can be very confusing.

Ketika seseorang tidak mengerti tentang kematian, hidup dapat menjadi sangat
membingungkan.


6
The Buddha told his disciple Ananda to see impermanence, to see death with every breath. We must know death; we must die in order to live. What does that mean? To die is to come to the end of our doubts, all our questions, and just be here with the present reality. You can never die tomorrow; you must die now. Can you do it? If you can do it, you will know the peace of no more questions

Sang Buddha memberitahukan muridnya, Ananda, untuk melihat ketidak-kekalan,
untuk melihat kematian dalam setiap nafas. Kita harus memahami kematian; kita harus
mati agar dapat hidup. Apa artinya ini? Mati adalah jalan menuju akhir dari semua
keraguan, semua pertanyaan kita, dan ada di sini dengan kenyataan saat ini. Anda tidak
akan pernah mati besok. Anda harus mati sekarang. Dapatkah Anda melakukannya?
Bila Anda dapat melakukannya, Anda akan tahu kedamaian tanpa pertanyaan lagi.

7
Death is as close as our breath.

Kematian itu sedekat nafas kita.


8
If you’ve trained properly, you wouldn’t feel frightened when you fall sick, nor be upset when someone dies. When you go into the hospital for treatment, determine in your mind that if you get better, that’s fine, and that if you die, that’s fine, too. I guarantee you that if the doctors told me I had cancer and was going to die in a few months, I’d remind the doctors, "Watch out, because death is coming to get you, too. It’s just a question of who goes first and who goes later." Doctors are not going to cure death or prevent death. Only the Buddha was such a doctor, so why not go ahead and use the Buddha’s medicine?

Kalau Anda telah terlatih dengan benar,
Anda tidak akan merasa ketakutan ketika jatuh
sakit, juga tidak sedih jika seseorang meninggal. Ketika Anda pergi ke rumah sakit
untuk menjalani perawatan, tanamkan di dalam pikiran jika Anda menjadi lebih sehat,
itu bagus; dan jika Anda meninggal, itu juga bagus. Saya menjamin Anda bahwa bila
dokter berkata kepada saya bahwa saya mengidap kanker dan akan mati beberapa bulan
lagi, saya akan mengingatkan dokter itu, “Hati-hati, karena kematian juga akan datang
menjemputmu. Ini hanya masalah siapa yang pergi duluan dan siapa yang pergi
belakangan.” Dokter tidak dapat menyembuhkan kematian dan tidak dapat mencegah
kematian. Hanya Buddha yang dapat disebut dokter, jadi kenapa tidak pergi dan
menggunakan obat dari Buddha?


9
If you’re afraid of illness, if you are afraid of death, they you should contemplate where they come from. Where do they come from? They arise from birth. So, don’t be sad when someone dies - it’s just nature, and his suffering in this life is over. If you want to be sad, be sad when people are born: "Oh, no, they’ve come again. They’re going to suffer and die again!"

Jika Anda takut sakit, jika Anda takut mati, sebaiknya Anda merenungkan dari mana
mereka berasal. Dari mana mereka datang? Mereka muncul dari kelahiran. Jadi jangan
sedih bila seseorang meninggal. Itu adalah hal yang alami, dan penderitaanya dalam
kehidupan ini berakhir. Jika Anda mau bersedih, bersedihlah pada saat orang
dilahirkan: “Oh tidak, mereka datang lagi. Mereka akan menderita dan mati lagi!”


10
The "One Who Knows" clearly knows that all conditioned phenomena are unsubstantial. So this "One Who Knows" does not become happy or sad, for it does not follow changing conditions. To become glad, is to be born; to become dejected, is to die. Having died, we are born again; having been born, we die again. This birth and death from one moment to the next is the endless spinning wheel of samsara.

“Dia yang mengetahui” dengan jelas tahu bahwa semua keadaan yang berkondisi
adalah tidak kekal. Jadi “Dia yang mengetahui” tidak akan menjadi senang atau sedih,
karena tidak mengikuti perubahan kondisi. Untuk menjadi senang, adalah untuk
dilahirkan; untuk menjadi kesal, adalah untuk mati. Setelah mati, kita lahir kembali;
setelah dilahirkan, kita mati lagi. Kelahiran dan kematian dari satu momen ke momen
berikutnya adalah putaran roda samsara yang tidak pernah berakhir







Tidak ada komentar: