Dalam kehidupan ini
kita tidak mungkin hidup sendiri.
Sebagai anggota keluarga, kita hidup di tengah-tengah anak istri, atau anak dan suami kita.
Dalam pekerjaan, kita hidup di tengah-tengah teman-teman kita sekantor, atau ditengah-tengah kawan-kawan kita satu pabrik.
Sebagai pelajar, kita hidup di tengah-tengah pelajar atau mahasiswa lainnya.
Sebagai anggota masyarakat, kita hidup di tengah-tengah ribuan, bahkan jutaan sesama kita. Memang kenyataan, kehidupan di bumi bukan kehidupan di sorga.
Di tengah-tengah lingkungan kita ini, kita tidak bisa membayangkan keharmonian dan ketentraman sampai nanti kita menutup mata.
Suatu saat, teman kita sendiri, atau mungkin orang yang tidak kita kenal, berbuat sesuatu yang tidak kita sukai kepada kita.
Apakah di dalam pekerjaan, apakah dalam dunia usaha, apakah sebagai pelajar, bahkan juga di tengah-tengah pengabdian sosial;
kita sering mendapat perlakuan yang tidak kita senangi, tetapi juga sering mereka mengganggu, merugikan, dan merusak kita.
Dengan seribu satu macam alasan mereka-mereka itu melakukan tindakannya kepada kita.
Mungkin hanya karena salah faham.
Mungkin juga karena kita yang memang salah.
Tetapi, juga mungkin, karena iri hati kepada kita.
Tidak rela kita menjadi maju, atau tidak setuju kita jadi seperti ini; dan sebagainya, masih banyak lai. kemudian, kita kena makian, kena hinaan.
Kena fitnah, kena damprat. Milik kita, mungkin hilang, kita tetipu, atau kadang-kadang diminta dengan paksa.
dan masih banyak lagi yang bisa kita lihat di dalam kehidupan kita sendiri, juga pada kehidupan di sekitar kita.
Kalau kita melihat dengan kacamata duniawi, kita memang melihat, bahwa pelaku-pelaku terhadap diri kita ini adalah:
si A, si saudaraku B, si suamiku sendiri, si C, si D, si dia, si itu, dan lain-lain.
Dalam satu artikel pernah diumpamakan;maka kemudian pikiran kita ini seperti buku telepon yang tebal saja;yang hanya berisi berderet-deret daftar nama-nama orang saja.
Nama-nama dari sekian banyak orang yang menjekelkan kita, yang menyakitkan hati kita, yang merusak milik kita.
Semua itu adalah orang-orang yang masuk di dalam daftar dendam kita.
dan setiap saat, nama-nama itu muncul berganti-ganti menganggu ketenangan hidup kita.
Kita ditarik-tarik oleh hawa nafsu untuk membalas kebencian kepada mereka satu-persatu;tidak peduli apakah dia atau kita yang sebenarnya salah.
Kalau pikiran sudah sedemikian itu maka kita akan susah tidur. Susah untuk mempunyai ketenangan di dalam. Kehidupan kita gelisah;mudah tersinggung, dan batin kita menjadi beku.
Sebaliknya, kalau kia meletakkan kacamata duniawi,dan memakai kacamata atau lensa Kesunyataan unutk melihat kejadian-kejadian pada diri kita ini, maka pakah yang kita lihat?
Yang kita lihat adalah:
Apa yang sebenaarnya terjadi!
Sesungguhnya bukan sang suami yang menyakiti saya,
bukan si dia yang mengikari janji,bukan si A, si B, si C,bukan si ini atau si itu yang membuat semuanya ini terjadi pada diri kita sendiri.
Karena kita, semua itu terjadi, menimpa diri kita.
Oleh karena, di dunia di mana pun juga, tidak ada satupun peristiwa,apakah peristiwa menyenangkan,yang terjadi dengan begitu saja.
Semua yang terjadi pada kita,itu adalah akibat dari perbuatan kita masing-masing;baik yang kita perbuat pada kehidupan ini,maupun yang telah kita perbuat pada kehidupan kita yang lampau, yang berbuah.
Oleh karenanya, jaganlah kita dendam.
Apaun yang terjadi pada diri kita,adalah akibat dari perbuatan kita masing-masig.
Bukan dibuat oleh orang lain kemudian dilemparkan kepada kita. Bukan!
Ini adalah hukum Kesunyataan,hukum karama yang universal.
Jangan menyalahkan,apalagi membenci orang lain,siapa pun juga.
Karena,kita harus mengerti,apapun yang terjadi pada kita itu,
adalah apa yang harus kita terima adalah akibat dari perbuatan kita masing-masing.
Itulah keadaan kita yang sesungguhnya kalau kita mau melihatnya dengan kacamata Kesunyataan, dengan Kesunyataan dengan kacamat Dharma.
Kemudian timbul satu pertanyaan.
Lalu bagaimana sikap kita pada mereka yang mengganggu ketentaman kita?
Bagaimankah tindakan kita pada mereka yang berbuat jahat pada kita?
Apakah kita harus toleran terhadap mereka?
Dan apakah mereka itu tidak membuat karma jelek baru?
Sikap untuk menyadari,
bahwa apapun yang menimpa kita adalah akibat dari perbuatan jelek kita sendiri, yang memang harus kita terima;adalah sikap kita yang pertama.
Tetapi, bukan berarti hanya pertama itu saja kemudian kita berhenti.
Langkah pertama untuk menyadari bahwa yang terjadi pada kita adalah akibat dari karma kita masing-masing,adalah sikap berpikir yang amat penting.
Oleh karena dengan menyadari hal itu,kita tidak akan menaruh dendam pada mereka-mereka yang berbuat jahat ada kita.
Dan kalau rasa dendam ini berusaha kita atasi,maka usah baik yang tulus.
Karena kalau rasa dendam yang membakar dada kita belum kita atasi lebih dahulu,maka semua nasehat kita,petunjuk-petunjuk kita, untuk mereka menjadi pelampiasan dendam dan benci kepada mereka.
Dan juga, sesungguhnya kita harus kasihan melihat mereka yang berbuat jahat;baik berbuat jahat kepada kita maupun kepada orang lain.
Mengapa kita kasihan,dan kemudian membantu mereka supaya mereka jangan melanjutkan atau mengulangi perbuatan-perbuatan jahat itu lagi?
Kita kasihan, karena kita mengerti, bahwa mreka yang berbuat jahat itu,
pada suatu saat, pasti,memetik penderitaan sebagai akibatnya.
Ini adalah hukum Ilahi.
Hukum Karma yang universal.
Kalau seadainya hukum Karma itu tidak ada,maka tidak ada gunanya kita menghindari kejahatan.
Kalau seandainya hukum Karma itu tidak ada,tidak ada gunanya undang-undang ynag mengatur manusia, supaya tidak berbuat jahat.
Hukum Karma adalah Kesunyataan Universal.
Kita harus menerima akibat dari setiap perbuatan kita.
Apakah kita lupa pada perbuatan kita,apakah kita mengharap buahnya atau tidak;akibat dari setiap perbuatan pasti datang pada kita.
Oleh karena itu,marilah kita bertekad untuk meiuhurkan bangsa dan negara kita ini dengan banyak berbuat baik. Jangan kita menjadi anggota masyarakat yang suka berbuat jahat.
karena selain merugikan orang lain,kejahatan itu akan menghancurkan kita sendiri.
Dan kita semua, satu persatu, tidak ada yang ingin hidupnya hancur.
Dalam Samyutta Nikaya dicatat kata-kata Kesunyataan sang Buddha yang sangat terkenal :
“Yadidam vaphate bijam, tadisam labhate phalam,
Kalyanakari ca kalyanam, papakari ca papakam.”
Artinya :
“Sesuai dengan bibit yang disebar
Begitulah buah yang kan dipetik
Pembuat kebaikan akan memetik kebaikan
Pembuat kejahatan akan memetik kejahatan.”
Demikian juga dalam Dharmmapada 110, Sang Budddha mengatakan: “Mereka yang hidup seratus tahun, berbuat jahat dan tidak mengendalikan diri,maka hidup sehari saja adalah lebih baik bagi orang yang mempunyai sila dan selalu sadar.”
Jangan kita main tipu,jangan kita main clurit,main bajak,atau main paksa;
hanya untuk mencari harta.
Seorang yang mengerti,akan mempunyai sikap hidup demikian:
Lebih baik kita hidup sederhana,tidak berlebih-lebihan;seperti yang telah dianjurkan oleh setiap ajaran agama,dan juga oleh Pemerintahan kita.
Hendaknya kita hidup sederhana,tidak berlebih-lebihan,tetapi mempunyai moral dan ahlak yang baik,dari pada hidup dengan harta berlebihan tetapi banyak kejahatan yang diperbuat.
Pada suatu saat,nanti tengah malam,besok atau beberapa tahun kemudian,
kita semua akan mati.
Setelah kematian,bukan harta yang mengikuti kita,tetapi perbuatan kita yang akan selalu ikut ke mana kita pergi;baik perbuatan-perbuatan yang baik maupun perbuat-perbuatan yang jelek.
Kalau kita mengerti hukum karma,merenungkan hukum Karma,dan yakin pada hukum Karma,maka kita akan takut berbuat jahat.
Takut pada akibat berbuat jahat.
Takut pada akibat kejahatan.
Karena akibat kejahatan itu adalah kehancuran bagi kita sendiri.
Bahkan,kalau kita berpikir lebih jauh,maka kan kita lihat jelas lagi.
Kalau kita berbuat jahat pada satu orang, bukan hanya satu orang itu saja yang kita rugikan.
Mereka yang lain kan ikut merasa takut,merasa khawatir.
Mereka khawatir,jangan-jangan pada kesempatan lain kita berbuat jahat seperti itu kepada mereka.
Kehadiran kita membuat rasa tidak aman bagi banyak orang.
Tetapi sebaliknya,kalau kita mengendalikan hawa nafsu kita,tiadak berbuat jahat,mempunyai moral baik,menjalankan sila dengan baik,bisa dipercaya, tidak menipu;itu berarti kita sudah nmemberikan kepada mereka.
Abhaya dana: Rasa aman.
Rasa aman ini diperlukan setiap orang, termasuk kita masing-masing.
Dengan pengertian hukum Karma yang merasuk,merasuk sampai ke tulang sumsum kita;mendarah mendaging pada hidup kita,kita akan bersemangat dalam perbuatan baik.
Perbuata baik yang luhur dan tulus.
Karena kita mengerti benar,bahwa kebaikan akan membawa kebahagian,
keharmonian, dan kedamaain;bagi banyak orang, maupun bagi masing-masing kita.
Damai di luar, dan juga damai di dalam batin.
Akhirnya, sekali lagi, mari kita bertekad:Jaganlah kita menaruh dendam pada siapapun juga.
Berusaha sungguh-sungguh menyadari bahwa,apapun yang terjadi pada kita adalah akibat dari karma kita masing-masing.
Kemudian,berusaha sebanyak mungkin menambah dan mengisi terus kehuidupan ini dengan kebaikan.
oleh Sri Paññavaro MahaThera
Disadur dari, "Kumpulan Dhammadesana oleh Sri Paññavaro Thera Jilid I"
Sebagai anggota keluarga, kita hidup di tengah-tengah anak istri, atau anak dan suami kita.
Dalam pekerjaan, kita hidup di tengah-tengah teman-teman kita sekantor, atau ditengah-tengah kawan-kawan kita satu pabrik.
Sebagai pelajar, kita hidup di tengah-tengah pelajar atau mahasiswa lainnya.
Sebagai anggota masyarakat, kita hidup di tengah-tengah ribuan, bahkan jutaan sesama kita. Memang kenyataan, kehidupan di bumi bukan kehidupan di sorga.
Di tengah-tengah lingkungan kita ini, kita tidak bisa membayangkan keharmonian dan ketentraman sampai nanti kita menutup mata.
Suatu saat, teman kita sendiri, atau mungkin orang yang tidak kita kenal, berbuat sesuatu yang tidak kita sukai kepada kita.
Apakah di dalam pekerjaan, apakah dalam dunia usaha, apakah sebagai pelajar, bahkan juga di tengah-tengah pengabdian sosial;
kita sering mendapat perlakuan yang tidak kita senangi, tetapi juga sering mereka mengganggu, merugikan, dan merusak kita.
Dengan seribu satu macam alasan mereka-mereka itu melakukan tindakannya kepada kita.
Mungkin hanya karena salah faham.
Mungkin juga karena kita yang memang salah.
Tetapi, juga mungkin, karena iri hati kepada kita.
Tidak rela kita menjadi maju, atau tidak setuju kita jadi seperti ini; dan sebagainya, masih banyak lai. kemudian, kita kena makian, kena hinaan.
Kena fitnah, kena damprat. Milik kita, mungkin hilang, kita tetipu, atau kadang-kadang diminta dengan paksa.
dan masih banyak lagi yang bisa kita lihat di dalam kehidupan kita sendiri, juga pada kehidupan di sekitar kita.
Kalau kita melihat dengan kacamata duniawi, kita memang melihat, bahwa pelaku-pelaku terhadap diri kita ini adalah:
si A, si saudaraku B, si suamiku sendiri, si C, si D, si dia, si itu, dan lain-lain.
Dalam satu artikel pernah diumpamakan;maka kemudian pikiran kita ini seperti buku telepon yang tebal saja;yang hanya berisi berderet-deret daftar nama-nama orang saja.
Nama-nama dari sekian banyak orang yang menjekelkan kita, yang menyakitkan hati kita, yang merusak milik kita.
Semua itu adalah orang-orang yang masuk di dalam daftar dendam kita.
dan setiap saat, nama-nama itu muncul berganti-ganti menganggu ketenangan hidup kita.
Kita ditarik-tarik oleh hawa nafsu untuk membalas kebencian kepada mereka satu-persatu;tidak peduli apakah dia atau kita yang sebenarnya salah.
Kalau pikiran sudah sedemikian itu maka kita akan susah tidur. Susah untuk mempunyai ketenangan di dalam. Kehidupan kita gelisah;mudah tersinggung, dan batin kita menjadi beku.
Sebaliknya, kalau kia meletakkan kacamata duniawi,dan memakai kacamata atau lensa Kesunyataan unutk melihat kejadian-kejadian pada diri kita ini, maka pakah yang kita lihat?
Yang kita lihat adalah:
Apa yang sebenaarnya terjadi!
Sesungguhnya bukan sang suami yang menyakiti saya,
bukan si dia yang mengikari janji,bukan si A, si B, si C,bukan si ini atau si itu yang membuat semuanya ini terjadi pada diri kita sendiri.
Karena kita, semua itu terjadi, menimpa diri kita.
Oleh karena, di dunia di mana pun juga, tidak ada satupun peristiwa,apakah peristiwa menyenangkan,yang terjadi dengan begitu saja.
Semua yang terjadi pada kita,itu adalah akibat dari perbuatan kita masing-masing;baik yang kita perbuat pada kehidupan ini,maupun yang telah kita perbuat pada kehidupan kita yang lampau, yang berbuah.
Oleh karenanya, jaganlah kita dendam.
Apaun yang terjadi pada diri kita,adalah akibat dari perbuatan kita masing-masig.
Bukan dibuat oleh orang lain kemudian dilemparkan kepada kita. Bukan!
Ini adalah hukum Kesunyataan,hukum karama yang universal.
Jangan menyalahkan,apalagi membenci orang lain,siapa pun juga.
Karena,kita harus mengerti,apapun yang terjadi pada kita itu,
adalah apa yang harus kita terima adalah akibat dari perbuatan kita masing-masing.
Itulah keadaan kita yang sesungguhnya kalau kita mau melihatnya dengan kacamata Kesunyataan, dengan Kesunyataan dengan kacamat Dharma.
Kemudian timbul satu pertanyaan.
Lalu bagaimana sikap kita pada mereka yang mengganggu ketentaman kita?
Bagaimankah tindakan kita pada mereka yang berbuat jahat pada kita?
Apakah kita harus toleran terhadap mereka?
Dan apakah mereka itu tidak membuat karma jelek baru?
Sikap untuk menyadari,
bahwa apapun yang menimpa kita adalah akibat dari perbuatan jelek kita sendiri, yang memang harus kita terima;adalah sikap kita yang pertama.
Tetapi, bukan berarti hanya pertama itu saja kemudian kita berhenti.
Langkah pertama untuk menyadari bahwa yang terjadi pada kita adalah akibat dari karma kita masing-masing,adalah sikap berpikir yang amat penting.
Oleh karena dengan menyadari hal itu,kita tidak akan menaruh dendam pada mereka-mereka yang berbuat jahat ada kita.
Dan kalau rasa dendam ini berusaha kita atasi,maka usah baik yang tulus.
Karena kalau rasa dendam yang membakar dada kita belum kita atasi lebih dahulu,maka semua nasehat kita,petunjuk-petunjuk kita, untuk mereka menjadi pelampiasan dendam dan benci kepada mereka.
Dan juga, sesungguhnya kita harus kasihan melihat mereka yang berbuat jahat;baik berbuat jahat kepada kita maupun kepada orang lain.
Mengapa kita kasihan,dan kemudian membantu mereka supaya mereka jangan melanjutkan atau mengulangi perbuatan-perbuatan jahat itu lagi?
Kita kasihan, karena kita mengerti, bahwa mreka yang berbuat jahat itu,
pada suatu saat, pasti,memetik penderitaan sebagai akibatnya.
Ini adalah hukum Ilahi.
Hukum Karma yang universal.
Kalau seadainya hukum Karma itu tidak ada,maka tidak ada gunanya kita menghindari kejahatan.
Kalau seandainya hukum Karma itu tidak ada,tidak ada gunanya undang-undang ynag mengatur manusia, supaya tidak berbuat jahat.
Hukum Karma adalah Kesunyataan Universal.
Kita harus menerima akibat dari setiap perbuatan kita.
Apakah kita lupa pada perbuatan kita,apakah kita mengharap buahnya atau tidak;akibat dari setiap perbuatan pasti datang pada kita.
Oleh karena itu,marilah kita bertekad untuk meiuhurkan bangsa dan negara kita ini dengan banyak berbuat baik. Jangan kita menjadi anggota masyarakat yang suka berbuat jahat.
karena selain merugikan orang lain,kejahatan itu akan menghancurkan kita sendiri.
Dan kita semua, satu persatu, tidak ada yang ingin hidupnya hancur.
Dalam Samyutta Nikaya dicatat kata-kata Kesunyataan sang Buddha yang sangat terkenal :
“Yadidam vaphate bijam, tadisam labhate phalam,
Kalyanakari ca kalyanam, papakari ca papakam.”
Artinya :
“Sesuai dengan bibit yang disebar
Begitulah buah yang kan dipetik
Pembuat kebaikan akan memetik kebaikan
Pembuat kejahatan akan memetik kejahatan.”
Demikian juga dalam Dharmmapada 110, Sang Budddha mengatakan: “Mereka yang hidup seratus tahun, berbuat jahat dan tidak mengendalikan diri,maka hidup sehari saja adalah lebih baik bagi orang yang mempunyai sila dan selalu sadar.”
Jangan kita main tipu,jangan kita main clurit,main bajak,atau main paksa;
hanya untuk mencari harta.
Seorang yang mengerti,akan mempunyai sikap hidup demikian:
Lebih baik kita hidup sederhana,tidak berlebih-lebihan;seperti yang telah dianjurkan oleh setiap ajaran agama,dan juga oleh Pemerintahan kita.
Hendaknya kita hidup sederhana,tidak berlebih-lebihan,tetapi mempunyai moral dan ahlak yang baik,dari pada hidup dengan harta berlebihan tetapi banyak kejahatan yang diperbuat.
Pada suatu saat,nanti tengah malam,besok atau beberapa tahun kemudian,
kita semua akan mati.
Setelah kematian,bukan harta yang mengikuti kita,tetapi perbuatan kita yang akan selalu ikut ke mana kita pergi;baik perbuatan-perbuatan yang baik maupun perbuat-perbuatan yang jelek.
Kalau kita mengerti hukum karma,merenungkan hukum Karma,dan yakin pada hukum Karma,maka kita akan takut berbuat jahat.
Takut pada akibat berbuat jahat.
Takut pada akibat kejahatan.
Karena akibat kejahatan itu adalah kehancuran bagi kita sendiri.
Bahkan,kalau kita berpikir lebih jauh,maka kan kita lihat jelas lagi.
Kalau kita berbuat jahat pada satu orang, bukan hanya satu orang itu saja yang kita rugikan.
Mereka yang lain kan ikut merasa takut,merasa khawatir.
Mereka khawatir,jangan-jangan pada kesempatan lain kita berbuat jahat seperti itu kepada mereka.
Kehadiran kita membuat rasa tidak aman bagi banyak orang.
Tetapi sebaliknya,kalau kita mengendalikan hawa nafsu kita,tiadak berbuat jahat,mempunyai moral baik,menjalankan sila dengan baik,bisa dipercaya, tidak menipu;itu berarti kita sudah nmemberikan kepada mereka.
Abhaya dana: Rasa aman.
Rasa aman ini diperlukan setiap orang, termasuk kita masing-masing.
Dengan pengertian hukum Karma yang merasuk,merasuk sampai ke tulang sumsum kita;mendarah mendaging pada hidup kita,kita akan bersemangat dalam perbuatan baik.
Perbuata baik yang luhur dan tulus.
Karena kita mengerti benar,bahwa kebaikan akan membawa kebahagian,
keharmonian, dan kedamaain;bagi banyak orang, maupun bagi masing-masing kita.
Damai di luar, dan juga damai di dalam batin.
Akhirnya, sekali lagi, mari kita bertekad:Jaganlah kita menaruh dendam pada siapapun juga.
Berusaha sungguh-sungguh menyadari bahwa,apapun yang terjadi pada kita adalah akibat dari karma kita masing-masing.
Kemudian,berusaha sebanyak mungkin menambah dan mengisi terus kehuidupan ini dengan kebaikan.
oleh Sri Paññavaro MahaThera
Disadur dari, "Kumpulan Dhammadesana oleh Sri Paññavaro Thera Jilid I"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar