Saudara-saudara yang berbahagia... Atas permintaan saudara-saudara
sekalian dengan sangat gembira malam hari ini, saya bersama dengan Bhante
Sombat hadir di tengah–tengah saudara dengan satu tujuan, tidak lain dan tidak
bukan adalah menggunakan kesempatan ini untuk bersama-sama belajar Dhamma.
Saudara-saudara yang berbahagia... Dibandingkan dengan agama-agama yang
lain, agama Buddha termasuk agama yang tertua. Sebelum agama dan
kepercayaan-kepercayaan lain muncul di dunia ini, agama Buddha sudah lebih
dahulu dikenal oleh umat manusia lebih dari 2500 tahun yang lampau. Waktu itu
negara Eropa, negara-negara Barat masih primitif, masih belum maju dan beradab
seperti sekarang, Sang Buddha telah mengajarkan Dhamma yang memang luar biasa.
Saudara-saudara... Meskipun agama Buddha
muncul 2500 tahun yang lampau, bukan berarti apa yang Sang Buddha ajarkan itu
sesuatu yang sudah ketinggalan jaman sehingga perlu diperbaiki, sehingga perlu
direvisi. Justru saudara sekalian, orang-orang besar di dunia ini mengakui
bahwa ajaran agama Buddha sekarang ini lebih kelihatan relevan dan memang lebih
relevan, artinya lebih cocok dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
saudara sekalian... Sebenarnya saudara dan saya bisa lebih banyak memperoleh
manfaat dari agama Buddha kalau kita semua ini mau belajar meneliti lebih dalam
dan lebih seksama ajaran Sang Buddha. Kalau kita hanya sekedar mengenal agama
Buddha, kalau kita sekedar hanya menganut agama Buddha, kalau kemudian kita
hanya sekedar melakukan sembahyang, puja, kebaktian dan tidak berusaha mencari
tahu, tidak berusaha mengerti apa yang sesungguhnya Sang Buddha ajarkan, kita
tidak mungkin mendapatkan manfaat yang lebih banyak. Banyak manfaat dari ajaran
Sang Buddha yang masih tersembunyi, banyak manfaat dari ajaran Sang Buddha yang
belum pernah kita kenal. Oleh karena itu makin banyak kita belajar, makin
banyak kita meneliti, mendalami apa yang Sang Buddha ajarkan dan kemudian
menghayati, maka makin banyak manfaat yang bisa kita petik dari ajaran Sang
Buddha.
Saudara-saudara sekalian, 2500 tahun yang lampau hingga sekarang, ajaran
Sang Buddha ini berkembang dari India di sebelah barat sampai ke ujung Jepang
sebelah timur, dari Sri Lanka sebelah selatan sampai ke Tibet sebelah utara, dari
Eropa sampai ke Australia ke Amerika. Dalam perjalanan sejarah selama 2500
tahun ini saudara sekalian... agama Buddha dengan damai diterima oleh
bangsa-bangsa di dunia ini tanpa menggunakan kekerasan sedikitpun dan tanpa
mendapatkan perlawanan dari bangsa-bangsa yang kenal agama Buddha. Oleh karena
memang sejak dahulu sampai sekarang semangat ajaran Sang Buddha ini adalah
semangat yang lemah lembut, semangat yang cinta damai, semangat yang penuh
dengan toleransi tetapi tetap mempertahankan ajaran-ajaran yang mendasar dari
ajaran Sang Buddha itu sendiri.
Saudara-saudara sekalian... Karena perjalanan sejarah yang cukup panjang
(2500 tahun) itu kadang-kadang ajaran Sang Buddha ini terbungkus... terbungkus
oleh bermacam-macam bungkus yang berwarna-warni yang kadang-kadang orang susah
melihat isi yang sesungguhnya.
Kalau
masyarakat melihat agama Buddha, kalau masyarakat melihat umat Buddha, mereka
tidak gampang simpati, apalagi jatuh cinta kepada agama Buddha. Apa sebabnya
saudara? Oleh karena yang kelihatan di luar, yang menjadi kesan pertama bagi
masyarakat terhadap umat Buddha, terhadap agama Buddha ini sungguh kurang
menarik. Kalau masyarakat melihat saudara-saudara, "Oh... umat Buddha ini
kalau sembahyang sakepenake dewe". Pakaiannya tidak diperhatikan,
kadang-kadang pakai celana pendek, pakai kaos, apalagi duduknya di bawah, tidak
rapi tidak necis. Ini sudah membuat kesan tidak gampang, tidak senang orang
ikut dengan saudara. Kesan seperti ini tidak bisa membuat mereka jatuh cinta
kepada saudara, apalagi kemudian melihat agama Buddha ini sembahyangnya pakai
altar, pakai patung-patung bahkan kadang-kadang patungnya besar sekali, dan
kemudian patungnya banyak. Orang kemudian berpikir, "Oh tentu agama Buddha
ini satu agama yang mengajarkan kita untuk menggantungkan diri kepada
patung-patung, memohon-mohon kepada patung-patung, ah... ini tentunya agama
yang sudah ketinggalan jaman, satu agama yang sudah tidak sesuai dengan ilmu
pengetahuan, satu agama yang tidak mempunyai daya tarik, satu agama yang tidak
menarik saya". Kemudian mereka tidak simpati kepada kita. Saudara-saudara
sekalian, inilah kesan-kesan pandangan pertama bagi masyarakat terhadap
saudara, terhadap kita, terhadap agama kita yang menimbulkan rasa tidak
simpatik dan sulit untuk jatuh cinta kepada agama Buddha.
Sesungguhnya
tidak menjadi soal saudara... memang sepintas agama Buddha ini tidak bisa
mengundang orang cepat jatuh cinta apalagi kalau altarnya banyak patung dan
kemudian banyak sesajian... ada pisang, ada jambu, ada roti, ada buah-buahan.
Orang kemudian mengatakan: "Meja sembahyang kok seperti apa...
supermarket. Apakah ini satu agama yang masih bisa kita pakai?" Saudara
sekalian, tidak menjadi soal pandangan masyarakat kepada kita. Memang di Jawa
ada orang yang mengatakan demikian, "Yang perlu... kan hatinya, meskipun
wajahnya cantik kalau hatinya berbulu apa gunanya, meskipun wajahnya jelek tapi
kalau hatinya mulia tentu dicari orang" ...hanya mungkin tidak gampang
menarik orang.
Saudara
sekalian... Tetapi kalau mereka-mereka yang mempunyai salah pengertian kepada
agama Buddha terhadap ajaran yang kita anut ini mau sedikit membuka telinga,
mendengar dan mengerti apa yang sesungguhnya diajarkan oleh agama Buddha,
mereka mau tidak mau akan memberikan hormat yang setinggi-tingginya terhadap
ajaran Sang Buddha. Orang-orang besar, orang-orang pandai di dunia ini saudara
sekalian... kalau saudara membaca buku-buku, saudara akan melihat orang-orang
besar di dunia ini menghargai begitu tinggi sekali terhadap ajaran Sang Buddha.
Apa sebabnya? Oleh karena ajaran Sang Buddha ini satu ajaran yang berusaha
membawa kita mempunyai satu pegangan yang universal. Ajaran Sang Buddha bukan
satu ajaran yang membawa kita pada diskriminasi, satu ajaran yang berusaha
mengangkat derajat manusia ini dengan kemampuannya sendiri, satu ajaran yang
mengajak kita untuk berpikir dewasa, satu ajaran yang tidak menghendaki kita
ini suka menggantungkan diri kepada siapapun juga, tapi satu ajaran yang
mengingatkan kepada kita, menyadarkan kita, membangunkan kita, "Ayo… mari
bertanggung jawab atas hidupmu masing-masing". Memang ini susah saudara,
yang paling mudah adalah kalau orang lain mau menanggung kita, yang paling
mudah adalah kalau kita ini di dalam kesulitan dan saat kita memohon sesuatu
kemudian dengan segera kesulitan itu bisa teratasi. Menggantungkan diri pada
sesuatu, mengharapkan sesuatu, adalah sesuatu yang paling disukai manusia,
memohon sesuatu, meminta sesuatu adalah sesuatu yang paling gampang dan paling
disukai manusia.
Andaikata saudara sekalian... ajaran Sang
Buddha ini kemudian karena disulap menjadi demikian, ajaran Sang Buddha ini
oleh karena sudah kuno harus diperbaharui. Ajaran agama Buddha yang baru ini
berbunyi demikian: Kalau saudara punya kesulitan/persoalan... dan semua manusia
tentu punya kesulitan dan persoalan ini, tidak usah repot-repot, saudara cukup
menyebut satu doa misalnya, satu mantra misalnya, satu jampe-jampe misalnya,
'Namo Hompimpa' misalnya demikian... tanggung beres, cita-cita (keinginan) tercapai,
kesulitan teratasi. Siapa yang tidak senang saudara? Siapa yang tidak tertarik?
Dan ini memang menarik. Tetapi ingat, ajaran yang demikian sesungguhnya seperti
saudara diberi racun yang rasanya madu... enak, nanti sebentar mati. Yang mati
bukan saudara, yang mati pengertian saudara, bukan racun di tangan kanan madu
di tangan kiri (salah satu bait lagu Pop Indonesia —Red.). Ajaran seperti yang
saya sebutkan tadi seperti racun yang rasanya madu... seperti Baygon yang
rasanya jeruk.
Saudara sekalian...
Kalau kita mau meneliti ajaran Sang Buddha, maka ajaran Sang Buddha ini
sesungguhnya satu ajaran yang berusaha menguraikan, menjelaskan, menganalisa
dengan jelas sekali tentang kehidupan kita. Belajar agama Buddha berarti
belajar agama kehidupan, oleh karena tidak ada satu kalimatpun yang diajarkan
Sang Buddha yang tidak berhubungan dengan kehidupan.
Saudara
sekalian... Kalau kita mau meneliti kehidupan kita dengan jujur, kita akan
sadar apa yang menjadi kebutuhan kita: makan, pakaian, uang ...terus terang
ini, obat-obatan, rumah, pendidikan, nama yang harum, syukur kekuasaan,
kedudukan yang tinggi. Tetapi manusia tidak hanya perlu yang itu saja saudara,
ada satu yang diperlukan manusia, yang lebih penting dari semuanya itu dan
tanpa yang satu ini kehidupan saudara tidak ada artinya, tanpa yang satu ini
kehidupan saudara tidak mempunyai arah kemana saudara harus pergi. Makan memang
perlu, uang perlu, rumah perlu, anak-anak bisa sekolah sampai selesai, tetapi
ada satu yang lebih perlu yang kadang-kadang kita abaikan, yang satu ini tidak
lain adalah keyakinan saudara. Orang yang hidup tanpa keyakinan hidupnya tidak
mungkin akan berarti, orang yang hidup tanpa keyakinan hidupnya tidak mempunyai
arah. Mengapa demikian? Kalau saudara tidak yakin bahwa hadir ditempat ini
membawa manfaat, tidak mungkin saudara jauh-jauh datang dan duduk di tempat
ini. Kalau anak-anak tidak yakin bahwa sekolah itu ada gunanya maka anak-anak
ini tidak akan pernah semangat di dalam sekolah... andaikata toh sekolah, sekolahnya
terpaksa.
Kalau
misalnya saudara mempunyai usaha percetakan, waktu saudara akan memulai membuka
percetakan ini, waktu mempunyai gagasan saudara akan membuka percetakan, kalau
saudara tidak yakin bahwa usaha percetakan ini
membawa manfaat, tidak yakin, "Ah… nanti saya membuka
usaha percetakan ini bukan malah mendapatkan untung malah bisa bangkrut".
Kalau saudara tidak yakin bahwa usaha saudara membuka percetakan ini membawa
manfaat tentu tidak mungkin saudara akan membuka percetakan. Misalnya saudara
membuka kerjasama warung nasi murah dengan teman saudara, kalau sebelum usaha
ini saudara mulai, saudara reken-reken, hitung-hitung, kemudian saudara
mengambil kesimpulan, "Saya tidak yakin kalau usaha membuka warung murah
ini akan membawa manfaat dan keuntungan bagi saya. Saya ragu-ragu karena
menurut perhitungan saya banyak ruginya, untungnya sedikit, bahkan mungkin
tidak untung". Kalau saudara akan mulai bekerja sudah tidak yakin bahwa
pekerjaan saudara itu membawa manfaat, tentu tidak mungkin saudara akan
memulai, andaikata dipaksa memulai pekerjaan saudara akan kerjakan dengan
terpaksa, tidak ada pikiran bahagia, tidak ada pikiran gembira, tertekan karena
terpaksa.
Saudara
sekalian... Tidak hanya dalam bekerja, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari
dalam sepanjang kehidupan ini saudara memerlukan keyakinan. Saudara harus
mempunyai sesuatu yang benar-benar saudara bisa pegang sebagai sesuatu yang
benar. Setiap manusia (kita), memerlukan sesuatu yang bisa dipercayai, bisa dipegang
sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh benar yang akan saya pegang sampai akhir
hidup saya sebagai pedoman bahwa memang ini adalah benar.
Kalau
saudara tidak mempunyai keyakinan yang demikian, hidup saudara akan
terombang-ambing, saudara tidak mempunyai arah, tidak mempunyai semangat, tidak
mempunyai kompas ke mana saya harus pergi, tidak mempunyai kepastian bagaimana
yang saya kerjakan ini oleh karena saudara tidak mempunyai keyakinan. Keyakinan
adalah sesuatu yang bisa dipegang dan diyakini bahwa itu benar, dipertahankan
sampai akhir hidupnya. Keyakinan itulah yang nanti akan memberikan arah bagi
kehidupan saudara, memberikan semangat dan membuat saudara bisa tahan
menghadapi segala macam persoalan dalam kehidupan ini karena mempunyai sesuatu
yang bisa dipegang sebagai pedoman, sebagai petunjuk dan sudah dipercayai,
diyakini sesuatu yang sungguh-sungguh benar.
Saudara
sekalian, apakah yang perlu kita yakini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh
benar? Ada empat dan tidak sulit:
1. Setiap umat Buddha sudah seharusnya yakin bahwa di dunia
ini memang ada dua macam perbuatan, perbuatan baik dan perbuatan yang tidak
baik.
Saudara
sekalian... Perbuatan baik dan perbuatan tidak baik ini adalah jelas tidak bisa
dikompromikan. Perbuatan baik adalah jelas sebagai perbuatan yang baik,
perbuatan yang tidak baik adalah jelas sebagai perbuatan yang tidak baik.
Mengapa jelas saudara sekalian? Oleh karena antara perbuatan yang baik dan
perbuatan yang tidak baik ini memang benar-benar berbeda, berbeda wujudnya,
berbeda akibat yang akan dihasilkan oleh dua macam perbuatan ini. Ada orang
mengatakan, "Ah... Bhante. Perbuatan baik dan tidak baik ini kan relatif,
tergantung yang memberikan merk, dia mengatakan perbuatannya baik, bagi saya
tidak baik, perbuatan ini bagi saya baik, bagi dia mungkin tidak baik. Oleh
karena itu menurut saya Bhante, perbuatan baik dan tidak baik ini tergantung
manusia yang menamakan". Ini tidak benar saudara, tidak benar oleh karena
perbuatan baik dan perbuatan tidak baik itu jelas bedanya dan juga jelas
akibatnya. Perbuatan baik dan tidak baik ini tidak bisa dikawinkan menjadi satu
macam perbuatan yang setengah baik dan setengah tidak baik. Perbuatan baik dan
tidak baik ini tidak bisa dikompromikan, "Saya ini Bhante, yah… kalau
dilihat kan tidak terlalu tidak baik, toh saya ini kan tengah-tengah, yang baik
sedikit tidak baik sedikit".
Saudara
sekalian mungkin kenal jenang (dodol). Dodol atau jenang ini dikatakan nasi
bukan dikatakan bubur bukan, itulah dodol. Dodol ini adalah setengah nasi
setengah bubur, tidak ada perbuatan yang semacam dodol ini saudara. Baik dan
jahat dikawinkan menjadi perbuatan seperti dodol tidak ada. Oleh karena antara
perbuatan baik dan tidak baik ini jelas bedanya, jelas pula akibatnya. Apakah
yang disebut 'baik' saudara? Semua perbuatan yang kalau saudara kerjakan akan
mengakibatkan berkurangnya penderitaan berarti berkurangnya serakah,
berkurangnya kebencian, berkurangnya kegelapan batin, siapapun yang
mengajarkan, siapapun yang menganjurkan, agama manapun yang mengajarkan itu
termasuk perbuatan baik dan harganya tetap sama: 'baik'.
Apakah yang
disebut perbuatan 'tidak baik' saudara? Perbuatan apapun juga yang kalau
saudara kerjakan membuat keserakahan bertambah, rasa benci bertambah, kegelapan
batin bertambah, berarti bertambahnya penderitaan, maka jelas siapapun yang
mengajarkan, siapapun yang menganjurkan itu termasuk perbuatan yang jahat:
'tidak baik', dan akibatnya adalah penderitaan.
Andaikata
saudara berbuat jahat dengan kepandaian saudara, saudara menceritakan kepada
orang lain, menghasut yang lain dengan kelihaian saudara sehingga orang lain
bisa membenarkan perbuatan saudara, "Oh memang benar saudara, membunuh itu
memang baik", dengan alasan demikian-demikian-demikian saudara bisa
melakukan itu karena kepandaian saudara, karena pengaruh saudara, tetapi hukum
kamma tetap berjalan sesuai dengan hukumnya, apa yang saudara kerjakan tetap
mempunyai nilai kejahatan dan pasti akan berakibat penderitaan.
Saudara bisa mencari alasan perbuatan saudara
membunuh itu adalah termasuk perbuatan yang baik, tetapi saudara tetap memetik
penderitaan, oleh karena pembunuhan baik siapapun yang melakukan, siapapun yang
mengerjakan tetap pembunuhan dan 'pembunuhan adalah kejahatan'.
Dengan yakin
bahwa di dunia ini ada dua macam perbuatan, satu macam perbuatan disebut
perbuatan baik satu macam perbuatan disebut perbuatan tidak baik, maka saudara
akan bisa memilih mana yang seharusnya saudara kerjakan, mana yang seharusnya
saudara cegah, jangan sampai saudara lakukan itu.
2. Semua perbuatan memberikan akibat, baik perbuatan yang
baik maupun perbuatan yang tidak baik, semuanya akan memberikan akibat.
Tidak ada
perbuatan yang tidak berakibat. Semua perbuatan akan membuahkan akibat,
perbuatan baik akan membuahkan kebaikan atau kebahagiaan, perbuatan jahat akan
mengakibatkan kejahatan atau penderitaan. Ini adalah hukum saudara sejak kita
belum dilahirkan, sejak Sang Buddha belum dilahirkan, hukum ini sudah ada...
Sang Buddha bukan pembuat hukum, Sang Buddha bukan perangkai hukum. Tidak
mungkin dan tidak pernah terjadi perbuatan jahat akan mengakibatkan
kebahagiaan.
Oh para Bhikkhu.
Tidak pernah mungkin dan tidak pernah akan terjadi perbuatan baik mengakibatkan
penderitaan, perbuatan baik pasti berakibat kebahagiaan, perbuatan jahat pasti
membuahkan penderitaan.
3. Yakin bahwa semua
akibat perbuatan itu akan dipetik sendiri oleh si pembuatnya, bukan orang lain.
Saudara
gagal, saudara kecewa, saudara jatuh bangkrut, rintangan, persoalan... semuanya
ini adalah akibat perbuatan saudara. Demikian juga sukses, bahagia, naik kelas,
lulus, dapat pekerjaan yang baru, kedudukan yang baru... semuanya ini juga
akibat dari perbuatan saudara.
Kehidupan ini bukan untung-untungan,
saudara... seperti orang main dadu. Kehidupan ini adalah perbuatan kita
masing-masing. Saudara akan sukses, saudara akan berhasil baik, memang itu
tujuan saudara. Tetapi jangan lupa, berusahalah saudara, tanpa usaha tidak
mungkin cita-cita saudara akan terwujud. Sembahyang perlu, doa perlu bukan
tidak perlu, tetapi sembahyang dan doa ini hanya bertujuan memperkuat keyakinan
kita, memperkuat iman semangat kita. Bukan berarti hanya dengan doa dan
sembahyang semuanya tercapai begitu saja, bukan berarti hanya dengan doa dan
sembahyang kemudian kekayaan rontok dari langit... tidak mungkin!
Dengan hadir
pada kebaktian, mengikuti upacara-upacara keagamaan, sesungguhnya kita berusaha
untuk memperkuat keyakinan kita. Jangan sampai keyakinan kita luntur, keyakinan
untuk berjuang, berusaha bekerja mencapai cita-cita kita... jangan saudara
berharap hanya dengan meminta segala-galanya akan terkabul.
Di jaman
kehidupan Sang Buddha, waktu itu di India hampir semua agama dikatakan agama
Brahma. Masyarakat India waktu itu memuja bermacam-macam dewa-dewa, apakah Sang
Buddha kemudian menentang dewa-dewa itu? Tidak. Sang Buddha mengatakan
dewa-dewa itu memang benar-benar ada, bukan tidak ada, hanya dewa-dewa itu juga
tidak kekal, mereka lahir sebagai dewa tetapi suatu saat mereka akan mati,
karena tidak ada kelahiran yang tidak berakhir dengan kematian, yang namanya
lahir pasti akhirnya mati, tidak ada lahir yang sonder (tanpa) mati. Justru
Sang Buddha mengajarkan hukum kamma bahwa 'siapa berbuat, siapa berusaha dia
akan mencapai' ...tanpa usaha jangan harap saudara akan mencapai. Suatu ajaran
yang asing, suatu ajaran yang sulit diterima oleh masyarakat waktu itu, suatu
ajaran yang keras, suatu ajaran yang tidak bisa menina-bobokan, suatu ajaran
yang tidak bisa memberikan iming-iming. Iming-iming itu seperti berikut,
"Kalau nanti kamu bisa menyelesaikan pekerjaan ini dalam sehari nanti akan
mendapatkan tambahan". Tapi pada saat pekerjaannya selesai tambahannya
tidak ada... itu iming-iming. Ajaran hukum kamma bukan suatu ajaran yang bisa
memberikan iming-iming. Memang bagi sementara orang susah menerima ajaran hukum
kamma ini, oleh karena ajaran hukum kamma ini mengajak kita berpikir dewasa...
Ayo berusaha, ayo berbuat, tanpa berusaha dan tanpa berbuat, jangan harap
engkau bisa memetik tanaman orang lain. Sang Buddha menjelaskan... saudara
mempunyai kedudukan, dihargai, dihormati, semua karena akibat perbuatan
saudara. Demikian pula sebaliknya... dicela, dihina, dimaki-maki juga akibat
perbuatan saudara, jangan menyalahkan Tuhan. Orang yang mengerti hukum kamma
tidak akan menyalahkan Tuhan, oleh karena suka dan duka, jatuh dan bangun
akibat dari perbuatannya sendiri. Saudara ingin kaya, saudara ingin punya wajah
yang lumayan, ingin mempunyai kedudukan yang tinggi bahkan ingin mencapai
kesucian, semuanya itu tergantung dari perbuatan saudara.
Semuanya ini
Sang Buddha jelaskan dengan jelas sekali, sampai saudara sekalian kalau saudara
ingin punya anak yang baik, ini terutama calon ibu... bisa! Ada caranya. Sang
Buddha juga menunjukkan cara ini kalau ibu-ibu kepingin punya anak, kepingin
anaknya yang nanti dilahirkan itu datang dari alam dewa bukan dari alam
setan... bisa! Ada caranya. Tetapi anak jangan banyak-banyak. Bagaimana caranya
saudara? Ibu–ibu ini harus bikin persiapan, kalau tidak membuat persiapan tidak
mungkin anaknya datang dari alam dewa. Dalam agama Buddha kita yakin bahwa di
mana ada kelahiran, sebelum kelahiran itu terjadi pasti ada makhluk yang meninggal,
makhluk yang mati. Setelah makhluk itu mati atau meninggal dia akan lahir
kembali di alam yang lain, sesuai dengan perbuatannya. Nah, kalau ibu-ibu
menginginkan anaknya yang dikandung, anaknya nanti yang dilahirkan bisa datang
dari alam dewa, perhatikan ini resepnya, jangan saudara berpikir yang
jelek-jelek. Seorang ibu yang ingin mempunyai anak yang datang dari alam dewa,
bukan dari alam setan, bukan dari alam binatang... bisa, kenapa tidak bisa? Dan
tidak usah mengkhawatirkan jangan-jangan nanti anak yang dilahirkan ini datang
dari alam binatang, jangan-jangan anak yang dilahirkan ini nanti dari alam
setan.
Kalau
menginginkan anaknya datang dari alam dewa ini resepnya, seorang ibu harus
mempunyai:
1. Medhavini, artinya ibu ini harus agak cerdas tidak boleh
blo’on. Kalau ibunya blo’on tidak mungkin anaknya datang dari alam dewa. Jadi
kalau saudara ingin anak dari alam dewa itu, tidak hanya cukup minta, mohon,
tetapi saudara harus membuat persiapan. Kalau persiapannya tidak dibuat, tidak cocok
sendernya (getarannya) , tidak mungkin ada dewa lahir menjadi anak saudara.
Meskipun sudah minta, yah minta dikabulkan, tapi dikasih anak yang datang dari
alam tuyul... mungkin ya. Pasti diberi apalagi kalau mintanya sungguh-sungguh.
Tetapi tunggu dulu, kalau persiapannya tidak beres yang datang juga bukan anak
dari alam dewa. Kalau saudara ingin anak dari alam dewa, tidak hanya sekedar
cukup minta atau pasang kaul. Orang pasang kaul itu seperti orang meminta
iming-iming, lebih baik kalau saudara mau berdana untuk vihara ini, tidak usah
kaul. Saudara tahu kaul, "Bhante… nanti kalau saya lulus ujian saya akan
dâna untuk Bhante satu set jubah". Nah kalau nggak lulus, nggak jadi dâna.
Ini kan seperti orang iming-iming. "Eh kamu jangan nangis, nanti kalau nggak
nangis dikasih permen" ...kalau nangis ya tidak diberi permen. Jangan
kepada dewa, kepada yang dihormati, ini kemudian merupakan iming-iming.Kalau
saudara mau berdana, dâna… setelah berdana baru bertekad, "Dengan kekuatan
perbuatan baikku ini semoga daganganku bisa lebih baik". Jangan kemudian
dibalik, "Kalau daganganku menjadi baik, baru nanti akan memberikan
sumbangan lampu, kalau nggak jadi baik, ya nggak".
2. Sîlavati, artinya
ibu ini harus punya moral, harus menjaga Pañcasîla. Kalau sering melanggar
Pañcasîla tidak mungkin anaknya datang dari alam Dewa.
3. Nah ini agak
susah, dalam bahasa Pali disebut Sasudeva, artinya seorang calon ibu (seorang
istri) harus menghargai mertua dan famili dari suaminya dengan ramah tamah
seperti menghargai dewa-dewa. Karena itu kalau ada menantu perempuan yang tidak
cocok dengan mertua, ini dewa tidak mungkin lahir ke sana. Mulai sekarang kalau
ada ketidak-cocokan ya diselesaikan saja.
4. Patibadha,
artinya seorang istri yang menginginkan anak datang dari alam dewa harus setia
kepada suami.
Ke empat
cara ini, perbuatan sikap yang harus saudara punyai, supaya nanti anak saudara
lahir dari alam dewa. "Inikan 'Ibu'nya Bhante, lalu 'Bapak'nya bagaimana?
Boleh sembarangan?" 'Bapak'nya juga ada syarat, syaratnya juga empat, tapi
sesungguhnya malam hari ini, saya tidak akan cerita tentang mendapatkan anak
dari alam dewa, karena itu syarat untuk Bapak lain waktu saja, separuh dulu.
Saya lihat tante-tante ada yang gelong, gelong tahu ya? "Ah…
sekarang Bhante". Apakah yah… tante-tante masih
kepingin punya anak yang datang dari alam dewa?
Saudara-saudara sekalian... Apa yang saya
jelaskan ini ada artinya, bahwa ingin punya anakpun semuanya itu adalah akibat
perbuatan. Jangan harap kalau saudara tidak mempunyai perbuatan yang baik,
tidak mempunyai persiapan yang baik, saudara akan mendapatkan anak yang baik.
Tidak ada kejadian di alam semesta ini yang muncul begitu saja, semua ada
sebabnya dan sebabnya itu perbuatan kita masing-masing. Kebahagiaan,
keberhasilan adalah akibat perbuatan kita... kegagalan, kekecewaan adalah
akibat perbuatan kita. Tetapi jangan kemudian saudara berkecil hati, tidak ada
penderitaan yang kekal, kejengkelan, ketidak-berhasilan, rintangan, problem,
persoalan... ada waktunya untuk berakhir. Jangan keburu saudara patah semangat
tetapi juga harus diingat keberhasilan juga tidak untuk selama-lamanya. Ada
saatnya kita berhasil, ada saatnya kita tenggelam. Berhasil... kembali,
jatuh... kembali, timbul persoalan... tenggelam, timbul yang baru... tenggelam,
demikian hidup ini. Kebahagiaan... tenggelam, sukses... tenggelam, muncul...
tenggelam, timbul... tenggelam, demikian hidup ini sampai nanti kita mati,
sampai lahir kembali, demikian kembali, timbul... tenggelam, timbul...
tenggelam, timbul... tenggelam. Apakah saudara tidak bosan? Oleh karena itulah
saudara sekalian, menghadapai persoalan, menghadapi kesulitan, menghadapi
bencana jangan putus asa, oleh karena semuanya itu tidak kekal. Demikian pula
menghadapi keberhasilan, kesuksesan... jangan takabur, jangan sombong, karena
keberhasilan itupun tidak kekal.
Jadi saudara
sekalian... Keyakinan kita ketiga ini adalah semua perbuatan yang baik dan
jahat itu berakibat dan akibat itu si pembuat akan menerimanya sendiri, bukan
anaknya, bukan cucunya.
Ada satu
cerita perumpamaan yang menarik, ini hanya sekedar cerita, saya tidak tahu
apakah di sini ada kebiasaan itu atau tidak, kalau di Jawa Tengah sana ada satu
kota yang kalau ada Bhikkhu berkhotbah pasang telinga baik-baik, kalau ada
sesuatu yang aneh, kemudian dimistik, pasang buntut: keluar!
Saudara
sekalian... Ada satu Raja yang mempunyai empat Menteri, tetapi yang selalu
kelihatan hanya tiga Menterinya. Tiap hari masyarakat, rakyatnya, hanya melihat
bahwa Raja ini hanya mempunyai tiga Menteri, tapi sesungguhnya Raja ini
mempunyai empat Menteri. Tiga Menteri ini kelihatannya cukup setia, selalu
mengelilingi, selalu kelihatan dekat-dekat, di mana ada Raja... di mana ada
ketiga-tiganya. Tetapi Menteri yang ke-empat ini tidak pernah muncul, andaikata
muncul jarang sekali, sampai orang tidak mengerti dan menganggap Raja ini hanya
mempunyai tiga Menteri. Suatu saat kerajaan ini terbakar diserang musuh,
Rajanya kabur lewat pintu belakang kemudian siapa yang setia, tiga Menteri ini
tidak berani, tidak bersedia mengikuti Raja meninggalkan istana, tidak berani
melindungi dan menyelamatkan Raja, tetapi waktu Raja keluar melalui pintu
belakang, di situ sedang menunggu Menteri yang ke-empat, yang menuntun Raja,
yang membantu Raja ke mana Raja akan pergi melarikan diri, ke Hawaii atau ke
Amerika, seperti Marcos, tetapi cerita ini bukan cerita Marcos. Apa artinya ini
saudara sekalian... apa perumpamaan dari cerita ini saudara? Tiga Menteri yang
selalu mengelilingi Raja itu seperti tiga hal yang selalu mengelilingi kita,
apakah itu? Kekayaan, kedudukan, dan nama harum.
Masyarakat
biasanya mengukur seseorang itu karena kekayaannya, karena kedudukannya di
masyarakat dan juga masyarakat itu melihat orang itu baik atau jelek karena
namanya. Nama harum, pujian, sanjungan, kedudukan, dan kekayaan yang selalu
menyertai ke mana saja orang itu pergi, dan orang lain selalu melihat ketiga
hal ini. Tetapi saudara harus sadar pada saat kematian nanti ketiga-tiganya
tidak bisa dibawa. Pujian, sanjungan, berhenti sampai kematian, kekayaan stop
sampai kematian, pangkat berhenti sampai kematian. Menteri yang ke-empat adalah
kebaikan, hanya perbuatan yang baik, perbuatan baik itulah yang dilambangkan
Menteri yang ke-empat, yang akan bisa ikut waktu kematian ini tiba.
Kebaikan
itulah yang akan ikut ke mana kita pergi sesudah kematian, kebaikan itulah yang
menghibur kita saat-saat terakhir nanti kita akan menutup mata. Karena itu yang
umurnya sudah dekat-dekat, saya tidak menakut-nakuti, mumpung masih sehat ayo
banyak berbuat baik. Siapa nanti yang menghibur saudara pada saat saudara akan
menutup mata, meskipun ditunggui anak, ditunggui cucu, mereka tidak bisa
menghibur, hanya perbuatan baik yang bisa menghibur saudara. Tidak hanya
menghibur saat kematian, sesudah kematian kebaikan tetap akan menyertai saudara
ke mana saudara akan pergi.
Sesunguhnya
tidak hanya kebaikan, perbuatan jahatpun juga akan ikut ke mana saudara akan
pergi. Perbuatan jahat merugikan saudara, perbuatan baik membantu saudara,
melindungi saudara —Kammapatisarano. Kammapatisaranâ, pelindung saudara itulah
sesungguhnya perbuatan baik saudara sendiri.
4. Saudara-saudara
sekalian, sekarang keyakinan yang keempat adalah bahwa Sang Buddha Gautama ini
benar-benar telah mencapai penerangan sempurna.
Apa yang
Sang Buddha ajarkan ini tidak seperti seorang filosof yang mengajarkan
filsafat. Sang Buddha ini bukan tukang otak-atik gatuk. Tahu yah otak-atik
gatuk itu? Otak-atik gatuk itu seperti guru, guru itu diguguh dan ditiru
artinya dipercaya dan dianut, bumi itu ibu pertiwi katanya. Itu ilmu gatuk yah
dicocok-cocokkan sampai cocok. Apa yang Sang Buddha ajarkan bukan demikian, apa
yang Sang Buddha ajarkan benar-benar sesuatu yang dilihat oleh Sang Buddha
sendiri pada saat Beliau mencapai penerangan sempurna dengan kemampuan Beliau
sendiri, bukan diberi tahu oleh orang lain, bukan belajar dari guru yang lain,
bukan diberitahu oleh dewa yang lain, tetapi karena telah sempurna paramita
dalam kehidupan Beliau yang lampau, maka Pangeran Siddhatta ini dengan
kekuatannya sendiri mencapai penerangan sempurna, melihat kesunyataan dan
mengajarkan apa yang telah Beliau lihat itu kepada kita. Ini adalah keyakinan
kita yang keempat, kita yakin bahwa apa yang Sang Buddha ajarkan itu bukan
pelajaran yang tiru-tiru. Bukan tafsiran saya, tetapi benar Sang Buddha
mengatakan demikian, dan bukan hanya benar Sang Buddha mengatakan demikian,
saudara mendapatkan jaminan apa yang Sang Buddha ajarkan ini, saudara bisa
membuktikan sekarang. Keyakinan kita yang keempat adalah kita yakin sebagai
seorang umat Buddha, sudah tentu bahwa Guru agama kita Sang Buddha ini
benar-benar mencapai penerangan sempurna dan mengajarkan yang telah Beliau
lihat kepada kita.
Saudara
sekalian, ajaran Sang Buddha ini banyak. Mengapa kita hanya diajarkan,
ditekankan untuk yakin pada hukum kamma? Empat keyakinan ini kalau disingkat
hanya menjadi dua keyakinan, yang terakhir yakin bahwa Sang Buddha Gautama ini
benar-benar mencapai penerangan sempurna, yang ketiga ini yakin hukum kamma ini
ada. Tidak usah kita takut pada hukum kamma, karena kalau kita tidak berbuat
jahat, tidak mungkin hukum kamma itu akan memberikan buah penderitaan kepada
kita, dan kalau kita berbuat jahat tidak ada yang memberi, sudah otomatis
penderitaan akan kita alami.
Saudara
sekalian... Dengan mengerti hukum kamma ini, dengan yakin pada hukum kamma ini
membuat kita tidak putus asa dan berkeyakinan:
1. Semua penderitaan adalah akibat perbuatan kita, dan
penderitaan ini tidak kekal.
2. Orang yang mengerti hukum kamma tidak akan berhenti
berbuat baik, oleh karena meskipun orang ini berbuat baik banyak, meskipun
orang ini kemudian menderita, tidak berhasil hidupnya, tidak sukses hidupnya,
orang yang mengerti hukum kamma tidak akan berhenti berbuat baik, oleh karena
dia yakin dan sadar bahwa perbuatan baik itu tidak mungkin akan sia-sia, kalau
tidak berbuah sekarang akan berbuah sepuluh tahun kemudian, akan berbuah dihari
tua kemudian, juga akan berbuah pada kehidupan yang akan datang. Di agama yang
lainpun perbuatan yang baik ini selalu dihargai, tidak ada satu agamapun yang
tidak menghargai perbuatan baik, yang menghargai perbuatan jahat. Semua agama
menghargai perbuatan baik dan mencela perbuatan jahat. Kalau ada satu agama
yang mengajarkan ada surga, ada neraka, maka nanti saya yakin bukan orang yang
baik yang masuk neraka, tetapi saya yakin seyakin-yakinnya meskipun saya belum
pernah melihat atau sudah pernah melihat tetapi lupa, saya yakin
seyakin-yakinnya kalau memang setelah kematian ini tidak ada kelahiran kembali,
tidak ada tumimbal lahir, yang ada hanya surga dan neraka, saya tetap yakin
bahwa hanya orang baik yang masuk surga, orang jahat pasti masuk neraka, tidak
mungkin terbalik.
Oleh karena
itu seperti yang saya sampaikan di depan, ajaran Sang Buddha ini universal,
orang boleh tidak senang agama Buddha tetapi susah untuk membantah, semua orang
punya pilihan. Saya menjadi umat Buddha atau bukan, tetapi susah... susah untuk
membantah apa yang Sang Buddha ajarkan. Jarang saudara mencari orang yang
memuji kejahatan, jarang saudara mencari orang yang mencela perbuatan yang
baik. Di dalam satu khotbah yang disebut Mahâcattârika sutta, Sang Buddha
mengatakan, kalimat ini susah untuk dimengerti, saya akan menyalin dengan
kata-kata saya sendiri. Kalau sampai ada seorang pandita, seorang brahmana,
seorang yang terpelajar, kalau sampai ada dewa, kalau sampai ada orang
bijaksana memuji kejahatan dan mencela kebaikan maka anjing yang makan tai itu
harus dipuji.
Apa artinya
ini saudara sekalian? Ini artinya bahwa tidak mungkin di dunia ini orang yang
bijaksana, orang yang mengerti, akan mencela kebaikan dan memuji kejahatan.
Andaikata toh ada surga dan neraka tidak ada kelahiran kembali, tidak ada
inkarnasi, yang ada hanya surga dan neraka, saya yakin sekali lagi dan
keyakinan saya ini tetap akan saya pertahankan sampai saya mati, andaikata
tidak ada inkarnasi, andaikata benar ada surga dan neraka sesudah kematian ini,
saya yakin hanya orang yang baik yang masuk surga dan orang yang jahat masuk
neraka, kalau tidak demikian, tidak mungkin terjadi.
Oleh karena
itulah saudara sekalian... Mari kita berbuat baik, ini memang susah. Ada satu
pepatah untuk belajar berbuat baik perlu tiga tahun, untuk belajar berbuat
jahat cukup tiga hari. Memang perbuatan jahat itu menggoda kita, karena
kejahatan itu memberikan kenikmatan tetapi penderitaan dikemudian, inilah racun
yang rasanya madu. Kalau kejahatan tidak memberikan kenikmatan, orang tidak
terpikat berbuat jahat. Karena kejahatan memberikan kenikmatan, kemudian orang
kepincut, kesengsem... terpikat berbuat jahat. Kebaikan memberikan kebahagiaan,
kebahagiaan tetapi tidak segera, kebaikan tidak segera memberikan kebahagiaan,
tetapi kebahagiaan yang diberikan oleh kebaikan akan bertahan lama, hanya orang
yang mengerti yang mau berbuat baik.Saudara-saudara sekalian... ada beberapa
macam kebaikan, ada tiga macam perbuatan yang baik, ada tiga kelompok perbuatan
baik:
1. Dâna.
2. Sîla.
3. Bhâvanâ.
Dâna adalah
perbuatan baik yang paling gampang saudara, orang jahat sekalipun bisa
memberikan dâna, orang tidak punya sîla sekalipun bisa memberikan dâna, orang
tidak pernah meditasi sekalipun bisa memberikan dâna. Kalau saudara ingin
berbuat baik, berbuat baik yang paling gampang adalah berdana, apakah memberikan
nasehat, apakah tenaga, apakah barang-barang, makanan, pakaian, dan segala
macam. Dâna yang paling tinggi menurut agama Buddha adalah dâna yang
dipersembahkan kepada Sangha yang datang dari empat penjuru, artinya saudara
berdana ini bukan kepada person (pribadi) Bhikkhu tetapi kepada Sangha yang
harus diterima minimal oleh empat orang Bhikkhu, tidak boleh kurang. Ini dâna
yang tertinggi, apalagi jika dâna ini diberikan pada saat Kathina, tetapi
perbuatan baik ini bukan perbuatan baik yang satu-satunya yang tertinggi, masih
ada perbuatan baik yang lain. Meskipun orang memberikan dâna kepada Sangha,
manfaat dari kebaikan ini masih kalah dengan menjalani Pañcasîla, menjalani
Sîla itulah saudara-saudara sekalian... perbuatan baik yang jauh lebih susah
dari memberikan dâna, tetapi menjalani Sîla akan memberikan manfaat yang lebih
besar, lebih tinggi, dan lebih lama.
Sîla ini
tidak hanya sekedar menghentikan kejahatan, tidak merugikan orang lain tetapi
juga bertanggung jawab, disiplin. Kalau diundang rapat jam lima, tepat jam lima
usahakan untuk hadir, syukur sepuluh menit sebelumnya, kalau biasanya ada
undangan rapat jam lima tepat jam lima hadir, itu bukan biasa... sangat baik,
kalau terlambat sepuluh menit… baik, kalau terlambat setengah jam… biasa, kalau
kurang setengah jam sudah datang… luar biasa.
Saudara
sekalian, menjalani Sîla termasuk menepati kewajiban, bertanggung jawab
menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, tidak separuh-separuh, tidak
hanya mengendalikan diri dan tidak berbuat jahat. Sîla mempunyai arti yang
luas, apakah kewajiban anak kepada orang tua, istri kepada suami, suami kepada
istrinya, orang tua terhadap anak-anaknya, saudara di tengah-tengah masyarakat
di mana saudara tinggal, ini
adalah Sîla, Câritta Sîla —sesuatu yang harus dikerjakan.
Tidak membunuh, mencuri, berzinah, inipun Sîla, ini Vâritta Sîla —sesuatu yang
harus dihindari. Kewajiban adalah Sîla, bertanggung-jawab adalah Sîla, mencegah
untuk tidak berbuat jahat itupun Sîla.
Tetapi,
menjalani Sîla itu bukan perbuatan baik yang tertinggi, ada kebaikan yang lebih
tinggi yang lebih sulit untuk dilakukan, yaitu Bhâvanâ —bermeditasi.
Saudara
sekalian... Kemarin saya membaca buku yang diberikan oleh seorang mahasiswa
dari Yogya, yang diterbitkan oleh yayasan Kanisius, Yayasan Katholik, yang
ditulis seorang Pastur dari Wonogiri, sebaya dengan saya. Tulisan buku ini
adalah menjelaskan bahwa agama Katholik ini mengambil sistem meditasi ini dari
agama Buddha, terang-terangan, tidak sembunyi-sembunyi, jelas disebutkan, ini
cara meditasi agama Buddha.
Nah, saudara
sekalian... Agama Buddha tanpa meditasi sesungguhya bukan agama Buddha, kalau
sampai umat Buddha sendiri tidak meditasi dan umat agama lain yang mengambil
pelajaran dari kita untuk meditasi, itu namanya dunia sudah terbalik.
Meditasi
memang sukar, meditasi memang tidak gampang tetapi saya tidak menuntut saudara
untuk meditasi sehari penuh, cukup sehari sekali. Berikan tenang pada pikiran
saudara, berikan pikiran saudara istirahat, mengaso dengan memusatkan pikiran.
Bermeditasi maka saudara akan memperoleh kekuatan, meskipun hanya sebentar,
manfaat meditasi ini jauh lebih besar dari menjalani Sîla dan Ber-dâna.
Berdana yang
bagaimanapun juga, menjalani Sîla dengan sebaik-baiknya masih kalah manfaatnya,
kalau dibandingkan dengan bermeditasi. Meditasi memang sulit, memang sukar,
tetapi meditasi memberikan yang paling banyak dan paling baik. Bukan berarti
kita memilih salah satu dari yang tiga ini, umat Buddha harus memupuk kebaikan,
menambah kebaikan dengan tiga jalan ini: Berdana, menjaga kesusilaan, menjaga
moral dan tidak lupa bermeditasi.
Saudara sekalian... Orang sering salah
mengartikan demikian, dan ini banyak terjadi pada hampir setiap umat Buddha.
"Ah... saya ini tidak mau repot-repot Bhante untuk ikut kegiatan ini
kegiatan itu, urus Vihara, rapat ini rapat itu, urus sekolah minggu, dsb.
Pokoknya saya ini kan sudah mengendalikan diri, dalam agama Buddha yang penting
kan hanya mengendalikan diri. Saya kan sudah tidak menjahati orang lain, …cukup
perkara. Dia yang mau sibuk, biar dia yang pikul sendiri". Ini di
mana-mana saudara, kalau ada satu, dua saudara kita umat Buddha yang mau
bekerja yah semua pekerjaannya ditumplek di situ. Nah, pikul sendiri supaya
kamu banyak berbuat baik, saya tidak usah, nanti kalau ada rapat, kalau ada
pertemuan, kalau ada pekerjaan. Sulit... sangat sulit mencari orang yang mau
membantu kita, yang penting kan mengendalikan diri.
Saudara
sekalian... Kalau saudara mau bekerja untuk orang lain, saudara akan bisa
menikmati kebahagiaan yang luar biasa, mungkin ini belum pernah saudara
lakukan. Cobalah saudara bekerja untuk orang lain itu memberikan kebahagiaan
yang luar biasa, tanpa pamrih, bahagianya dagangannya naik, anaknya lulus, Si
Itu sudah dapat pasangan, jualannya laku, kalau dibandingkan dengan bahagianya
orang yang bisa bekerja untuk orang banyak. Kebahagiaan dari bekerja untuk
orang banyak ini, luar biasa saudara. Kalau saudara ingin merasakan, cobalah
berusaha bekerja untuk orang banyak. Saya bukan omong kosong, para Bhikkhu ini
tidak pernah punya uang, andaikata dapat dâna, dâna ini nanti akan dikembalikan
untuk kepentingan saudara: cetak buku, bangun Vihara, dsb, mendirikan sekolah,
dst. Istri tidak punya, anak apalagi, pangkat tidak ada, kekayaan tidak punya,
rumah tidak punya. Bhante Sombat alamatnya di Sunter, saya alamatnya di
Mendut... itu hanya alamat, supaya nanti surat-menyurat itu gampang, bukan
berarti kemudian rumahnya di situ. Para Bhikkhu ini... jangan salah mengerti,
kami ini tidak punya rumah, berkelana, berjalan dari satu kota ke kota yang
lain, makan hanya sekali dua kali, pakaian satu dua lembar, kekayaan tidak ada.
Tetapi saudara sekalian... Kami merasa bahagia karena kami mempunyai waktu yang
jauh lebih banyak daripada saudara bekerja, mengabdi demi kepentingan orang
banyak.
Benar
saudara... Para Bhikkhu ini tidak mempunyai apa-apa. Oleh karena para Bhikkhu
ini mengabdi demi kepentingan orang banyak selain bertujuan mencapai kesucian,
hidup bersih, maka justru karena hidup bersih dan bisa mengabdi demi
kepentingan orang banyak, para Bhikkhu ini merasa bahagia.
Saudara sekalian... ada orang yang
mengatakan, "Bhikkhu-bhikkhu ini kan egois —Kokatti, tidak mau pelihara
istri, tidak mau punya anak, apakah istri itu semacam perkutut atau semacam
kucing, Bhikkhu ini kok tidak mau pelihara istri". Yang egois... yang lebih
egois, saya atau saudara? Coba saudara hitung kalau saudara cari uang, cari
mata pencaharian, cari penghasilan nomor satu untuk anak-istri, untuk
istri-anak, suami-anak, anak-suami, apalagi sekarang cukup dua anak, cukup dua
istri, oh… jangan.
Sebagian besar saudara cari uang, cari
makan, cari nafkah, istriku-anakku, anakku-istriku, yah memang ada yang
mengabdi tetapi sedikit. Berbeda dengan para Bhikkhu ini saudara, para Bhikkhu
ini tidak pernah berpikir istriku-anakku, anakku-istriku... tidak pernah, kami
hanya berpikir bagaimana kami bisa berusaha untuk menghancur-leburkan serakah
dan benci, dan kegelapan batin yang ada di dalam diri kami ini dengan
sebaik-baiknya, kemudian menggunakan waktu, tenaga, pikiran, semuanya mengabdi
demi kepentingan saudara... dan kami merasa bahagia.
Nah, saudara
sekalian... Saya tidak meminta saudara menjadi Bhikkhu semua, saya juga tidak
meminta lima puluh persen hidup saudara untuk mengabdi... tidak. Tetapi saya
cukup meminta saudara untuk memberikan sepuluh persen dari hidup saudara, waktu
saudara, untuk mengabdi demi kepentingan orang banyak kalau lebih syukur,
karena dengan pengabdian itu saudara akan memperoleh kebahagiaan.
Orang yang
gampang frustasi, gampang kecewa, orang ini adalah orang yang 'aku'nya besar,
makin besar 'aku'nya makin gampang tersinggung, makin gampang kecewa, gampang
putus asa. Tetapi sebaliknya, orang yang makin tipis 'aku'nya, orang yang
berusaha menghancur-leburkan 'aku'nya, orang ini akan bahagia, tidak gampang patah
semangat, tidak gampang frustasi, tidak gampang terkena tekanan batin.
Kenapa
sekarang ini banyak orang terkena tekanan batin? Banyak orang terkena stress,
jarang orang menjadi Bhikkhu, oleh karena sekarang ini makin besar aku —ego
yang kita miliki. Sekarang Persatuan Bangsa-Bangsa membuat tahun ini sebagai
tahun perdamaian. Apa yang akan diberikan oleh umat Buddha untuk tahun
perdamaian ini? Saya menyarankan sebagai berikut:
1. Memperkecil keakuan.
2. Memperbanyak meditasi.
Oleh karena
dengan memperkecil keakuan, saudara akan mengurangi tekanan mental yang sering
muncul dalam pikiran saudara. Orang yang 'aku'nya kecil, jarang... sukar
tersinggung, sukar terkena persoalan-persoalan yang merugikan dan membuat
tekanan mental, tekanan batin. Justru orang yang besar 'aku'nya yang sering
menderita.
Oleh karena
itulah saudara sekalian, berikan waktu, sisihkan waktu dalam kehidupan saudara
sehari-hari untuk bisa mengabdi demi kepentingan masyarakat. Kami (para
Bhikkhu), telah menyisihkan waktu kami sebanyak mungkin demi masyarakat,
andaikata pekerjaan kami tidak berhasil, kami tidak akan menyesal oleh karena
kami tidak hanya diam berpangku tangan, kami telah berusaha membuat kehidupan
ini menjadi kehidupan yang sebaik-baiknya.
Para Bhikkhu
berusaha membuat hidupnya ini tidak sia-sia, suatu hidup yang bermanfaat,
mengisi kemajuan dirinya sendiri sepenuh-penuhnya demi manfaat orang banyak,
dan dengan demikian jarang kita ini bisa menyesal. Andaikata toh pekerjaan kita
tidak berhasil, kita tidak perlu menyesal oleh karena kita telah melewatkan
kehidupan ini dengan mengisinya dengan sebaik-baiknya. Jangan putus asa
saudara-saudara sekalian, jatuh... bangkit kembali, gagal... bangun kembali,
karena tidak ada kesulitan yang akan mencengkeram kita untuk selama-lamanya.
Kesulitan, problem, persoalan, kesedihan, semuanya tidak kekal, oleh karena itu
jangan patah semangat, jangan putus asa, maju terus tambah kebaikan, karena
hanya perbuatan baik yang bisa menyelamatkan kita, menguntungkan kita, membantu
kita dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan yang akan datang. Inilah
inti ajaran Sang Buddha.
Apakah
ajaran seperti ini sekarang sudah basi? Justru ajaran seperti ini sekarang
relevan.
Manusia
modern, kadang-kadang sudah tidak senang pada upacara, justru agama Buddha
menarik mereka. Agama Buddha bukan tidak menghargai upacara, menghargai
benar-benar. Upacara bermanfaat, tetapi ada batasnya, bukan berarti berupacara
itu semuanya bisa terkabul, semuanya bisa selesai. Upacara ini menambah
semangat, menambah iman, memperkuat keyakinan kita, memperkuat daya tahan kita,
tetapi untuk berhasil kita harus berusaha. Oleh karena itu, sekali lagi saudara
sekalian, marilah kita berusaha, tidak ada perbuatan yang lebih mulia daripada
berusaha. Memang ini berat, tetapi tidak ada pilihan lain. Naik kelas, lulus
sekolah, keluarganya berhasil, pekerjaannya berhasil, harus berjuang.
Sang Buddha
mencapai ke-Buddha-an juga bukan karena malas-malas, para Arahat juga bukan
karena malas-malas. Orang yang malas akan ketinggalan, orang yang berjuang akan
berhasil. Berjuanglah demi kepentingan saudara, tetapi juga jangan lupa,
berjuanglah untuk mengabdi pada masyarakat. Siapa yang mau mengabdi lebih
banyak, dia akan menikmati kebahagiaan yang lebih banyak, kebahagiaan yang lain
daripada yang lain. Oleh karena pengabdian itu menghancurkan keakuan, sedangkan
keakuan itu sumber penderitaan.
Saudara
sekalian... Demikian secara singkat apa yang Sang Buddha ajarkan kepada kita.
Sesungguhnya Sang Buddha ini tidak mengajarkan yang sulit-sulit, secara
praktek, apa yang harus kita kerjakan. Sang Buddha hanya mengajarkan untuk
menyingkirkan kejahatan, tambahlah kebaikan, jaga dan bersihkan pikiranmu sendiri,
oleh karena memang demikian tugas kewajiban kita, demikian kodrat kita ini.
Kalau
manusia menyenangi kejahatan, membenci kebaikan, tidak peduli dengan
masyarakat, itu adalah manusia yang bukan berjalan di atas kodrat. Wajarnya
manusia adalah menjauhi kejahatan, menambah kebaikan, menjaga dan membersihkan
pikiran sendiri, mengabdi demi kepentingan yang lain. Pak tani memberikan jasa
kepada kita, pedagang memberikan jasa kepada kita, guru-guru memberikan jasa
kepada kita, para Bhikkhu memberikan jasa kepada kita, umat memberikan jasa
kepada para bhikkhu, semua saling membutuhkan.
Sang Buddha
telah memberikan jasa besar kepada kita, sekarang apa yang sudah saudara
berikan, apa yang sudah saudara haturkan kepada Sang Buddha yang telah banyak
memberikan kepada kita?
Nah,
saudara-saudara sekalian... Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ini menjadi
bahan renungan bagi saudara dan berguna bagi kehidupan saudara.
Sang Buddha
pernah mengucapkan SUKHA SADDHÂ PATI TITTHA —orang yang mempunyai keyakinan
yang kuat, orang ini akan bahagia, karena keyakinan itu pangkal segala-galanya.
Untuk memulai sesuatu orang harus mempunyai keyakinan, untuk bisa bekerja
dengan sebaik-baiknya orang harus punya keyakinan, untuk supaya hidupnya ini
genah, genah itu baik teratur, tidak kesasar-kesusur, tidak tersesat orang juga
harus perlu keyakinan.
Keyakinan
adalah kompas, keyakinan adalah arah, keyakinan adalah pedoman. Sesuatu yang
kita yakini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh benar, dan kita pegang
kebenarannya itu sebagai pedoman sampai kapanpun juga. Berbahagialah saudara
yang mempunyai keyakinan yang benar, karena dengan keyakinan itu saudara akan
bisa mengatur perbuatan saudara, menghindari perbuatan yang merugikan dan berusaha
menambah perbuatan yang menguntungkan.
Semoga Tuhan
Yang Maha Esa, Sang Tiratana selalu memberkahi saudara. Semoga semua makhluk
berbahagia. Sekian dan terima kasih.***
oleh: Bhikkhu Sri Paññavaro
Sumber Asli: Kaset Khotbah Dhamma
Sumber : KUMPULAN DHAMMADESANA Sri Paññavaro Mahâthera;
Bhikkhu Sukhemo Mahâthera (editor); 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar