Senin, 21 November 2011

MEDITASI SARANA PEMBUKTIAN ADANYA KELAHIRAN KEMBALI



oleh: YM.Bhikkhu Uttamo Mahathera

    
Masalah kehidupan sering menjadi suatu teka-teki untuk kita. Kadang kita bertanya-tanya, sesungguhnya dari mana kita berasal? Dari mana datangnya, apakah kita muncul begitu saja? Ataukah ada sebab lain?

Ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa kita dicipta.Tetapi seandainya kita lalu menanyakan kenapa saya dicipta menderita? Mengapa dia dicipta bahagia? Kenapa dia dicipta sehat dan saya dicipta sakit-sakitan? Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan demikian yang merupakan misteri kehidupan yang kalau hanya dijawab dengan "ciptaan" —bahwa semua ini adalah ciptaan— tentu hasilnya akan menumbuhkan ketidak-puasan, karena kita ingin tahu alasan yang lebih mendalam. Kalau kita hanya menjawab sampai pada penciptaan saja, tentunya berhenti tanpa ada kelanjutan lain.

Menurut pandangan agama Buddha, kita bisa berbeda-beda —lahir sehat atau lahir cacat, hidup dalam keluarga bahagia atau dalam keluarga menderita— ini semua karena karma atau perbuatan kita dalam kehidupan-kehidupan yang lampau. Buah kehidupan yang lampau itulah yang akhirnya kita rasakan dalam kehidupan ini, dalam bentuk kebahagiaan maupun penderitaan.

Hanya orang-orang yang mau berpikir lebih lanjut lagi kemudian akan bertanya, kalau kita menderita atau bahagia karena buah kehidupan yang lampau, ini tentunya akan sama halnya dengan mengatakan kita bahagia dan menderita karena ada yang menciptakan, karena nanti tidak akan bisa kita tanyakan lagi bagaimana bentuk kehidupan yang lampau itu.

Sehingga memang akhirnya kadang-kadang kita lalu terjebak ke dalam satu pandangan yang buntu. Kita hanya mengatakan kehidupan lampau. Atau kalau ditanya lagi bagaimana membuktikan kehidupan-kehidupan lampau, ya meditasi saja yang baik, tetapi cara bermeditasi untuk membuktikan kehidupan yang lampau itu tidak diberikan. Akhirnya orang lalu mengatakan ini sama saja dengan kasus "diciptakan" tadi.

Dalam pandangan Buddhis, memang sesungguhnya kita dapat melihat kehidupan yang lampau. Bahkan bukan hanya dalam satu kehidupan yang lampau saja, beberapa kali kehidupan yang lampau, sampai beratus-ratus kehidupan yang lalu pun kita bisa ingat.

Sarananya adalah meditasi. Meditasi menjadi hal yang penting dan pokok dalam menyelidiki kehidupan yang lampau karena meditasi merupakan pengembangan kesadaran. Pengembangan kesadaran ini dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi pikiran.

Di dalam kehidupan kita sehari-hari, sering kita melakukan segala bentuk pekerjaan dengan kurang berkonsentrasi. Misalnya saja saat ini kita sedang duduk lalu kita bertanya pada diri sendiri, "sebelum duduk di sini, saya dari mana?"

Kita mungkin saja masih bisa menjawab, "Dari kamar".
"Sebelumnya dari mana?"
"Kita dari ruang tamu".
"Sebelumnya dari mana?"
"Pulang kuliah dari kampus".
"Sebelumnya dari mana?"

Begitu seterusnya, sampai kita tidak ingat lagi kita ini sebenarnya hari ini mengerjakan apa atau hari ini dari mana saja.

Belum lagi kalau ditanya, "Tadi saya masuk ke kamar dari pintu depan, melangkah berapa langkah, kemudian masuk ke kamar dengan kaki kiri atau kaki kanan dulu? Kita sering sudah lupa sampai di sini.

Kelupaan kita ini jelas karena kita kurang menggunakan konsentrasi dalam melakukan kegiatan seperti tadi, mengendarai mobil, keluar dari kampus, kemudian di jalan, parkir mobil di rumah, masuk ke dalam rumah, masuk ke dalam kamar, kemudian keluar dari kamar, lalu duduk di kursi.

Oleh karena itu, kalau yang baru saja dilakukan sudah tidak kita ingat lagi, bagaimana kita bisa mengingat dengan tepat kejadian seminggu yang lalu, setahun, sepuluh tahun, seratus tahun, bahkan seribu tahun yang lampau sampai beberapa ribu tahun yang lampau?

Kalau sekarang kita mengembangkan kesadaran dengan melatih konsentrasi dalam meditasi, tujuan utama adalah berusaha menyadari segala sesuatu yang kita lakukan, menyadari segala sesuatu yang kita ucapkan, menyadari segala sesuatu yang kita pikirkan dengan kesadaran yang tidak terputus-putus tetapi merupakan kesadaran yang terus menerus pada saat duduk, berdiri, berjalan dan lain-lain.

Kesadaran yang terus-menerus ini akan menimbulkan daya ingat yang tajam. Misalnya kalau kita sedang berjalan —dan sadar sedang berjalan: kanan-kiri kanan-kiri kanan-kiri— masuk ke dalam rumah, ketika membuka pintu rumah kita sadar sedang membuka pintu rumah dan melangkah masuk kanan-kiri kanan-kiri. Kita akan tahu persis ketika ditanya orang, "Masuk rumah dengan kaki kanan atau kiri lebih dahulu?" Kita dengan penuh kesadaran dan penuh konsentrasi bisa mengatakan, "Saya masuk dengan kaki kanan dulu". Ini adalah manfaat dari pengembangan kesadaran berdasarkan konsentrasi.

Sekarang apabila kita sudah terbiasa berkonsentrasi, terbiasa mengembangkan kesadaran dengan duduk diam bermeditasi setiap hari —yang dilatih secara rutin, pagi dan sore hari dalam waktu yang tertentu, misalnya masing-masing satu jam— pikiran akan terpusat pada satu objek pada saat duduk bermeditasi.

Kita sekarang berusaha memusatkan seluruh perhatian pada satu objek, yang pada umumnya adalah pernafasan. Kita berusaha menyadari masuk keluarnya nafas. Sewaktu duduk bermeditasi, kita mengucapkan kata "masuk" seirama dengan masuknya nafas, kita mengucapkan kata "keluar" seiring dengan keluarnya nafas. Sehingga di dalam batin kita yang ada hanyalah dua kata: "masuk" dan "keluar", "masuk" dan "keluar", sesuai dengan irama nafas kita secara alamiah.

Yang dimaksud dengan alamiah di sini adalah kita tidak mengatur nafas selama bermeditasi. Kita tidak perlu membuat nafas kita menjadi lebih cepat dari kewajaran atau menjadi lebih lambat atau menahan nafas. Tetapi kita perhatikan saja gerak nafas secara alamiah.

Ketika kita sedang memperhatikan masuk keluarnya nafas ini, pikiran kita sering menyimpang pada pekerjaan, kuliah, rumah tangga, pada problem-problem yang sedang kita hadapi saat ini, sehingga perhatian kita beralih dari pernafasan ke problem-problem yang harus kita hadapi.

Kita sebagai orang yang sedang berlatih meditasi harus cepat mengenali fenomena pikiran ini dan segera menarik kembali pikiran yang menyimpang tadi ke dalam objek kita, yaitu masuk keluarnya nafas. Semakin cepat kita menyadari menyimpangnya pikiran dari objek dan menarik kembali ke objek nafas berarti semakin bisa kita melatih meditasi. Akhir dari kemampuan bermeditasi pada tahap awal adalah selama selang waktu tertentu tersebut perhatian kita tetap bisa berkonsentrasi pada satu objek —yaitu nafas— tanpa menyimpang lagi untuk memikirkan hal-hal yang lain.

Bila sudah bisa memusatkan pikiran pada satu objek, maka kita sekarang bisa menguji sejauh mana hasil konsentrasi dan pengembangan kesadaran kita ini untuk digunakan melihat hal-hal yang telah pernah kita lakukan.

Ketika konsentrasi kita sudah tinggi, kita bertanya pada diri kita, "Sebelum bermeditasi kita melakukan apa?"

"Mandi".

"Sebelumnya saya membaca buku, sebelumnya lagi membantu orang tua, dan seterusnya".

Kita berusaha menguji daya ingat dengan bekal konsentrasi dan kesadaran yang telah dilatih selama meditasi ini untuk mengingat dengan cara mundur seperti itu.

Kalau kita sekarang lupa apa yang telah lakukan sejam yang lalu, berusahalah kembali mengembangkan kesadaran dan konsentrasi. Kemudian ulangi mengingat kembali, sebelum meditasi kita melakukan apa, demikian seterusnya. Sampai akhirnya mungkin daya ingat kita yang hanya bertahan untuk menyadari kehidupan kita satu jam yang lampau dapat dikembangkan menjadi dua jam yang lampau, tiga jam yang lampau, tiga hari, tiga bulan, tiga tahun yang lampau, lima, sepuluh, dua puluh tahun, seratus tahun, dua kehidupan yang lampau, sepuluh kehidupan yang lampau, demikian seterusnya.

Kuncinya yang terpenting adalah pertama: kita bisa bermeditasi dengan seluruh konsentrasi yang terpusat pada satu objek, dan yang kedua adalah kita menggunakan konsentrasi untuk berusaha mengadakan flash-back (melihat kehidupan yang lampau dengan cara sedikit demi sedikit, sedetik yang lalu, dua detik dan seterusnya) hingga kita bisa menyadari beberapa kehidupan yang lampau.

Kalau kita bisa menjalankan meditasi dan bisa berkonsentrasi serta mengembangkan kesadaran dengan baik dan benar, maka dengan teknik melihat dari satu detik, dua detik yang lampau sampai satu, dua tahun, satu kehidupan, dua kehidupan yang lampau ini, pasti bisa kita jalankan.

Yang penting adalah praktek, melaksanakan sedikit demi sedikit. Perlu diingat bahwa pada saat bermeditasi untuk tingkat awal, hendaknya kita jangan mempunyai satu pemikiran bahwa: apakah sekarang sudah saatnya kita bisa melihat kehidupan yang lampau? Kalau kita terlalu cepat mempunyai pikiran untuk melihat kehidupan yang lampau, maka akhirnya konsentrasi kita akan terpecah dan tidak mampu bermeditasi. Lebih baik pada tahap awal tujuan kita hanya memperhatikan nafas saja, kemudian target kita harus bisa memperhatikan nafas tanpa menyimpang dari objek itu selama itu barulah mengalihkan objek kita untuk mengadakan flash-back pada kehidupan kita.

Dengan cara demikian, maka akhirnya kita mulai bisa menyingkap kehidupan yang sekarang, yang kemarin, dan akhirnya bisa menyingkap kehidupan-kehidupan kita yang lampau. Kita bisa mengerti dengan jelas, kenapa saya lahir menderita, kenapa dia lahir bahagia, kenapa saya lahir sakit-sakitan sedangkan dia bisa lahir sehat.

Ternyata nanti di dalam pemutaran mundur (rewind) memori kehidupan kita ini akan terlihat jelas, yang menjadi sumber kita bahagia atau menderita sesungguhnya adalah perbuatan kita sendiri.

Oleh karena itu, sesungguhnya tumimbal lahir bukanlah tidak mungkin bisa dibuktikan. Yang penting ada kemauan untuk melatihnya. Bila kita malas, ogah-ogahan, gampang patah semangat, putus asa, sampai kapanpun kita tidak akan memiliki kemampuan untuk "melihat" kehidupan-kehidupan kita yang lampau.

Semoga cara atau teknik praktis ini dapat dipakai sehingga bisa membuahkan suatu hasil yang positif sesuai dengan keinginan kita untuk membuktikan adanya kelahiran kembali seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha. Apabila kita bisa membuktikan ajaran Sang Buddha ini, maka sesungguhnya keyakinan kita kepada ajaran Sang Buddha dengan sendirinya akan segera timbul jauh lebih besar dan lebih mantap dibandingkan yang kita miliki pada saat ini.***

Sumber:
Majalah Buddha Cakkhu No. 21/Tahun XII/1991

Tidak ada komentar: