Kamis, 03 November 2011

GIRIMANANDA SUTTA




Angutara Nikaya X



Pada suatu waktu, Sang Bhagava berdiam di Jetavana dekat Savatti, Anathapindika Arama. Ketika itu, YM Girimananda sedang sakit. Beliau amat sangat menderita – diserang oleh suatu penyakit berbahaya. Maka YM Ananda pergi menjumpai Sang Bhagava. Setelah menyampaikan hormat, Beliau mengambil tempat duduk di samping Sang Bhagava lalu berkata: “Sang Bhagava, YM Girimananda sedang sakit, sangat menderita sekali, diserang oleh suatu penyakit yang berbahaya. Kiranya ia akan menjadi sembuh bila Sang Bhagava berkenan menjenguknya.”

“O Ananda, kalau engkau yang akan pergi ke tempat Bhikkhu Girimananda dan mengucapkan “Sepuluh Perenungan” kepadanya, maka, setelah mendengar perenungan itu, Bhikkhu Girimananda akan serta-merta sembuh dari penyakitnya. Sepuluh Perenungan yang manakah itu? Ialah:

Perenungan atas ketidak-kekalan;
Perenungan atas tidak adanya aku yang kekal;
Perenungan atas hal yang menjijikkan;
Perenungan atas kesedihan;
Perenungan atas cara mengatasi;
Perenungan atas kebebasan;
Perenungan atas pelenyapan;
Perenungan atas keadaan tidak-terikat oleh hal duniawi;
Perenungan atas ketidak-kekalan semua bentuk;
Perenungan atas keluar-masuknya napas.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Ketidak-kekalan itu? Seorang Bhikkhu pergi ke hutan, ke bawah pohon kayu, atau ke tempat yang sunyi, kemudian merenungkan:

“Tidak kekal badan jasmani ini;
Tidak kekal perasaan ini;
Tidak kekal pencerapan ini;
Tidak kekal bentuk-bentuk pikiran ini;
Tidak kekal kesadaran ini.”

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Ketidak-kekalan dari lima kelompok bentuk-kegemaran (5 khanda). Inilah yang disebut Perenungan atas Ketidak-kekalan.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Tidak Adanya Aku Yang Kekal itu? Bhikkhu bersangkutan selanjutnya merenungkan:

“Tidak kekal adanya, mata dan bentuk yang terlihat itu;
Tidak kekal adanya, telinga dan suara itu;
Tidak kekal adanya, hidung dan bau-bauan itu;
Tidak kekal adanya, lidah dan rasa kecapan itu;
Tidak kekal adanya, badan dan rasa sentuhan itu;
Tidak kekal adanya, pikiran dan bentuk-bentuk pikiran.”

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Tidak Adanya Aku Yang Kekal, yang dianggap sebagai pribadi dan landasannya yang di luar. Inilah yang disebut Perenungan atas Tidak Adanya Aku Yang Kekal.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Hal Yang Menjijikkan itu? Bhikkhu bersangkutan selanjutnya merenungkan badan jasmani ini:

“Dari telapak kaki ke atas dan dari ujung rambut ke bawah, seluruhnya, tertutup oleh kulit, dan berisi bermacam-macam kekotoran: rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, otot-otot, tulang-tulang, sumsum, ginjal, jantung, sekat rongga dada, limpa, paru-paru, usus, mesentery, perut, hati, otak, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, minyak persendian, dan air kencing.”

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Hal Yang Menjijikkan. Inilah yang disebut Perenungan atas Hal Yang Menjijikkan.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Kesedihan itu? Bhikkhu bersangkutan merenungkan:

“Sebenarnya, badan jasmani ini penuh dengan penyakit, penuh dengan penderitaan. Bermacam-macam penyakit timbul di dalam badan jasmani ini, seperti: penyakit mata, telinga, hidung, lidah, badan, kepala, daun telinga, mulut, gigi, batuk, asma, penyakit kerongkongan, panas-dalam, demam, penyakit perut, pingsan, mejan, tertusuk-tusuk, kolera, bengkak, koreng/luka-luka, penyakit pencernaan, ayan, sari-awan di dalam perut, kudis, kurap, kejiwaan, penyakit empedu, penyakit kencing manis, kelumpuhan, bisul, fistula, penyakit yang diakibatkan oleh empedu, lendir, gas-gas atau campurannya, penyakit karena perubahan iklim, karena tidak teraturnya iklim, atau karena suatu kejadian akibat karma; dan selanjutnya: dengan panas, lapar, haus, berak, dan kencing.”

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Badan ini. Inilah yang disebut Perenungan atas Kesedihan.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Cara-Mengatasi itu? 
Bhikkhu bersangkutan tidak mengikuti: keinginan rendah, kemauan buruk atau kebencian atau semua bentuk batin yang buruk dan yang merugikan, yang selalu timbul mengikuti kebencian, hingga semua ini diatasinya – diusir, dihancurkan, dan dibinasakan.

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Cara-Mengatasi. Inilah yang disebut Perenungan atas Cara-Mengatasi.

Namun. O Ananda, apakah Perenungan atas Kebebasan itu? Bhikkhu itu mengambil tempat di hutan, di bawah pohon kayu, atau di dalam sebuah gubuk yang kosong, lalu merenungkan:

“Inilah tenang, inilah mulia, yaitu, berhentinya semua bentuk kamma, terbuangnya semua lapisan kehidupan, lenyapnya keinginan, bebas, Nibbana.”

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Kebebasan. Inilah yang disebut Perenungan atas Kebebasan.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Pelenyapan itu? Bhikkhu itu merenungkan:

“Inilah tenang, inilah mulia, yaitu, berhentinya semua bentuk kamma, terbuangnya semua lapisan kehidupan, lenyapnya keinginan – lenyap, padam, Nibbana.”

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Pelenyapan. Inilah yang disebut Perenungan atas Pelenyapan.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Keadaan Tidak-Terikat oleh Hal Duniawi itu? Bhikkhu itu merenungkan:

“Apa yang ada di dalam pikiran merupakan kecenderungan dan ikatan terhadap hal duniawi: keinginan dan kecondongan, pegangan dan prasangka.”

Dan Bhikkhu bersangkutan membuang semua itu, ia menghindari semuanya itu.
Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Keadaan Tidak-Terikat oleh Hal Duniawi. Inilah yang disebut Perenungan atas Keadaan Tidak-Terikat oleh Hal Duniawi.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Ketidak-kekalan dari Semua Bentuk-bentuk itu? Bhikkhu itu merenungkan hingga ia merasa ngeri, mual, dan bersikap enggan terhadap semua Bentuk-bentuk …

Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Ketidak-kekalan dari Semua Bentuk-bentuk. Inilah yang disebut Perenungan atas Ketidak-kekalan dari Semua Bentuk-bentuk.

Namun, O Ananda, apakah Perenungan atas Keluar-Masuknya Napas itu? Bhikkhu itu mengambil tempat di hutan, di bawah pohon kayu, atau di gubuk yang kosong, duduk sendirian dengan kaki bersila, perhatiannya terpusat pada keluar-masuknya Napas:

“Dengan sadar ia mengeluarkan napas, dengan sadar ia menarik napas.”
Demikianlah, ia berdiam di dalam Perenungan atas Keluar-Masuknya Napas. Inilah yang disebut Perenungan atas Keluar-Masuknya Napas.

………… Setelah mendengar sepuluh perenungan ini dari Sang Bhagava, YM Ananda pergi menjumpai YM Girimananda dan mengucapkan kembali Sepuluh Perenungan ini kepada Bhikkhu Girimananda.

Tersebutlah, setelah YM Girimananda mendengar sepuluh perenungan ini, seketika itu juga, penyakitnya menjadi reda. Kemudian YM Girimananda bangkit dari tempat tidurnya, dan dengan cara demikian ia telah menaklukkan penyakitnya.


Tidak ada komentar: