[Dialog antara Magandiya dan Sang Buddha pada saat Magandiya menawarkan putrinya pada Sang Buddha untuk dijadikan istri.]
1. Sang Buddha: 'Bahkan ketika melihat putri-putri Mara(1) yaitu Tanha (nafsu keinginan), Rati (kemelekatan) dan Raga (nafsu indera), tidak ada sedikit pun nafsu jasmani yang muncul di dalam diriku untuk berhubungan. Apa pula benda yang penuh air kencing dan kotoran ini? Bahkan dengan kakiku pun aku tak ingin menyentuhnya!' (835)
2. Magandiya: Jika engkau tidak menginginkan permata ini, putri yang diinginkan oleh banyak raja, katakanlah apa pandanganmu, bagaimanakah cara hidupmu sesuai dengan moralitas dan praktek, serta masa depanmu. (836)
3. Sang Buddha: O, Magandiya, setelah mempelajari apa yang dilekati erat-erat oleh manusia, aku tidak mengatakan 'Inilah yang kukatakan'. Dengan melihat semua pandangan ini --namun tidak melekatinya-- dan karena mencari kebenaran, kutemukan kedamaian di dalam diri. (837)
4. Magandiya: Pertapa agung, tanpa melekati pandangan-pandangan yang tergabung dalam sistem-sistem spekulatif itu, engkau membicarakan kedamaian di dalam. Bagaimanakah hal itu dapat dijelaskan oleh para bijaksana? (838)
5. Sang Buddha: Aku tidak mengatakan bahwa manusia mencapai 'kesucian' lewat pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Kesucian tidak juga dapat dicapai tanpa pandangan, tradisi, pengetahuan, moralitas atau ritual. Pencapaian kesucian hanya menggunakan faktor-faktor ini sebagai sarana namun tidak melekatinya sebagai tujuan. Hanya dengan cara itulah manusia mencapai kesucian dan tidak merindukan tumimbal lahir. (839)
6. Magandiya: Jika engkau tidak mengatakan bahwa 'kesucian' tidak dicapai lewat pandangan, tradisi, pengetahuan dan ritual, dan tidak juga lewat tidak adanya itu semua -- bagiku tampaknya pengetahuanmu itu omong kosong, karena beberapa manusia menganggap bahwa 'penyucian' berasal dari pandangan. (840)
7. Sang Buddha: Karena pandanganmulah engkau terus-menerus mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Hal ini disebabkan oleh karena engkau terobsesi dan berpegang erat pada pendapat-pendapat yang sudah terbentuk sebelumnya. Dari pandangan ini engkau belum memperoleh pengertian sedikit pun: itulah sebabnya engkau melihat ini semua sebagai omong kosong. (841)
8. Bila seseorang menganggap dirinya 'setara', 'lebih rendah', atau 'lebih tinggi' dibanding yang lain, dengan alasan itu pula dia langsung masuk ke dalam perdebatan. Tetapi di dalam diri orang yang tidak tergerak oleh ketiga macam pengukuran ini tidak ada pikiran-pikiran semacam itu -yaitu 'setara', 'lebih rendah' atau 'lebih tinggi'. (842)
9. Mengapa Arahat harus berbantahan dengan orang yang cukup dia beritahu dengan mengatakan 'Ini kebenaran' atau 'Itu kebohongan'? Jika orang tidak memiliki pikiran-pikiran 'setara' atau 'tidak setara', dengan siapakah dia dapat bersitegang? (843)
10. Pertapa yang telah meninggalkan rumahnya dan tidak membina hubungan intim di desa-desa, bebas dari nafsu birahi, tidak dikuasai oleh rasa senang (terhadap nafsu duniawi) -- dia tidak terjebak masuk ke dalam percakapan-percakapan yang dapat menimbulkan perselisihan dengan orang lain. (844)
11. Manusia agung yang berkelana di dunia ini terbebas dari pandangan-pandangan, tidak melekatinya dan tidak masuk ke dalam perselisihan. Bagaikan bunga teratai berduri yang muncul dengan tangkainya tanpa ternoda oleh lumpur dan air, begitu pula sang pertapa --pembicara perdamaian yang bebas dari nafsu-- tidak ternoda oleh dunia dan nafsu-nafsu jasmaninya. (845)
12. Orang bijaksana itu tidak menjadi sombong melalui pandangan atau pengetahuan, karena dia tidak melekati hal-hal semacam itu. Dia tidak tergoda oleh tindakan dan tidak pula tergoda oleh belajar, karena ia tidak melekat dalam setiap keadaan. (846)
13. Tidak ada ikatan bagi dia yang telah terbebas dari ide, dan tidak ada salah pandangan bagi dia yang telah terbebas lewat kebijaksanaan. Mereka yang mengukuhi ide dan pandangan, berkelana dan masuk ke dalam perselisihan di dunia. (847)
Catatan
Sinonim dengan pikiran-pikiran yang menggoda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar