Bhikkhu Nyanasobhano
Di luar vihara, Sabtu pagi buta di suatu musim panas, seorang bhikkhu bernama BHIKKHU TISSA sedang menyapu jalanan berbatu. Dia menyapu dengan tidak lambat maupun cepat, tetapi stabil dan berhati-hati, seolah-olah pekerjaan menyapu debu dan dedaunan adalah hal yang penting baginya. Dari jalanan beberapa meter jauhnya terdengar deruman sebuah mobil mendekat. Di pagi yang sunyi deruman itu makin keras menjadi gemuruh, dan sebuah mobil sports yang berkilau lewat. Jika BHIKKHU TISSA menyaksikan – yang tidak dilakukannya – ia akan mengetahui bahwa pengemudi tersebut melambat sesaat dan memandang beliau dengan rasa ingin tahu sebelum menghilang di tikungan. Kemudian terdengar suara berdecit dan tidak lama mobil sports tersebut kembali dan masuk ke jalan di samping vihara. MR.CARP, seorang pemuda dengan setelan pakaian kasual mahal, keluar dari mobil dan mendekati sang bhikkhu.
| 
CARP: | 
Halo, kawan. | 
| 
TISSA: | 
Selamat pagi. | 
| 
CARP: | 
Nama saya Carp. Saya temannya
  Charlie Prentice. Saya rasa anda mengenalnya? | 
| 
TISSA: | 
Oh ya, Mr. Prentice sering datang. | 
| 
CARP: | 
Anda Bhikkhu Tissa, bukan? | 
| 
TISSA: | 
Ya, betul. | 
| 
CARP: | 
Atau Yang mulia Tissa, kata
  Charlie. Kalian memang memiliki nama-nama aneh. | 
| 
TISSA: | 
Ada yang dapat saya bantu, Mr.
  Carp? | 
| 
CARP: | 
Sebenarnya tidak ada. Saya sedang
  dalam perjalanan ke pantai, dan lagipula, saya tidak benar-benar tertarik dengan
  Buddhisme. Tetapi saya sudah baca buku-buku ini. | 
| 
TISSA: | 
Buku-buku tentang Buddhisme? | 
| 
CARP: | 
Iya. | 
| 
TISSA: | 
Mengapa anda membaca buku-buku
  tentang Buddhisme jika kamu tidak tertarik? Kedengarannya seperti membuang
  waktu saja. | 
| 
CARP: | 
Begini, maksud saya – mungkin
  memang demikian! Charlie memberi saya buku-buku itu, dan perlu anda ketahui
  buku-buku ini sangat menjengkelkan. Semua pembahasan tentang penderitaan.
  Maksud saya, halaman demi halaman mengenai penderitaan, usia tua, kematian
  dan yang lainnya. Kedengarannya Buddhisme itu seperti agama yang paling
  pesimis di dunia. Saya terus memikirkannya, dan saya bertanya-tanya mengapa
  kalian umat Buddha memiliki sikap yang negatif mengenai kehidupan dan kenapa
  kalian berkutat pada penderitaan. | 
| 
TISSA: | 
(Merenung) Anda mungkin dapat juga
  mengatakan penderitaan berkutat pada diri kita. | 
| 
CARP: | 
Maksudnya? Bagaimanapun juga, saya
  melihat anda tadi, dan saya pikir, kenapa tidak bertanya saja mengenai hal
  itu? Jadi saya memiliki beberapa pertanyaan. Tentu saja bila anda tidak
  sibuk. | 
| 
TISSA: | 
(Tersenyum, menyandarkan sapu di
  dinding) Saya dengan senang hati mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan
  mengenai Dhamma. | 
| 
CARP: | 
“Dhamma.” Itu adalah kata yang
  terus muncul di buku-buku tersebut. Apa ya artinya? Saya lupa. | 
| 
TISSA: | 
Biasanya berarti ajaran Sang
  Buddha. Dapat juga berarti kebenaran, realitas, apa adanya, hukum alam
  semesta, fenomena apa adanya itu sendiri, jalan menuju pembebasan –
  tergantung konteksnya. | 
| 
CARP: | 
Sangat pentingkah itu? | 
| 
TISSA: | 
Kata hanyalah kata. Apa yang
  dibalik kata adalah hal yang terpenting. | 
| 
CARP: | 
Saya menduga anda akan mengatakan
  seperti itu. Saya ingin mendengar tentang itu. Jadi, dapatkah kita duduk di
  suatu tempat? | 
| 
TISSA: | 
Tentu. Bagaimana kalau di
  rerumputan di sini? | 
| 
CARP: | 
(Dengan bercanda) Saya kira anda
  tidak memiliki kursi taman di sekitar sini. | 
| 
TISSA: | 
Kami puas dengan apa yang kami
  miliki. Menurut saya rumput cukup baik. | 
| 
Mereka duduk di tempat yang teduh.
  MR. CARP dengan tidak nyaman memeriksa sekitar apakah ada semut di sana. | |
| 
CARP: | 
Perlu diketahui, Bhikkhu Tissa,
  saya tidak pernah bertemu seorang bhikkhu sebelumnya. Saya mengerti
  orang-orang memperlakukan para bhikkhu dengan hormat. | 
| 
TISSA: | 
Tergantung orangnya, tergantung
  bhikkhunya. | 
| 
CARP: | 
Anda mendapat sebutan “Yang mulia”
  dan semua itu. | 
| 
TISSA: | 
Kami mendapat sebutan lain juga. | 
| 
CARP: | 
Ya, pasti! Tapi mari saya
  lanjutkan ke pertanyaan-pertanyaan saya. Hal-hal mengenai penderitaan ini
  sangat mengganggu saya. Bukankah permasalahan di dunia sudah cukup tanpa
  kalian Buddhis menceritakannya terus menerus? | 
| 
TISSA: | 
Justru karena ada kesulitan di
  dunia maka kita memperhatikannya, atau menceritakannya terus-menerus, jika
  anda mau sebut seperti itu. | 
| 
CARP: | 
Apakah anda pikir anda dapat
  melakukan sesuatu tentang itu? | 
| 
TISSA: | 
Ya. Untuk alasan itulah Buddhisme
  ada. | 
| 
CARP: | 
Inilah yang ingin saya dengar.
  Bagi saya, sepertinya lebih baik kita menekankan sisi bahagia kehidupan.
  Mengapa kita harus memperhatikan penderitaan? | 
| 
TISSA: | 
Jika ada seekor lebah menyengat
  anda, apakah anda perhatikan itu? | 
| 
CARP: | 
Ya, tentu saja. | 
| 
TISSA: | 
Apakah manfaatnya? Mengapa
  berkutat pada itu? | 
| 
CARP: | 
Karena saya tidak ingin disengat
  lagi, maka saya menjauh darinya. | 
| 
TISSA: | 
Jika anda tidak ingin disengat
  lagi tentu masuk akal untuk mempelajari sesuatu mengenai tawon, bukankah
  begitu? Dimana mereka membangun sarang, hal apa yang dapat membuat mereka
  tidak senang, bagaimana agar tidak membuat mereka terganggu, dan seterusnya.
  Ada banyak jenis penderitaan di dunia, dan masing-masing memiliki penyebab
  serta karakteristiknya. Bila anda merasakan beberapa dari penderitaan ini,
  atau berpikir bahwa anda mungkin dapat menjadi sasaran penderitaan, bukankah
  bijaksana untuk memperhatikan dengan baik dan melihat apa yang dapat
  dilakukan mengenai hal-hal tersebut? | 
| 
CARP: | 
Ya, begitulah, saya kira. Tapi ke
  mana pun anda berjalan pasti ada kesulitan-kesulitan, jadi saya lebih suka
  menekankan sisi positifnya. Anda seharusnya mengambil pahit beserta manisnya! | 
| 
TISSA: | 
Betul tidak jika saya menerka anda
  memiliki cukup banyak hal “manis” dalam hidup anda? | 
| 
CARP: | 
Betul, saya menjalani hidup dengan
  sangat baik. Saya bekerja di perusahaan real estate, mengatur beberapa projek
  baru. Dan terus terang, saya melakukannya dengan cukup baik. Saya akui bahwa
  hidup adalah menyenangkan. Karena itulah saya tidak setuju dengan Buddhisme. | 
| 
TISSA: | 
Apakah anda sepenuhnya puas? | 
| 
CARP: | 
Tidak sepenuhnya. Siapa yang
  dapat? Hal yang terpenting adalah tetap mengendalikan hidupmu. | 
| 
TISSA: | 
Maaf saya tidak sependapat. Tidak
  ada yang dapat mengendalikan penuh hidupnya. Misalnya saja tubuh anda. Anda
  kelihatannya sangat sehat. Tapi dapatkah anda tetap menjaga tubuh anda untuk
  tidak sakit? Dapatkah anda menjaganya bebas dari tua dan keriput? Atau dari
  kematian? | 
| 
CARP: | 
Tidak, saya tidak dapat
  melakukannya. | 
| 
TISSA: | 
Atau pertimbangkan pekerjaan anda.
  Dapatkah anda jamin rekan kerja anda akan memperlakukan anda dengan adil? | 
| 
CARP: | 
(Menggerutu) Mereka? Tidak
  mungkin! | 
| 
TISSA: | 
Apakah kreditur anda akan selalu
  bertoleransi? Apakah pelanggan anda selalu membayar tagihannya dengan cepat?
  Apakah pesaing anda tidak akan membuat perlawanan? | 
| 
CARP: | 
(Dengan tidak nyaman) Ada banyak
  ketidakpastian dalam bisnis. | 
| 
TISSA: | 
Ada banyak ketidakpastian dalam
  kehidupan sosial, dalam kehidupan berkeluarga, dalam semua jenis aktivitas. Apakah
  saya salah? Bagaimana menurut anda? | 
| 
CARP: | 
Tidak, saya tidak dapat
  menyangkalnya. | 
| 
TISSA: | 
Atau, langsung ke hal yang paling
  penting, dapatkah anda sepenuhnya mengontrol pikiran anda sendiri? | 
| 
CARP: | 
Saya orang yang ceria. | 
| 
TISSA: | 
Bukan itu yang saya tanya, Mr.
  Carp. Ketika hal-hal tidak berjalan semestinya, dapatkah anda menjaga pikiran
  anda tetap tenang dan damai? | 
| 
CARP: | 
Tentu saja tidak. Bagaimana bisa? | 
| 
TISSA: | 
Jika anda memberitahu pikiran anda
  untuk tidak kecewa atau marah atau terganggu, apakah ia akan mematuhinya? | 
| 
CARP: | 
Itu merupakan cara yang aneh.
  Tetapi tidak, saya rasa pikiran saya sering kali melakukan apa yang ia suka.
  Pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan datang bergejolak begitu saja. | 
| 
TISSA: | 
Maka anda tentunya tidak berkuasa
  atas pikiran anda, bukan begitu? Dan jika anda tidak dapat mengendalikan
  tubuh atau pikiran anda atau perbuatan-perbuatan orang lain, anda tidak dapat
  mengatakan anda adalah penguasa dari hidupmu. | 
| 
CARP: | 
Itu hanya kata kiasan. | 
| 
TISSA: | 
Mari kita bahas lebih jauh, jika
  anda tidak keberatan. Berapa banyak orang, yang anda kira, dapat mengontrol
  hidup mereka sampai pada taraf tertentu? | 
| 
CARP: | 
Mungkin tidak banyak. Anda tidak
  akan pernah tahu apa yang akan terjadi. | 
| 
TISSA: | 
Benar. Anda tidak akan tahu apa
  yang akan terjadi. Jika hal itu menyenangkan anda akan bahagia. Jika tidak
  menyenangkan, anda akan kecewa dan depresi. Jika seseorang baik terhadap
  anda, anda akan puas. Jika mereka mencurangi anda, anda akan marah. Katakan,
  Mr. Carp, apakah anda melihat suatu kebebasan atau jaminan dalam kondisi
  seperti ini? | 
| 
CARP: | 
Karena anda menempatkannya seperti
  itu, tidak banyak. Saya kira kita harus mengakui bahwa kita hidup dalam
  ketidakpastian dan ketergantungan yang tinggi. | 
| 
TISSA: | 
Apakah situasi ini anda sebut
  menyenangkan atau tidak menyenangkan? | 
| 
CARP: | 
Tidak menyenangkan. | 
| 
TISSA: | 
Sang Buddha berkata mengenai
  kesedihan, kepedihan, dan ketidakpastian bukan karena Beliau menyukainya
  tetapi karena Beliau melihatnya sebagai kunci untuk memahami kehidupan. | 
| 
CARP: | 
Pesimistik, seperti yang saya
  katakan. | 
| 
TISSA: | 
Kebenaran adalah kebenaran. Jika
  anda menginginkan sebuah keputusan yang baik mengenai bagaimana bertindak,
  anda memerlukan informasi yang akurat mengenai masalah tersebut. Jadi anda
  mencari, dan anda mencatat detail penting yang anda lihat, terlepas dari
  apakah mereka menarik atau tidak secara pribadi bagi anda. | 
| 
CARP: | 
Apakah yang dicari Sang Buddha? | 
| 
TISSA: | 
Ah! Pertanyaan bagus. Beliau
  mencari jalan keluar. | 
| 
CARP: | 
Jalan keluar dari… ketergantungan
  dan ketidakpastian? | 
| 
TISSA: | 
Tepat sekali. Kata yang
  menjelaskan situasi ini adalah dukkha. Biasanya diterjemahkan sebagai
  “penderitaan,” tetapi maknanya lebih dalam dari itu. Kata “Ketidakpuasan”
  mungkin lebih sesuai. | 
| 
CARP: | 
Baiklah, maafkan saya, Bhikhhu
  Tissa, tetapi ketika anda menyelaminya, segala sesuatu adalah tidak memuaskan
  sampai taraf tertentu. | 
| 
TISSA: | 
Benarkah? | 
| 
CARP: | 
Tidak ada yang sepenuhnya dapat
  diandalkan. Anda tidak dapat mengharapkannya demikian. Segala sesuatu
  mempunyai kekurangan. | 
| 
TISSA: | 
Bagaimana dengan kekekalan? Apakah
  kenikmatan dan kebahagiaan itu kekal? | 
| 
CARP: | 
Tidak menurut pengalaman saya.
  Anda akan terus mengejarnya. Itulah kehidupan. | 
| 
TISSA: | 
Jika saya simpulkan sedikit. Tidak
  ada – setidaknya, yang kita kenal – dapat sepenuhnya mengontrol tubuhnya
  sendiri dan membuatnya melakukan apa yang ia inginkan. Tidak ada orang yang
  dapat mengendalikan pikiran bagaimana bereaksi ketika peristiwa yang
  mengganggu terjadi. Tidak ada yang dapat mencegah bencana yang menimpanya
  atau mencegah orang melakukan hal yang tidak disukainya.Tidak ada yang dapat
  mempertahankan kenikmatan atau mencegah perasaan yang menyenangkan
  menghilang. Jadi kita mendapati diri kita selalu mengejar sesuatu yang
  diinginkan atau menghindar dari sesuatu yang menakutkan. Bagaimanakah anda menyebut
  kondisi ini? | 
| 
Ada jeda sesaat ketika MR.CARP
  gelisah, mencabut rumput, tertawa. | |
| 
CARP: | 
Penderitaan. Oke, penderitaan atau
  ketidakpuasan atau apa pun anda menyebutnya. Sangat mendalam bukan? | 
| 
TISSA: | 
Penderitaan tersulam. Bisa
  dikatakan seperti benang pada kain itu sendiri. | 
| 
CARP: | 
Cara memandang kehidupan yang luar
  biasa! Sekarang, saya tanya, Sang Buddha mencari jalan keluar. Dan saya duga
  Beliau menemukannya? | 
| 
TISSA: | 
Ya, Beliau menemukannya. Jalan
  keluar yang Beliau temukan disebut Dhamma, kata yang kita mulai tadi. | 
| 
CARP: | 
Jadi Dhamma ini, yang diciptakan
  oleh Sang Buddha dapat membebaskan kita dari penderitaan? | 
| 
TISSA: | 
Sang Buddha tidak menciptakannya.
  Beliau hanya menemukan dan memperkenalkannya. Dhamma ada terlepas apakah ada
  atau tidak orang yang mengetahui atau memahaminya, seperti apel yang terus
  menerus jatuh dari pohon terlepas apakah ada atau tidak orang yang memahami
  hukum gravitasi. | 
| 
CARP: | 
Apakah Dhamma adalah sejenis
  Tuhan? | 
| 
TISSA: | 
Tidak. Dhamma memiliki banyak
  aspek, tetapi pada dasarnya Dhamma adalah segala sesuatu apa adanya, dasar
  dari hukum alam semesta. | 
| 
CARP: | 
Kedengarannya cukup sederhana.
  Mengapa hal ini tidak dapat dibuktikan sendiri? Mengapa orang tidak
  mengenalinya? | 
| 
TISSA: | 
Misalkan di pantai laut yang
  berbahaya ada cahaya yang terang, sebuah lampu suar dari mercusuar. Apakah
  hal ini dapat dibuktikan sendiri oleh para pelaut? | 
| 
CARP: | 
Tentu saja. | 
| 
TISSA: | 
Tetapi bagaimana kalau seandainya
  para pelaut itu tidak pernah keluar dari kabinnya, atau mempunyai kebiasaan
  aneh menutupi kepala dengan kain tebal, atau tidur sepanjang waktu? | 
| 
CARP: | 
Kalau begitu mereka tidak akan
  melihatnya. Mereka akan terdampar. Tapi perumpamaan apa yang anda maksud? | 
| 
TISSA: | 
Kebenaran mendasar, atau Dhamma,
  sifat dasarnya bukanlah tersembunyi atau tidak jelas, meskipun tak terhitung
  ahli filsafat yang mengira demikian.Tetapi ada sesuatu yang mencegah kita
  melihat Dhamma. Ini disebut kebodohan. Kebodohan ini, ketidakpahaman ini,
  kegelapan ini, menutupi pikiran kita dan menghalangi pandangan kita terhadap
  realitas. Para pelaut di kapal mungkin tidak pernah meninggalkan kabinnya –
  mereka mungkin tenggelam dalam kebodohan tanpa berusaha untuk keluar. Atau
  mereka mungkin dengan sengaja membutakan mereka dengan topeng kepercayaan dan
  khayalan yang bodoh. Atau mereka mungkin tidur sepanjang waktu, dikarenakan
  kemalasan dan kebodohannya. Jadi mereka tidak akan melihat cahaya itu dan
  bahkan menyangkal bahwa hal seperti itu ada. | 
| 
CARP: | 
Tapi bagaimana jika ada seseorang
  yang melihat Dhamma ini, atau cukup melihatnya untuk mengetahui bahwa itu
  adalah hal yang baik? | 
| 
TISSA: | 
Kalau begitu, jika dia bijaksana,
  dia akan mengikutinya, dia akan berlindung di dalamnya. | 
| 
CARP: | 
Tapi perlindungan seperti apa yang
  dapat diberikan oleh Dhamma terhadap semua penderitaan dan ketidakpastian
  yang baru kita bicarakan tadi? | 
| 
TISSA: | 
Yang terutama, Dhamma memberikan
  pembebasan. Yaitu bebas dari keraguan, bebas dari ketakutan, bebas dari
  penderitaan batin dan bebas dari kesedihan. Saat kita mempelajari dan
  mempraktekkan Dhamma, kebodohan mengenai bagaimana alam semesta bekerja
  perlahan-lahan berkurang. Kita mulai memahami sebab dan akibat. Kita memahami
  bahwa beberapa akibat adalah hasil dari beberapa tindakan dan kita belajar
  untuk mengendalikan tindakan kita agar mendapatkan hasil yang baik. Jadi kita
  akan bebas dari keraguan dan mulai percaya dengan kemampuan kita untuk
  memahami dunia. Saat ini, kita mungkin mengalami berbagai jenis ketakutan
  akan apa yang mungkin dapat menimpa kita, memikirkan beberapa nasib buruk
  yang mungkin datang menghancurkan kita kapan saja. Tetapi Dhamma mengajari
  kita bahwa ketakutan adalah salah satu akibat melekat pada kekekalan yang
  tidak benar-benar ada. Ketika kita menyesuaikan diri dengan alam yang selalu
  berubah, ketakutan dapat diatasi. Demikian juga, kita akan bebas dari
  penderitaan batin, yang juga akibat lain kemelekatan, karena kita melatih
  pikiran kita sesuai dengan Dhamma untuk hanya memperhatikan
  peristiwa-peristiwa dan objek-objek, tidak menggenggam mereka sebagai “aku”
  atau “milikku.” Jika kita tidak terobsesi menjadi penderita, maka penderitaan
  itu akan melemah dengan sendirinya. Kemudian, untuk kesedihan, penderitaan
  kita akan berkurang karena kita belajar bahwa seluruh kehidupan terus
  mengalir dan kesedihan itu merupakan, ciptaan ketidakbahagiaan kita sendiri.
  Mengetahui bagaimana hidup bekerja adalah perlindungan yang hebat, karena
  memberikan kita kepercayaan diri dan membantu kita menghindari penderitaan. | 
| 
CARP: | 
Hal-hal ini sungguh menjanjikan,
  Bhikkhu Tissa! | 
| 
TISSA: | 
Hal-hal ini hanyalah kemungkinan,
  kemungkinan yang sangat nyata – tapi bukan hal yang akan terjadi hanya karena
  seseorang menyebut dirinya seorang Buddhis. Saya tidak berharap anda untuk
  mempercayainya. | 
| 
CARP: | 
Anda tidak? | 
| 
TISSA: | 
Tentu saja tidak. Buddhisme
  memberikan harapan besar bagi umat manusia tetapi tidak mengharapkan atau
  menganjurkan orang untuk percaya seperangkat doktrin-doktrin tanpa
  pembuktian. | 
| 
CARP: | 
Dan pembuktian seperti apa yang
  diperlukan? | 
| 
TISSA: | 
Mengapa, pembuktian dari batin
  sendiri, nalar sendiri, pengalaman sendiri. Apakah semua itu masih kurang
  memuaskan bagi anda? | 
| 
CARP: | 
Oke, saya percaya pada pengalaman
  saya sendiri. Tapi mengapa anda bersusah payah memberitahu saya mengenai
  manfaat Dhamma? | 
| 
TISSA: | 
Ada pepatah bahwa Sang Buddha
  hanyalah penunjuk jalan. Sang Buddha tidak “menyelamatkan”siapa pun. Beliau
  hanya mengajarkan orang bagaimana untuk menyelamatkan diri mereka sendiri.
  Beliau menunjukkan masalah-masalah kehidupan dan menjelaskan bagaimana
  penyelesaiannya. Kami pengikut Sang Buddha berusaha untuk menyelidiki prinsip
  yang sama – kami berusaha menunjukkan jalan dan mendorong orang untuk
  melakukan perjalanan untuk dirinya sendiri. | 
| 
CARP: | 
Jadi anda pikir bahwa orang yang
  melakukan perjalanan ini akan membuktikan ajaran Buddhis bagi dirinya? | 
| 
TISSA: | 
Ya, anda dapat lihat,
  kebenaran-kebenaran yang Sang Buddha tunjukkan berada di dalam tubuh dan
  pikiran. Siapa saja dapat melihat kebenaran itu tetapi dia harus
  memperhatikannya. | 
| 
CARP: | 
Dapatkah anda menjelaskan beberapa
  dari kebenaran-kebenaran ini? Saya jamin tidak membahayakan kepercayaan saya
  tanpa bukti! | 
| 
TISSA: | 
Kita sudah menyinggung kebenaran
  dari penderitaan. Seperti yang kita ketahui, penderitaan atau ketidakpuasan
  terdapat di seluruh fenomena duniawi pada taraf tertentu. Ini adalah satu
  karakteristik kehidupan yang ditekankan secara berulang-ulang oleh Sang
  Buddha. Kemudian ada fakta ketidakkekalan. | 
| 
CARP: | 
Yah, tidak ada yang kekal. Tentu,
  saya tahu itu. | 
| 
TISSA: | 
Maafkan saya, tetapi makna anicca
  atau ketidakkekalan sangatlah mendalam. Siapa pun dapat menyadari perubahan
  fisik kasar – dan ini tentu saja adalah salah satu aspek ketidakkekalan –
  tetapi sedikit orang menyadari bahwa semua hal yang ada di dunia berputar
  dalam perubahan yang cepat, timbul dan tenggelam setiap detik, sekejap ada
  dan tiada, dilahirkan dan mati, muncul dan lenyap secara terus menerus. | 
| 
CARP: | 
Anda tahu, ahli fisika modern
  menjelaskan atom dan partikel sub-atom dengan cara yang hampir sama – sebagai
  berubah dengan kecepatan yang luar biasa cepat sepanjang waktu. | 
| 
TISSA: | 
Memang demikian. Tetapi tidak
  perlu mempelajari fisika untuk mengerti hal ini. Laboratorium yang terbaik
  adalah pikiran itu sendiri. Tahukah anda sesuatu yang berubah lebih cepat
  dari pikiran anda sendiri? | 
| 
CARP: | 
Terkadang kupikir kepalaku akan
  meledak, karena pikiranku berkecamuk! | 
| 
TISSA: | 
Terkadang lebih cepat dan lebih
  liar dari yang anda harapkan? | 
| 
CARP: | 
Saya rasa saya telah mengakui saya
  tidak dapat mengendalikan pikiran saya. Terkadang itu hanyalah badai
  hasrat-hasrat, ide-ide, emosi-emosi, kenangan-kenangan. | 
| 
TISSA: | 
Dapatkah anda mengingat saat
  ketika pikiranmu tidak seperti ini? | 
| 
CARP: | 
Tidak, dan itu cukup mengecewakan. | 
| 
TISSA: | 
Ini adalah sifat alami pikiran.
  Sebagian dari permasalahan kita berasal dari gagasan bahwa pikiran adalah
  milik kita, yang stabil dan permanen, diri atau instrumen dari diri. Tetapi
  pikiran hanyalah pikiran, sekumpulan dari fungsi yang bukan personal.
  Sifatnya berubah secara terus menerus. Pikiran bukan kamu dan juga bukan
  saya. | 
| 
CARP: | 
Sepertinya sudah mendalam ini! | 
| 
TISSA: | 
Saya harap demikian. Poin yang
  ingin saya sampaikan adalah ketika anda memperhatikan – terutama ketika anda
  memperhatikan – pikiran adalah seperti sepanci jagung berondong yang meletup.
  Ia terus melompat tidak bisa diam dan membuat hiruk pikuk dan tidak ada yang
  tahu apa yang akan terjadi kemudian. Ini adalah contoh terbaik dari
  ketidakkekalan. Terus berubah. Tidak peduli bagaimana cara anda ingin
  membuatnya diam, ia terus berubah. Segala aspek dari pikiran berubah secara
  konstan, perasaan, persepsi, bentukan batin, dan kesadaran itu sendiri.
  Apakah anda sependapat? | 
| 
CARP: | 
Saya kira demikian. Ingatan,
  perasaan, semua itu terus berkecamuk selamanya. | 
| 
TISSA: | 
Ini membawa kita ke corak ketiga
  dari kehidupan ini: bukan-diri, atau dalam bahasa Pali, anattā. | 
| 
CARP: | 
Saya yakin saya sudah membacanya.
  Tapi hal itu sepertinya sebuah paradox bagi saya. Maksud saya, bukan-diri,
  tapi kita pikir ada, tapi itu hanyalah ilusi, dan seterusnya. | 
| 
TISSA: | 
Corak dasar kehidupan tidaklah
  tersembunyi. Sekali lagi karena kebodohan kita, yang didukung oleh
  kemelekatan, yang menyesatkan pandangan kita. Coba kita renungkan bukan-diri
  sehubungan dengan kedua karakteristik lain yang sudah saya sebutkan –
  ketidakpuasan dan ketidakkekalan. Segala sesuatu di dunia berubah, tidak
  kekal, tidak abadi, selalu demikian sampai pada taraf tertentu, tidak bebas
  dari penderitaan atau ketidakpuasan. Segala hal yang disukai atau nikmati
  ingin selalu kita nikmati, tetapi tidak bisa karena ia berubah, hancur,
  lenyap. | 
| 
CARP: | 
Seperti pacar saya! | 
| 
TISSA: | 
Kita cenderung berpisah dengan
  orang yang kita cintai atau berkumpul dengan yang kita benci. | 
| 
CARP: | 
Seandainya anda mengenal beberapa
  orang idiot yang bekerja denganku. | 
| 
TISSA: | 
Tidaklah memuaskan berada di
  tempat yang tidak kita inginkan dan tidak memuaskan kehilangan apa yang kita
  sayangi. Tetapi itu adalah sifat alami hal-hal yang tidak stabil. | 
| 
CARP: | 
Tunggu sebentar. Saya terpikir
  sesuatu yang tidak menyebabkan penderitaan! Mobil saya. Sebuah keindahan
  sejati, anda bisa lihat. | 
| 
TISSA: | 
Dan tidak pernah rusak? | 
| 
CARP: | 
Tidak pernah. Tentu saja, saya
  baru membelinya dua minggu yang lalu. Dan berjalan dengan sempurna. Tidak ada
  masalah! | 
| 
TISSA: | 
Benarkah? | 
| 
CARP: | 
Tentu. Pastinya, saya memang harus
  mengawasinya. Suatu hari di tempat parkir ada orang idiot membuka pintu mobil
  dan menghantam sampingnya! Catnya terkelupas. Sulit dipercaya. Mobil baru!
  Saya marah sekali. Saya dapat membunuhnya waktu itu. | 
| 
TISSA: | 
Begitu. Apakah itu adalah sensasi
  menyenangkan? | 
| 
CARP: | 
(Merasa malu) Sebenarnya saya
  merasa tidak enak. Sore hari itu menjadi berantakan. Sifat saya memang jelek
  ketika saya terlibat konflik. Oke, saya tahu apa yang akan anda katakan. Saya
  akui, itu adalah ketidakpuasan, itu adalah penderitaan. Cat mobil tidak kekal
  dan hal yang tidak kekal adalah tidak memuaskan. | 
| 
TISSA: | 
Baiklah, kalau begitu, di tengah
  semua ketidakpuasan dan ketidakkekalan, apakah anda melihat diri yang sejati? | 
| 
CARP: | 
Diri? Tentu saja. Saya melihat
  aku. Saya melihat diriku sendiri. | 
| 
TISSA: | 
Hati-hati, Mr. Carp. Diri ini
  sebenarnya terdiri dari apa? | 
| 
CARP: | 
Oke, saya harus mengatakan itu
  adalah pikiran saya. | 
| 
TISSA: | 
Buddhisme menganalisis “pikiran”
  menjadi perasaan, persepsi, bentukan batin, dan kesadaran. Apakah diri anda
  adalah salah satu atau semua ini? | 
| 
CARP: | 
Oke, saya kira saya katakan
  semuanya. | 
| 
TISSA: | 
Tetapi bukankah kita telah sepakat
  bahwa pikiran dan fungsinya selalu berubah secara terus menerus? | 
| 
CARP: | 
Yah, saya kira begitu. | 
| 
TISSA: | 
Jadi, jika pikiran berubah secara
  terus menerus, dimanakah dirimu dari satu waktu ke waktu yang lain? | 
| 
CARP: | 
Saya tidak tahu. | 
| 
TISSA: | 
Bukankah berubah-ubah? Tetapi
  dalam kasus itu terdiri dari apakah diri ini? Apakah yang menjadikan “anda”
  jika dari waktu ke waktu berubah ke sesuatu yang lain? Ketika kita berkata
  “diri” kita sebenarnya sedang membahas identitas yang tetap, bukan begitu?
  Tetapi dimana tidak ada kestabilan kita tidak dapat menyebutnya diri.
  Terlebih, jika pikiran adalah diri anda, jika itu adalah inti anda, terus
  mengapa anda tidak dapat mengendalikannya sesuai keinginan anda? Mengapa anda
  tidak dapat memaksanya untuk tenang atau bahagia atau kreatif? Dan jika anda
  tidak dapat mengendalikannya, seperti yang anda akui, jika anda tidak dapat
  membuatnya tetap di sini atau pergi ke sana, maka diri ini milik siapa? Diri
  seperti apakah itu? | 
| 
CARP: | 
Saya harus katakan, jenis yang
  sangat buruk, | 
| 
TISSA: | 
Sekarang, pikiran ini, yang
  berubah setiap waktu, setiap saat, yang tidak dapat anda kendalikan sesuai
  keinginan – apakah hal itu membuat anda bahagia? Apakah memuaskan anda? | 
| 
CARP: | 
Kebanyakan sih menyedihkan, demikianlah
  pikiran saya terus menerus. | 
| 
TISSA: | 
Maka jika pikiran menyebabkan
  kesedihan, jika tidak bisa diandalkan, jika terus menerus berubah, dapatkah
  kita dengan jujur menyebutnya sebagai diri? | 
| 
CARP: | 
Oh, tunggu dulu, saya bingung.
  Mungkin “diri” hanyalah sebuah cara untuk berkomunikasi. | 
| 
TISSA: | 
Memang demikian, tetapi apakah
  yang ada di balik kata? Hanya perubahan yang tidak dapat dikendalikan,
  kondisi yang tidak dapat diandalkan. | 
| 
CARP: | 
Baiklah, Bhikkhu Tissa, saya tidak
  tahu harus mengatakan apa. Jika anda melihatnya seperti itu, diri merupakan
  konsep yang cukup rapuh. | 
| 
TISSA: | 
Begitulah. Ini merupakan sebuah
  konsep yang tidak merefleksikan fakta secara akurat. Peristiwa terjadi, satu
  demi satu, dengan sangat cepat. Kita dapat mengamati prosesnya. Tetapi “diri”
  hanyalah konsep yang dipaksakan di atas itu. Ketika kita Buddhis membahas
  “bukan diri” atau anattā, maksudnya proses peristiwa apa adanya yang
  menciptakan peristiwa lainnya. | 
| 
CARP: | 
Ya, saya memahami logika anda,
  tetapi saya masih merasakan bahwa saya adalah diri atau memiliki diri. | 
| 
TISSA: | 
Di tingkatan konvensional, “diri”
  adalah sebutan yang benar-benar berguna. Ini diperlukan untuk bahasa dan
  komunikasi. Saya adalah saya dan anda adalah anda – ini benar dalam bahasa
  sehari-hari. Tetapi kesulitan muncul ketika kita menganggap sebagai diri
  dengan realitas mendasar yang tidak dimilikinya. Dengan membayangkan ego yg
  tinggi, dengan bodoh mempercayai bahwa kita kekal dan “diri” yang memuaskan,
  kita menyebabkan diri kita menderita. | 
| 
CARP: | 
Karena alam semesta itu tidak
  kekal atau memuaskan? | 
| 
TISSA: | 
Tepat sekali. Siapa pun yang
  berkeras untuk hidup bertentangan dengan hukum alam semesta akan terus
  mengalami penderitaan. | 
| 
CARP: | 
Ini sangat luar biasa. Saya harus
  memikirkannya kembali. Tetapi anda belum meyakinkan saya, belum semua! | 
| 
TISSA: | 
Tiga corak kehidupan ini –
  ketidakkekalan, ketidakpuasan, dan bukan-diri – adalah penting karena
  ketiganya menerangkan bagaimana alam semesta itu, dan bermacam kondisi yang
  harus kita hadapi. Sayangnya, kebanyakan dari kita, karena bodoh, melihat hal
  dengan salah. Kita menganggap apa yang berubah sebagai tetap; kita menganggap
  apa yang tidak sempurna dan tidak memuaskan sebagai memuaskan; kita
  menganggap apa yang bukan diri sebagai diri. | 
| 
CARP: | 
Jika apa yang anda katakan itu benar,
  maka sebagian besar orang sudah hidup terbalik dengan yang seharusnya. | 
| 
TISSA: | 
Ya, dan dan didalamnya juga
  merupakan aspek lain dari dukkha atau ketidakpuasan. | 
| 
CARP: | 
Baiklah, kalian umat Buddha memang
  memiliki beberapa penilaian dalam hal penderitaan. Tetapi satu hal yang belum
  saya pahami adalah mengapa banyak sekali orang salah menafsirkan dunia?
  Apakah ini hanya karena kebodohan? | 
| 
TISSA: | 
Ketika kita membicarakan mengenai
  kebodohan maksudnya lebih daripada sekedar tidak adanya informasi. Maksudnya juga
  menipu diri sendiri dan kurangnya pertimbangan. Sebagai contoh, jika kita
  memiliki masalah, kita dapat mengumpulkan informasi mengenai masalah itu dan
  dari informasi tersebut dapat ditarik kesimpulan. Tetapi bagaimana jika
  informasi tersebut salah? Bagaimana jika kita memulai dari fakta-fakta yang
  salah? Kemudian kita memulai mengambil kesimpulan secara logis dengan premis
  yang salah, dan tidak peduli sepintar apa pun kita kesimpulan kita akan salah
  juga. Masalah pemahaman kehidupan itu sendiri tergantung pada pemahaman fakta
  secara tepat. Ketika kita bodoh dan tidak terlatih, kita cenderung mengerti
  hal dari kulit luarnya saja. Sifat alami manusia condong ke objek yang
  menyenangkan dan menghindari objek yang tidak menyenangkan. Karena kita
  menyukai hal-hal yang menyenangkan, kita berusaha untuk membesar-besarkannya
  saat melihatnya, dan karena kita membenci penderitaan kita
  membesar-besarkannya juga. Singkat kata, kita mengarah pada ekstrim-ekstrim.
  Kita tidak mempunyai motivasi khusus untuk menganalisa objek indria sepanjang
  itu menghibur kita, seperti yang biasa dilakukannya dengan baik. Terlebih,
  karena kita sudah hidup cukup lama dan karena ada kelanjutan dalam pengalaman
  kita, kita melekat pada gagasan bahwa kita adalah diri atau jiwa yang
  mengalami hal-hal dan memiliki identitas yang pasti. Kita tidak mengetahui
  lebih baik, dan tanpa penyelidikan kita memiliki alasan khusus untuk
  mempertanyakan hidup yang penuh cinta dan kebencian dan asumsi-asumsi yang
  dibuat dengan cepat. Kita bergantung pada prasangka kebodohan dan terus
  menderita. | 
| 
CARP: | 
Ketidak-tahuan ini kedengarannya
  seperti kecerobohan dan kebodohan. | 
| 
TISSA: | 
Ya. Bagi Sang Buddha, kebodohan
  bukanlah hanya sekedar ketidaktahuan yang netral; ini merupakan kekotoran
  batin, penipuan diri yang berbahaya dan bodoh. | 
| 
CARP: | 
Sekarang ada sebuah kata kuno yang
  aneh. "Kekotoran”. Kedengarannya sangat negatif. Siapa yang akan percaya
  dengan “kekotoran” saat ini? | 
| 
TISSA: | 
Oke, saya Tanya anda, siapa yang
  ingin bebas dari penderitaan? | 
| 
CARP: | 
Apakah ada hubungannya? | 
| 
TISSA: | 
Tentu saja. Kebodohan adalah
  kekotoran batin yang mendasar, sumber dari segala keserakahan, kebencian dan
  delusi. Batin yang ditutupi kekotoran tidak dapat melihat kenyataan. Tidak
  memahami, tidak melihat corak ketidakkekalan, penderitaan dan bukan-diri,
  seseorang berperilaku sebaliknya. Sehingga hal ini menimbulkan konflik dengan
  hukum alam, dan penderitaan mengikutinya. | 
| 
CARP: | 
Tetapi sebenarnya bagaimana
  penderitaan itu bermula? | 
| 
TISSA: | 
Apakah anda mengenal Empat
  Kebenaran Mulia? | 
| 
CARP: | 
Oh, itu. Ya, saya pernah
  membacanya. Kedengarannya sangat menyedihkan waktu itu. | 
| 
TISSA: | 
Tapi sekarang tidak lagi? | 
| 
CARP: | 
Yeaa, saya sedang memikirkannya. | 
| 
TISSA: | 
Kadang orang hanya mendengar
  kebenaran mulia yang pertama, yang menyatakan masalah universal - yaitu mati,
  tua, sehat menjadi sakit dan hidup menjadi mati, bahwa seluruh
  pengalaman-pengalaman dan komponen-komponen kehidupan pada umumnya tidak
  kekal dan mengalir. Bukan berarti mereka selalu menderita sepanjang waktu –
  sebenarnya, mereka terkadang penuh dengan kesenangan – tetapi mereka selalu
  tidak akan bebas dari penderitaan. | 
| 
CARP: | 
Ini merupakan pemikiran yang
  sangat mendalam. | 
| 
TISSA: | 
Kebenaran mulia yang ke dua adalah
  asal mulanya penderitaan. Penderitaan memiliki penyebabnya. Ini merupakan
  pernyataan yang begitu sederhana namun memiliki banyak makna. Penderitaan
  tidak terjadi secara spontan. Penderitaan disebabkan dan dikondisikan oleh
  fenomena lain. Sebagai penyebab utama, Sang Buddha menyebutkan kemelekatan.
  Kapan pun kemelekatan atau keinginan yang menggebu-gebu muncul, penderitaan
  pasti mengikuti. Mengapa? Karena kemelekatan membawa pada keserakahan dan
  terikat terhadap apa yang sifatnya tidak stabil. Seluruh objek, pengalaman
  dan orang yang menyenangkan hancur dan lenyap, sehingga bila kita memuaskan
  kemelekatan maka kita akan terlibat dalam kekecewaan dan kesedihan. | 
| 
CARP: | 
Baiklah, sejauh ini saya masih
  mengikuti. Tapi bagaimana kita dapat keluar dari kekacauan ini? | 
| 
TISSA: | 
Dua kebenaran mulia pertama tadi
  menjelaskan masalah. Dua berikutnya akan mengungkapkan jalan keluar.
  Kebenaran mulia yang ke tiga disebut sebagai kebenaran tentang lenyapnya atau
  berakhirnya penderitaan. | 
| 
CARP: | 
Oke, inilah saatnya! | 
| 
TISSA: | 
Sang Buddha menyadari bahwa setiap
  fenomena yang timbul, berasal dari penyebab dan kondisi, dan ketika penyebab
  dan kondisi disingkirkan, maka fenomena pasti menghilang. Penderitaan
  mempunyai penyebabnya. Penyebabnya adalah kemelekatan. Ketika kemelekatan
  berakhir, maka penderitaan juga akan berakhir. | 
| 
CARP: | 
Tapi lebih mudah diucapkan daripada
  dilakukan, saya kira. | 
| 
TISSA: | 
Ya, dan inilah kebenaran mulia
  yang ke empat. Sang Buddha menerangkan bahwa ada masalah, yaitu penderitaan;
  ada penyebab masalah; ada kemungkinan untuk melenyapkan masalah; dan akhirnya
  ada jalan untuk melenyapkan masalah. Kebenaran mulia yang ke empat adalah
  Jalan Mulia Berunsur Delapan, nasihat Sang Buddha berkenaan dengan
  ketidakpuasan dalam kehidupan. Kedelapan faktor dari jalan tersebut adalah
  delapan kebajikan atau keterampilan yang dapat perlahan-lahan melemahkan dan
  melenyapkan kemelekatan yang menyelubungi kita. Pandangan Benar berarti
  memiliki pengertian benar mengenai bagaimana hukum alam bekerja, bagaimana
  penderitaan muncul dalam hidup kita. Kehendak Benar berarti mengarahkan
  pikiran dan kehendak kita terhadap hal yang bermanfaat, terhadap kebaikan,
  kesucian batin dan pelatihan diri. Ucapan Benar berarti menahan diri dari
  ucapan kasar, ucapan salah dan ucapan yang tidak bermanfaat. Perbuatan Benar
  berarti melakukan perbuatan yang bermanfaat, melaksanakan kehendak benar
  kita, dan melaksanakan aturan moral. Penghidupan benar berarti mencari nafkah
  dengan maksud yang jujur dan terhormat, adil, tidak menipu, dan tidak
  merugikan makhluk hidup. Usaha Benar berarti berusaha untuk menjaga pikiran,
  untuk mengatasi pikiran yang tidak bermanfaat seperti keserakahan dan
  kebencian dan menggantikannya dengan kedermawanan dan cinta kasih. Perhatian
  Benar berarti mengembangkan perhatian dan kesadaran, tidak ceroboh atau
  lalai. Konsentrasi Benar berarti memusatkan pikiran dengan terampil pada
  objek agar dapat mengenalnya secara mendalam tanpa terganggu. Kedelapan
  faktor ini adalah ringkasan dari pelatihan. | 
| 
CARP: | 
Saya tidak suka mengkritik,
  Bhikkhu Tissa, tetapi kata “pelatihan” terdengar kurang menyenangkan. Hidup
  sudah cukup susah. Siapa yang menghendaki “pelatihan” lebih dari yang sudah
  harus ditanggungnya? | 
| 
TISSA: | 
Apa yang membuat anda berpikir
  pelatihan ini tidak menyenangkan? | 
| 
CARP: | 
Maksud saya, seluruh faktor-faktor
  itu, seluruh disiplin itu. Saya merasa, saya tidak harus menanggungnya semua. | 
| 
TISSA: | 
Maafkan saya, tetapi tujuannya
  adalah untuk melepaskan beban anda. | 
| 
CARP: | 
Saya tidak mengerti. | 
| 
TISSA: | 
Budhissme sebagai agama – atau
  sebagai jalan kehidupan – bertujuan untuk meringankan beban anda, bukan malah
  menambahnya. Pikiran yang tidak terlatih dan tidak disiplinlah yang akan
  terbebani dan terhambat oleh penderitaan, seperti orang yang tidak terlatih
  dalam mencari jalan akan tersesat dan berjuang mati-matian menembus tumbuhan
  menjalar yang rimbun dan duri-duri. Kita terbiasa membawa beban yang tidak
  menyenangkan sehingga kita hanya dapat berpikir untuk mencari hal baru, beban
  yang menyenangkan daripada melepaskannya. Dhamma adalah pelatihan melepas.
  Dengan demikian, Dhamma dapat membebaskan dan menyenangkan kita. | 
| 
CARP: | 
Baiklah, Bhikkhu Tissa, Saya harus
  mengatakan saya menikmati “beban-beban” ini. Mengapa saya harus membuangnya
  ketika mereka adalah satu-satunya hal yang membuat hidup saya berharga? | 
| 
TISSA: | 
Sekarang kita sampai pada poin
  penting, Mr Carp. Setiap orang memiliki pengalaman menyenangkan, tidak
  menyenangkan dan netral. Secara alami, kita lebih menyukai yang menyenangkan.
  Tetapi beban-beban yang saya maksud bukan pengalaman-pengalaman itu sendiri.
  Mereka adalah kemelekatan kita terhadap pengalaman-pengalaman itu. | 
| 
CARP: | 
Ah, anda semakin sulit dipahami. | 
| 
TISSA: | 
Ingat, sang Buddha
  mengidentifikasi kemelekatan sebagai penyebab utama dari kesedihan kita,
  kekecewaan dan penderitaan. Kemelekatan atau kelaparan batin ini adalah
  tekanan atau beban pikiran. Kemelekatan menyebabkan kita bergumul dengan
  alam, merubah keadaan. Sebagai contoh, misalkan kita sangat menginginkan
  suatu objek menyenangkan dan berusaha untuk mendapatkannya. Maka kita
  menderita karena tekanan keinginan, gelisah bagaimana mendapatkan objek itu,
  takut orang lain yang duluan mendapatkannya, dan ketidakpastian apakah kita
  benar-benar mendapatkannya. Jika kita gagal mendapatkannya, pikiran akan
  mengalami kekecewaan. Jika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, maka kita
  harus melindunginya, menjaganya, memastikannya agar tidak dicuri atau rusak.
  Maka kita mengalami kegelisahan karena keinginan serta kemelekatan kita.
  Kemudian kita harus menghadapi pikiran yang tidak tetap. Pikiran berubah!
  Kita dapat memutuskan bahwa kita tidak menyukai objek ini pada akhirnya, maka
  kita memiliki kekhawatiran bagaimana menyingkirkannya Atau objek itu dapat
  mendatangkan masalah bagi kita. Kemudian kemelekatan kita berubah menjadi
  penolakan dan kita menderita karena bersatu dengan yang tidak kita sukai.
  Atau misalkan kita terus untuk menikmati objek tersebut. Bukan hanya pikiran saja
  yang berubah, objek pun berubah. Hancur, lenyap, lapuk, dan tua. Cepat atau
  lambat kita akan berpisah dengannya, dan kemudian kita merasakan kesedihan.
  Kemudian, karena tidak mengetahui apa yang lebih baik, untuk menutupi
  kesedihan ini, pikiran kita yang tidak pernah puas langsung mengejar objek
  baru, batin atau jasmani. Dan roda itu tetap berputar setiap detik dan
  sepanjang tahun. Dan kita terperangkap. | 
| 
CARP: | 
Bhikkhu Tissa, seluruh perkataan
  anda ada benarnya juga. Saya tidak dapat menyangkalnya. Tetapi bagaimana pula
  seseorang dapat hidup, jika tidak mengejar sesuatu? Bagaimana seseorang dapat
  bahagia? | 
| 
TISSA: | 
Sebenarnya, kita harus mengejar
  sesuatu, tetapi hal yang benar dan dengan jalan yang benar. Untuk melepaskan
  beban kemelekatan bukan berarti berhenti bertindak di dunia ini. Artinya
  melenyapkan keinginan dan kesombongan bodoh kita. Manusia yang berbudi luhur,
  manusia yang bahagia, adalah orang yang mengikuti jalan tengah, yang hidup
  sederhana. Buddhisme mengajarkan bahwa hasil baik mengikuti perbuatan baik
  dan akibat buruk mengikuti perbuatan buruk. Suatu peristiwa menyebabkan dan
  menimbulkan peristiwa lain, jadi kita harus bertindak hati-hati, sadar apa
  yang kita lakukan, hasilnya menentukan masa depan kita sendiri. Ketika kita
  melenyapkan kemelekatan yang tidak terkendali, kita memperoleh kedamaian
  setiap saat karena pikiran sudah tidak terganggu lagi, dan kita memperoleh
  manfaat nanti karena kita sudah mempersiapkan siklus atas perolehan dan
  kehilangan yang menyakitkan. Sangat bermanfaat hidup sederhana tanpa
  penguasaan dan keterikatan yang berlebihan, tetapi hal yang paling penting
  adalah melenyapkan kemelekatan itu sendiri. | 
| 
CARP: | 
Jadi saya tidak semestinya
  meninggalkan sesuatu? | 
| 
TISSA: | 
Ah, Mr. Carp, anda harus
  meninggalkan hal yang menyedihkan. Anda harus meninggalkan hal yang
  menyakitkan. | 
| 
CARP: | 
Dan kemelekatan menyakitkan? | 
| 
TISSA: | 
Perhatikan pikiran anda sendiri,
  itu saja. | 
| 
CARP: | 
Apakah anda pikir saya sebaiknya
  meditasi? | 
| 
TISSA: | 
Saya pikir anda sebaiknya
  memeriksa diri anda sendiri dan memperhatikan perubahan dalam pikiran dan
  jasmani anda. | 
| 
CARP: | 
Seluruh hal ini tujuannya kemana,
  Bhikkhu Tissa? Apakah menuju kebahagiaan? | 
| 
TISSA: | 
Ya, tetapi bukan kebahagiaan yang
  kebanyakan orang kira. Kebahagiaan sejati bukanlah menumpuk kegembiraan. Kebahagiaan
  sejati adalah bebas dari kekotoran, dari pandangan terang, dari batin yang
  terbuka dan yang tidak takut akan perubahan tiada akhir. | 
| 
CARP: | 
Bagaimana dengan yang saya baca
  mengenai “kebijaksanaan lokiya”? | 
| 
TISSA: | 
Kebijaksanaan berasal dari praktik
  Dhamma. Itulah alat yang membantu kita mencapai tujuan, tetapi ia bukan
  tujuan itu sendiri. | 
| 
CARP: | 
Tujuannya adalah mengakhiri
  penderitaan, bukan? | 
| 
TISSA: | 
Benar. Beberapa orang
  mengembangkan apa yang anda sebut keinginan untuk bijaksana – ingin
  mengetahui rahasia alam bekerja, karena rasa ingin tahu atau kebanggaan. Ini
  adalah pengetahuan untuk kepentingannya sendiri, dan tidak berguna. Faktanya,
  sang Buddha menolak untuk menjawab pertanyaan spekulatif mengenai asal mula
  dan masa depan alam semesta, karena pertanyaan seperti itu adalah pengalihan
  dari masalah utama – masalah penderitaan dan mengatasi penderitaan. | 
| 
CARP: | 
Anda tahu, saya punya pemikiran
  bahwa Buddhisme hanya berkenaan dengan hal yang sangat agung, esoteric –
  bukan kehidupan sehari-hari orang biasa. Sedikit membesarkan hati mendengar
  bahwa Buddhisme berhubungan dengan bagaimana mencapai kebahagiaan di dunia
  ini. Bukan berarti saya perlu mempercayainya, tentu saja. | 
| 
TISSA: | 
Terkadang orang yang terperangkap
  di dunia menjadi sinis, mengira bahwa tidak ada yang lebih tinggi daripada
  perolehan dan kehilangan status, objek atau hubungan. Tidak melihat bahwa
  kehidupan yang lebih tinggi, lebih berharga dan lebih damai mungkin terjadi,
  Mereka terbenam dalam pertunjukan yang gagal untuk memuaskan. | 
| 
CARP: | 
Saya bertanya-tanya apakah anda
  sedang mengacu pada saya, Bhikkhu Tissa. Okelah, bukan masalah. Saya dapat
  bersaksi bahwa banyak teman saya yang tidak beragama tidak percaya adanya
  berbagai jenis kehidupan yang anda nyatakan ada. | 
| 
TISSA: | 
Dhamma yang menyatakan itu ada.
  Sekarang mari kita kembali kepesimisan anda. | 
| 
CARP: | 
Baiklah, saya akan memikirkan
  kembali hal itu. | 
| 
TISSA: | 
Buddhisme membahas soal
  penderitaan dan melenyapkan penderitaan. Setelah kita mengidap satu penyakit,
  kita dapat menyembuhkan penyakit tersebut jika ada obatnya. Bayangkan
  kebahagiaan orang yang belum mengetahui kesehatan menjadi sehat ketika ia
  mengetahuinya. Bayangkan kebebasan seseorang yang sepanjang hidupnya membawa
  beban di punggungnya dan sekarang dapat melepaskannya. | 
| 
CARP: | 
Ya, saya dapat mengertinya. Tapi
  sungguh, Bhikkhu Tissa, saya tidak ingin tinggal di gua dan meditasi
  sepanjang waktu. Saya harus bekerja untuk hidup. | 
| 
TISSA: | 
Tidak perlu tinggal di gua.
  Penerapan Dhamma dapat dan sebaiknya dilaksanakan dimanapun saja. Dhamma sesuai
  dengan semua jenis penghidupan yang terhormat. Cukup mengamati tindakan kita
  dari waktu ke waktu dengan penuh kesadaran, apa pun yang kita lakukan, dan
  Dhamma akan bermanfaat bagi pengusaha juga bhikkhu. | 
| 
CARP: | 
Oke, teman saya Charlie Prentice
  kelihatan ceria akhir-akhir ini. Namun seorang teman harus mencari tahu apa
  yang terbaik untuknya. Beritahu saya, jika saya ingin – jika seseorang ingin
  mempraktekan Buddhisme, mengikuti Dhamma, apa yang harus ia lakukan? Saya
  hanya berandai-andai, tentu saja. Bagaimana seseorang menjadi seorang
  Buddhis? | 
| 
TISSA: | 
Seseorang menjadi Buddhis dengan
  melaksanakan ajaran sang Buddha. | 
| 
CARP: | 
Seperti Jalan Mulia Berunsur
  Delapan? | 
| 
TISSA: | 
Ya. tetapi ada pepatah singkat
  yang mencakup semuanya: Jauhi kejahatan, perbanyak kebajikan, dan sucikan
  pikiran – inilah ajaran para Buddha. | 
| 
CARP: | 
Kedengarannya bagus. Dapatkah anda
  menjelaskannya sedikit? | 
| 
TISSA: | 
Jauhi kejahatan berarti menjauhkan
  diri dari semua perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang
  lain. Hal ini berarti melaksanakan Lima Sila: menghindari pembunuhan,
  pencurian, berbuat asusila, dan makan atau minum yang memabukkan. | 
| 
CARP: | 
Saya khawatir saya sudah melanggar
  beberapa sila tersebut! Apakah maksudnya, misalnya, saya seharusnya tidak
  membunuh sama sekali? Seperti tidak menginjak semut-semut yang berkeliaran di
  sekitar sini? | 
| 
TISSA: | 
Sila-sila tersebut tidak hanya
  melindungi semua hewan-hewan; juga melindungi anda, karena mereka menjauhkan
  anda dari perbuatan yang mengotori batin dan menyebabkan anda menderita
  nantinya. | 
| 
CARP: | 
Tapi seandainya seseorang tidak
  dapat melaksanakan sila-sila ini dengan sempurna? | 
| 
TISSA: | 
Sila-sila tersebut bukanlah
  perintah. Sang Buddha bukanlah tuhan yang menetapkan peraturan-peraturan
  mutlak. Akan tetapi, Sang Buddha memahami alam dengan sempurna, dan Beliau
  dengan sederhana menunjukkan ketika seseorang melaksanakan sila-sila berarti
  telah menerapkan Dhamma dan membuat perlindungan serta kebahagiaan untuk dirinya
  sendiri dan makhluk lain. Semakin kita menjalankan sila-sila itu maka semakin
  baik pula kita. | 
| 
CARP: | 
Melaksanakan sila-sila itu tentu
  membuat anda berpikir. Sekarang, bagaimana dengan membuat kebajikan? | 
| 
TISSA: | 
Menjauhi kejahatan merupakan
  langkah pertama. Tetapi lebih jauh lagi kita harus berbudi luhur dan murah
  hati. Seorang umat Buddha diharapkan untuk menunjukkan kebaikannya dengan
  menolong sesama makhluk, dengan berusaha untuk memiliki usaha positif di
  lingkungannya. Ia sebaiknya menunjukkan Dhamma dalam perilakunya sendiri. | 
| 
CARP: | 
Dan bagaimana dengan menyucikan
  pikiran? | 
| 
TISSA: | 
Praktisi menahan keinginannya yang
  tidak bermanfaat dengan merenungi sila-sila dan dengan keinginannya sendiri
  ia menjadi kekuatan untuk kebaikan. Dan dengan demikian ia akan berusaha
  untuk membersihkan dirinya dari kekotoran batin seperti keserakahan,
  kebencian dan kebodohan, dan ketidaktahuan yang menumbuhkannya. Ia akan
  bergerak dengan mantap, dengan langkah yang sesuai dengannya, menuju
  pembebasan dari semua penderitaan, menuju pencerahan. | 
| 
CARP: | 
Apa yang anda utarakan sangat
  mengesankan. Bagaimana orang biasa dapat melakukan hal tersebut? Saya tahu,
  saya sebenarnya bukanlah orang yang kuat. Saya sebenarnya cenderung lemah. | 
| 
TISSA: | 
Mr. Carp, mari saya tekankan satu
  hal yang utama. Dhamma adalah jalan mulia untuk setiap orang, kuat atau lemah
  atau diantaranya. Lakukan apa yang anda bisa, karena setiap kebaikan atau
  kebajikan atau perhatian akan membawa anda selangkah lebih dekat ke
  pembebasan dari kesedihan. | 
| 
CARP: | 
Anda sangat serius mengenai ini,
  bukan begitu? Saya berharap bisa seperti itu – serius, percaya diri. Anda
  tahu, masalahnya, saya sangat gelisah, saya juga tidak bisa duduk tenang.
  Jadi saya pergi ke sini dan ke sana sepanjang waktu. Pikiran saya mengembara,
  jadi saya mengembara juga. | 
| 
TISSA: | 
Pengembaraan ini disebut saṃsāra,
  lingkaran kelahiran dan kematian. | 
| 
CARP: | 
Sangat menyedihkan. | 
| 
TISSA: | 
Benar. Dan karena itulah Dhamma
  adalah semacam pembebasan. Dhamma dapat membebaskan kita dari lingkaran
  tersebut. | 
| 
CARP: | 
Kita semua sama-sama mengembara
  bukan? | 
| 
TISSA: | 
Ya. Anda dan saya dan – dan bahkan
  semut merah besar yang sedang merayap di kakimu itu. | 
| 
CARP: | 
Yeow! | 
| 
MR. CARP melompat dan menari-nari
  dengan liar, menyapu celananya. | |
| 
CARP: | 
Ow! Enyah! Enyah! Makhluk ini akan
  menggigit! | 
| 
TISSA: | 
Tenanglah, Mr. Carp. Sudah jatuh. | 
| 
CARP: | 
Benarkah? | 
| 
TISSA: | 
Mungkin ia menganggap anda suatu
  bidang yang tidak mantap. | 
| 
CARP: | 
(Mendadak tertawa) Memang! Memang
  saya suatu bidang yang tidak mantap. | 
| 
Bhikkhu Tissa berdiri, tersenyum. | |
| 
TISSA: | 
Dan apa yang akan anda lakukan? | 
| 
CARP: | 
(Tersipu malu) Saya tidak tahu.
  Saya rasa saya sudah cukup menyita waktu anda. Terima kasih atas
  penjelasannya. Saya pamit dulu. Saya ke pantai untuk bertemu beberapa teman. | 
| 
TISSA: | 
Hati-hati di jalan. | 
| 
CARP: | 
Oh, tentu, tentu. Ini mobil yang
  hebat, indah, anda bisa lihat. Oh tidak! Tidak! Anda lihat burung itu? Anda
  lihat apa yang burung itu lakukan terhadap mobil saya? | 
| 
TISSA: | 
Ya, burung-burung itu memang
  melakukannya. | 
| 
CARP: | 
(Menggelengkan kepalanya) Mobil
  itu baru saja dipoles. Anda tahu, itu membuatku berpikir – oh, sudahlah.
  Terima kasih atas waktunya, Bhikkhu Tissa. | 
| 
Tersenyum sendiri, Bhikkhu Tissa
  mengambil sapunya lagi. | |
| 
TISSA: | 
Saya senang anda mampir, Mr. Carp. | 
| 
CARP: | 
Yeah, saya juga. | 
| 
TISSA: | 
Permisi, saya harus kembali
  bekerja. | 
| 
CARP: | 
(Ragu-ragu) Oh tentu, tentu. Jika
  anda perlu bantuan di sekitar vihara, saya tidak keberatan untuk membantu. | 
| 
TISSA: | 
Anda baik sekali, tapi kita masih
  bisa menanganinya. | 
| 
CARP: | 
Tidak, saya serius. Saya senang
  membantu, kapan saja. Sungguh! | 
| 
TISSA: | 
Baiklah kalau begitu, maukah anda
  menyapu? Pinggir jalan sana perlu disapu. | 
| 
CARP: | 
(Terkejut) Maksud anda sekarang?
  Tapi andakan hanya punya satu sapu. | 
| 
TISSA: | 
Oh, ada satu lagi di gudang
  perkakas sana. | 
BHIKKHU TISSA berbalik dan meneruskan menyapu dengan tenang. MR. CARP gelisah sesaat, kemudian pergi dan mengambil sapu lain dari gudang. Ia kembali dan menunggu instruksi dengan canggung, tapi tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya ia mulai menyapu pinggir jalan, memandang bingung ke sang bhikkhu. Sesekali ia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tetapi menutupnya lagi. BHIKKHU TISSA sudah tidak memperhatikannya lagi. Dengan ekspresi kaget, MR. CARP menyapu pinggir jalan itu. Sedikit tiupan, debu dan dedaunan terbang ke dua sisi ketika sapu tersebut menemukan ritmenya. Angin sepoi-sepoi pagi berhembus, menerpa pepohonan dan membuat cahaya terang dan gelap, matahari dan bayangan, sang penyapu.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar