Rabu, 11 Januari 2012

MEMEGANG SEEKOR ULAR



Oleh : Venerable Ajahn Chah


"Latihan kita disini bukanlah untuk menggengam apapun," Ajahn Chah memberitahu seorang bhikkhu baru.

"Tapi bukankah kadang-kadang kita perlu untuk memegang beberapa hal?", protes bhikkhu itu.

"Dengan tangan, ya, tapi tidak dengan hati" jawab Gurunya kembali.

"Ketika hati menggenggam sesuatu yang menyakitkan, ia seperti terpatuk ular. Dan melalui nafsu keinginan, ia menggenggam yang menyenangkan, itu sama halnya dengan memegang ekor ular. Hanya butuh waktu sebentar bagi kepala ular untuk berbalik dan mematukmu".

"Buatlah ketiada-melekatan dan perhatian murni ini sebagai penjaga hatimu, seperti orang tua. Kemudian kesukaan dan ketidak-sukaanmu akan memanggil-manggilmu seperti anak-anak. Saya tidak suka itu Ma....Saya mau yang itu lagi Pa....Tersenyum sajalah dan berkatalah, 'Tentu, nak....'. 'Tapi, Ma...saya benar-benar ingin seekor gajah'. 'Tentu nak....'. 'Saya ingin permen.

Bolehkah kita naik pesawat udara?' Tidak akan ada masalah bila Anda dapat membiarkan mereka datang dan pergi tanpa menggenggam".

Sesuatu datang pada indriya-indriya; suka atau tidak suka muncul; disanalah timbul khayalan. Akan tetapi dengan perhatian murni, kebijaksanaan bisa muncul dari pengalaman yang sama.

Jangan takut pada tempat-tempat dimana banyak hal dapat mengadakan kontak dengan indriya-indriyamu, jika Anda memang harus berada disitu. Mencapai penerangan, tidak mesti bisu dan tuli. Dengan merafal japa setiap saat untuk mencegah terjadinya suatu hal, Anda malahan bisa tertabrak mobil. Waspada saja dan jangan terpedaya. Ketika seseorang mengatakan sesuatu yang menyenangkan, katakan pada diri sendiri, "Tidak benar". Ketika yang lain mengatakan bahwa sesuatu itu lezat, katakan pada diri sendiri, "Tidak, itu tidak benar". Jangan terperangkap dalam kemelekatan pada dunia ini atau pada penilaian yang relatif.


Sumber Buku : "Telaga Hutan Yang Hening"

Tidak ada komentar: