Apa fakta itu sebenarnya ?
Apakah sesungguhnya yang mendasari fakta ?
Tentunya bukan ingatan kita.
Ada seorang profesor yang baru pensiun di Amerika
serikat.Saat memberesi berkas – berkasnya,ia menemukan bahwa 34 tahun
sebelumnya ia pernah melakukan survei statistik pada kelompok anak- anak
mengenai situasi kehidupan mereka di rumah.Dalam survei itu ia menanyakan
apakah mereka lebih sayang ibu atau ayah,apakah orang tua mereka memahami
mereka,apakah mereka bahagia di rumah,bahkan hal – hal kecil,misalnya apakah
orang tuamu menghukum secara fisik.
Ia memiliki semua informasi tentang 150 anak siswa
berumur 14 tahun.Nah,ini terjadi 34 tahun lalu.Ia memutuskan untuk melihat
berapa banyak dari siswa-siswa itu yang bisa ia lacak dan kembali menanyai
mereka pertanyaan yang sama dan melihat apakah ingatan mereka akan masa kecil
mereka sesuai dengan apa yang mereka tulis 34 tahun sebelumnya.
Yang luar biasa mengenai studi ini adalah tidak adanya
korespondensi sebelumnya.Ia berhasil menemukan 90 dari 150 anak-anak itu yang
sekarang telah dewasa,dan menanyakan pertanyaan yang sama,”Apakah anda bahagia
di rumah ?”Begitu banyak anak-anak yang dulu mengatakan,”Ya,kami bahagia di
rumah,” kini 34 tahun kemudian menjawab,” Saya memiliki masa kecil yang buruk.”
Banyak anak-anak yang mengatakan bahwa orangtua mereka
memberi hukuman fisik,kini mereka menjawab,”tidak,mereka tidak memberi hukuman
fisik.” Fakta sederhana sungguh bisa berubah selama 34 tahun.Hal ini
menunjukkan bagaimana kita bisa bergantung pada ingatan kita.Harap di ketahui
bahwa acap kali penyelidik kecelakaan jalan raya mengambil pernyataan dari
saksi,mereka terpukau pada kesaksian pada orang-orang yang menyaksikan
kecelakaan itu,namun memiliki kesaksian yang berbeda mengenai apa yang
terjadi,meski baru terjadi beberapa menit yang lalu.Ingatan sungguh tidak bisa
di andalkan.
Jadi ketika kita memahami hal ini,setidaknya kita
tidak akan bertengkar lagi mengenai siapa yang melakukan apa dan kapan.Kita
menerima kenyataan bahwa meski saya yakin sekali saya yang melakukan,saya
yang mengatakan ini,melakukan itu,namun keyakinan itu tidak pasti.Secara
pribadi saya tidak tahu apa yang saya lakukan.Saya bahkan tidak tahu apa yang
telah saya ucapkan minggu lalu.Ingatanku dan ingatanmu mungkin agak
berbeda,sehingga kita bisa menoleransi perbedaan ingatan dan tidak membuatnya
menjadi konflik.
Saya selalu terkena masalah beberapa tahun yang
lalu.sebagai bhiksu saya memiliki peraturan yang sangat ketat untuk di
taati.Misalnya sebagai bhiksu,saya harus selibat,sebagai buktinya,saya tidak
boleh sendirian bersama perempuan.sama pula dengan bhiksuni ,mereka tidak tidak
boleh sendirian bersama laki-laki,sebab orang-orang mungkin akan menyebarkan
berita ketika melihat anda pergi bersama perempuan itu setiap kali.
Sebelum saya pernah terpikir akan menjadi
bhiksu,ayah saya sering menceritakan lelucon ini : Apa enaknya jadi biarawan ?
jawabannya : tidak ada..! Jadi, saya harus sangat berhati-hati ---itulah yang
di harapkan orang banyak.Anda harus sangat berhati-hati,sangat ketat.Suatu hari
kami mendapat kunjungan seorang bhiksuni,ia memakai jubah cokelat tua dengan
kepala tercukur.Nah,suatu hari setelah makan siang pada hari Sabtu,bhiksuni ini
masuk ke mobil bersama perempuan lain untuk di antar berkeliling melihat-lihat
kota Perth.Salah seorang nyonya Thai yang habis memberi derma keluar dari
balairung dan melihat orang berkepala botak dan berjubah cokelat ini,duduk di mobil,di
samping perempuan.Langsung ia berkata,” Ajahn Brahm ! Ajahn Brahm ! Dia pergi
dengan perempuan !”
Dan saya pastikan akan terkena masalah besar jika saya
tidak kebetulan sedang keluar dari balairung pada saat itu,hingga membuat kaget
si perempuan Thai ini.Pasti akan sulit membuktikan bahwa itu bukan saya,soalnya
ia berkata begini,” saya lihat anda tadi.....,” ia sangat yakin,” Tadi itu
Ajahn Brahm ! Saya melihatnya dengan mata kepala sendiri,ia ada dalam mobil.”
Ini menunjukkan kepada anda betapa mudahnya terjebak
dalam perdebatan bahkan karena apa yang anda lihat,bahkan untuk apa yang anda
dengar,anda tidak bisa menerima itu sebagai fakta.Bukan hanya itu,namun apapun
yang kita alami kita selalu melenceng karena kita hanya melihat apa yang ingin kita
lihat,kita mendengar apa yang ingin kita dengar.Beberapa bhiksu mendatangi saya
dan meminta izin khusus agar mereka bisa pergi keluar negeri dan mengunjungi
Thailand.
Mereka datang dan bertanya,”Bolehkah saya pergi ke
Thailand ?”
“Tidak,anda tidak boleh pergi ke Thailand.”
“Bolehkah saya pergi ke Thailand ?”
“Tidak,anda tidak boleh pergi ke Thailand.”
Berkali-kali begitu,namun begitu saya mengatakan ,” Terserah.” Mereka berkata
,”Oh,terima kasih,saya dapat pergi ke Thailand.”
Mereka hanya perlu mendengar anda menyetujui sekali
saja.Jadi mereka terus bertanya,bertanya,dan bertanya.Orang pasti akan bilang
ya jika kita terus mendesak mereka.Inilah yang terjadi ketika kita bertanya
dengan maksud ingin mendengar sesuatu.Kita ingin mendengar sesuatu dan itulah
yang akan kita dengar.Kata-kata lainnya yang terucap tidak kita dengar.Ini
adalah mekanisme penyaring yang terjadi dalam batin.sering kali itulah sumber
pertengkaran,sebab kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat,mendengar apa yang
ingin kita dengar.Orang lain pun demikian.Persepsi kita berbeda,kenyataan bagi
kita berbeda.itulah bibit konflik.
Untuk bisa mengatasi konflik,kita harus memahami bahwa
apa yang kupikirkan,apa yang kukatakan bukanlah faktanya.Aku tidak lantas benar
hanya karena aku sudah melihatnya,aku tahu hal ini sebab aku ingat,bukan
berarti bahwa itu memang benar demikian.ini juga tidak berarti bahwa dia pun
salah.
Ini adalah sesuatu di antara benar dan salah,inilah
yang kita persepsikan ketika kita melihatnya dengan cara ini.Itulah mengapa
Buddha mengatakan berulang kali ,”Siapa pun yang mengatakan bahwa ini benar dan
yang lain salah hanya mengundang konflik dan masalah.”
( AJAHN BRAHM )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar