Selasa, 10 Januari 2012

Dhamma



Dhamma
17
What is Dhamma? Nothing isn’t.

Apa Dhamma itu? Tidak ada yang bukan (Dhamma).


18
How does the Dhamma teach the proper way of life? It shows us how to live. It has many ways of showing it - on rocks or trees or just in front of you. It is a teaching but not in words. So still the mind, the heart, and learn to watch. You’ll find the whole Dhamma revealing itself here and now. At what other time and place are you going to look?

Bagaimana Dhamma mengajarkan cara hidup yang semestinya? Dhamma menunjukkan
bagaimana cara kita hidup. Dhamma mempunyai banyak cara untuk menunjukkannya.
Melalui karang atau pohon atau apa saja yang ada di depan Anda. Sebuah pengajaran
tanpa kata-kata. Maka tenangkan pikiran, hati, dan belajar memperhatikan. Anda akan
menemukan keseluruhan Dhamma muncul dengan sendirinya di sini dan sekarang.
Kapan dan dimana lagi Anda hendak mencarinya?


19
First you understand the Dhamma with your thoughts. If you begin to understand it, you will practice it. And if you practice it, you will begin to see it, you are the Dhamma and you have the joy of the Buddha.

Pertama Anda mengerti Dhamma dengan pikiran Anda. Jika Anda sudah mulai
mengerti, Anda akan melatih Dhamma. Jika Anda melatihnya, Anda akan mulai
melihatnya. Ketika Anda melihatnya, Andalah Dhamma tersebut dan Anda telah
memperoleh kebahagiaan dari Buddha.


20
The Dhamma has to be found by looking into your own heart and seeing that which is true and that which is not, that which is balanced and that which is not balanced.

Dhamma harus ditemukan dengan melihat ke dalam hati Anda sendiri, dan melihat
mana yang benar dan mana yang salah, mana yang seimbang dan mana yang tidak
seimbang.


21
There is only one real magic, the magic of Dhamma. Any other magic is like the illusion of a card trick. It distracts us from the real game: our relation to human life, to birth, to death and to freedom.

Hanya ada satu keajaiban yang sesungguhnya, keajaiban Dhamma. Keajaiban yang lain
seperti ilusi dari sebuah permainan kartu sulap. Ilusi mengalihkan kita dari permainan
yang sesungguhnya: hubungan kita dengan kehidupan manusia, kelahiran, kematian,
dan kebebasan.


22
Whatever you do, make it Dhamma. If you don’t feel good, look inside. If you know it’s wrong and still do it, that’s defilement.

Apapun yang Anda lakukan, buatlah menjadi Dhamma. Jika Anda tidak merasa baik,
lihat ke dalam diri Anda. Jika Anda tahu itu salah tetapi tetap melakukannya, itu adalah kekotoran batin.


23
It’s hard to find those who listen to Dhamma, who remember Dhamma and practice it, who reach Dhamma and see it.

Sungguh sulit menemukan mereka yang mendengarkan Dhamma, yang mengingat
Dhamma dan melaksanakannya, yang mencapai Dhamma dan melihatnya.

24
It’s all Dhamma if we have mindfulness. When we see the animals that run away from danger, we see that they are just like us. They flee from suffering and run towards happiness. They also have fear. They fear for their lives just as we do. When we see according to truth, we see that all animals and human beings are no different. We are all mutual companions of birth, old age, sickness, and death.

Semuanya adalah Dhamma bila kita memiliki perhatian penuh. Ketika kita melihat
binatang berlari dari bahaya, kita melihat bahwa mereka seperti kita. Mereka melarikan
diri dari penderitaan dan mencari kebahagiaan. Mereka juga memiliki rasa takut.
Mereka takut akan kehidupannya seperti juga kita. Ketika kita melihatnya menurut
kebenaran, kita melihat bahwa semua binatang dan manusia tidak berbeda. Kita semua
adalah rangkaian dari kelahiran, usia tua, kesakitan, dan kematian.


25
Regardless of time and place, the whole practice of Dhamma comes to completion at the place where there is nothing. It’s the place of surrender, of emptiness, of laying down the burden. This is the finish.

Tanpa menghiraukan waktu dan tempat, keseluruhan pelaksanaan Dhamma menuju ke
arah penyelesaian di tempat yang tidak ada apa-apa. Itu adalah tempat untuk
melepaskan, kekosongan, untuk meletakkan beban. Ini adalah akhir.


26
The Dhamma is not far away. It’s right with us. The Dhamma isn’t about angels in the sky or anything like that. It’s simply about us, about what we are doing right now. Observe yourself. Sometimes there is happiness, sometimes suffering, sometimes comfort, sometimes pain …this is the Dhamma. Do you see it? To know this Dhamma, you have to read your experiences.

Dhamma berada tidak jauh. Benar-benar dekat kita. Dhamma bukanlah tentang
malaikat di langit atau sesuatu seperti itu. Dhamma adalah tentang kita, tentang apa
yang sedang kita lakukan sekarang. Amati diri Anda sendiri. Kadang-kadang ada
kebahagiaan, kadang penderitaan, kadang nyaman, kadang sakit ...ini inilah Dhamma.
Apakah Anda melihatnya? Untuk mengetahui Dhamma, Anda harus membaca
pengalaman-pengalaman Anda.


27
The Buddha wanted us to contact the Dhamma, but people only contact the words, the books and the scriptures. That is contacting that which is "about" Dhamma, and not contacting the "real" Dhamma as taught by our Great Teacher. How can people say that they are practicing well and properly if they only do that?
They are a long way off.

Sang Buddha menginginkan kita untuk berhubungan dengan Dhamma,
tetapi orang orang hanya berhubungan dengan kata-kata, buku-buku, dan kitab suci.
Ini hanya menghubungkan dengan apa yang disebut “tentang” Dhamma, dan bukan berhubungan dengan Dhamma yang “asli” seperti yang diajarkan oleh Guru Agung kita. Bagaimana mereka dapat berkata bahwa mereka telah berlatih dengan benar dan semestinya, jika hanya melakukan itu? Jalan mereka masih jauh sekali.


28
When you listen to the Dhamma you must open up your heart and compose yourself in the center. Don’t try to accumulate what you hear or make a painstaking effort to retain what you hear from memory. Just let the Dhamma flow into your heart as it reveals itself, and keep yourself continuously open to its flow in the present moment. What is ready to be retained will be so, and it will happen of its own accord, not through any determined effort on your part.

Ketika Anda mendengarkan Dhamma, Anda harus membuka hati Anda dan
menempatkan diri di tengah hati. Jangan mencoba untuk mengumpulkan apa yang
Anda dengar atau berusaha keras untuk memahami apa yang Anda dengar melalui
ingatan. Biarkan Dhamma mengalir ke dalam hati Anda sampai menampakkan dirinya
sendiri, dan teruslah membuka diri ke arah aliran itu pada saat ini. Apa yang seharusnya
dipahami akan Anda pahami dengan sendirinya, tidak melalui usaha keras yang Anda
tetapkan.


29
Similarly when you expound the Dhamma, you must not force yourself. It should happen on its won and should flow spontaneously from the present moment and circumstances. People have different levels of re3feptive ability, and when you’re there at that same level, it just happens, the Dhamma flows. The Buddha had the ability to know people’s temperaments and receptive abilities. He used this very same method of spontaneous teaching. It’s not that he possessed any special superhuman power to teach, but rather that he was sensitive to the spiritual needs of the people who came to him, and so he taught them accordingly.

Juga ketika Anda menguraikan Dhamma, Anda tidak boleh memaksakan diri. Uraian
Dhamma harus terjadi dengan sendirinya dan harus mengalir secara spontan pada saat
dan di lingkungan yang ada sekarang. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk
menerima pengetahuan dengan tingkatan yang berbeda, dan ketika Anda berada pada
tingkatan yang sama, aliran Dhamma akan terjadi. Sang Buddha mempunyai
kemampuan untuk mengetahui temperamen dan kemampuan seseorang untuk
menerima ajaran. Beliau menggunakan metode spontan yang sama dalam mengajar. Itu
bukan karena Buddha memiliki kemampuan supranatural untuk mengajar, tetapi karena
Beliau lebih sensitif terhadap kebutuhan batin dari orang-orang yang datang kepada-
Nya. Jadi Beliau mengajar sesuai kebutuhan orang tersebut








Tidak ada komentar: