Senin, 14 November 2011

NASIHAT HIDUP





Dalam cerita sebelumnya,saat macan dan ularnya mati,itulah saat yang tepat bagi orang tersebut untuk melakukan sesuatu.Dia berhenti menikmati madu,dan dengan segenap daya untuk memanjat ke atas sumur,lalu berjalan keluar dari hutan menuju keselamatan.Hidup tidak selalu harus tidak berbuat apa-apa,menikmati madu.

Seorang pemuda dari Sydney bercerita kepada saya bahwa dia pernah bertemu dengan guru saya,Ajahn Chah,di Thailand,dan menerima nasihat terbaik dalam hidupnya.

Banyak pemuda barat yang tertarik dengan ajaran Buddha,mendengar tentang Ajahn Chah pada awal tahun 80’an.Pemuda ini memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Thailand,khusus untuk menemui sang bikkhu hebat dan mengajukan beberapa pertanyaan.

Sebuah perjalanan panjang.Sesampainya ke Bangkok,delapan jam dari Sydney,dia naik kereta api malam,sepuluh jam menuju Ubon.Di sana dia tawar menawar harga dengan seorang supir taksi untuk membawanya ke Wat Nong Pah Pong,wihara Ajahn Chah.Dalam keadaan lelah namun penuh semangat,akhirnya sampai juga dia di pondok Ajahn Chah.

Sang guru begitu terkenal.Dia sedang duduk di pondoknya,seperti biasa,dikelilingi oleh kerumunan besar orang yang terdiri dari para Bhikkhu dan jenderal,petani miskin dan pedagang kaya,perempuan dusun sederhana dan perempuan penuh riasan dari Bangkok,semua duduk bersisian.Tidak ada diskriminasi di bawah atap pondok Ajahn Chah.

Si pemuda Australia duduk di pojok kerumunan besar itu.dua jam berlalu dan bahkan Ajahn Chah sama sekali tidak memerhatikan kehadirannya.Terlalu banyak orang lain di depannya.Merasa sia-sia,dia pun bangkit dan berjalan keluar.

Dijalan keluar menuju gerbang utama,dia melihat beberapa Bhikkhu sedang menyapu dedaunan di sekitar menara lonceng.Masih ada satu jam sebelum taksi datang menjemput si pemuda di depan gerbang,jadi dia mengambil sebuah sapu,bermaksud untuk berbuat karma baik.

Sekitar tiga puluh menit kemudian,sewaktu sibuk menyapu,dia merasakan ada tangan seseorang di bahunya.Dia menbalikan badan dan dia kaget bercampur gembira,karena itu adalah tangan Ajahn Chah,yang sedang berdiri sambil tersenyum
dihadapannya.Ajahn Chah telah melihat si pemuda barat ini,tetapi tidak berkesempatan untuk menyapanya.Waktu itu,Ajahn Chah dalam perjalanan keluar wihara menuju ke tempat lain,jadi dia hanya berhenti sebentar di depan pemuda dari Sydney ini untuk memberinya sebuah hadiah.Ajahn Chah mengucapkan sesuatu dengan cepat dalam bahasa Thai,lalu berjalan keluar.

Bhikkhu penerjemah berkata kepadanya,” Ajahn Chah bilang bahwa jika kamu mau menyapu,curahkan segala yang ada pada dirimu.” Lalu penerjemah ini pun pergi menyusul Ajahn Chah.

Si pemuda berpikir mengenai ajaran singkat tadi dalam perjalanan panjang kembali ke Australia.Dia menyadari,tentu saja,bahwa Ajahn Chah telah mengajarkannya lebih dari sekedar bagaimana menyapu dedaunan.Artinya menjadi jelas baginya.
“ Apapun yang engkau lakukan,curahkan segala yang ada pada dirimu.”

Dia menceritakannya kembali kepada saya beberapa tahun kemudian di Australia bahwa nasehat hidup ini bernilai seratus kali perjalanan jauh yang telah di tempuhnya.

Nasehat itu sekarang telah menjadi semboyannya dan telah membawa kebahagiaan dan kesuksesan.saat dia sedang bekerja,dia mencurahkan segalanya (pada apa yang dikerjakan).Saat dia sedang istirahat,dia mencurahkan seluruh dirinya (untuk beristirahat total).Saat dia sedang bergaul,dia mencurahkan seluruh dirinya.Itulah rumus untuk sukses.Oh,dan saat dia sedang tidak melakukan apa-apa,dia juga mencurahkan segalanya(dengan tidak melakukan apa-apa).


Oleh : Ajahn Brahm
Di sadur dari buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.

Tidak ada komentar: