Senin, 14 November 2011

Madu dan Racun


Saudara-saudara yang berbahagia... Atas permintaan saudara-saudara sekalian dengan sangat gembira malam hari ini, saya bersama dengan Bhante Sombat hadir di tengah–tengah saudara dengan satu tujuan, tidak lain dan tidak bukan adalah menggunakan kesempatan ini untuk bersama-sama belajar Dhamma.

         Saudara-saudara yang berbahagia... Dibandingkan dengan agama-agama yang lain, agama Buddha termasuk agama yang tertua. Sebelum agama dan kepercayaan-kepercayaan lain muncul di dunia ini, agama Buddha sudah lebih dahulu dikenal oleh umat manusia lebih dari 2500 tahun yang lampau. Waktu itu negara Eropa, negara-negara Barat masih primitif, masih belum maju dan beradab seperti sekarang, Sang Buddha telah mengajarkan Dhamma yang memang luar biasa.

         Saudara-saudara... Meskipun agama Buddha muncul 2500 tahun yang lampau, bukan berarti apa yang Sang Buddha ajarkan itu sesuatu yang sudah ketinggalan jaman sehingga perlu diperbaiki, sehingga perlu direvisi. Justru saudara sekalian, orang-orang besar di dunia ini mengakui bahwa ajaran agama Buddha sekarang ini lebih kelihatan relevan dan memang lebih relevan, artinya lebih cocok dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu saudara sekalian... Sebenarnya saudara dan saya bisa lebih banyak memperoleh manfaat dari agama Buddha kalau kita semua ini mau belajar meneliti lebih dalam dan lebih seksama ajaran Sang Buddha. Kalau kita hanya sekedar mengenal agama Buddha, kalau kita sekedar hanya menganut agama Buddha, kalau kemudian kita hanya sekedar melakukan sembahyang, puja, kebaktian dan tidak berusaha mencari tahu, tidak berusaha mengerti apa yang sesungguhnya Sang Buddha ajarkan, kita tidak mungkin mendapatkan manfaat yang lebih banyak. Banyak manfaat dari ajaran Sang Buddha yang masih tersembunyi, banyak manfaat dari ajaran Sang Buddha yang belum pernah kita kenal. Oleh karena itu makin banyak kita belajar, makin banyak kita meneliti, mendalami apa yang Sang Buddha ajarkan dan kemudian menghayati, maka makin banyak manfaat yang bisa kita petik dari ajaran Sang Buddha.

         Saudara-saudara sekalian, 2500 tahun yang lampau hingga sekarang, ajaran Sang Buddha ini berkembang dari India di sebelah barat sampai ke ujung Jepang sebelah timur, dari Sri Lanka sebelah selatan sampai ke Tibet sebelah utara, dari Eropa sampai ke Australia ke Amerika. Dalam perjalanan sejarah selama 2500 tahun ini saudara sekalian... agama Buddha dengan damai diterima oleh bangsa-bangsa di dunia ini tanpa menggunakan kekerasan sedikitpun dan tanpa mendapatkan perlawanan dari bangsa-bangsa yang kenal agama Buddha. Oleh karena memang sejak dahulu sampai sekarang semangat ajaran Sang Buddha ini adalah semangat yang lemah lembut, semangat yang cinta damai, semangat yang penuh dengan toleransi tetapi tetap mempertahankan ajaran-ajaran yang mendasar dari ajaran Sang Buddha itu sendiri.

         Saudara-saudara sekalian... Karena perjalanan sejarah yang cukup panjang (2500 tahun) itu kadang-kadang ajaran Sang Buddha ini terbungkus... terbungkus oleh bermacam-macam bungkus yang berwarna-warni yang kadang-kadang orang susah melihat isi yang sesungguhnya.

         Kalau masyarakat melihat agama Buddha, kalau masyarakat melihat umat Buddha, mereka tidak gampang simpati, apalagi jatuh cinta kepada agama Buddha. Apa sebabnya saudara? Oleh karena yang kelihatan di luar, yang menjadi kesan pertama bagi masyarakat terhadap umat Buddha, terhadap agama Buddha ini sungguh kurang menarik. Kalau masyarakat melihat saudara-saudara, "Oh... umat Buddha ini kalau sembahyang sakepenake dewe". Pakaiannya tidak diperhatikan, kadang-kadang pakai celana pendek, pakai kaos, apalagi duduknya di bawah, tidak rapi tidak necis. Ini sudah membuat kesan tidak gampang, tidak senang orang ikut dengan saudara. Kesan seperti ini tidak bisa membuat mereka jatuh cinta kepada saudara, apalagi kemudian melihat agama Buddha ini sembahyangnya pakai altar, pakai patung-patung bahkan kadang-kadang patungnya besar sekali, dan kemudian patungnya banyak. Orang kemudian berpikir, "Oh tentu agama Buddha ini satu agama yang mengajarkan kita untuk menggantungkan diri kepada patung-patung, memohon-mohon kepada patung-patung, ah... ini tentunya agama yang sudah ketinggalan jaman, satu agama yang sudah tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, satu agama yang tidak mempunyai daya tarik, satu agama yang tidak menarik saya". Kemudian mereka tidak simpati kepada kita. Saudara-saudara sekalian, inilah kesan-kesan pandangan pertama bagi masyarakat terhadap saudara, terhadap kita, terhadap agama kita yang menimbulkan rasa tidak simpatik dan sulit untuk jatuh cinta kepada agama Buddha.

         Sesungguhnya tidak menjadi soal saudara... memang sepintas agama Buddha ini tidak bisa mengundang orang cepat jatuh cinta apalagi kalau altarnya banyak patung dan kemudian banyak sesajian... ada pisang, ada jambu, ada roti, ada buah-buahan. Orang kemudian mengatakan: "Meja sembahyang kok seperti apa... supermarket. Apakah ini satu agama yang masih bisa kita pakai?" Saudara sekalian, tidak menjadi soal pandangan masyarakat kepada kita. Memang di Jawa ada orang yang mengatakan demikian, "Yang perlu... kan hatinya, meskipun wajahnya cantik kalau hatinya berbulu apa gunanya, meskipun wajahnya jelek tapi kalau hatinya mulia tentu dicari orang" ...hanya mungkin tidak gampang menarik orang.

         Saudara sekalian... Tetapi kalau mereka-mereka yang mempunyai salah pengertian kepada agama Buddha terhadap ajaran yang kita anut ini mau sedikit membuka telinga, mendengar dan mengerti apa yang sesungguhnya diajarkan oleh agama Buddha, mereka mau tidak mau akan memberikan hormat yang setinggi-tingginya terhadap ajaran Sang Buddha. Orang-orang besar, orang-orang pandai di dunia ini saudara sekalian... kalau saudara membaca buku-buku, saudara akan melihat orang-orang besar di dunia ini menghargai begitu tinggi sekali terhadap ajaran Sang Buddha. Apa sebabnya? Oleh karena ajaran Sang Buddha ini satu ajaran yang berusaha membawa kita mempunyai satu pegangan yang universal. Ajaran Sang Buddha bukan satu ajaran yang membawa kita pada diskriminasi, satu ajaran yang berusaha mengangkat derajat manusia ini dengan kemampuannya sendiri, satu ajaran yang mengajak kita untuk berpikir dewasa, satu ajaran yang tidak menghendaki kita ini suka menggantungkan diri kepada siapapun juga, tapi satu ajaran yang mengingatkan kepada kita, menyadarkan kita, membangunkan kita, "Ayo… mari bertanggung jawab atas hidupmu masing-masing". Memang ini susah saudara, yang paling mudah adalah kalau orang lain mau menanggung kita, yang paling mudah adalah kalau kita ini di dalam kesulitan dan saat kita memohon sesuatu kemudian dengan segera kesulitan itu bisa teratasi. Menggantungkan diri pada sesuatu, mengharapkan sesuatu, adalah sesuatu yang paling disukai manusia, memohon sesuatu, meminta sesuatu adalah sesuatu yang paling gampang dan paling disukai manusia.

         Andaikata saudara sekalian... ajaran Sang Buddha ini kemudian karena disulap menjadi demikian, ajaran Sang Buddha ini oleh karena sudah kuno harus diperbaharui. Ajaran agama Buddha yang baru ini berbunyi demikian: Kalau saudara punya kesulitan/persoalan... dan semua manusia tentu punya kesulitan dan persoalan ini, tidak usah repot-repot, saudara cukup menyebut satu doa misalnya, satu mantra misalnya, satu jampe-jampe misalnya, 'Namo Hompimpa' misalnya demikian... tanggung beres, cita-cita (keinginan) tercapai, kesulitan teratasi. Siapa yang tidak senang saudara? Siapa yang tidak tertarik? Dan ini memang menarik. Tetapi ingat, ajaran yang demikian sesungguhnya seperti saudara diberi racun yang rasanya madu... enak, nanti sebentar mati. Yang mati bukan saudara, yang mati pengertian saudara, bukan racun di tangan kanan madu di tangan kiri (salah satu bait lagu Pop Indonesia —Red.). Ajaran seperti yang saya sebutkan tadi seperti racun yang rasanya madu... seperti Baygon yang rasanya jeruk.

        Saudara sekalian... Kalau kita mau meneliti ajaran Sang Buddha, maka ajaran Sang Buddha ini sesungguhnya satu ajaran yang berusaha menguraikan, menjelaskan, menganalisa dengan jelas sekali tentang kehidupan kita. Belajar agama Buddha berarti belajar agama kehidupan, oleh karena tidak ada satu kalimatpun yang diajarkan Sang Buddha yang tidak berhubungan dengan kehidupan.

         Saudara sekalian... Kalau kita mau meneliti kehidupan kita dengan jujur, kita akan sadar apa yang menjadi kebutuhan kita: makan, pakaian, uang ...terus terang ini, obat-obatan, rumah, pendidikan, nama yang harum, syukur kekuasaan, kedudukan yang tinggi. Tetapi manusia tidak hanya perlu yang itu saja saudara, ada satu yang diperlukan manusia, yang lebih penting dari semuanya itu dan tanpa yang satu ini kehidupan saudara tidak ada artinya, tanpa yang satu ini kehidupan saudara tidak mempunyai arah kemana saudara harus pergi. Makan memang perlu, uang perlu, rumah perlu, anak-anak bisa sekolah sampai selesai, tetapi ada satu yang lebih perlu yang kadang-kadang kita abaikan, yang satu ini tidak lain adalah keyakinan saudara. Orang yang hidup tanpa keyakinan hidupnya tidak mungkin akan berarti, orang yang hidup tanpa keyakinan hidupnya tidak mempunyai arah. Mengapa demikian? Kalau saudara tidak yakin bahwa hadir ditempat ini membawa manfaat, tidak mungkin saudara jauh-jauh datang dan duduk di tempat ini. Kalau anak-anak tidak yakin bahwa sekolah itu ada gunanya maka anak-anak ini tidak akan pernah semangat di dalam sekolah... andaikata toh sekolah, sekolahnya terpaksa.

         Kalau misalnya saudara mempunyai usaha percetakan, waktu saudara akan memulai membuka percetakan ini, waktu mempunyai gagasan saudara akan membuka percetakan, kalau saudara tidak yakin bahwa usaha percetakan ini

membawa manfaat, tidak yakin, "Ah… nanti saya membuka usaha percetakan ini bukan malah mendapatkan untung malah bisa bangkrut". Kalau saudara tidak yakin bahwa usaha saudara membuka percetakan ini membawa manfaat tentu tidak mungkin saudara akan membuka percetakan. Misalnya saudara membuka kerjasama warung nasi murah dengan teman saudara, kalau sebelum usaha ini saudara mulai, saudara reken-reken, hitung-hitung, kemudian saudara mengambil kesimpulan, "Saya tidak yakin kalau usaha membuka warung murah ini akan membawa manfaat dan keuntungan bagi saya. Saya ragu-ragu karena menurut perhitungan saya banyak ruginya, untungnya sedikit, bahkan mungkin tidak untung". Kalau saudara akan mulai bekerja sudah tidak yakin bahwa pekerjaan saudara itu membawa manfaat, tentu tidak mungkin saudara akan memulai, andaikata dipaksa memulai pekerjaan saudara akan kerjakan dengan terpaksa, tidak ada pikiran bahagia, tidak ada pikiran gembira, tertekan karena terpaksa.

         Saudara sekalian... Tidak hanya dalam bekerja, tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari dalam sepanjang kehidupan ini saudara memerlukan keyakinan. Saudara harus mempunyai sesuatu yang benar-benar saudara bisa pegang sebagai sesuatu yang benar. Setiap manusia (kita), memerlukan sesuatu yang bisa dipercayai, bisa dipegang sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh benar yang akan saya pegang sampai akhir hidup saya sebagai pedoman bahwa memang ini adalah benar.

         Kalau saudara tidak mempunyai keyakinan yang demikian, hidup saudara akan terombang-ambing, saudara tidak mempunyai arah, tidak mempunyai semangat, tidak mempunyai kompas ke mana saya harus pergi, tidak mempunyai kepastian bagaimana yang saya kerjakan ini oleh karena saudara tidak mempunyai keyakinan. Keyakinan adalah sesuatu yang bisa dipegang dan diyakini bahwa itu benar, dipertahankan sampai akhir hidupnya. Keyakinan itulah yang nanti akan memberikan arah bagi kehidupan saudara, memberikan semangat dan membuat saudara bisa tahan menghadapi segala macam persoalan dalam kehidupan ini karena mempunyai sesuatu yang bisa dipegang sebagai pedoman, sebagai petunjuk dan sudah dipercayai, diyakini sesuatu yang sungguh-sungguh benar.

         Saudara sekalian, apakah yang perlu kita yakini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh benar? Ada empat dan tidak sulit:



1. Setiap umat Buddha sudah seharusnya yakin bahwa di dunia ini memang ada dua macam perbuatan, perbuatan baik dan perbuatan yang tidak baik.



        Saudara sekalian... Perbuatan baik dan perbuatan tidak baik ini adalah jelas tidak bisa dikompromikan. Perbuatan baik adalah jelas sebagai perbuatan yang baik, perbuatan yang tidak baik adalah jelas sebagai perbuatan yang tidak baik. Mengapa jelas saudara sekalian? Oleh karena antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang tidak baik ini memang benar-benar berbeda, berbeda wujudnya, berbeda akibat yang akan dihasilkan oleh dua macam perbuatan ini. Ada orang mengatakan, "Ah... Bhante. Perbuatan baik dan tidak baik ini kan relatif, tergantung yang memberikan merk, dia mengatakan perbuatannya baik, bagi saya tidak baik, perbuatan ini bagi saya baik, bagi dia mungkin tidak baik. Oleh karena itu menurut saya Bhante, perbuatan baik dan tidak baik ini tergantung manusia yang menamakan". Ini tidak benar saudara, tidak benar oleh karena perbuatan baik dan perbuatan tidak baik itu jelas bedanya dan juga jelas akibatnya. Perbuatan baik dan tidak baik ini tidak bisa dikawinkan menjadi satu macam perbuatan yang setengah baik dan setengah tidak baik. Perbuatan baik dan tidak baik ini tidak bisa dikompromikan, "Saya ini Bhante, yah… kalau dilihat kan tidak terlalu tidak baik, toh saya ini kan tengah-tengah, yang baik sedikit tidak baik sedikit".

         Saudara sekalian mungkin kenal jenang (dodol). Dodol atau jenang ini dikatakan nasi bukan dikatakan bubur bukan, itulah dodol. Dodol ini adalah setengah nasi setengah bubur, tidak ada perbuatan yang semacam dodol ini saudara. Baik dan jahat dikawinkan menjadi perbuatan seperti dodol tidak ada. Oleh karena antara perbuatan baik dan tidak baik ini jelas bedanya, jelas pula akibatnya. Apakah yang disebut 'baik' saudara? Semua perbuatan yang kalau saudara kerjakan akan mengakibatkan berkurangnya penderitaan berarti berkurangnya serakah, berkurangnya kebencian, berkurangnya kegelapan batin, siapapun yang mengajarkan, siapapun yang menganjurkan, agama manapun yang mengajarkan itu termasuk perbuatan baik dan harganya tetap sama: 'baik'.

         Apakah yang disebut perbuatan 'tidak baik' saudara? Perbuatan apapun juga yang kalau saudara kerjakan membuat keserakahan bertambah, rasa benci bertambah, kegelapan batin bertambah, berarti bertambahnya penderitaan, maka jelas siapapun yang mengajarkan, siapapun yang menganjurkan itu termasuk perbuatan yang jahat: 'tidak baik', dan akibatnya adalah penderitaan.

         Andaikata saudara berbuat jahat dengan kepandaian saudara, saudara menceritakan kepada orang lain, menghasut yang lain dengan kelihaian saudara sehingga orang lain bisa membenarkan perbuatan saudara, "Oh memang benar saudara, membunuh itu memang baik", dengan alasan demikian-demikian-demikian saudara bisa melakukan itu karena kepandaian saudara, karena pengaruh saudara, tetapi hukum kamma tetap berjalan sesuai dengan hukumnya, apa yang saudara kerjakan tetap mempunyai nilai kejahatan dan pasti akan berakibat penderitaan.

         Saudara bisa mencari alasan perbuatan saudara membunuh itu adalah termasuk perbuatan yang baik, tetapi saudara tetap memetik penderitaan, oleh karena pembunuhan baik siapapun yang melakukan, siapapun yang mengerjakan tetap pembunuhan dan 'pembunuhan adalah kejahatan'.

         Dengan yakin bahwa di dunia ini ada dua macam perbuatan, satu macam perbuatan disebut perbuatan baik satu macam perbuatan disebut perbuatan tidak baik, maka saudara akan bisa memilih mana yang seharusnya saudara kerjakan, mana yang seharusnya saudara cegah, jangan sampai saudara lakukan itu.


2. Semua perbuatan memberikan akibat, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang tidak baik, semuanya akan memberikan akibat.


        Tidak ada perbuatan yang tidak berakibat. Semua perbuatan akan membuahkan akibat, perbuatan baik akan membuahkan kebaikan atau kebahagiaan, perbuatan jahat akan mengakibatkan kejahatan atau penderitaan. Ini adalah hukum saudara sejak kita belum dilahirkan, sejak Sang Buddha belum dilahirkan, hukum ini sudah ada... Sang Buddha bukan pembuat hukum, Sang Buddha bukan perangkai hukum. Tidak mungkin dan tidak pernah terjadi perbuatan jahat akan mengakibatkan kebahagiaan.

 Oh para Bhikkhu. Tidak pernah mungkin dan tidak pernah akan terjadi perbuatan baik mengakibatkan penderitaan, perbuatan baik pasti berakibat kebahagiaan, perbuatan jahat pasti membuahkan penderitaan.

 3. Yakin bahwa semua akibat perbuatan itu akan dipetik sendiri oleh si pembuatnya, bukan orang lain.

         Saudara gagal, saudara kecewa, saudara jatuh bangkrut, rintangan, persoalan... semuanya ini adalah akibat perbuatan saudara. Demikian juga sukses, bahagia, naik kelas, lulus, dapat pekerjaan yang baru, kedudukan yang baru... semuanya ini juga akibat dari perbuatan saudara.

         Kehidupan ini bukan untung-untungan, saudara... seperti orang main dadu. Kehidupan ini adalah perbuatan kita masing-masing. Saudara akan sukses, saudara akan berhasil baik, memang itu tujuan saudara. Tetapi jangan lupa, berusahalah saudara, tanpa usaha tidak mungkin cita-cita saudara akan terwujud. Sembahyang perlu, doa perlu bukan tidak perlu, tetapi sembahyang dan doa ini hanya bertujuan memperkuat keyakinan kita, memperkuat iman semangat kita. Bukan berarti hanya dengan doa dan sembahyang semuanya tercapai begitu saja, bukan berarti hanya dengan doa dan sembahyang kemudian kekayaan rontok dari langit... tidak mungkin!

         Dengan hadir pada kebaktian, mengikuti upacara-upacara keagamaan, sesungguhnya kita berusaha untuk memperkuat keyakinan kita. Jangan sampai keyakinan kita luntur, keyakinan untuk berjuang, berusaha bekerja mencapai cita-cita kita... jangan saudara berharap hanya dengan meminta segala-galanya akan terkabul.



        Di jaman kehidupan Sang Buddha, waktu itu di India hampir semua agama dikatakan agama Brahma. Masyarakat India waktu itu memuja bermacam-macam dewa-dewa, apakah Sang Buddha kemudian menentang dewa-dewa itu? Tidak. Sang Buddha mengatakan dewa-dewa itu memang benar-benar ada, bukan tidak ada, hanya dewa-dewa itu juga tidak kekal, mereka lahir sebagai dewa tetapi suatu saat mereka akan mati, karena tidak ada kelahiran yang tidak berakhir dengan kematian, yang namanya lahir pasti akhirnya mati, tidak ada lahir yang sonder (tanpa) mati. Justru Sang Buddha mengajarkan hukum kamma bahwa 'siapa berbuat, siapa berusaha dia akan mencapai' ...tanpa usaha jangan harap saudara akan mencapai. Suatu ajaran yang asing, suatu ajaran yang sulit diterima oleh masyarakat waktu itu, suatu ajaran yang keras, suatu ajaran yang tidak bisa menina-bobokan, suatu ajaran yang tidak bisa memberikan iming-iming. Iming-iming itu seperti berikut, "Kalau nanti kamu bisa menyelesaikan pekerjaan ini dalam sehari nanti akan mendapatkan tambahan". Tapi pada saat pekerjaannya selesai tambahannya tidak ada... itu iming-iming. Ajaran hukum kamma bukan suatu ajaran yang bisa memberikan iming-iming. Memang bagi sementara orang susah menerima ajaran hukum kamma ini, oleh karena ajaran hukum kamma ini mengajak kita berpikir dewasa... Ayo berusaha, ayo berbuat, tanpa berusaha dan tanpa berbuat, jangan harap engkau bisa memetik tanaman orang lain. Sang Buddha menjelaskan... saudara mempunyai kedudukan, dihargai, dihormati, semua karena akibat perbuatan saudara. Demikian pula sebaliknya... dicela, dihina, dimaki-maki juga akibat perbuatan saudara, jangan menyalahkan Tuhan. Orang yang mengerti hukum kamma tidak akan menyalahkan Tuhan, oleh karena suka dan duka, jatuh dan bangun akibat dari perbuatannya sendiri. Saudara ingin kaya, saudara ingin punya wajah yang lumayan, ingin mempunyai kedudukan yang tinggi bahkan ingin mencapai kesucian, semuanya itu tergantung dari perbuatan saudara.

         Semuanya ini Sang Buddha jelaskan dengan jelas sekali, sampai saudara sekalian kalau saudara ingin punya anak yang baik, ini terutama calon ibu... bisa! Ada caranya. Sang Buddha juga menunjukkan cara ini kalau ibu-ibu kepingin punya anak, kepingin anaknya yang nanti dilahirkan itu datang dari alam dewa bukan dari alam setan... bisa! Ada caranya. Tetapi anak jangan banyak-banyak. Bagaimana caranya saudara? Ibu–ibu ini harus bikin persiapan, kalau tidak membuat persiapan tidak mungkin anaknya datang dari alam dewa. Dalam agama Buddha kita yakin bahwa di mana ada kelahiran, sebelum kelahiran itu terjadi pasti ada makhluk yang meninggal, makhluk yang mati. Setelah makhluk itu mati atau meninggal dia akan lahir kembali di alam yang lain, sesuai dengan perbuatannya. Nah, kalau ibu-ibu menginginkan anaknya yang dikandung, anaknya nanti yang dilahirkan bisa datang dari alam dewa, perhatikan ini resepnya, jangan saudara berpikir yang jelek-jelek. Seorang ibu yang ingin mempunyai anak yang datang dari alam dewa, bukan dari alam setan, bukan dari alam binatang... bisa, kenapa tidak bisa? Dan tidak usah mengkhawatirkan jangan-jangan nanti anak yang dilahirkan ini datang dari alam binatang, jangan-jangan anak yang dilahirkan ini nanti dari alam setan.

         Kalau menginginkan anaknya datang dari alam dewa ini resepnya, seorang ibu harus mempunyai:



1. Medhavini, artinya ibu ini harus agak cerdas tidak boleh blo’on. Kalau ibunya blo’on tidak mungkin anaknya datang dari alam dewa. Jadi kalau saudara ingin anak dari alam dewa itu, tidak hanya cukup minta, mohon, tetapi saudara harus membuat persiapan. Kalau persiapannya tidak dibuat, tidak cocok sendernya (getarannya) , tidak mungkin ada dewa lahir menjadi anak saudara. Meskipun sudah minta, yah minta dikabulkan, tapi dikasih anak yang datang dari alam tuyul... mungkin ya. Pasti diberi apalagi kalau mintanya sungguh-sungguh. Tetapi tunggu dulu, kalau persiapannya tidak beres yang datang juga bukan anak dari alam dewa. Kalau saudara ingin anak dari alam dewa, tidak hanya sekedar cukup minta atau pasang kaul. Orang pasang kaul itu seperti orang meminta iming-iming, lebih baik kalau saudara mau berdana untuk vihara ini, tidak usah kaul. Saudara tahu kaul, "Bhante… nanti kalau saya lulus ujian saya akan dâna untuk Bhante satu set jubah". Nah kalau nggak lulus, nggak jadi dâna. Ini kan seperti orang iming-iming. "Eh kamu jangan nangis, nanti kalau nggak nangis dikasih permen" ...kalau nangis ya tidak diberi permen. Jangan kepada dewa, kepada yang dihormati, ini kemudian merupakan iming-iming.Kalau saudara mau berdana, dâna… setelah berdana baru bertekad, "Dengan kekuatan perbuatan baikku ini semoga daganganku bisa lebih baik". Jangan kemudian dibalik, "Kalau daganganku menjadi baik, baru nanti akan memberikan sumbangan lampu, kalau nggak jadi baik, ya nggak".

 2. Sîlavati, artinya ibu ini harus punya moral, harus menjaga Pañcasîla. Kalau sering melanggar Pañcasîla tidak mungkin anaknya datang dari alam Dewa.

 3. Nah ini agak susah, dalam bahasa Pali disebut Sasudeva, artinya seorang calon ibu (seorang istri) harus menghargai mertua dan famili dari suaminya dengan ramah tamah seperti menghargai dewa-dewa. Karena itu kalau ada menantu perempuan yang tidak cocok dengan mertua, ini dewa tidak mungkin lahir ke sana. Mulai sekarang kalau ada ketidak-cocokan ya diselesaikan saja.

 4. Patibadha, artinya seorang istri yang menginginkan anak datang dari alam dewa harus setia kepada suami.

         Ke empat cara ini, perbuatan sikap yang harus saudara punyai, supaya nanti anak saudara lahir dari alam dewa. "Inikan 'Ibu'nya Bhante, lalu 'Bapak'nya bagaimana? Boleh sembarangan?" 'Bapak'nya juga ada syarat, syaratnya juga empat, tapi sesungguhnya malam hari ini, saya tidak akan cerita tentang mendapatkan anak dari alam dewa, karena itu syarat untuk Bapak lain waktu saja, separuh dulu. Saya lihat tante-tante ada yang gelong, gelong tahu ya? "Ah…

sekarang Bhante". Apakah yah… tante-tante masih kepingin punya anak yang datang dari alam dewa?

         Saudara-saudara sekalian... Apa yang saya jelaskan ini ada artinya, bahwa ingin punya anakpun semuanya itu adalah akibat perbuatan. Jangan harap kalau saudara tidak mempunyai perbuatan yang baik, tidak mempunyai persiapan yang baik, saudara akan mendapatkan anak yang baik. Tidak ada kejadian di alam semesta ini yang muncul begitu saja, semua ada sebabnya dan sebabnya itu perbuatan kita masing-masing. Kebahagiaan, keberhasilan adalah akibat perbuatan kita... kegagalan, kekecewaan adalah akibat perbuatan kita. Tetapi jangan kemudian saudara berkecil hati, tidak ada penderitaan yang kekal, kejengkelan, ketidak-berhasilan, rintangan, problem, persoalan... ada waktunya untuk berakhir. Jangan keburu saudara patah semangat tetapi juga harus diingat keberhasilan juga tidak untuk selama-lamanya. Ada saatnya kita berhasil, ada saatnya kita tenggelam. Berhasil... kembali, jatuh... kembali, timbul persoalan... tenggelam, timbul yang baru... tenggelam, demikian hidup ini. Kebahagiaan... tenggelam, sukses... tenggelam, muncul... tenggelam, timbul... tenggelam, demikian hidup ini sampai nanti kita mati, sampai lahir kembali, demikian kembali, timbul... tenggelam, timbul... tenggelam, timbul... tenggelam. Apakah saudara tidak bosan? Oleh karena itulah saudara sekalian, menghadapai persoalan, menghadapi kesulitan, menghadapi bencana jangan putus asa, oleh karena semuanya itu tidak kekal. Demikian pula menghadapi keberhasilan, kesuksesan... jangan takabur, jangan sombong, karena keberhasilan itupun tidak kekal.

        Jadi saudara sekalian... Keyakinan kita ketiga ini adalah semua perbuatan yang baik dan jahat itu berakibat dan akibat itu si pembuat akan menerimanya sendiri, bukan anaknya, bukan cucunya.

         Ada satu cerita perumpamaan yang menarik, ini hanya sekedar cerita, saya tidak tahu apakah di sini ada kebiasaan itu atau tidak, kalau di Jawa Tengah sana ada satu kota yang kalau ada Bhikkhu berkhotbah pasang telinga baik-baik, kalau ada sesuatu yang aneh, kemudian dimistik, pasang buntut: keluar!

         Saudara sekalian... Ada satu Raja yang mempunyai empat Menteri, tetapi yang selalu kelihatan hanya tiga Menterinya. Tiap hari masyarakat, rakyatnya, hanya melihat bahwa Raja ini hanya mempunyai tiga Menteri, tapi sesungguhnya Raja ini mempunyai empat Menteri. Tiga Menteri ini kelihatannya cukup setia, selalu mengelilingi, selalu kelihatan dekat-dekat, di mana ada Raja... di mana ada ketiga-tiganya. Tetapi Menteri yang ke-empat ini tidak pernah muncul, andaikata muncul jarang sekali, sampai orang tidak mengerti dan menganggap Raja ini hanya mempunyai tiga Menteri. Suatu saat kerajaan ini terbakar diserang musuh, Rajanya kabur lewat pintu belakang kemudian siapa yang setia, tiga Menteri ini tidak berani, tidak bersedia mengikuti Raja meninggalkan istana, tidak berani melindungi dan menyelamatkan Raja, tetapi waktu Raja keluar melalui pintu belakang, di situ sedang menunggu Menteri yang ke-empat, yang menuntun Raja, yang membantu Raja ke mana Raja akan pergi melarikan diri, ke Hawaii atau ke Amerika, seperti Marcos, tetapi cerita ini bukan cerita Marcos. Apa artinya ini saudara sekalian... apa perumpamaan dari cerita ini saudara? Tiga Menteri yang selalu mengelilingi Raja itu seperti tiga hal yang selalu mengelilingi kita, apakah itu? Kekayaan, kedudukan, dan nama harum.

         Masyarakat biasanya mengukur seseorang itu karena kekayaannya, karena kedudukannya di masyarakat dan juga masyarakat itu melihat orang itu baik atau jelek karena namanya. Nama harum, pujian, sanjungan, kedudukan, dan kekayaan yang selalu menyertai ke mana saja orang itu pergi, dan orang lain selalu melihat ketiga hal ini. Tetapi saudara harus sadar pada saat kematian nanti ketiga-tiganya tidak bisa dibawa. Pujian, sanjungan, berhenti sampai kematian, kekayaan stop sampai kematian, pangkat berhenti sampai kematian. Menteri yang ke-empat adalah kebaikan, hanya perbuatan yang baik, perbuatan baik itulah yang dilambangkan Menteri yang ke-empat, yang akan bisa ikut waktu kematian ini tiba.

         Kebaikan itulah yang akan ikut ke mana kita pergi sesudah kematian, kebaikan itulah yang menghibur kita saat-saat terakhir nanti kita akan menutup mata. Karena itu yang umurnya sudah dekat-dekat, saya tidak menakut-nakuti, mumpung masih sehat ayo banyak berbuat baik. Siapa nanti yang menghibur saudara pada saat saudara akan menutup mata, meskipun ditunggui anak, ditunggui cucu, mereka tidak bisa menghibur, hanya perbuatan baik yang bisa menghibur saudara. Tidak hanya menghibur saat kematian, sesudah kematian kebaikan tetap akan menyertai saudara ke mana saudara akan pergi.

         Sesunguhnya tidak hanya kebaikan, perbuatan jahatpun juga akan ikut ke mana saudara akan pergi. Perbuatan jahat merugikan saudara, perbuatan baik membantu saudara, melindungi saudara —Kammapatisarano. Kammapatisaranâ, pelindung saudara itulah sesungguhnya perbuatan baik saudara sendiri.

 4. Saudara-saudara sekalian, sekarang keyakinan yang keempat adalah bahwa Sang Buddha Gautama ini benar-benar telah mencapai penerangan sempurna.

         Apa yang Sang Buddha ajarkan ini tidak seperti seorang filosof yang mengajarkan filsafat. Sang Buddha ini bukan tukang otak-atik gatuk. Tahu yah otak-atik gatuk itu? Otak-atik gatuk itu seperti guru, guru itu diguguh dan ditiru artinya dipercaya dan dianut, bumi itu ibu pertiwi katanya. Itu ilmu gatuk yah dicocok-cocokkan sampai cocok. Apa yang Sang Buddha ajarkan bukan demikian, apa yang Sang Buddha ajarkan benar-benar sesuatu yang dilihat oleh Sang Buddha sendiri pada saat Beliau mencapai penerangan sempurna dengan kemampuan Beliau sendiri, bukan diberi tahu oleh orang lain, bukan belajar dari guru yang lain, bukan diberitahu oleh dewa yang lain, tetapi karena telah sempurna paramita dalam kehidupan Beliau yang lampau, maka Pangeran Siddhatta ini dengan kekuatannya sendiri mencapai penerangan sempurna, melihat kesunyataan dan mengajarkan apa yang telah Beliau lihat itu kepada kita. Ini adalah keyakinan kita yang keempat, kita yakin bahwa apa yang Sang Buddha ajarkan itu bukan pelajaran yang tiru-tiru. Bukan tafsiran saya, tetapi benar Sang Buddha mengatakan demikian, dan bukan hanya benar Sang Buddha mengatakan demikian, saudara mendapatkan jaminan apa yang Sang Buddha ajarkan ini, saudara bisa membuktikan sekarang. Keyakinan kita yang keempat adalah kita yakin sebagai seorang umat Buddha, sudah tentu bahwa Guru agama kita Sang Buddha ini benar-benar mencapai penerangan sempurna dan mengajarkan yang telah Beliau lihat kepada kita.

         Saudara sekalian, ajaran Sang Buddha ini banyak. Mengapa kita hanya diajarkan, ditekankan untuk yakin pada hukum kamma? Empat keyakinan ini kalau disingkat hanya menjadi dua keyakinan, yang terakhir yakin bahwa Sang Buddha Gautama ini benar-benar mencapai penerangan sempurna, yang ketiga ini yakin hukum kamma ini ada. Tidak usah kita takut pada hukum kamma, karena kalau kita tidak berbuat jahat, tidak mungkin hukum kamma itu akan memberikan buah penderitaan kepada kita, dan kalau kita berbuat jahat tidak ada yang memberi, sudah otomatis penderitaan akan kita alami.

         Saudara sekalian... Dengan mengerti hukum kamma ini, dengan yakin pada hukum kamma ini membuat kita tidak putus asa dan berkeyakinan:

1. Semua penderitaan adalah akibat perbuatan kita, dan penderitaan ini tidak kekal.

2. Orang yang mengerti hukum kamma tidak akan berhenti berbuat baik, oleh karena meskipun orang ini berbuat baik banyak, meskipun orang ini kemudian menderita, tidak berhasil hidupnya, tidak sukses hidupnya, orang yang mengerti hukum kamma tidak akan berhenti berbuat baik, oleh karena dia yakin dan sadar bahwa perbuatan baik itu tidak mungkin akan sia-sia, kalau tidak berbuah sekarang akan berbuah sepuluh tahun kemudian, akan berbuah dihari tua kemudian, juga akan berbuah pada kehidupan yang akan datang. Di agama yang lainpun perbuatan yang baik ini selalu dihargai, tidak ada satu agamapun yang tidak menghargai perbuatan baik, yang menghargai perbuatan jahat. Semua agama menghargai perbuatan baik dan mencela perbuatan jahat. Kalau ada satu agama yang mengajarkan ada surga, ada neraka, maka nanti saya yakin bukan orang yang baik yang masuk neraka, tetapi saya yakin seyakin-yakinnya meskipun saya belum pernah melihat atau sudah pernah melihat tetapi lupa, saya yakin seyakin-yakinnya kalau memang setelah kematian ini tidak ada kelahiran kembali, tidak ada tumimbal lahir, yang ada hanya surga dan neraka, saya tetap yakin bahwa hanya orang baik yang masuk surga, orang jahat pasti masuk neraka, tidak mungkin terbalik.

         Oleh karena itu seperti yang saya sampaikan di depan, ajaran Sang Buddha ini universal, orang boleh tidak senang agama Buddha tetapi susah untuk membantah, semua orang punya pilihan. Saya menjadi umat Buddha atau bukan, tetapi susah... susah untuk membantah apa yang Sang Buddha ajarkan. Jarang saudara mencari orang yang memuji kejahatan, jarang saudara mencari orang yang mencela perbuatan yang baik. Di dalam satu khotbah yang disebut Mahâcattârika sutta, Sang Buddha mengatakan, kalimat ini susah untuk dimengerti, saya akan menyalin dengan kata-kata saya sendiri. Kalau sampai ada seorang pandita, seorang brahmana, seorang yang terpelajar, kalau sampai ada dewa, kalau sampai ada orang bijaksana memuji kejahatan dan mencela kebaikan maka anjing yang makan tai itu harus dipuji.

         Apa artinya ini saudara sekalian? Ini artinya bahwa tidak mungkin di dunia ini orang yang bijaksana, orang yang mengerti, akan mencela kebaikan dan memuji kejahatan. Andaikata toh ada surga dan neraka tidak ada kelahiran kembali, tidak ada inkarnasi, yang ada hanya surga dan neraka, saya yakin sekali lagi dan keyakinan saya ini tetap akan saya pertahankan sampai saya mati, andaikata tidak ada inkarnasi, andaikata benar ada surga dan neraka sesudah kematian ini, saya yakin hanya orang yang baik yang masuk surga dan orang yang jahat masuk neraka, kalau tidak demikian, tidak mungkin terjadi.



        Oleh karena itulah saudara sekalian... Mari kita berbuat baik, ini memang susah. Ada satu pepatah untuk belajar berbuat baik perlu tiga tahun, untuk belajar berbuat jahat cukup tiga hari. Memang perbuatan jahat itu menggoda kita, karena kejahatan itu memberikan kenikmatan tetapi penderitaan dikemudian, inilah racun yang rasanya madu. Kalau kejahatan tidak memberikan kenikmatan, orang tidak terpikat berbuat jahat. Karena kejahatan memberikan kenikmatan, kemudian orang kepincut, kesengsem... terpikat berbuat jahat. Kebaikan memberikan kebahagiaan, kebahagiaan tetapi tidak segera, kebaikan tidak segera memberikan kebahagiaan, tetapi kebahagiaan yang diberikan oleh kebaikan akan bertahan lama, hanya orang yang mengerti yang mau berbuat baik.Saudara-saudara sekalian... ada beberapa macam kebaikan, ada tiga macam perbuatan yang baik, ada tiga kelompok perbuatan baik:

1. Dâna.

2. Sîla.

3. Bhâvanâ.

         Dâna adalah perbuatan baik yang paling gampang saudara, orang jahat sekalipun bisa memberikan dâna, orang tidak punya sîla sekalipun bisa memberikan dâna, orang tidak pernah meditasi sekalipun bisa memberikan dâna. Kalau saudara ingin berbuat baik, berbuat baik yang paling gampang adalah berdana, apakah memberikan nasehat, apakah tenaga, apakah barang-barang, makanan, pakaian, dan segala macam. Dâna yang paling tinggi menurut agama Buddha adalah dâna yang dipersembahkan kepada Sangha yang datang dari empat penjuru, artinya saudara berdana ini bukan kepada person (pribadi) Bhikkhu tetapi kepada Sangha yang harus diterima minimal oleh empat orang Bhikkhu, tidak boleh kurang. Ini dâna yang tertinggi, apalagi jika dâna ini diberikan pada saat Kathina, tetapi perbuatan baik ini bukan perbuatan baik yang satu-satunya yang tertinggi, masih ada perbuatan baik yang lain. Meskipun orang memberikan dâna kepada Sangha, manfaat dari kebaikan ini masih kalah dengan menjalani Pañcasîla, menjalani Sîla itulah saudara-saudara sekalian... perbuatan baik yang jauh lebih susah dari memberikan dâna, tetapi menjalani Sîla akan memberikan manfaat yang lebih besar, lebih tinggi, dan lebih lama.

         Sîla ini tidak hanya sekedar menghentikan kejahatan, tidak merugikan orang lain tetapi juga bertanggung jawab, disiplin. Kalau diundang rapat jam lima, tepat jam lima usahakan untuk hadir, syukur sepuluh menit sebelumnya, kalau biasanya ada undangan rapat jam lima tepat jam lima hadir, itu bukan biasa... sangat baik, kalau terlambat sepuluh menit… baik, kalau terlambat setengah jam… biasa, kalau kurang setengah jam sudah datang… luar biasa.

         Saudara sekalian, menjalani Sîla termasuk menepati kewajiban, bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, tidak separuh-separuh, tidak hanya mengendalikan diri dan tidak berbuat jahat. Sîla mempunyai arti yang luas, apakah kewajiban anak kepada orang tua, istri kepada suami, suami kepada istrinya, orang tua terhadap anak-anaknya, saudara di tengah-tengah masyarakat di mana saudara tinggal, ini
adalah Sîla, Câritta Sîla —sesuatu yang harus dikerjakan. Tidak membunuh, mencuri, berzinah, inipun Sîla, ini Vâritta Sîla —sesuatu yang harus dihindari. Kewajiban adalah Sîla, bertanggung-jawab adalah Sîla, mencegah untuk tidak berbuat jahat itupun Sîla.

         Tetapi, menjalani Sîla itu bukan perbuatan baik yang tertinggi, ada kebaikan yang lebih tinggi yang lebih sulit untuk dilakukan, yaitu Bhâvanâ —bermeditasi.

         Saudara sekalian... Kemarin saya membaca buku yang diberikan oleh seorang mahasiswa dari Yogya, yang diterbitkan oleh yayasan Kanisius, Yayasan Katholik, yang ditulis seorang Pastur dari Wonogiri, sebaya dengan saya. Tulisan buku ini adalah menjelaskan bahwa agama Katholik ini mengambil sistem meditasi ini dari agama Buddha, terang-terangan, tidak sembunyi-sembunyi, jelas disebutkan, ini cara meditasi agama Buddha.

         Nah, saudara sekalian... Agama Buddha tanpa meditasi sesungguhya bukan agama Buddha, kalau sampai umat Buddha sendiri tidak meditasi dan umat agama lain yang mengambil pelajaran dari kita untuk meditasi, itu namanya dunia sudah terbalik.

         Meditasi memang sukar, meditasi memang tidak gampang tetapi saya tidak menuntut saudara untuk meditasi sehari penuh, cukup sehari sekali. Berikan tenang pada pikiran saudara, berikan pikiran saudara istirahat, mengaso dengan memusatkan pikiran. Bermeditasi maka saudara akan memperoleh kekuatan, meskipun hanya sebentar, manfaat meditasi ini jauh lebih besar dari menjalani Sîla dan Ber-dâna.

         Berdana yang bagaimanapun juga, menjalani Sîla dengan sebaik-baiknya masih kalah manfaatnya, kalau dibandingkan dengan bermeditasi. Meditasi memang sulit, memang sukar, tetapi meditasi memberikan yang paling banyak dan paling baik. Bukan berarti kita memilih salah satu dari yang tiga ini, umat Buddha harus memupuk kebaikan, menambah kebaikan dengan tiga jalan ini: Berdana, menjaga kesusilaan, menjaga moral dan tidak lupa bermeditasi.

         Saudara sekalian... Orang sering salah mengartikan demikian, dan ini banyak terjadi pada hampir setiap umat Buddha. "Ah... saya ini tidak mau repot-repot Bhante untuk ikut kegiatan ini kegiatan itu, urus Vihara, rapat ini rapat itu, urus sekolah minggu, dsb. Pokoknya saya ini kan sudah mengendalikan diri, dalam agama Buddha yang penting kan hanya mengendalikan diri. Saya kan sudah tidak menjahati orang lain, …cukup perkara. Dia yang mau sibuk, biar dia yang pikul sendiri". Ini di mana-mana saudara, kalau ada satu, dua saudara kita umat Buddha yang mau bekerja yah semua pekerjaannya ditumplek di situ. Nah, pikul sendiri supaya kamu banyak berbuat baik, saya tidak usah, nanti kalau ada rapat, kalau ada pertemuan, kalau ada pekerjaan. Sulit... sangat sulit mencari orang yang mau membantu kita, yang penting kan mengendalikan diri.

         Saudara sekalian... Kalau saudara mau bekerja untuk orang lain, saudara akan bisa menikmati kebahagiaan yang luar biasa, mungkin ini belum pernah saudara lakukan. Cobalah saudara bekerja untuk orang lain itu memberikan kebahagiaan yang luar biasa, tanpa pamrih, bahagianya dagangannya naik, anaknya lulus, Si Itu sudah dapat pasangan, jualannya laku, kalau dibandingkan dengan bahagianya orang yang bisa bekerja untuk orang banyak. Kebahagiaan dari bekerja untuk orang banyak ini, luar biasa saudara. Kalau saudara ingin merasakan, cobalah berusaha bekerja untuk orang banyak. Saya bukan omong kosong, para Bhikkhu ini tidak pernah punya uang, andaikata dapat dâna, dâna ini nanti akan dikembalikan untuk kepentingan saudara: cetak buku, bangun Vihara, dsb, mendirikan sekolah, dst. Istri tidak punya, anak apalagi, pangkat tidak ada, kekayaan tidak punya, rumah tidak punya. Bhante Sombat alamatnya di Sunter, saya alamatnya di Mendut... itu hanya alamat, supaya nanti surat-menyurat itu gampang, bukan berarti kemudian rumahnya di situ. Para Bhikkhu ini... jangan salah mengerti, kami ini tidak punya rumah, berkelana, berjalan dari satu kota ke kota yang lain, makan hanya sekali dua kali, pakaian satu dua lembar, kekayaan tidak ada. Tetapi saudara sekalian... Kami merasa bahagia karena kami mempunyai waktu yang jauh lebih banyak daripada saudara bekerja, mengabdi demi kepentingan orang banyak.

         Benar saudara... Para Bhikkhu ini tidak mempunyai apa-apa. Oleh karena para Bhikkhu ini mengabdi demi kepentingan orang banyak selain bertujuan mencapai kesucian, hidup bersih, maka justru karena hidup bersih dan bisa mengabdi demi kepentingan orang banyak, para Bhikkhu ini merasa bahagia.

         Saudara sekalian... ada orang yang mengatakan, "Bhikkhu-bhikkhu ini kan egois —Kokatti, tidak mau pelihara istri, tidak mau punya anak, apakah istri itu semacam perkutut atau semacam kucing, Bhikkhu ini kok tidak mau pelihara istri". Yang egois... yang lebih egois, saya atau saudara? Coba saudara hitung kalau saudara cari uang, cari mata pencaharian, cari penghasilan nomor satu untuk anak-istri, untuk istri-anak, suami-anak, anak-suami, apalagi sekarang cukup dua anak, cukup dua istri, oh… jangan.

         Sebagian besar saudara cari uang, cari makan, cari nafkah, istriku-anakku, anakku-istriku, yah memang ada yang mengabdi tetapi sedikit. Berbeda dengan para Bhikkhu ini saudara, para Bhikkhu ini tidak pernah berpikir istriku-anakku, anakku-istriku... tidak pernah, kami hanya berpikir bagaimana kami bisa berusaha untuk menghancur-leburkan serakah dan benci, dan kegelapan batin yang ada di dalam diri kami ini dengan sebaik-baiknya, kemudian menggunakan waktu, tenaga, pikiran, semuanya mengabdi demi kepentingan saudara... dan kami merasa bahagia.

         Nah, saudara sekalian... Saya tidak meminta saudara menjadi Bhikkhu semua, saya juga tidak meminta lima puluh persen hidup saudara untuk mengabdi... tidak. Tetapi saya cukup meminta saudara untuk memberikan sepuluh persen dari hidup saudara, waktu saudara, untuk mengabdi demi kepentingan orang banyak kalau lebih syukur, karena dengan pengabdian itu saudara akan memperoleh kebahagiaan.

         Orang yang gampang frustasi, gampang kecewa, orang ini adalah orang yang 'aku'nya besar, makin besar 'aku'nya makin gampang tersinggung, makin gampang kecewa, gampang putus asa. Tetapi sebaliknya, orang yang makin tipis 'aku'nya, orang yang berusaha menghancur-leburkan 'aku'nya, orang ini akan bahagia, tidak gampang patah semangat, tidak gampang frustasi, tidak gampang terkena tekanan batin.

         Kenapa sekarang ini banyak orang terkena tekanan batin? Banyak orang terkena stress, jarang orang menjadi Bhikkhu, oleh karena sekarang ini makin besar aku —ego yang kita miliki. Sekarang Persatuan Bangsa-Bangsa membuat tahun ini sebagai tahun perdamaian. Apa yang akan diberikan oleh umat Buddha untuk tahun perdamaian ini? Saya menyarankan sebagai berikut:

1. Memperkecil keakuan.

2. Memperbanyak meditasi.

         Oleh karena dengan memperkecil keakuan, saudara akan mengurangi tekanan mental yang sering muncul dalam pikiran saudara. Orang yang 'aku'nya kecil, jarang... sukar tersinggung, sukar terkena persoalan-persoalan yang merugikan dan membuat tekanan mental, tekanan batin. Justru orang yang besar 'aku'nya yang sering menderita.

         Oleh karena itulah saudara sekalian, berikan waktu, sisihkan waktu dalam kehidupan saudara sehari-hari untuk bisa mengabdi demi kepentingan masyarakat. Kami (para Bhikkhu), telah menyisihkan waktu kami sebanyak mungkin demi masyarakat, andaikata pekerjaan kami tidak berhasil, kami tidak akan menyesal oleh karena kami tidak hanya diam berpangku tangan, kami telah berusaha membuat kehidupan ini menjadi kehidupan yang sebaik-baiknya.

         Para Bhikkhu berusaha membuat hidupnya ini tidak sia-sia, suatu hidup yang bermanfaat, mengisi kemajuan dirinya sendiri sepenuh-penuhnya demi manfaat orang banyak, dan dengan demikian jarang kita ini bisa menyesal. Andaikata toh pekerjaan kita tidak berhasil, kita tidak perlu menyesal oleh karena kita telah melewatkan kehidupan ini dengan mengisinya dengan sebaik-baiknya. Jangan putus asa saudara-saudara sekalian, jatuh... bangkit kembali, gagal... bangun kembali, karena tidak ada kesulitan yang akan mencengkeram kita untuk selama-lamanya. Kesulitan, problem, persoalan, kesedihan, semuanya tidak kekal, oleh karena itu jangan patah semangat, jangan putus asa, maju terus tambah kebaikan, karena hanya perbuatan baik yang bisa menyelamatkan kita, menguntungkan kita, membantu kita dalam kehidupan sekarang maupun dalam kehidupan yang akan datang. Inilah inti ajaran Sang Buddha.

         Apakah ajaran seperti ini sekarang sudah basi? Justru ajaran seperti ini sekarang relevan.

         Manusia modern, kadang-kadang sudah tidak senang pada upacara, justru agama Buddha menarik mereka. Agama Buddha bukan tidak menghargai upacara, menghargai benar-benar. Upacara bermanfaat, tetapi ada batasnya, bukan berarti berupacara itu semuanya bisa terkabul, semuanya bisa selesai. Upacara ini menambah semangat, menambah iman, memperkuat keyakinan kita, memperkuat daya tahan kita, tetapi untuk berhasil kita harus berusaha. Oleh karena itu, sekali lagi saudara sekalian, marilah kita berusaha, tidak ada perbuatan yang lebih mulia daripada berusaha. Memang ini berat, tetapi tidak ada pilihan lain. Naik kelas, lulus sekolah, keluarganya berhasil, pekerjaannya berhasil, harus berjuang.

        Sang Buddha mencapai ke-Buddha-an juga bukan karena malas-malas, para Arahat juga bukan karena malas-malas. Orang yang malas akan ketinggalan, orang yang berjuang akan berhasil. Berjuanglah demi kepentingan saudara, tetapi juga jangan lupa, berjuanglah untuk mengabdi pada masyarakat. Siapa yang mau mengabdi lebih banyak, dia akan menikmati kebahagiaan yang lebih banyak, kebahagiaan yang lain daripada yang lain. Oleh karena pengabdian itu menghancurkan keakuan, sedangkan keakuan itu sumber penderitaan.

         Saudara sekalian... Demikian secara singkat apa yang Sang Buddha ajarkan kepada kita. Sesungguhnya Sang Buddha ini tidak mengajarkan yang sulit-sulit, secara praktek, apa yang harus kita kerjakan. Sang Buddha hanya mengajarkan untuk menyingkirkan kejahatan, tambahlah kebaikan, jaga dan bersihkan pikiranmu sendiri, oleh karena memang demikian tugas kewajiban kita, demikian kodrat kita ini.

         Kalau manusia menyenangi kejahatan, membenci kebaikan, tidak peduli dengan masyarakat, itu adalah manusia yang bukan berjalan di atas kodrat. Wajarnya manusia adalah menjauhi kejahatan, menambah kebaikan, menjaga dan membersihkan pikiran sendiri, mengabdi demi kepentingan yang lain. Pak tani memberikan jasa kepada kita, pedagang memberikan jasa kepada kita, guru-guru memberikan jasa kepada kita, para Bhikkhu memberikan jasa kepada kita, umat memberikan jasa kepada para bhikkhu, semua saling membutuhkan.

         Sang Buddha telah memberikan jasa besar kepada kita, sekarang apa yang sudah saudara berikan, apa yang sudah saudara haturkan kepada Sang Buddha yang telah banyak memberikan kepada kita?

         Nah, saudara-saudara sekalian... Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ini menjadi bahan renungan bagi saudara dan berguna bagi kehidupan saudara.

         Sang Buddha pernah mengucapkan SUKHA SADDHÂ PATI TITTHA —orang yang mempunyai keyakinan yang kuat, orang ini akan bahagia, karena keyakinan itu pangkal segala-galanya. Untuk memulai sesuatu orang harus mempunyai keyakinan, untuk bisa bekerja dengan sebaik-baiknya orang harus punya keyakinan, untuk supaya hidupnya ini genah, genah itu baik teratur, tidak kesasar-kesusur, tidak tersesat orang juga harus perlu keyakinan.

         Keyakinan adalah kompas, keyakinan adalah arah, keyakinan adalah pedoman. Sesuatu yang kita yakini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh benar, dan kita pegang kebenarannya itu sebagai pedoman sampai kapanpun juga. Berbahagialah saudara yang mempunyai keyakinan yang benar, karena dengan keyakinan itu saudara akan bisa mengatur perbuatan saudara, menghindari perbuatan yang merugikan dan berusaha menambah perbuatan yang menguntungkan.


        Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Sang Tiratana selalu memberkahi saudara. Semoga semua makhluk berbahagia. Sekian dan terima kasih.***


oleh: Bhikkhu Sri Paññavaro

Sumber Asli: Kaset Khotbah Dhamma

Sumber : KUMPULAN DHAMMADESANA Sri Paññavaro Mahâthera; Bhikkhu Sukhemo Mahâthera (editor); 2001



Tidak ada komentar: