Minggu, 27 November 2011

PENUNTUN MENUJU KESADARAN (A Guide To Awareness)



Khotbah Dhamma Tentang Dasar-dasar Kesadaran
(Satipatthana Sutta);
Oleh : Somdet Phra Nyanasamvara;
Editor : Ir. Lindawati T.

Buku ini berisikan 22 percakapan Dhamma

PERCAKAPAN 1

Kammatthana: Medan Berlatih (Obyek Meditasi)

Kammatthana adalah medan berlatih, dan yang dimaksudkan di sini adalah di mana seseorang melatih pikirannya sendiri. Sebenarnya pikiran dari setiap orang selalu bekerja dan merencana/berangan-angan, yang menyebabkan timbulnya nafsu (raga) dan ketamakan (lobha), kebencian dan keengganan (dosa) serta lahirnya kebodohan atau pandangan keliru (moha). Pikiran kemudian terseret untuk membuat berbagai persoalan dan urusan; dan biasanya hal ini lalu menjadikan batin ternoda. Pikiran yang gelisah dan tidak tenang seperti itu tidak akan pernah menemukan kedamaian, bagaikan ombak di lautan yang tak henti-hentinya bergerak/bergelora.

Pikiran yang disusupi oleh kekotoran atau noda, yang cenderung dipenuhi oleh prasangka buruk dan tidak seimbang tersebut, tak mungkin dapat menyadari kebenaran dan tak dapat melihat kondisi segala sesuatu sebagaimana adanya. Misalnya pikiran yang dipengaruhi oleh nafsu ketamakan, pasti cenderung mengarah kepada sisi yang menyenangkan atau sisi yang menarik dari benda-benda, sehingga menciptakan kesukaan atau kegemaran kepada benda-benda tersebut. Dengan menyukainya, maka ia cenderung berat sebelah dan kemudian muncul penilaian: "sangat bagus", "bagus", atau "cukup bagus"; tergantung pada seberapa besar seseorang menyukainya. Walaupun sebenarnya sesuatu itu tidaklah bagus, tetapi ia akan menganggapnya bagus karena ia telah tertarik kepada benda tersebut, disebabkan oleh pengaruh nafsu dan ketamakan (lobha).

Ketika pikiran dikuasai oleh kebencian (dosa) maka ia akan melihat pada sisi yang negatif dari segala sesuatunya, dan lalu akan menjauhinya. Tak perduli apapun yang dibenci, yang akan timbul selalu adalah penilaian: "benar-benar jelek", --atau tergantung dari tingkat kebenciannya--, "agak jelek", atau "tidak terlalu bagus", dan sebagainya.

Jika pikiran dikuasai oleh kebodohan atau pandangan keliru (moha), maka lebih sukar pulalah ia melihat kebenaran. Seperti seorang yang buta sebelah, maka hanya dapat melihat sesuatu dengan kabur. Meskipun ia dapat menduga-duga, tapi umumnya tidak akan cocok dengan yang sebenarnya (kesunyataan), karena pikiran telah dikuasai oleh kebodohan/pandangan keliru (moha).

Nafsu, ketamakan, kebencian, dan kebodohan ini tidak hanya membuat ketidakseimbangan dan merusak pikiran, tetapi juga menutupi perkembangan kebijaksanaaan (panna), dimana kebijaksanaan inilah yang mampu menembus hakikat sesungguhnya yang akan dapat menyelaraskan bekerjanya pikiran. Dua obyek (kammatthana) tersebut yaitu:

Samatha Kammatthana : adalah pelatihan pikiran untuk mengembangkan ketenangan (samatha).

Vipassana Kammatthana : adalah pelatihan pikiran untuk mencapai Pandangan Terang (vipassana) tentang kesunyataan.

Mengusahakan ketenangan pikiran adalah langkah pertama, karena pikiran memerlukan pembersihan dari kekotoran-kekotoran atau noda-noda yang menutupi kejernihannya. Baru kemudian seseorang dapat berlatih melihat ke dalam diri (insight) sebagai akibat dari tenangnya pikiran yang telah bebas dari pengaruh noda batin tersebut. Apapun yang nantinya ditemui dan dialami, dapat dilihat dengan jelas sebagaimana adanya. Dengan demikian pengetahuan dan kebijaksanaan akan berkembang.

Tempat Perlindungan (SARANA)

Bagaikan bumi ini, menerima dan menjadi landasan dari tempat kita berpijak, itu pula diperlukan --saat permulaan dalam mengembangkan obyek latihan ini--, untuk mencari landasan yang kuat bagi pikiran. Dan tempat perlindungan yang tepat dari pikiran adalah Tiga Permata --Ti Ratana--, yaitu: Buddha, Dhamma, Sangha.

Pertama, seseorang haruslah menetapkan bahwa Buddha, Dhamma, dan Sangha adalah tempat perlindungan yang benar baginya, dengan mengingat kembali serta merenungkan kebajikan-kebajikan dan sifat-sifat luhurnya. Dengan demikian, Sang Buddha adalah memang benar-benar Ia, Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna; Sang Dhamma adalah memang benar-benar merupakan sang Jalan untuk dilaksanakan atau dipraktikkan, yang menuntun menuju kepada akhir penderitaan; dan Sang Sangha adalah mereka yang dengan sungguh-sungguh mengikuti dan melaksanakan Jalan Dhamma, hingga mencapai hasil.

Mengusahakan penghargaan yang tinggi akan sifat-sifat luhur Sang Ti Ratana, membutuhkan pengertian yang dalam dari apa yang telah Sang Buddha ajarkan, yaitu dengan mempunyai keyakinan, akan menuntun ke arah berakhirnya semua penderitaan. Semakin dalam seseorang dapat merasakan keindahan Dhamma, maka ia semakin dapat menghargai dan mengagumi prestasi atau pencapaian Sang Buddha tersebut. Batin mereka teguh tak tergoncangkan dalam berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.

Kemantapan pikiran seseorang dalam berlindung kepada Sang Ti Ratana adalah langkah awal dalam mengembangkan obyek latihan dalam kammatthana ini. Jadi marilah kita meneguhkan hati dan pikiran dalam menerima Tiga Perlindungan ini, yakin sepenuhnya dalam Buddha, Dhamma, Sangha; dan juga percaya akan kesanggupan diri untuk berlatih, terutama dalam menggunakan obyek kammathana yang telah kita pilih untuk kita laksanakan/latih tersebut. Mengetahui bahwa ia akan membawa kita kepada ketenangan dan kedamaian, untuk menjadi bijaksana dan berpengetahuan luas. Inilah hal yang benar untuk mendukung pikiran kita.

Aturan dan Kebajikan Moral (SILA)

Sekarang kita beralih kepada suatu dasar, dimana pikiran dapat disandarkan. Ia adalah kebajikan moral (sila), yang mana ini sebenarnya merupakan bagian dari pikiran yang alamiah (pakati) yang tidak terganggu oleh kekotoran-kekotoran (noda-noda). Noda-noda inilah yang mendorong dan menyeret pikiran untuk berkeinginan atau berkehendak (cetana), sehingga menyebabkan terjadinya perbuatan-perbuatan salah dari jasmani dan batin. Kadang-kadang kita merasa sangat sulit untuk memelihara sesuatu yang alamiah ini (sila), karena lingkungan pekerjaan kita, dan lain sebagainya. Namun bagaimanapun juga, bila anda masuk pada Pelaksanaan Dhamma, anda harus mampu menjauhi dan menahan diri dari perbuatan-perbuatan salah serta tingkah laku buruk lainnya. Minimal, jangan melanggar Panca Sila.*)

Dari sekarang, anda harus berhati-hati untuk menjaga kemurnian pikiran anda. Jangan biarkan ia terdorong ke arah yang jelek. Jika Anda dapat memelihara pikiran yang alamiah ini (sila), maka anda akan merasakan pikiran yang terberkati oleh kebajikan moral. Sekali kebajikan itu timbul, ia akan menjadi dasar dari sang Pikiran. Dan bila pikiran anda telah mempunyai dasar -bersama dengan Tiga Perlindungan-, ia akan dapat melindungi pelaksanaan Dhamma anda dari serangan-serangan nafsu buruk dan kekotoran-kekotoran batin lainnya, sehingga kesempatan akan terbuka: kesempatan untuk terjun dalam praktik dengan obyek dari kammatthana, yang akan dapat menguatkan, meningkatkan, dan mengembangkan pikiran anda sendiri. ***

4 Agustus 1961

Catatan :

*) Lima Aturan Kemoralan (Panca Sila) adalah:
1. Saya berusaha menghindari diri dari pembunuhan makhluk hidup.
2. Saya berusaha menghindari diri dari pencurian.
3. Saya berusaha menghindari diri dari perilaku seksual yang salah.
4. Saya berusaha menghindari diri dari kebohongan dan ucapan yang salah.
5. Saya berusaha menghindari diri dari penggunaan makanan/minuman yang memabukkan (alkohol, obat bius, dll).



PERCAKAPAN 2

Dasar-dasar dari Kesadaran: Satipatthana

Pelajaran mengenai Dasar-dasar dari Kesadaran (Satipatthana Sutta) adalah secara langsung membahas dan menjelaskan tentang latihan dari pikiran. Sesungguhnya Sang Buddha telah dengan tegas menyatakan bahwa inilah, satu-satunya jalan untuk mengatasi penderitaan, untuk dapat melihat Dhamma dengan jelas, dan untuk mencapai akhir dari penderitaan dengan cara merealisasi Nibbana. Ini tentu termasuk kesempurnaan dari Ketenangan dan Pandangan Terang. Karena itu, sebagai permulaannya, kita perlu mengetahui dasar daripada latihan ini, yaitu kammatthana. Ini --yang telah disebutkan sebelumnya (dalam percakapan 1- red)-- berarti medan berlatih, tempat bekerjanya pikiran. Dibutuhkan kebulatan tekad untuk mendirikan dasar bagi latihan kita ini. Di manakah dapat ditemukan dasar untuk konsentrasi kita?

Berusaha membentuk pikiran dengan cara memperhatikan kejadian-kejadian atau obyek-obyek di luar, seperti obyek penglihatan (visual), suara, bebauan, rasa, atau obyek-obyek batin, hanya akan menyebabkan masuknya kekotoran-kekotoran atau noda-noda batin ke dalam pikiran. Pikiran lalu akan bersandar pada kekotoran tersebut, bukannya pada kammatthana. Jadi keputusan yang benar, di mana seseorang mesti mengarahkan dan meletakkan dasar latihan, adalah sangat penting.

Sang Buddha mengajarkan bahwa kita seharusnya mengarahkan perhatian kita ke dalam diri kita sendiri. Dasar untuk pengembangan pikiran akan dapat dijumpai di sini juga, di dalam diri kita sendiri, sama sekali bukan pada benda-benda atau obyek-obyek di luar diri kita. Pada spesifikasinya, di dalam diri seseorang, meliputi tentang: badan jasmani (kaya), perasaan (vedana), pikiran (citta) dan bentuk-bentuk batin (dhamma). Semuanya lengkap ada dalam diri kita masing-masing.

Jasmani (Kaya)

Mengalihkan perhatian kita untuk kembali kepada diri sendiri --melihat dari luar ke dalam--, pertama-tama kita akan melihat jasmani kita. Kita melihat bahwa --apakah sewaktu terbangun atau tidur-- terdapat suatu fungsi atau kegiatan jasmani yang mendasar dan penting, yaitu bernafas. Terdapat pula beberapa posisi badan, seperti: berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring. Dari itu terjadi beberapa posisi lagi, misalnya ketika berjalan, seseorang mengayunkan dan menekuk lengan dan kakinya atau berputar dan memandang sekilas ke sekelilingnya. Demikian pula bila sedang duduk, kaki akan mengambil posisi tertentu pula.

Kemudian ada beberapa bagian lain dari jasmani ini, yang terbentuk dari organ-organ di dalam dan di luar (permukaan). Yang di luar (permukaan) adalah: rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, dan kulit. Yang di dalam misalnya: daging, urat, tulang, sumsum tulang, empedu, ginjal, hati, dan lain sebagainya.

Unsur-unsur jasmani ini seluruhnya dapat digolongkan dan dianggap sebagai suatu unsur (dhatu). Sebagai contoh misalnya organ tubuh yang bersifat keras tergolong unsur tanah, yang bersifat cair tergolong unsur air, yang bersifat panas tergolong unsur api, dan yang bersifat menimbulkan gerak tergolong unsur udara.

Selama unsur-unsur jasmani itu berada dalam kesatuan yang kompak, maka jasmani akan terlihat normal; tetapi bila mereka tercerai-berai, maka yang tinggal hanyalah seonggok jasmani yang mati (mayat). Misalnya jika unsur udara tidak berfungsi, maka pernafasan akan terhenti. Jasmani kemudian menjadi bengkak lalu membusuk sampai tinggal kerangka tulang saja. Akhirnya kerangka tulang ini pun akan terurai. Memang sebelumnya jasmani ini tidaklah ada, dan pada akhirnya pun ia akan kembali menjadi tiada. Inilah bagian pembahasan terhadap jasmani.

Perasaan (Vedana)

Dalam jasmani yang hidup, dimana unsur-unsurnya berada dalam keharmonian, terdapatlah pula Perasaan (Vedana), yaitu: perasaan yang menyenangkan (sukha-vedana), perasaan yang menyakitkan (dukkha-vedana), dan perasaan yang netral --dimana ia bukan menyakitkan dan bukan menyenangkan (adukkha-m-asukha-vedana). Contohnya jasmani mengalami rasa dingin-panas, lembut-keras.

Pikiran (Citta)

Jasmani yang lengkap dan unsur-unsurnya berfungsi lancar, akan memberikan dukungan dan kemudahan bagi sang pikiran. Keadaan pikiran tiap-tiap orang adalah berubah-ubah. Kadang-kadang muncul keserakahan yang menguasai pikiran, kadang-kadang surut; kadang-kadang ia dikuasai oleh kebencian atau kebodohan, kadang-kadang surut.

Obyek-obyek Batin (dhamma)

Bila kita memeriksa batin dengan lebih seksama, maka akan kita dapati bahwa ia selalu terlibat dan tersangkut dengan berbagai kejadian; kadang-kadang membuatnya menjadi baik, buruk, atau netral. Seperti yang disebutkan dalam bahasa Pali:

Kusala dhamma : semua obyek batin yang baik/bermanfaat
Akusala dhamma : semua obyek batin yang tidak baik/tidak bermanfaat
Abyakata dhamma : semua obyek batin yang di antaranya (netral).

Semua ini ada di dalam batin setiap orang.

Jadi sekarang dapat dikatakan bahwa jasmani ini, perasaan-perasaan, pikiran, dan obyek-obyek batin ini, bersama-sama membuat apa yang dikatakan sebagai AKU, dan di sinilah dasar dari perhatian dan kesadaran kita tujukan. Dalam praktiknya, pertama kita harus berkonsentrasi hanya pada satu obyek dahulu.

Memperhatikan Nafas

Langkah pertama adalah memperhatikan masuk-keluarnya nafas sebagai dasar untuk menguatkan Perhatian. Setiap makhluk hidup pastilah bernafas, tetapi kita hampir tidak pernah memperhatikannya. Jadi latihan kita yang sekarang adalah memusatkan perhatian pada pola pernafasan yang alamiah ini.

Sang Buddha menjelaskan (dalam khotbah-Nya), kita harus menopang badan dengan tegak -- di sini dimaksudkan adalah duduk dengan kaki bersila, dalam posisi samadhi -- dan dengan sungguh-sungguh memusatkan perhatian. Perhatian ditujukan kepada nafas yang masuk dan nafas yang keluar. Sebagai ganti membiarkan pikiran melayang kemana-mana (mengembara), kita konsentrasikan ia sepenuhnya kepada nafas. Ini akan mengantarkan kita menuju pada penyadaran yang lebih tajam. Nafas-panjang yang masuk, sadarilah ia. Nafas-keluar yang panjang, sadarilah ia. Demikian juga sadar akan nafas-masuk yang pendek dan nafas-keluar yang pendek; tetapi jangan dengan cara membuat-buat atau memaksakan jalannya nafas itu. Biarkan ia berproses secara alamiah, hanya perlu diketahui atau disadari saja.

Penjelasan dilanjutkan dengan instruksi untuk memperhatikan keseluruhan jasmani. Alami dan ketahui seluruh jasmani anda seperti nafas yang masuk dan keluar. Perluas kesadaran anda agar melingkupi seluruh jasmani, termasuk juga kelompok batin (nama-kaya) dan kelompok jasmani (rupa-kaya).

Berkenaan dengan kelompok batin, awasi keadaan dari pikiran, keadaan kesadaran dan konsentrasi anda pada saat itu. Bagaimana keadaan mereka saat itu? Catat/perhatikan jasmani anda dengan seksama, bagaimana keadaan dan posisinya. Bagaimana dengan sikap duduk anda? Dari telapak kaki ke atas dan dari atas kepala ke bawah: sadari sepenuhnya jasmani anda.

Setelah kita menyempurnakan sepenuhnya penyadaran pada kedua kelompok tersebut, pelajaran dilanjutkan dengan cara menenangkan nafas yang masuk dan keluar. Tidak dengan cara memaksakan atau menahan nafas, tetapi membuat ia tenang dengan cara alamiah. Ketika pikiran telah semakin tenang, maka begitu pula dengan nafas. Sang Buddha berkata bahwa jika pikiran tidak tenang, maka nafas akan menjadi kasar dan besar (berbunyi). Demikian pula bila pikiran menjadi tenang, maka nafas pun akan menjadi halus dan lembut. Kadang-kadang anda akan merasakan nafas berhenti, anda tidak perlu panik. Tenanglah karena nafas anda masih ada.

Empat hal pokok dalam Latihan

Anda harus memiliki SEMANGAT dan KEBULATAN TEKAD (ATAPA) dalam melakukan latihan, termasuk juga kesungguhan hati. Misalnya anda telah menetapkan berlatih untuk jangka waktu tertentu, maka anda harus memenuhi maksud tersebut tanpa rasa malas atau mempersingkat waktunya. Meskipun mungkin anda merasa gagal dan ingin menyerah, anda harus meneruskan untuk menyelesaikan maksud anda itu. Dengan kesungguhan hati, semuanya akan berjalan dengan lancar dan baik. Jadi semangat dan kebulatan tekad (atapa) adalah hal pokok yang pertama di dalam latihan.

Prinsip yang kedua adalah KESADARAN dan PENGERTIAN JELAS (SAMPAJANNA) terhadap diri sendiri pada setiap saat. Jangan lupa diri atau lalai oleh rasa kantuk atau kehilangan perhatian. Membiarkan tertidur dan membiarkan perhatian anda memudar, menunjukkan hilangnya kewaspadaan dalam latihan kammatthana anda. Ini sama seperti orang tersesat di jalan dan jatuh ke dalam jurang atau lubang. Oleh karena itu, kesadaran dan pengertian jelas harus dijaga dan didukung dengan baik. Ini adalah hal pokok yang kedua.

Prinsip berikutnya adalah: PERHATIAN MURNI (SATI), yaitu kesadaran yang dibangun dengan mantap dan kuat tanpa menyimpang dari obyek yang telah dipilih. Mungkin obyek batin lain tiba-tiba muncul mengganggu, seperti kegiuran (piti) atau keriaan, maka janganlah biarkan dirimu hanyut oleh hal-hal tersebut, tapi cepat-cepatlah kembali kepada obyek semula. Misalnya, tolaklah semua gangguan-gangguan tersebut dan kembalikan perhatian anda sepenuhnya pada masuk dan keluarnya nafas.

Apabila Perhatian Murni ini dapat dipertahankan, maka latihan Anda akan maju tanpa halangan --yang mungkin timbul dari kelalaian pikiran--, mengusir bentuk-bentuk pikiran dan emosi yang telah muncul. Halangan muncul bila kita terlalu mudah melepaskan kesadaran dan melamun tanpa perhatian. Oleh karena itu bangunlah dengan kuat perhatian anda, jangan lengah! Ini adalah hal pokok yang ketiga.

Prinsip yang ke-4 adalah MENGATASI KEMELEKATAN TERHADAP KEINGINAN DAN KEBENCIAN TERHADAP DUNIA/KEHIDUPAN. Ini adalah hal yang penting. Misalnya bila kita mengalami pengalaman batin yang menyenangkan dalam latihan, kita harus menganggapnya sebagai sesuatu yang palsu dan suatu persepsi yang keliru/salah. Demikian juga pengalaman yang tidak menyenangkan muncul, kita harus menyadarinya bahwa tidak ada satu pun darinya yang nyata/riil. Dengan tiada menyenangi maupun membenci sesuatu yang muncul, kita harus melanjutkan perhatian pada obyek yang telah dipilih dan berpusatlah di sana. Dengan cara ini, konsentrasi (samadhi) dan kebijaksanaan (panna) akan muncul, dan latihan anda akan maju dengan pesat.

Empat hal pokok ini adalah sangat penting bagi setiap orang yang berlatih. Jika mereka (hal-hal pokok tersebut) dilepaskan, maka latihan akan gagal --dan kemungkinan mengakibatkan bahaya. Namun dengan menggunakan prinsip-prinsip yang benar, latihan tersebut akan dapat memberikan manfaat dan kemajuan yang besar.***

5 Agustus 1961



PERCAKAPAN 3

Penjelasan dan Ringkasan Pokok Bahasan
Memperhatikan Nafas

Sekarang saya akan menjelaskan dengan lebih luas tentang pokok bahasan 'Perhatian pada Nafas' (Anapana-sati). Dalam latihan, telah disarankan agar duduk dengan tegak dalam sikap samadhi, dengan penuh kewaspadaan dan tetap teguh pada masuk-keluarnya nafas.

Beberapa cara lainnya untuk mengembangkan Perhatian/kesadaran ini, adalah:

Pada saat menarik nafas panjang, ketahuilah bahwa, 'Saya menarik nafas panjang'. Pada saat mengeluarkan nafas panjang, ketahuilah bahwa, 'Saya mengeluarkan nafas panjang’.

Pada saat menarik nafas pendek, ketahuilah bahwa, 'Saya menarik nafas pendek'. Pada saat mengeluarkan nafas pendek, ketahuilah bahwa, 'Saya mengeluarkan nafas pendek'.

'Dengan menyadari keseluruhan jasmani, saya akan menarik nafas', lalu tariklah nafas. 'Dengan menyadari keseluruhan jasmani, saya akan menghembuskan nafas', lalu hembuskan nafas.

'Dengan melembutkan nafas (jasmani), saya akan menarik nafas', lalu tariklah nafas. 'Dengan melembutkan nafas (jasmani), saya akan menghembuskan nafas', lalu hembuskanlah nafas.

Pada langkah ke-1 dan ke-2 tersebut di atas, seseorang harus menyadari betul bagaimana ia bernafas pada saat itu. Yang dimaksudkan di sini adalah nafas yang wajar --yang tidak dipaksakan--, yang mana biasanya nafas ini berlangsung tanpa kita perhatikan. Dengan pengamatan yang teliti, seseorang akan menyadari bahwa dalam bernafas terdapatlah nafas yang panjang dan pendek. Jika sedang lelah atau payah, ia dapat melihat bahwa nafas menjadi berat, mungkin pula akan terengah-engah atau megap-megap. Bila pikiran sedang bingung atau gelisah, seseorang mungkin akan menarik nafas yang lebih panjang dibanding jika sedang tenang. Latihan pernafasan ini juga meliputi nafas yang dalam.

Dengan jasmani yang rileks dan tenang, nafas akan menjadi lebih lembut dan halus. Bila pikiran juga tenang, maka nafas akan makin lembut dan halus. Pada mulanya, memperhatikan nafas ini mungkin kelihatannya tidak memberikan hasil apa-apa, namun dengan ketekunan dan latihan yang terus menerus, pikiran akan menjadi lebih berkembang maju, memberikan kesenangan/kepuasan (chanda), kegiuran/kegairahan (piti), dan kegembiraan (pamojja). Ini adalah pengalaman awal hasil dari tenangnya pikiran --pikiran yang didukung oleh konsentrasi--, yang akan mendorong semangat anda untuk terus meningkatkan latihan anda.

Langkah ke-3 --dengan menyadari seluruh tubuh, pernafasan dilakukan--, adalah berhubungan dengan penyadaran atas seluruh bagian tubuh/jasmani dan seluruh bagian batin. Menyadari dengan seksama sikap tubuh anda ketika sedang duduk berlatih, juga posisi tangan dan kaki. Catat seluruh pikiran anda yang timbul serta kemurnian dari Perhatian dan Konsentrasi anda. Makin tinggi penyadaran terhadap seluruh tubuh, menunjukkan Perhatian/kesadaran anda makin tinggi. Dengan semakin halus, penyadaran terhadap seluruh tubuh akan menjadi penyadaran terhadap seluruh nafas, pada setiap tarikan nafas.

Secara sederhana, dapat diperhatikan bahwa nafas-masuk mula-mula masuk dari hidung, melewati dada/paru-paru, dan berakhir di perut; demikian pula dengan nafas-keluar, dimulai dari perut, melewati dada/paru-paru, dan berakhir di hidung. Ini adalah salah satu cara untuk membantu, menuntun atau mengembangkan Perhatian anda. Akan tetapi, dengan mengikuti jalannya nafas yang masuk-keluar, sebenarnya akan mengganggu ketenangan, dan pikiran tidak dapat memusat. Oleh karena itu, Sang Buddha mengajarkan bahwa kita harus memusatkan pikiran pada satu titik di mana nafas-masuk dimulai dan nafas-keluar berakhir, yaitu di lubang hidung atau bibir atas. Satu titik ini akan menjadi tanda (nimitta), di mana seseorang menempatkan pikirannya. Pada setiap nafas masuk dan keluar, ia memperhatikan udara yang menyentuh tanda itu (lubang hidung atau bibir atas), dan ini sama dengan menyadari seluruh tubuh dan nafas.

Hal ini dapat diibaratkan dengan seseorang yang menggergaji sepotong kayu. Perhatian ditujukan hanya pada titik terpotongnya kayu dan bukannya pada seluruh panjang gergaji yang bergerak maju dan mundur tersebut. Melihat ke titik potong tersebut saja adalah sama dengan melihat seluruh gergaji. Demikian pula halnya dengan pemusatan perhatian kita pada satu tanda tadi, maka berarti kita menyadari keseluruhan nafas. Inilah penjelasan langkah ke-3.

Melembutkan gerak nafas (jasmani), adalah langkah ke-4 dari latihan. Ini bukannya berarti menekan atau menahan nafas supaya menjadi lembut. Tetapi lebih ditekankan pada memperkuat konsentrasi dan ketenangan pikiran. Bila pikiran tenang dan lembut, maka itu pulalah yang terjadi dengan nafas. Sebaliknya menahan dan memaksakan pikiran, hanyalah akan menghasilkan ketegangan dan perasaan tertekan (stress).

Latihan konsentrasi atau samadhi adalah untuk menentramkan dan menenangkan jasmani dan pikiran. Bila jasmani dan pikiran sudah dapat diam, maka tujuan dari langkah ke-4 ini telah tercapai. Tetapi sebenarnya intisarinya cukup pada tahap ke-3, sedangkan tahap ke-4 ini adalah hasil lanjutan dari tahap ke-3 tersebut.

Menghitung dan “Buddho”

Pada permulaan latihan, berlatih hanya dengan instruksi sesuai text tadi, mungkin terlalu sulit untuk dilakukan. Itulah sebabnya dicari cara-cara untuk memegang pikiran mudah, misalnya dengan cara menghitung nafas (dalam hati). Ini dapat dilakukan perlahan-lahan dengan menghitung setiap nafas yang masuk dan keluar, sebagai berikut:

- Nafas masuk, (hitung) satu ... nafas keluar, (hitung) satu
- Nafas masuk, (hitung) dua ... nafas keluar, (hitung) dua
- Nafas masuk, (hitung) tiga ... nafas keluar, (hitung) tiga
- Nafas masuk, (hitung) empat ... nafas keluar, (hitung) empat
- Nafas masuk, (hitung) lima ... nafas keluar, (hitung) lima

Kemudian kembali lagi dengan menghitung satu-satu, dua-dua, dan seterusnya, tapi sekarang urutan hitungan ini diteruskan sampai hitungan enam-enam. Ulangi kembali urutan hitungan tadi mulai dari satu--satu, berakhir sampai tujuh-tujuh, kemudian kembali lagi dari satu-satu, dan berakhir dengan delapan-delapan; lalu satu-satu sampai sembilan-sembilan. Dan akhirnya hitungan dikomplitkan dari satu-satu hingga sepuluh-sepuluh.

Setelah menyelesaikan seluruh urutan hitungan dari satu sampai sepuluh, mulailah lagi dengan cara yang sama seperti di atas, yaitu dari satu-satu sampai lima-lima, dan seterusnya sampai mencapai satu-satu sampai sepuluh-sepuluh.

Bila pikiran sudah cukup tenang, cara menghitung yang lebih cepat dapat dipakai. Cara menghitungnya (dalam pikiran) adalah sbb: hitung satu untuk nafas masuk, dua untuk nafas keluar. Lanjutkan cara menghitung ini sampai lima. Lalu kembali ke satu sampai mencapai hitungan enam. Lanjutkan terus urutan penghitungan ini sampai anda mencapai hitungan sepuluh.

Cara menghitung ini dapat dipilih sendiri menurut kesukaan masing-masing, sehingga dapat mencapai hasil yang memuaskan. Seseorang mungkin dapat memakai cara menghitung dari satu langsung sampai sepuluh, dan setelah sampai sepuluh, kembali lagi dari satu, menurut putaran/urutan tersebut.

Jika menghitung bilangan tidak anda sukai, maka kata "Buddho" dapat dipergunakan. Menarik nafas (dalam hati) sebutkan "Bud-", dan mengeluarkan nafas (dalam hati) sebutkan "-dho". Nafas masuk, sebutkan (dalam hati): "Bud-", nafas keluar sebutkan (dalam hati): "-dho", demikian seterusnya.

Menghitung atau pun menggunakan kata-kata seperti "Buddho" ini adalah berguna pada tahap-tahap awal dari latihan. Itu dapat diibaratkan menggunakan buku-buku bergaris pada saat kita belajar menulis. Bila pada tingkat yang lebih lanjut, dimana pikiran sudah mantap dan dapat memusat, cara-cara menghitung dan menyebut "Buddho" tersebut harus dihilangkan, dan Perhatian Murni yang bekerja kini. Ini adalah metode yang umum dalam berlatih, dan siswa masing-masing yang harus menentukan yang mana yang paling cocok bagi mereka. Cara-cara ini semata-mata adalah untuk mengembangkan ketenangan, yang akan memberikan kedamaian dan kemantapan pada pikiran.

Saya ingin mengingatkan anda tentang Empat dasar/pokok dari latihan, yaitu: Teliti dan tekun (atapa dan sacca), memiliki pengertian yang jelas dan terang (sampajanna), dan Perhatian Murni (sati). Ini adalah hal-hal yang pokok/perlu untuk kemajuan latihan anda.

Manfaat dari Samadhi

Ketidaktenangan dan kesibukan pikiran, yang tiada perhatian dan tujuan, hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga saja. Kita mungkin ingin mempelajari sebuah buku, tetapi tidak dapat berkonsentrasi karena pikiran yang terganggu dan bercabang-cabang itu. Itulah sebabnya pikiran yang telah terlatih baik dalam ketenangan dan pemusatan pikiran (seperti yang dijelaskan di atas), akan memungkinkan kita untuk mengendalikan diri kita sendiri. Misalnya kita bisa memusatkan pikiran pada buku tersebut dan dapat menyelami intisarinya dengan cepat, serta dapat mengertikannya dengan jelas. Jadi keuntungan dan manfaat yang dapat diperoleh dari latihan ini, dapat memantapkan pikiran, yang tidak hanya pada ketenangan yang pasif seperti kebahagiaan batin, tetapi juga dalam kegiatan-kegiatan apa saja yang kita lakukan.***

10 Agustus 1961



PERCAKAPAN 4

Tinjauan Ulang atas Latihan Dasar

Samatha kammatthana adalah medan pelatihan untuk mencapai Ketenangan dan Kemantapan pikiran. Vipassana kammatthana adalah untuk mencapai Pandangan Terang terhadap kebenaran.

Untuk memulai latihannya, anda menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha, karena anda mengikuti Dhamma Sang Buddha, bukan yang lainnya. Yakin dan teguh di dalam Buddha -- Beliau yang telah membabarkan Sang Jalan untuk kita tempuh -- sebagai pelindung kita.

Anda harus teguh dalam melaksanakan minimal 5 sila. Latihan Duduk anda di sini sekarang adalah juga untuk mengembangkan dan meningkatkan kebajikan moral anda. Dengan perlindungan yang telah anda tetapkan, setia dan mantap dalam sila, maka anda dapat berlatih Ketenangan dan Pandangan Terang.

Latihan untuk mencapai ketenangan dan kemantapan pikiran telah dijelaskan di dalam Khotbah Agung tentang Dasar dari Kesadaran (Satipatthana Sutta), yaitu Kesadaran terhadap Nafas. Seorang siswa mengembangkan perhatiannya pada masuk-keluarnya nafas, panjang atau pendek (dan lain-lain), menyadari keseluruhan jasmani, dan tenangkan nafas. Guru-guru Buddhis juga telah mengajarkan cara-cara atau metode tambahan, seperti memusatkan perhatian pada satu titik ketika bernafas, yaitu di lubang hidung atau bibir sebelah atas, di mana udara selalu menyentuhnya; atau dengan menggunakan metode menghitung untuk membantu, atau menyebut nama 'Buddho'. Terdapat pula beberapa variasi lainnya, tetapi itu semua dimaksudkan untuk memusatkan pikiran pada satu titik. Ketika pikiran anda telah memusat pada satu titik, anda dapat yakin bahwa semuanya telah berjalan dengan baik. Namun demikian, tetaplah jaga perhatian anda agar memusat pada satu titik dan anda akan dapat membuat pikiran anda menyatu.

Karateristik (sifat khas) dari Pikiran

Saya akan menjelaskan lebih lanjut tentang sifat pikiran; bagaimana sulitnya untuk menjinakkan dan mengontrolnya, yang kebiasaannya adalah meloncat-loncat dan mengembara. Sekalipun dengan perhatian yang terpusat pada satu obyek; pikiran akan terus melawan dan menyeleweng pergi. Kemana perginya pikiran itu? Dia berputar-putar di antara obyek-obyek batin, mengikuti dorongan keinginan-keinginan, harapan-harapan, hal-hal yang menarik, serta rintangan-rintangan seperti kekuatiran dan kegelisahan. Obyek-obyek luar inilah yang sering kita pikirkan dan kita khayalkan. Sekali mereka dipikirkan, mereka akan menimbulkan kecemasan dan kegelisahan. Jika mereka banyak dan anda tidak sanggup mengusir mereka keluar, maka pikiran tidak dapat tenang. Tetapi bagaimanapun juga, seseorang yang memiliki keteguhan akan dapat mengatasinya dan mencapai pikiran yang tenang.

Metode untuk Memeriksa Pikiran

Perhatian/kesadaran adalah hal yang penting untuk menjaga pikiran dari mulanya. Bila lalai, pikiran akan pergi atau meloncat dalam sekejap. Dengan demikian pikiran harus segera ditarik kembali ke dalam obyek jika kesadaran telah pulih.

Bila seseorang memeriksa untuk melihat mengapa pikiran terseret keluar, ia akan menemukan penyebabnya pada sesuatu, misalnya pada bunyi kendaraan, orang berjalan lewat, atau bunyi benda jatuh. Pikiran dengan cepat akan menuju kepada bunyi tersebut dan kemudian mulai mengembara jauh. Pikiran mungkin telah mengembara jauh kepada banyak macam hal/kejadian, sebelum seseorang menyadarinya serta mampu mengembalikannya pada satu titik atau obyek semula. Meskipun bukan bunyi-bunyi tersebut yang muncul mengganggu, pikiran juga akan pergi, mengikuti masalah demi masalah yang dikiranya terjadi pada saat ini, padahal itu adalah peristiwa yang telah lalu atau angan-angan masa datang.

Pergunakan Perhatian Murni (mindfulness), selalulah kembalikan pikiran ke obyek yang telah dipilih. Telitilah dalam memantapkan Perhatian Murni ini, lalu periksa pikiran di sana. Pikiran kemudian perlahan-lahan akan mulai tenang, dan ketika menemui suatu kejadian, biasanya ia tidak akan pergi lagi, tetapi akan tetap pada proses/obyek tertentu (yang telah kita tetapkan). Metode ini harus sering diulangi sampai pikiran dapat dijinakkan dan tenang serta mampu berada pada ketenangan dan kesenangan (chanda), kegembiraan (piti) dan kepuasan (pamojja). Ini akan memberikan suatu rasa/pengalaman dari tahap awal pencapaian ketenangan dan konsentrasi, membuat anda merasakan kepuasan dalam latihan sehingga dapat lebih memusatkan dan menenangkan pikiran dalam samadhi.

Postur/sikap Tubuh

Uraian tentang pernafasan adalah bagian dari sikap tubuh/postur (iriyapatha-pabba). Di sini Sang Buddha mengajarkan untuk menggunakan Pengertian yang Jelas/lengkap (clear-comprehension). Ketika melangkah, seseorang mesti menyadari bahwa ia sedang melangkah; ketika berdiri, ia menyadari ia sedang berdiri, demikian pula dengan duduk atau berbaring. Ketika mengubah posisi, sadarilah atas perubahan tersebut. Usahakan untuk memiliki Pengertian Jelas dan Kesadaran ini. Dengan pemeriksaan yang teliti, seseorang akan menemukan bahwa kemauan (cetana) hadir sebelum ia melakukan perubahan posisi, atau sebelum ia bergerak untuk mengubah posisi. Sebagai contoh, terdapatlah kemauan untuk berjalan atau duduk.

Bagaimanapun, ketika sedang berjalan atau duduk, besar kemungkinannya. Pengertian Jelas atau kewaspadaan seseorang akan terpecah oleh pikiran yang mengembara, memikirkan kejadian-kejadian lain. Oleh karena itu, pastikan bahwa anda selalu sadar adanya Pengertian Jelas, serta awasi posisi anda saat ini.

Pengertian Jelas (sampajanna)

Bahasan lain (sampajanna-pabba) juga ada hubungannya dengan pengertian yang jelas, yaitu membagi-bagi gerak/sikap tubuh yang umum/besar ke dalam bagian yang detail. Selalu sadar akan apa yang sedang anda kerjakan; ketika sedang melangkah ke depan atau ke belakang, ketika melihat atau berputar, atau meregangkan badan atau membungkuk -apapun yang anda lakukan- sadari dengan jelas. Memakai pakaian, makan, minum, menghibur diri, perhatikanlah bagaimana hal ini berproses. Ini termasuk pula ketika berjalan, berdiri, duduk, berbaring, berbicara, diam, pergi tidur, dan bangun. Kesadaran diri yang terus menerus inilah cara untuk melatih pengertian yang jelas. Ia akan menjaga anda dari kecerobohan dan kealpaan, serta akan memberikan manfaat.

Kekotoran (patikkula)

Bahasan ini (patikkula-pabba) berhubungan dengan hal yang kotor dari jasmani. Kita memeriksa badan jasmani dari telapak kaki sampai ke atas kepala, yang ada di permukaan dan yang terbungkus oleh kulit; dan penuh dengan berbagai materi yang kotor dan menjijikkan.

Inilah bagian-bagian jasmani

Rambut (kesa), bulu badan (loma), kuku (nakha), gigi (danta), kulit (taco), daging (mamsam), otot (naharu), tulang (atthi), kerangka (atthiminjam), ginjal (vakham), jantung (hadayam), hati (yakanam), diaphragma atau membran (kilomakam), limpa (pihakam), paru-paru (papphasam), usus besar (antam), usus kecil (antagunam), makanan dalam perut (udariyam), tahi (karisam), empedu (pittam), lendir (semham), nanah (pubbo), darah (lohitam), keringat (sedo), lemak (medo), airmata (assu), minyak kulit (vasa), air liur (khelo), ingus (singhanika), minyak persendian (lasika), air kencing (muttam).

Ini berjumlah 31 macam, dan Sang Buddha juga menyebutkan ada otak di kepala (matthake matthalungam), yang mana membuat keseluruhannya menjadi 32 bagian.

Walaupun Sang Buddha sebenarnya mengajarkan semua ini hanya untuk para bhikkhu (bhikkhu-sangha) namun hal ini tetap mencerminkan kebenaran dari bagian tubuh, dan oleh karena itu, orang awam pun dapat memakai hal ini sebagai bahan perenungan mereka. Beliau mengatakan bahwa badan ini terdiri atas banyak unsur, itulah sebabnya badan ini menjadi sangat rentan dan mudah rusak, sebagaimana terlihat bila ia telah menjadi mayat. Bila badan ini masih dapat diberi makan dan dirawat, maka seseorang dapat mengaturnya untuk digunakan sesuai kebutuhan. Aspek kekotoran jasmani ini biasanya tidak kita perhatikan jika kita tidak memeriksanya dengan teliti untuk mengenal diri kita sendiri. Kita sering tertipu oleh perwujudan atau tampak luarnya saja.

Semua ini berkenaan dengan hal menenangkan dan mengurangi kebanggaan dan nafsu kemelekatan terhadap diri sendiri atau pun kepada tubuh orang lain. Jika anda berharap untuk mencapai ketenangan, maka gunakanlah metode dalam bab ini untuk bahan kajian dan perenungan anda. Ini terutama penting --untuk latihan samadhi--, bagi anda yang ingin mengurangi kemelekatan, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Ini adalah salah satu cara untuk menolong menstabilkan pikiran anda menjadi tenang dan damai.***

12 Agustus 1961



PERCAKAPAN 5

Dua Metode Ketenangan (Samatha)

Saya telah menerangkan dua metode untuk membuat pikiran menjadi tenang dan stabil, yaitu (pertama) dengan cara Memperhatikan Nafas, memusatkan pikiran pada satu titik, memperhatikan masuk-keluarnya nafas; dan (kedua) memperhatikan jasmani (kayagata-sati) dengan memeriksa aneka bagian dari seluruh jasmani, untuk mengerti sifat-sifat alamiahnya yang kotor.

Unsur-unsur (Dhatu-kammatthana)

Metode lainnya adalah dengan memeriksa unsur-unsur (dhatu). Pembicaraan unsur-unsur (dhatu) di sini lebih banyak ditekankan pada sifat-sifatnya daripada asal-usulnya. Bagian-bagian jasmani yang keras/padat digolongkan sebagai unsur tanah (pathavi-dhatu), bagian yang cair digolongkan sebagai unsur air (apo-dhatu), bagian yang panas/hangat digolongkan sebagai unsur api (tejo-dhatu), dan bagian yang bergerak digolongkan unsur angin (vayo-dhatu).

Sebelumnya kita telah menganalisa jasmani dalam 31 atau 32 komponen (luar dan dalam), sedangkan untuk unsur-unsur (dhatu) kita menganalisanya dalam cara sebagai berikut:

Unsur tanah dalam jasmani adalah: rambut, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, otot, tulang, kerangka, ginjal, jantung, hati, selaput/membran, limpa, paru-paru, usus besar, usus kecil, makanan dalam perut, tahi/kotoran, dan otak. Semuanya ini dan bagian-bagian jasmani lainnya yang keras/padat dapat digolongkan sebagai unsur tanah.

Unsur air dalam jasmani adalah: empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, air liur, ingus, minyak persendian, air kencing. Semua bagian jasmani lainnya yang bersifat cair dapat digolongkan ke dalam unsur air ini.

Unsur api dalam jasmani adalah: panas yang membuat jasmani menjadi hangat (yena santappati), panas yang membuat badan menjadi tua dan memburuk (yena jiriyati), panas yang membuat jasmani menjadi demam (yena paridayhati), dan panas karena mencerna apa saja yang kita makan, minum, kunyah, atau kecap (yena asitapi takhayitasayitam sammaparinamam gacchati). Apa saja dalam jasmani yang mempunyai sifat panas, digolongkan ke dalam unsur api.

Unsur angin dalam jasmani adalah: angin yang bergerak ke atas (uddhangama vata), angin yang bergerak ke bawah (adhogama vata), angin dalam perut (kucchisaya vata), angin dalam usus-usus (kotthasaya vata), angin yang bergerak ke seluruh anggota jasmani (angamanganusarino vata), dan angin yang masuk dan keluar ketika bernafas (assasopassaso). Bagian lain yang mempunyai sifat bergerak atau bertiup, digolongkan sebagai unsur angin.

Unsur ruang dalam jasmani. Dalam penjelasan-penjelasan yang lain, unsur ruang (akasa-dhatu) disebut sebagai unsur kelima. Ini dimaksudkan adalah ruang kosong dan rongga-rongga dari jasmani, seperti lubang telinga (kannacchiddam), rongga hidung (nasacchiddam), rongga mulut (mukhadvaram), kerongkongan (yena ca asitapi takhayitasayitam ajjhoharati), rongga perut (yattha ca... ...santitthiti), lubang anus (yena ca ... adhobhaga nikkhamati). Apapun bagian jasmani yang berongga adalah juga digolongkan sebagai unsur ruang.

Memilah-milah Unsur-unsur Jasmani

Adalah cukup wajar bagi setiap orang bila melekat kepada jasmaninya, menganggapnya sebagai 'dirinya'. Tapi sekarang kita akan memeriksanya sebagai unsur, memisahkan semua bagian yang keras/padat sebagai unsur tanah, bagian yang cair sebagai unsur air, bagian yang hangat sebagai unsur api, bagian yang bergerak sebagai unsur angin, dan bagian yang kosong sebagai unsur ruang. Yang biasanya kita akui sebagai 'aku' dan 'milikku' kemudian akan terlihat sebagai unsur-unsur saja.

Analisalah jasmani anda dan ambil tiap-tiap unsur bergiliran, satu unsur pada satu saat. Pertama ambil unsur padatnya, tinggallah unsur-unsur lainnya yang masih tersisa. Selanjutnya ambil unsur airnya, lalu unsur api; sekarang sisa unsur angin saja. Dan bila unsur angin diambil, maka yang tinggal hanya ruang kosong saja.

Metode untuk Memisahkan Unsur-unsur

Anda dapat berlatih menganalisa unsur-unsur dengan mengikuti cara yang Sang Buddha ajarkan (seperti tersebut di atas), atau anda dapat menggunakan cara-cara ilmu pengetahuan modern seperti membagi-bagi semuanya sampai menjadi molekul-molekul atau atom-atom. Setelah Anda memisah-misahkan setiap unsur, akhirnya anda akan menemukan bahwa apa yang anda klaim atau anggap sebagai "aku", "milikku", tidak lebih hanyalah ruang kosong (hampa). Hanyalah ruang kosong dan tidak diketemukan: aku, milikku, atau diriku.

Analisa dengan cara memisah-misahkan unsur-unsur ini adalah salah satu cara yang digunakan untuk melepaskan kemelekatan kepada jasmani ini --yang diwujudkan sebagai aku, milikku, dan diriku. Keadaannya sama dengan orang-orang atau benda-benda yang ada di luar diri kita, dimana mereka memiliki unsur-unsur dan sifat-sifat alamiah yang sama. Dengan demikian maka anda dapat melepaskan kemelekatan terhadap orang-orang dan benda-benda serta dapat melepaskan pemikiran tentang diri (self). Pikiran kemudian dapat menjadi tenang dan stabil.

Ini adalah salah satu cara untuk melatih Ketenangan. Baik perhatian/kesadaran terhadap jasmani (yang telah kita pelajari), maupun analisa terhadap unsur-unsur, keduanya akan memberikan Ketenangan yang bersekutu dengan Pandangan Terang (insight). Pandangan Terang ini akan timbul tanpa disadari, di luar analisa, ketika unsur-unsur tersebut telah dapat dilihat dengan jelas sebagaimana mereka adanya --tak ada makhluk, tak ada orang, tak ada diriku, atau diri mereka. Pikiran yang sebelumnya melekat dan menderita karena pandangan tentang keakuan dan kemilikan, kemudian, akan menjadi tenang. Ini adalah faktor yang menuju kepada ketenangan dan kesejukan batin.

Keheningan dan Kedamaian, atau Berpikir

Penganalisaan terhadap bagian-bagian jasmani serta unsur-unsurnya tidak dapat memberikan pemusatan pikiran, karena ia membutuhkan analisa dan penelitian yang aktif. Akan tetapi pada cara Memperhatikan Nafas, tujuannya adalah untuk mencapai pemusatan pikiran; jadi tidak ada penganalisaan. Pergunakanlah metode yang tepat pada saat yang tepat. Kadang-kadang suatu saat pikiran anda bisa diam/terpusat, tetapi di saat yang lain ia ingin berpikir. Bila pikiran anda ingin diam/memusat, pergunakanlah cara menyadari/memperhatikan Nafas. Tetapi bila ia ingin mengembara, memikirkan ini dan itu, maka daripada membiarkan ia berpikir yang tak bermanfaat, lebih baik ia kita arahkan untuk meneliti ke dalam bagian-bagian jasmaninya sendiri. Awasi pikiran di dalam batas-batas ini: dari telapak kaki sampai ujung rambut kepala, yang dibatasi oleh kulit. Selama ia mengembara/berada di sana, periksalah bagian-bagian jasmani atau unsur-unsurnya.

Badan jasmani Sebagai Buku Kerja

Pelajaran tentang Ketenangan dan Pandangan Terang adalah sebenarnya mempelajari jasmani ini. Ini sama seperti siswa kedokteran dengan buku pelajarannya, yang tak lain adalah jasmani ini sendiri. Semua yang dipelajari terdapat di dalam jasmani. Praktik dari Ketenangan dan Pandangan Terang adalah serupa dengan itu, tetapi dengan tujuan untuk mencapai ketenangan bersama dengan Pandangan Terang. Dan akhirnya adalah untuk melepaskan semuanya.**

19 Agustus 1961



PERCAKAPAN 6

Pemusatan pada Satu Obyek

Saya telah menjelaskan beberapa metode untuk membuat pikiran menjadi stabil dan tenang, seperti: Memperhatikan Nafas, Memperhatikan jasmani, dan Memeriksa unsur-unsur jasmani. Pilihannya terserah kepada anda masing-masing. Bila anda ingin memusatkan pikiran pada satu titik, anda dapat memakai metode Memperhatikan Nafas. Apabila pikiran anda ingin mengembara, maka arahkanlah ia untuk memeriksa jasmani atau unsur-unsurnya. Bagaimanapun juga, perhatian harus terpusat dan tetap pada setiap obyeknya sampai ia dapat dilihat dengan jelas. Misalnya anda memperhatikan bagian jasmani, anda meneliti rambut di kepala dan badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, atau tulang. Anda mungkin mengambil tulang sebagai obyek tunggal dan dengan perhatian yang mantap, anda akan melihat mereka sebagai bagian dari kerangka tubuh anda. Ini adalah yang dimaksud dengan pemusatan pikiran pada satu tempat.

Refleksi Kepada Mayat

Sebelumnya saya telah mengajarkan pemeriksaan kepada jasmani yang hidup, namun demikian, jasmani yang mati atau mayat dapat juga dipakai sebagai bahan perenungan atau pemeriksaan. Bandingkanlah jasmani ini dengan mayat yang tergeletak di kuburan untuk satu, dua, atau tiga hari, ia membengkak dan membusuk, sampai tinggal kerangkanya saja. Seseorang yang mengadakan perenungan kepada hal ini, akan timbul rasa muak, kecewa, dan akhirnya akan menimbulkan ketenangan pada pikiran. Dengan melatihnya, anda akan menjadi biasa terhadap mayat dan tidak takut lagi terhadapnya. Ini adalah metode lain dari metode pemeriksaan.

Dua Tipe dari Samadhi

Secara singkat ada dua tipe konsentrasi, yaitu konsentrasi permulaan atau konsentrasi tetangga (upacara samadhi) dan konsentrasi tercerap (appana samadhi). Pada tipe samadhi dimana pikiran memeriksa dan menganalisa, maka hanya akan mencapai konsentrasi-tetangga, karena pikiran belum terpusat pada satu titik, sedangkan pada tipe samadhi yang memusat pada satu titik sebagai samadhi tercerap, adalah mantap dan diam. Konsentrasi pada masuk dan keluarnya nafas, maupun perhatian kepada salah satu bagian jasmani, dapat mencapai konsentrasi-tercerap (appana samadhi).

Alat-alat untuk Berlatih

Alat-alat untuk latihan anda haruslah mencakup 'pikiran-untuk-berpusat' (applied-thought) atau vitakka dan 'pikiran-untuk-bertahan' (sustained-thought) atau vicara. 'Pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) berarti kecakapan mengarahkan pikiran kepada obyek meditasi dari samadhi; sedangkan 'pikiran-untuk-bertahan' (vicara) berarti penjagaan dan penahanan pikiran agar tetap bersatu dengan obyek meditasi.

Bila berkonsentrasi kepada nafas, maka anda harus mengarahkan pikiran kepada lubang hidung atau bibir sebelah atas dimana udara masuk dan keluar. 'Pikiran-untuk-bertahan' (vicara) lalu digunakan untuk menjaga dan mempertahankan pikiran agar tetap berada pada titik/obyek tersebut. Apabila anda lalai dalam berlatih dan kehilangan perhatian, maka pikiran anda akan pergi mengembara. Oleh karena itu 'pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) harus dipergunakan lagi untuk menangkap dan mengembalikan pikiran kepada obyeknya semula, menjaga dan mempertahankan ia di sana agar tidak pergi ke obyek lain.

Sang Buddha membandingkan 'pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) dengan bunyi sebuah lonceng ketika dipukul pertama kali, sedangkan 'pikiran-untuk-bertahan' (vicara) diumpamakan sebagai gema lonceng tersebut. Kedua hal ini selalu diperlukan didalam latihan anda. Vitakka dan vicara adalah penting, karena pikiran selalu cenderung untuk menyimpang dari obyek meditasi. Diperlukannya 'pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) adalah untuk menarik dan mengembalikan pikiran kepada obyeknya, dan 'pikiran-untuk-bertahan' (vicara) adalah untuk menjaga dan mempertahankan pikiran agar tetap pada obyeknya. Bila hal ini dilatih terus-menerus, maka pikiran akan menjadi diam dan tenang, sehingga hasil-hasil atau buah dari samadhi akan mulai muncul, seperti: rasa kegiuran (piti) dan lebih lanjut dari itu adalah rasa bahagia (sukha) akan timbul menyelimuti seluruh jasmani dan batin. Dengan merasakan kepuasan pada jasmani dan batin, maka pikiran menjadi tenang terpusat pada satu obyek: ini disebut pikiran terpusat pada satu titik atau ekaggata.

Ketika anda belum mengalami rasa kegiuran dan kebahagiaan (piti dan sukha), maka anda cenderung akan mengalami rasa frustrasi dan bosan dalam berlatih. Tetapi dengan melanjutkan mengembangkan vitakka dan vicara, maka piti dan sukha akan timbul, dan terpusatnya pikiran (samadhi) akan muncul sebagai hasil awal dari latihan anda. Ini dengan sendirinya akan memberikan kepuasan dan semangat kepada anda untuk terus melanjutkan dan mengembangkan latihan anda.

Hal penting yang patut dicatat pada pembicaraan saya kali ini adalah: vitakka menarik dan mengarahkan pikiran kepada obyek samadhi, vicara menjaga dan menahan pikiran agar tetap pada obyek samadhi. Maka piti dan sukha akan timbul, diikuti oleh terpusatnya pikiran, yang disebut samadhi.***

20 Agustus 1961



PERCAKAPAN 7

Ringkasan Bagian-bagian Jasmani

Hari ini saya akan menuntaskan penjelasan saya yang berhubungan dengan bagian-bagian jasmani, dari pelajaran tentang Dasar dari Kesadaran. Oleh karena itu, secara umum saya akan meringkas ulang bagian-bagian yang penting. Meskipun sebenarnya Sang Buddha mengajarkan pelajaran ini khusus untuk para bhikkhu, tetapi kepada umat awam yang ingin membuat pikirannya tenang, juga boleh menggunakan latihan ini untuk mendapat manfaat dan memperoleh kebahagiaan sebagai hasilnya.

Sang Buddha mengajarkan bahwa pertama-tama anda harus membangun perhatian murni di dalam jasmani anda sendiri. Karena di sana terdapat banyak organ dan bagian-bagian yang berbeda, maka dalam latihan pemeriksaannya diambil satu bagian tiap satu waktu. Untuk membangun perhatian murni di dalam jasmani, anda akan mengetahui bahwa bernafas adalah pengalaman/kejadian yang alamiah dari setiap makhluk hidup. Oleh karena itu, Sang Buddha mengajarkan untuk memperhatikan masuk dan keluarnya nafas dengan seksama. Anda harus menyadari nafas yang panjang, tapi tetap berkonsentrasi hanya pada satu titik (pada lubang hidung atau bibir atas), tidak dengan mengikuti masuknya nafas panjang tersebut sampai habis. Pikiran, jasmani, dan nafas semuanya akan menjadi tenang dan lebih lembut. Kalaupun anda merasa bahwa nafas sepertinya berhenti, janganlah lepaskan konsentrasi anda pada titik yang telah anda ambil tersebut.

Itulah 2 cara latihan untuk menganalisa jasmani. Cara kesatu adalah dengan mengabaikan nafas, tetapi berkonsentrasi pada bagian-bagian dari jasmani; cara lainnya adalah dengan memegang teguh perhatian kepada nafas bagaikan sebuah jangkar, dan kemudian digabung dengan perenungan terhadap bagian-bagian jasmani. Kombinasi ini hanya mungkin dilakukan apabila pikiran kita telah mencapai keadaan yang terpusat. Pada tingkat ini anda dapat menggunakan pikiran untuk menolong memegang/menahan pikiran anda dari berkeliaran. Bila pikiran hendak berkeliaran, arahkan ia untuk menganalisa ke dalam jasmani

Anda juga harus waspada terhadap bagian lainnya. Ketahui postur/posisi anda dan periksa tubuh anda untuk melihat bagaimana kedudukannya. Sadari posisi anda pada saat ini --bila anda duduk misalnya--, dan juga berbagai posisi jasmani anda lainnya, misalnya bagaimana posisi kaki dan tangan anda. Sadar dengan jelas kepada seluruh hal-hal tersebut di atas, itulah yang disebut dengan Pengertian yang jelas/lengkap (Sampajanna).

Setelah sadar akan posisi tubuh, kemudian anda dapat memeriksa jasmani dengan lebih cermat dengan memeriksa bagian-bagian dan organ-organnya. Beberapa bagian dari jasmani secara langsung dapat dilihat oleh mata (seperti: rambut, kuku, gigi, kulit) dan beberapa bagian tidak dapat dilihat (seperti: daging, otot, tulang, dan bagian-bagian organ lainnya). Anda dapat mulai dengan melatih mereka semuanya secara umum atau langsung mengambil satu bagian dan dengan seksama meneliti bagian tersebut. Ini semua tergantung kepada pilihan anda.

Setelah memeriksa bagian-bagian jasmani, anda dapat melihat mereka pada level yang lebih dalam lagi dengan menganalisa mereka ke dalam unsur-unsur. Bagian-bagian jasmani yang padat/keras sebagai unsur tanah, bagian yang cair sebagai unsur air, bagian yang hangat sebagai unsur api, dan yang bergerak sebagai unsur angin. Sedangkan bagian yang berongga (ruang kosong) sebagai unsur ruang.

Jika jasmani dan bagian-bagiannya benar-benar kita pisah-pisahkan dengan cara ini, maka kumpulan unsur-unsur (jasmani ini) tidak akan nampak utuh lagi dan anda akan mati. Sebaliknya bila unsur-unsur ini tergabung utuh, maka kumpulan ini akan hidup. Ia bernafas, ia tampak berbeda, dan bagian-bagian luar dan dalam semuanya terkontrol dan bekerja bersama. Semuanya ini yang kita sebut dengan jasmani yang kita miliki sekarang.

Lebih jauh anda dapat menyelidiki dan melihat bahwa bila unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan, unsur angin akan habis begitu pula dengan masuk dan keluarnya nafas. Setelah unsur angin, unsur api akan padam meninggalkan badan yang tadinya hangat menjadi dingin. Kemudian unsur air dan tanah akan hancur perlahan-lahan sampai akhirnya tinggallah ruang yang kosong dari unsur angkasa. Sebelum kita sekalian lahir, jasmani ini belumlah berwujud, dan sesudahnya pun ia harus kembali ke kekosongan.

Sembilan Cara Perenungan di Kuburan

Pada penyelidikan yang lebih lanjut, anda akan menjumpai bahwa jika unsur angin dan api lenyap, maka berakhirlah badan ini; dan ia lalu disebut mayat. Mayat tersebut tidak lain daripada jasmani ini pula. Bila seluruh unsur bersatu bersama-sama, maka itu disebut jasmani yang hidup. Ketika mereka tercerai berai, itu pulalah yang disebut mayat.

Meskipun Sang Buddha mengajarkan kita untuk memeriksa (meneliti) jasmani ini, tapi untuk membayangkan diri ini sebagai mayat, sangatlah sukar. Maka Beliau menjelaskan untuk menggunakan mayat yang sebenarnya untuk membandingkannya dengan badan yang hidup ini. Satu kali atau bahkan lebih, setiap orang pasti pernah mengunjungi kematian seseorang atau melihat mayat. Pada zaman sekarang ini, mayat terlalu banyak diberi pakaian dan dihiasi sehingga keaslian alamiahnya menjadi tidak nampak. Oleh karena itu kita dapat menggunakan petunjuk-petunjuk berikut:

Membayangkan mayat untuk satu, dua, atau tiga hari; ia mengembung, berubah menjadi biru kehitaman dan membusuk

Kemudian renungkan mayat yang dibuang yang telah dicabik- cabik-cabik dan dimakan oleh binatang-binatang: burung Gagak, burung Nasar, anjing liar, serigala, atau binatang lainnya.

Dari sini kita dapat merenungkan tentang daging yang telah dimakan binatang-binatang tersebut, tapi rangkanya masih utuh dan terpercik oleh darah dan sisa-sisa daging yang diikat oleh otot- otot.

Kemudian kita membayangkan rangka tersebut telah bersih dari daging tapi masih berbelepotan darah dan masih diikat oleh otot-otot.

Kemudian kita membayangkan rangka mayat tersebut telah bersih dari darah dan Otot-Otot.

Kemudian kita membayangkan bahwa seluruh otot telah lenyap, sehingga tulang-tulang rangka menjadi berserakan di sana-sini. Tulang kaki berserakan ke satu arah, sedangkan tulang tangan ke arah lainnya. Tulang paha, tulang panggul, tulang punggung, tulang rusuk, tulang dada, tulang bahu, lengan atas, rangka leher, rahang, gigi dan yang terakhir tengkorak kepala, seluruhnya terpisah dan terserak ke segala arah. Mereka sekarang hanya tulang belaka.

Kemudian kita lihat karena tulang tersebut masih baru, maka ia masih berwarna putih.

dan setelah setahun, tulang-tulang tersebut menjadi keropos dan berubah menjadi tulang-tulang tua.

Kemudian tulang-tulang tersebut mulai hancur dan berubah menjadi seonggok debu; ditiup dan dihembuskan angin menyebar ke segala arah. Maka mereka sekarang tidak lagi dapat kita sebut sebagai tulang.

Latihan sebagaimana diajarkan oleh Sang Buddha adalah dengan menggunakan jasmani ini sebagian demi sebagian. Memeriksa tubuh yang hidup dan menyaksikan bagaimana ia dengan tak dapat dielakkan pasti akan mati. Ketakutan yang kadang-kadang mungkin muncul pada perenungan ini adalah datang dari kurang adanya pengertian atau pengetahuan. Ketidaktahuan dan kesendirian membuat seseorang membayangkan bahwa ada kejahatan dan bahaya yang mengintai. Tapi bila anda telah mengenal dan merenungkan apa sebenarnya semua ini --dan bahwa pada kenyataannya di sana tak ada bahaya mengancam--, maka ketakutan tersebut akan hilang. Sekali anda telah menguasai sifat takut/enggan anda, maka anda akan menjadi orang yang mempunyai keinginan dan keberanian untuk melaksanakan kebenaran, tak lagi takut terhadap hantu atau sebangsanya.

Meneliti Rumah

Penjelasan saya tentang penyelidikan terhadap jasmani akan membutuhkan pikiran untuk melakukan penelitian. Ini seumpama anda memasuki rumah baru, maka diperlukan pemeriksaan menyeluruh. Anda harus mengelilingi seluruh rumah untuk mengetahui di mana letak atau tempat segala sesuatunya. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa anda harus berkeliling terus menerus, seolah-olah anda tidak perlu istirahat. Jika anda benar-benar memerlukan istirahat, ingin duduk atau ingin berbaring, maka anda harus berhenti pada suatu tempat. Andalah yang menentukan selesai atau belumnya penyelidikan tersebut --sesuai dengan kesukaan anda--, maka anda boleh menaruh kursi atau ranjang tempat anda beristirahat. Oleh karena itu Sang Buddha memberikan cara yang bermacam-macam, seperti yang telah saya jelaskan di sini. Beliau telah menunjukkan langsung jalan untuk menyelidiki ke dalam jasmani ini dan mengadakan penyelidikan ke dalam secara menyeluruh. Bila anda ingin istirahat, anda boleh duduk atau berbaring dimana anda suka. Anda boleh istirahat di nafas dengan memusatkan perhatian pada satu titik di sana, atau beristirahat pada salah satu dari 32 bagian jasmani. Anda harus berpusat pada satu obyek. Misalnya pada tulang sehingga seluruh rangka jasmani terwujud menjadi jelas. Atau anda dapat merenungkan mayat. Apapun yang anda pilih --yang hidup atau mayat--, itu terserah kepada anda.

Jika anda senang atau cocok menggunakan nafas sebagai obyek, maka pusatkanlah pikiran anda supaya tidak berkeliaran dari titik tersebut. Jika pikiran hendak berkeliaran, maka biarkanlah ia mengelilingi bagian-bagian dari jasmani ini, tapi pastikanlah bahwa ia ada di dalam jasmani ini. Atau anda dapat menggunakan kedua cara tersebut, tapi ini belumlah dapat disebut Samadhi, karena untuk hal tersebut dituntut pemusatan, pengumpulan keduanya pada satu titik. ***

26 Agustus 1961



PERCAKAPAN 8

Jasmani: Di Dalam dan Di Luar;
Kemunculan dan Kelenyapan

Silahkan anda sekarang memusatkan perhatian ke dalam badan anda sendiri. Pikiran anda mungkin mencoba untuk lari, melepaskan diri dan mengisi dirinya dengan berbagai kekuatiran. Hal ini terjadi karena setiap orang cenderung menguatirkan tentang pekerjaannya, keluarganya, rumahnya, atau lain-lainnya. Pergunakanlah perhatian (sati) dan pengertian yang jelas (sampajanna) Usahakan dengan sungguh-sungguh untuk melupakan kekuatiran anda dan arahkan pikiran agar tertuju ke dalam badan anda sendiri.

Anda boleh memusatkan konsentrasi pada lubang hidung atau bibir sebelah atas atau kepada obyek-obyek lainnya yang pernah saya jelaskan sebelumnya. Menurut pelajaran ini (Satipatthana Sutta), sadar kepada nafas yang bergerak masuk dan keluar adalah menyangkut tentang mengetahui yang di dalam dan di luar, dan mengetahui kemunculan dan kelenyapan.

Mengetahui yang di luar, menurut pengertian umum berarti mengetahui nafas yang menyentuh ujung hidung atau bibir atas. Pengertian umum atau konvensional ini menjelaskan bahwa siapapun yang memperhatikan titik tersebut akan dapat menyelaminya, dan inilah yang disebut dengan melihat yang di luar.

Melihat yang di dalam, menurut pengertian tertinggi, adalah penglihatan bahwa setiap nafas adalah mengandung 4 unsur. Hadapkanlah tangan anda dekat lubang hidung sehingga nafas yang keluar dapat menyentuh tangan anda tersebut. Dalam bernafas, anda akan merasakan adanya kekerasan, hembusan, kelembaban, dan kehangatan. Kekerasan yang dirasakan (dari nafas tersebut) adalah merupakan unsur tanah; kelembaban adalah unsur air; hembusan adalah unsur angin; dan kehangatan adalah unsur api. Meskipun ini hanyalah nafas, namun bila kita amati dengan lebih teliti, maka kita akan melihat bahwa nafas pun terdiri atas 4 elemen. Inilah yang dimaksudkan dengan melihat yang di dalam. Melihat yang di luar dengan pengertian umum/konvensional (sammati), maka anda melihat nafas. Melihat yang di dalam dengan pengertian yang tinggi (paramattha), maka di sana anda melihat adanya 4 unsur.

Pakailah penjelasan ini untuk pengertian berikut: Melihat nafas adalah yang di luar, sedangkan melihat pikiran adalah yang di dalam. Yang disebut belakangan adalah konsentrasi dari pikiran, memusatkannya sehingga muncul tanda-tanda atau isyarat-isyarat. Hal ini sama seperti memotret: obyek yang hendak dipotret adalah di luar, dan bayangan yang jatuh pada lensa atau film adalah yang di dalam. Pusatkanlah pikiran anda untuk dapat melihat keduanya, yang di luar maupun yang di dalam.

Bila anda berkonsentrasi dengan cara ini, anda akan melihat muncul & lenyapnya sesuatu. Menarik nafas adalah sebagai munculnya, dan mengeluarkan nafas adalah sebagai lenyapnya. Menarik nafas sebenarnya juga memasukkan 4 unsur, dan mengeluarkan nafas adalah sebagai membuang mereka. Inilah yang terjadi, kemunculan dan kelenyapan setiap kali bernafas.

Ketika orang-orang masih bernafas, mereka melekat kepada banyak hal, tapi bila nafasnya telah berhenti, maka demikian pulalah yang terjadi dengan kesadaran pengenalan mereka terhadap segala sesuatunya. Tujuan Sang Buddha mengajarkan kita melihat ke dalam badan jasmani kita adalah untuk melihat dan sadar akan yang di dalam dan di luar, serta muncul dan lenyapnya segala sesuatu. Sadarilah akan adanya jasmani ini, terutama adanya nafas, tapi hanya untuk keperluan memperluas pengetahuan dan membangun kesadaran. Biarkan berlalu dan jangan melekat kepada segala sesuatu. Sadarilah bahwa jasmani ini nyata ada, nafas juga nyata ada, dan pada waktu yang sama lepaskanlah segala sesuatunya. Biarkan berlalu. Kosongkan pikiran anda dan buatlah agar ia menjadi bersih dan dalam keadaan tenang. Dengan teguh, bangunlah perhatian/kesadaran anda dengan obyek yang telah anda pilih.

Perasaan (vedana)

Duduk di sini, dalam latihan, anda mungkin akan mengalami rasa tidak nyaman atau tidak enak. Anda mungkin merasa sakit atau pegal/kaku, atau digigit oleh nyamuk, atau juga merasa resah dan gelisah. Meskipun anda mengalami kesakitan pada jasmani maupun batin, sadarilah akan semua rasa sakit itu. Ketidaknyamanan jasmani dan ketidaknyamanan batin, mengapa hal itu bisa terjadi? Anda dapat menemukan penyebabnya pada hal-hal yang berhubungan dengan jasmani, atau karena kemelekatan-kemelekatan (amisa). Ketahuilah bahwa hal-hal ini adalah sumber atau penyebab berbagai bentuk penderitaan.

Jika anda merasakan ketidaknyamanan batin, misalnya merasa seperti tercekik atau terimpit dan pikiran anda tidak mau tenang, maka cobalah untuk mencari penyebabnya. Anda mungkin akan menemukan bahwa pikiran anda cenderung kepada keinginan-keinginan dan itu lalu membuat anda tidak bisa memusatkan pikiran. Atau penyebabnya mungkin karena anda belum pernah belajar meditasi ketenangan sebelumnya, sehingga pikiran masih selalu berlari kesana-kemari. Pikiran tidak pernah diam sebelumnya, sehingga belum terbiasa dengan keadaan ini. Sadarilah bahwa selalu ada hal-hal yang menjadi penyebabnya; keterikatan kepada benda-benda selalu menjadi penyebab penderitaan. Bila anda telah masuk dalam latihan, dan mengalami rasa sakit, baik pada jasmani maupun batin, maka carilah di mana mula-mula ia timbul. Janganlah menyerah kepada rasa sakit, tapi teruskanlah latihan anda sesuai dengan tekad semula. Rasa sakit tersebut perlahan-lahan akan hilang, dan pikiran akan berangsur-angsur mantap, sehingga ketenangan yang dicapai akan menimbulkan kebahagiaan.

Bila anda mengalami perasaan yang menyenangkan, baik pada jasmani maupun batin, sadarilah mereka sebagaimana adanya. Anda mungkin akan mengalami perasaan sejuk dan segar pada seluruh badan anda, dan tak ada kesakitan atau perasaan tercekik yang timbul. Ketahuilah penyebab dari perasaan senang yang timbul pada jasmani tersebut. Jika ia datang dari suasana lingkungan, dari cuaca atau hal yang sejenisnya, atau rasa sakit anda hilang ketika anda mengubah posisi tubuh, maka ketahuilah bahwa semua ini masih bersifat material/duniawi, kesenangan karena kemelekatan. Kesenangan semacam ini masih bergantung kepada hal-hal yang di luar.

Sadarilah penyebab-penyebab perasaan senang yang timbul pada batin. Kadang-kadang ia dapat timbul ketika pikiran melompat keluar kepada kesenangan-kesenangan keadaan di luar, sehingga kita menjadi tak sadar di dalamnya. Kemudian anda dapat melihat ketergantungannya kepada hal-hal yang di luar; maka ini disebut kesenangan karena kemelekatan. Akan tetapi bila pikiran telah mantap dan menyatu dalam ketenangan dan kegiuran, dan perasaan ringan dan bahagia pada jasmani dan batin muncul, maka ini adalah disebut kebahagiaan non-material (niramisa). Kebahagiaan ini tidak bergantung kepada pengaruh-pengaruh dari luar. Perasaan ringan pada jasmani yang muncul tersebut adalah timbul dari keadaan pikiran yang tenang, dan bukan dari pengaruh material yang di luar.

Bila pikiran telah stabil, rasa senang/nyaman tersebut akan menjadi semakin mantap dan halus, sampai akan dirasakannya perasaan yang bukan-sakit pun bukan-senang. Pikiran lalu menjadi semakin terpusat. Perasaan bukan-sakit pun bukan-senang ini tidak bergantung (terlepas) dari pengaruh atau hal-hal yang di luar.

Ketika menggunakan metode perhatian pada nafas dalam latihan meditasi, anda juga harus mencatat perasaan-perasaan yang timbul. Pertama-tama anda akan merasakan sakit, kemudian rasa sakit tersebut perlahan-lahan akan hilang, dan perasaan senang/nyaman akan dialami. Ketika ia semakin halus, perasaan senang tersebut perlahan-lahan akan memudar, dan pada tingkat selanjutnya, akan muncul perasaan bukan-sakit pun bukan-senang. Pada tingkat ini pikiran menjadi mantap dan stabil; tetapi masih harus diawasi agar pengaruh-pengaruh kemelekatan --sebagai makanan dari luar--, dan perasaan sakit atau senang, tidak muncul. Pada tingkat dari ketenangan ini, anda akan mengalami kebahagiaan yang bersifat non-material, yang mana dapat digunakan untuk mendorong kesukaan anda dalam berlatih. Namun demikian, janganlah melekat kepada kebahagiaan tersebut. Tujuan kita hanya untuk mencapai pemusatan pikiran.*:*

27 Agustus 1961



PERCAKAPAN 9

Jasmani dan Perasaan: Bersama-sama Ditinjau Kembali

Pengolahan pikiran bertujuan untuk mencapai pikiran yang mantap, tenang, dan menembus hakikat kebenaran. Saya telah menjelaskan hal ini setahap demi setahap sesuai dengan petunjuk Sang Buddha, pada Khotbah Agung tentang Dasar-dasar dari Kesadaran, dan ini menjadi satu-satunya jalan untuk merealisasi tujuan hidup manusia. Bahkan ajaran Beliau lainnya dapat diringkas ke dalam bentuk ini. Itulah sebabnya kita harus mempelajari latihan ini dengan benar dari awal. Pusatkan pikiran dan arahkan ia pada jasmani dan perasaan anda.

Melihat keseluruhan jasmani adalah meliputi: Memperhatikan Nafas; mengetahui keseluruhan jasmani, baik kelompok batin maupun kelompok jasmani; menenangkan pikiran --jasmani dan nafas--; menyadari sepenuhnya posisi tubuh saat ini; memeriksa bagian luar dan dalam bagian-bagian dan organ-organ jasmani; menguraikan mereka ke dalam unsur-unsurnya; melihat apa yang sisa pada jasmani ini setelah mereka diurai satu per satu sampai habis, sampai ia tidak bisa lagi disebut sebagai jasmani. Pemeriksaan terhadap keseluruhan jasmani seperti ini sangat luas lingkupnya, meliputi pemeriksaan yang menyeluruh, sementara latihan samadhi membutuhkan untuk memusatkan pikiran pada salah satu bagian jasmani. Misalnya jika anda merasa bahwa perhatian kepada nafas cocok untuk anda, maka berkonsentrasilah pada satu titik itu.

Dalam latihan tahap awal, akan ada kesakitan, baik pada jasmani maupun pikiran. Timbul rasa sakit dari sikap duduk karena tidak biasa kita lakukan, dan rasa tertekan pada pikiran karena ia dipaksa untuk diam dan tenang, bila ini belum pernah dilatih sebelumnya. Sadarilah bahwa ini adalah rasa sakit yang muncul karena pengaruh hal-hal di luar dan kemelekatan-kemelekatan kita. Keadaan nyaman pada jasmani yang dirasakan sebelum ini dan kesenangan-kesenangan lainnya pada waktu yang lalu, itu kemudian membuat kita merasa sakit. Pikiran akan tertekan, karena ia dipaksa untuk tenang, padahal kebiasaan pikiran adalah berpikir. Tetapi dengan kesabaran, ketekunan, dan kebulatan tekad, seluruh kesakitan berangsur-angsur akan hilang, dan kebahagiaan akan muncul. Jasmani kemudian akan menjadi ringan dan pikiran menjadi lembut.

Tapi tak lama kemudian, perhatian ini dapat buyar. Jika ia terlepas, maka pikiran akan cepat keluar dan mencari obyek-obyek yang diluar. Bilamana anda berhasil menangkap pikiran yang terpikat pada kesenangan-kesenangan luar tersebut, maka kemudian sadari sepenuhnya bahwa ini adalah keinginan-keinginan tamak terhadap kesenangan dan didasari oleh hal-hal menarik di luar diri. Begitu pula, waspadalah terhadap kesenangan-kesenangan jasmaniah yang juga didasari oleh godaan-godaan dari luar. Hal-hal ini yang menyebabkan pikiran pergi ke luar adalah hal yang paling gawat, karena bila sudah keluar ia tak akan berhenti hanya pada satu penyimpangan. Bunyi orang berjalan, suara orang berbicara, bunyi mobil, atau bunyi-bunyi mengganggu lainnya, akan dengan segera mengajak pikiran pergi mengembara, dan itu kemudian akan berlanjut kepada banyak hal. Jangan biarkan pikiran terpikat kepada hal-hal yang menarik di luar dengan segala pancingannya tersebut. Anda harus menangkap pikiran yang terseret oleh keinginan-keinginan tersebut, kemudian sadari penyebabnya, dan bawa kembali pikiran kepada obyek samadhi, yakni pada satu titik terpusat.

Kadang-kadang perasaan 'bukan-sakit pun bukan-senang' dengan cara yang sama akan muncul dan menyimpang kepada hal-hal di luar. Jadi anda harus mewaspadai hal ini.

Selalulah waspada dan tuntun pikiran kembali ke obyek samadhi, sehingga ia menjadi tenang dan bebas dari nafsu-nafsu serta semua keadaan tak menguntungkan lainnya. Kemudian anda dapat yakin bahwa kebahagiaan yang anda rasakan seluruhnya benar-benar murni, bebas dari godaan-godaan dari luar, tapi ia hasil dari ketenangan. Kebahagiaan ini memberikan pengalaman pada tahap awal dari latihan. Akan tetapi jangan tenggelam di dalamnya; teruskan pemusatan pikiran pada obyek samadhi anda.

Pemusatan dan Pengaturan Pikiran

Setelah mengerti sifat-sifat perasaan seperti yang telah dijelaskan, sekarang kita beralih kepada pikiran itu sendiri. Lihat dan catat kondisinya, keadaannya, dan perubahannya. Jika anda telah memusatkan ke sana anda akan menyadari bahwa perasaan dapat merembet ke pikiran --hanya jika anda perhatikan dengan teliti. Anda akan melihat bahwa setiap kesakitan pada jasmani akan berpengaruh pada pikiran, sementara setiap tekanan mental juga langsung mengenai pikiran. Ini menyebabkan munculnya perasaan tidak suka, yang juga dikenal sebagai kebencian atau penolakan (dosa). Akan tetapi, saya rasa istilah tersebut agak terlalu keras, sehingga kita akan pakai istilah "tidak suka". Ia memiliki arti yang luas, karena setiap orang tidak suka terhadap penderitaan.

Penderitaan, sekali ia muncul, akan menimbulkan rasa tidak suka, dan bila kita melekat maka ia akan menimbulkan kebencian yang semakin kuat. Oleh karena itu, ketidaksukaan atau penolakan ini muncul dari kesakitan jasmani dan perasaan (dukkha vedana). Ketika terjadi kontak, maka kesakitan jasmani dan tekanan mental akan timbul terlebih dahulu sebelum timbulnya rasa tidak senang, Karena itu, perasaan sakit adalah penyebab dari kebencian dan ketidaksenangan. Bila ini masalahnya, waspadalah terhadap pikiran yang berisi kebencian atau penolakan, dan ketidaksenangan yang telah muncul di dalam pikiran.

Di lain pihak, perasaan nyaman pada jasmani & batin (sukha vedana) akan menimbulkan rasa suka. Seseorang mungkin menyebutnya sebagai 'nafsu' (raga), tapi istilah/kata ini juga kelihatan terlalu berlebihan. Kata "suka" mungkin lebih umum, tapi juga harus dimengerti bahwa itu adalah awal dari nafsu. Nafsu dimulai dari bentuk yang paling halus dari kemelekatan dan keinginan yang kuat, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan suka. Oleh karena itu, setiap bentuk kesenangan, atau dapat disebut nafsu, mulanya berkembang dari perasaan suka. Suatu kontak yang memberikan kesenangan pada jasmani dan mental, langsung akan menimbulkan keinginan, kemelekatan, dan nafsu. Oleh karena itu, waspadalah bila ini muncul dalam pikiran anda.

Perasaan antara, yakni --tiada-sakit pun tiada-suka (adukkhamsukha vedana)-- menandakan pengalaman yang sudah meningkat. Pada pengalaman yang baru, perasaan senang mungkin timbul, seperti misalnya anda mendapatkan sesuatu yang sangat anda harapkan. Tapi, setelah rasa senang tersebut hilang, anda mungkin akan merasa biasa terhadap hal tersebut dan ini adalah perasaan yang netral. Perasaan ini lalu merembet ke pikiran dimana ia menimbulkan kemelekatan terhadap hal tersebut. Kemelekatan yang berkembang dari kegembiraan awal menjadi perasaan yang biasa, sebenarnya adalah tipuan belaka, karena obyeknya belum kita lepaskan. Keinginan memiliki ini yang membawa kepada kekikiran dan iri-hati, membuat obyek tersebut tidak mungkin dilepaskan. Meskipun mungkin obyek tersebut sudah tidak lagi menarik dan berkesan, tapi anda tetap belum mampu melepaskannya. Ini sama seperti barang-barang milik kita yang sebenarnya sudah harus kira buang. Kemelekatan ini adalah bentuk dari penipuan/kepalsuan. Bila ini timbul dalam pikiran anda, waspadailah bahwa kebodohan (moha) sedang muncul.

Perasaan senang dan sakit berubah-ubah dalam sekejap. Ia menyebabkan timbulnya rasa suka atau tidak suka. Tetapi perasaan sedemikian ini hanya mungkin bisa dilihat jika anda memeriksa dengan seksama hal-hal yang mendasarinya. Anda mungkin akan akan mengakui pengaruhnya yang luas. Pikiran, pada kenyataannya, tertipu dan melekat kepada sangat banyak pengalaman-pengalaman suka dan tidak suka ini, mengingat masa-masa lalu dan mondar- mandir pada kesenangan dan kenyamanan, serta kesakitan dan ketidaksenangan. Lihatlah seluruh kenyataan ini di dalam pikiran anda sendiri.

Pada sisi lain, anda juga harus waspada ketika pikiran bebas dan tidak terikat nafsu, kebencian, dan kemelekatan. Bila pikiran tidak dapat dipusatkan dalam latihan keluar-masuknya nafas, itu karena ia mengembara dalam suka, benci, dan kemelekatan. Oleh karena itu, haruslah selalu waspada menjaga dan mengawasi pikiran anda dan menyadarinya ketika ia pergi mengembara. Kewaspadaan itu akan membuat pikiran kembali tenang.

Pada tahap latihan ini, keputusasaan atau rasa gelisah serta pikiran kacau akan muncul. Waspadalah terhadap perasaan-perasaan tersebut dan mantapkan pikiran, sehingga ia akan menyinari dan menuntun batin anda. Sebaliknya, sadari bahwa keputusasaan ini muncul karena sebelumnya anda telah merasakan kebahagiaan sebagai hasil dari ketenangan. Karena itu, janganlah menyerah dari latihan. Jangan terseret kepada pikiran yang gelisah tersebut, tapi gunakan kewaspadaan untuk mengembalikannya.

Pada beberapa kesempatan, pikiran anda mungkin akan menyeleweng pergi. Waspadailah ia. Juga waspadai pada saat pikiran menjadi cupet/sumpek dan bingung. Pikiran untuk menyeleweng mempunyai semangat yang tinggi dan ini harus disederhanakan dengan kewaspadaan bila ia hendak menyebar. Jika pikiran menjadi terlalu cupet dan bingung, ia akan menyebabkan penderitaan, sehingga anda harus berhati-hati jangan biarkan ini terjadi. Kebanyakan rasa senang mungkin akan membuat pikiran menjadi over/meluap-luap dan terlalu bersemangat, sedangkan kalau terlalu sedikit akan membuat pikiran sumpek dan bingung. Kedua hal yang ekstrim ini harus dihindari demi mendapatkan yang paling baik dan sesuai.

Kadang-kadang pikiran merasa tidak ada kemajuan --ketika misalnya, anda ingin bekerja dan berlatih dengan sekuat-kuatnya-- sedangkan kadang-kadang pikiran nampak jernih, bahkan kadang-kadang agak mundur. Hal ini dapat membuat kita lengah. Dalam keadaan ini, anda harus dapat menyesuaikan diri, berbuatlah seperti hal: memberi dan mengambil, sehingga ia menjadi seimbang dan sesuai. Janganlah berpikir bahwa anda dapat menjadi ekstra-superior, karena dapat menyebabkan anda menjadi ceroboh. Begitu pula, jangan biarkan diri anda terlalu santai dan lengah. Dengan hati-hati, seimbangkan mereka dan anda akan maju dengan mantap, selangkah demi selangkah.

Kadang-kadang pikiran akan menjadi mantap dan berkembang maju, tetapi pada saat yang lain ia akan mundur. Waspadalah akan hal ini. Kemajuan yang mantap pada pikiran adalah baik dan benar; tapi anda harus memeriksa dan melihat alasan/penyebabnya jika ia bergerak dan pergi mengembara. Di sana pasti ada sesuatu yang tak beres, suatu keteledoran/kelalaian dalam latihan anda, yang dapat menghalangi kestabilan anda. Anda harus menemukan penyebabnya dan membuat pikiran anda kembali mantap.

Kadang-kadang pikiran menjadi bebas, tetapi pada saat yang lain menjadi tidak bebas. Pada tingkat duniawi, ini menandakan penglepasan, membiarkan segala sesuatu berlalu, dan mencapai ketenangan dalam latihan. Jika pikiran tidak dapat melewatinya, itu berarti anda belum dapat melepaskan, sehingga pikiran kembali terlibat pada obyek-obyek luar, misalnya memikirkan pekerjaan anda. Jika anda membiarkan pikiran anda lepas dengan cara ini, maka latihan anda tidak akan berhasil. Ketika anda duduk berlatih, anda harus selalu berhasil untuk melepaskan keterikatan anda terhadap kejadian-kejadian di luar serta kekuatiran-kekuatiran anda, lalu arahkan pikiran untuk tenang kembali. Inilah yang dimaksudkan dengan pikiran berada di atas duniawi. Kondisi pikiran ini bebas dari pengaruh sekelilingnya, dan akan memperlancar latihan anda. Anda harus berusaha terus menerus waspada terhadap keadaan pikiran anda.

Mengerti cara latihan yang diajarkan oleh Sang Buddha berarti waspada terhadap jasmani, perasaan, dan pikiran. Kembangkanlah salah satunya --misalnya perhatian terhadap pernafasan--, sebagai dasar dari latihan samadhi anda. Tapi untuk mendapat kemajuan, perhatian terhadap perasaan dan pikiran yang timbul suatu saat juga perlu diperhatikan. Anda harus mampu memperhatikan perasaan dan pikiran yang timbul untuk memantapkan pikiran dan mengembangkannya dengan mantap pada obyek yang telah dipilih. ***

3 September 1961



PERCAKAPAN 10

Pokok Bahasan Tentang
Obyek-obyek Pikiran (dhamma)

Lima Rintangan Batin (Nivarana)

Latihan kita terhadap pikiran adalah bertujuan untuk menenangkan pikiran dan untuk memunculkan kebijaksanaan sejati dan pandangan terang. Kita berpedoman pada latihan yang telah diajarkan oleh Sang Buddha, yang mana telah dijelaskan tahapan-tahapannya.

Kita mulai dengan mengembangkan ketenangan dan dengan teguh memusatkan pikiran. Jika anda senang dengan metode memperhatikan nafas, maka berpusatlah pada masuk dan keluarnya nafas. Sementara berlatih, anda juga harus memperhatikan perasaan dan pikiran yang muncul, karena jika pikiran belum mencapai keadaan terpusat, aneka macam bentuk pikiran dan perasaan akan tetap aktif. Telinga mendengar suara-suara, jasmani menerima sentuhan-sentuhan dari obyek-obyek, dan karena pikiran belum terpusat dengan mantap, maka obyek-obyek batin akan muncul. Perasaan yang timbul langsung akan mempengaruhi pikiran, dimana rasa sakit akan menimbulkan ketidaksukaan, dan rasa senang akan menimbulkan kesukaan, dan perasaan diantaranya akan membawa kepada khayalan dan kemelekatan. Perhatian yang terus-menerus diperlukan untuk mengawasi semua hal ini untuk membuat konsentrasi anda mantap dan terpusat.

Jika usaha anda untuk membangun dan memusatkan pikiran gagal atau tidak menghasilkan kondisi samadhi, maka anda harus meneliti di mana gangguan atau rintangan itu berada. Sang Buddha menyebut rintangan ini sebagai nivarana. Mereka menghalangi pikiran dari samadhi dan anda harus mengawasi bentuk-bentuknya. Ada 5 rintangan, yaitu:

Dorongan Nafsu (kamacchanda): yaitu kesenangan terhadap obyek-obyek di luar yang dianggapnya sebagai sangat berharga untuk dinikmati. Bila keinginan semacam itu timbul, ia akan mendorong pikiran untuk menyimpang serta menghalangi pemusatan pikiran, sehingga menggagalkan samadhi anda.

Itikad jahat (byapada): yaitu ketidak-sukaan terhadap latihan atau terhadap obyek-obyek di luar. Bila pikiran digelapkan oleh kemauan/itikad jahat atau ketidaksukaan maka hal ini merupakan bahaya bagi samadhi.

Malas dan lamban (thina-middha): yaitu perasaan mengantuk dan rasa tidak bersemangat, yang membuat pikiran menjadi tumpul dan membuat jasmani menjadi malas dan tidak bergairah. Bila halangan ini dibiarkan muncul, maka ia merupakan bahaya bagi samadhi.

Kegelisahan dan kecemasan (uddhaccakukkucca): yaitu keresahan dan gangguan mengenai obyek-obyek luar atau karena timbulnya piti dalam latihan. Gangguan ini bercampur dengan ketidaksukaan, membuat anda merasa resah/gelisah serta menggagalkan samadhi anda.

Keragu-raguan (vicikiccha): yaitu kebimbangan dan keragu-raguan terhadap motivasi berlatih dan cara latihan, serta hasil dari latihan. Misalnya, anda merasa cemas, apakah anda harus meneruskan latihan atau terhadap pertanyaan mengapa anda melakukan latihan, apa keuntungannya? Bahaya yang segera muncul dari latihan anda adalah keraguan tentang manakah cara-cara yang harus dipakai dari sekian banyak cara yang telah dijelaskan, apakah dengan memperhatikan jasmani, atau perasaan, atau pikiran. Merasa ragu-ragu terhadap cara yang harus dipilih menunjukkan keragu-raguan terhadap cara berlatih. Ini membuat pikiran menjadi bingung dan samadhi menjadi gagal. Mungkin juga anda merasa tidak yakin terhadap manfaat dari latihan, kapankah hasilnya akan dirasakan. Pemikiran-pemikiran dan harapan-harapan tentang hasil-hasilnya, atau tentang akan melihat hal-hal yang baru, adalah bahaya dari samadhi.

Oleh karena itu, anda harus melihat ke dalam pikiran: dalam kondisi bagaimanakah pikiran saya saat ini? Apakah ia berkecenderungan (chanda) terhadap hal-hal yang di luar atau ia telah berada pada obyek samadhi? Jika kecenderungannya masih lebih banyak terhadap obyek luar, berarti tidak banyak terhadap obyek di dalam, dan samadhi akan sulit tercapai. Oleh karena itu, anda harus menahan kecenderungan-kecenderungan pikiran terhadap obyek-obyek di luar dan berusaha keras untuk memusatkan pikiran pada obyek samadhi. Tidak masalah kalau anda harus mengeluarkan banyak usaha untuk mendapatkan obyek samadhi, karena suatu saat ia akan muncul dan hasil-hasil dari samadhi akan dicapai.

Periksalah pikiran anda dari kegelapannya karena perasaan tidak suka. Apakah semua itu karena obyek di luar yang menyebabkan rasa tidak suka tersebut? Apakah ia mulai menimbulkan ketidaksukaan terhadap latihan? Jika anda menemukan bahwa itu penyebabnya, maka berusahalah untuk mengatasi gangguan-gangguan obyek tersebut dan buanglah ketidaksukaan terhadap latihan ini. Dengan meniadakan ketidaksukaan, berarti kita telah menghindarkan kerugian dan kesalah-pengertian kita terhadap tujuan dan manfaat dari samadhi. Ini sama dengan ketidak-sukaan terhadap seseorang atau benda karena kita melihat kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan mereka saja. Bila anda berusaha melihat kebaikannya maka ketidaksukaan itu dapat diredam. Dengan demikian keengganan, dan ketidaksukaan terhadap latihan akan hilang bila anda telah merasakan samadhi (konsentrasi).

Sekarang, bila kecenderungan dan keengganan terhadap obyek-obyek luar telah dikesampingkan dan keragu-raguan terhadap obyek samadhi telah bekurang, pikiran akan menjadi tenang. Hal lainnya yang juga berlawanan terhadap ketenangan, akan muncul, yaitu mengantuk. Kondisi dari ketenangan dan mengantuk ini adalah sangat mirip. Pikiran yang belum terlatih biasanya ditunjukkan dengan rasa gelisah, atau jika tidak gelisah, ia akan mengantuk. Maka diperlukan ketelitian yang luar biasa supaya anda jangan sampai tertidur, yang langsung akan menghilangkan perhatian/kesadaran anda. Perhatian, ingatan, dan kesadaran adalah merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan samadhi. Bila samadhi telah lebih halus, Pengertian Jelas (sampajanna) dan Perhatian Murni (sati) anda menjadi makin jernih dan makin dalam. Makin jernih kesadaran anda, makin mantaplah samadhi anda. Oleh karena itu, latihan samadhi bukanlah bertujuan untuk mencapai keadaan tanpa kesadaran. Jalan untuk memecahkan problem dari mengantuk adalah dengan menyadari penyebabnya. Ia timbul karena anda membiarkan perhatian dan kewaspadaan anda menyimpang, karena mencoba untuk menenangkan pikiran. Ini mirip dengan ketika kita hendak tidur: kita melepaskan kesadaran, akibatnya kita jatuh tertidur. Oleh karena itu, dalam latihan, perhatian (sati) jangan sampai dilepaskan. Kalau tidak, anda pasti akan tertidur. Anda harus sepenuhnya sadar dan waspada, yang akan mencegah anda dari mengantuk dan tertidur.

Begitu anda merasa mengantuk, gunakanlah cara tersebut di atas dan dengan merasakan seolah-olah ada sinar yang amat terang. Ini berarti bahwa pikiran kita seolah-olah secerah sinar di siang hari karena semangat dan kecemerlangan dari kesadaran dan kewaspadaan. Pikiran dipenuhi oleh pengertian jelas dan kesadaran. Maka tak mungkin timbul kesayuan --seperti seseorang yang mengecilkan api lampu-- karena ia dapat membuat anda jatuh tertidur.

Juga, jangan biarkan pikiran-pikiran liar dan tidak menentu mengganggu jalannya latihan, karena ia akan menggagalkan setiap perkembangan dari samadhi. Pastikan untuk tetap memusatkan pikiran pada obyek meditasi. Jika anda telah memilih obyek nafas, maka pusatkanlah perhatian di sana. Juga waspadalah terhadap gerak-gerik perasaan dan pikiran, sebagaimana yang telah dijelaskan di depan. Ini akan memberi manfaat kepada anda untuk mewaspadai segala sesuatu yang mungkin mengganggu samadhi anda dan mencegah timbulnya tekanan atau ketegangan pada pikiran. Dalam memperhatikan nafas, ini akan menghentikan segala ketidakteraturan, yang dapat menyebabkan kegelisahan dan kejengkelan. Jika anda membiarkan pikiran menikmati piti dan sukha sebagai hasil awal samadhi, maka kemudian rasa senang tersebut akan menimbulkan kegelisahan. Rasa gelisah dan pikiran yang berkeliaran tersebut harus tetap dijaga dengan cermat.

Rasa ragu-ragu dan dugaan-dugaan juga harus dikesampingkan. Jernihkan dan yakinkanlah pikiran anda terhadap latihan anda dengan tidak menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya, atau berpikir, "Apa yang akan saya lihat? Apa yang akan muncul? Akan menjadi apa ia nanti?" Bertujuanlah hanya untuk membuat pikiran mantap dan kuat pada obyek samadhi, dengan kewaspadaan dan kesadaran yang sepenuhnya dan terang. Makin halus samadhi anda, makin tajam dan teranglah kesadaran dan kewaspadaan anda.

Dengan mengetahui ciri-ciri dan sifat-sifat dari rintangan-rintangan yang dapat menghalangi pikiran dari samadhi, maka anda dapat mengatasinya bila ia timbul. Jika ia telah timbul, anda harus berusaha keras untuk membuangnya. Usaha untuk mencegah dan meniadakan gangguan-gangguan atau rintangan yang timbul ini akan membawa pada kemajuan dan keberhasilan dalam latihan samadhi anda.

4 September 1961



PERCAKAPAN 11

Ringkasan Tahapan-tahapan Latihan

Ajaran Dhamma ini merupakan latihan yang membantu dalam pengembangan batin. Ia berkaitan langsung dengan diri anda sendiri dan karena itu di dalam mendengarkan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha, anda harus berusaha untuk mempraktikkannya dan memusatkan perhatian padanya di sana. Bila anda dapat melihat kebenaran ini di dalam diri anda sendiri maka anda akan dapat melihat Dhamma.

Latihan ini dimaksudkan untuk mencapai ketenangan pikiran serta pengetahuan yang jelas dan pandangan benar. Saya telah menjelaskan latihan untuk ketenangan ini setahap demi setahap, tapi belum memulai dengan jalan menuju pandangan terang (insight). Uraian berikut akan mulai menjelaskan latihan pengembangan pandangan terang, yang akan menuntun menuju kebijaksanaan serta pengertian benar. Akan tetapi, pertama-tama saya akan merangkum serta memulai dan uraian saya terdahulu.

Pemusatan pikiran bertujuan untuk menenangkan pikiran melalui konsentrasi, misalnya pada keluar-masuknya nafas bersama dengan kesadaran terhadap pikiran. Dalam latihan anda, terdapat pengertian yang jelas tentang postur -misalnya sikap duduk anda saat ini di sini, serta memeriksa ke-31 atau 32 bagian jasmani, dan akhirnya menganalisanya sebagai unsur-unsur (api, tanah, air, udara). Bilamana unsur-unsur ini tercerai-berai, jasmani yang hidup ini akan menjadi mayat dan akan membusuk hingga tinggal tulang-tulang saja. Bahkan kemudian tulang-tulang itu akan hancur menjadi debu.

Selagi tubuh ini masih hidup, ia memiliki perasaan-perasaan yang menyenangkan, sakit, serta di antara menyenangkan dan sakit. Anda harus menyadari bahwa sebagian dari perasaan-perasaan ini timbul karena terpengaruh daya-tarik eksternal (dengan kait-kaitnya yang menggoda) dan sebagian lagi berasal dari latihan itu sendiri. Ketika perasaan-perasaan tersebut menguasai pikiran, anda harus menyadari sepenuhnya pikiran itu. Tatkala perasaan yang menyenangkan timbul, ia akan menimbulkan keinginan dalam pikiran. Perasaan sakit akan menimbulkan kesedihan, serta perasaan di antara keduanya (antara menyenangkan dan menyakitkan) akan menimbulkan suatu kemelekatan yang menyesatkan.

Bahayanya rintangan-rintangan batin (nivarana) ini yakni mereka mencegah pikiran membuat kemajuan atau menjadi mantap dalam samadhi. Nafsu indera, itikad jahat, kemalasan dan kelambanan, kegelisahan dan kekhawatiran, serta keragu-raguan yang skeptis adalah hal-hal yang berbahaya. Akar dari rintangan-rintangan ini terletak pada berbagai kekhawatiran serta kecemasan yang bersifat eksternal yang belum disingkirkan atau di dalam perasaan itu sendiri. Perasaan yang menyenangkan dengan kait-kaitnya yang menggoda terhadap hal-hal menarik di luar akan merasuki pikiran, dan rasa senang yang muncul ini akan menarik pikiran ke dalam obyek-obyek eksternal yang menyenangkan tersebut. Dengan demikian, samadhi dihancurkan. Hal yang sama juga berlaku bagi perasaan sakit yang akan membelokkan pikiran kepada rasa tidak suka; dan perasaan di antara keduanya (menyenangkan dan sakit), akan menimbulkan rasa mengantuk, gelisah, dan ragu-ragu. Karena itu anda harus tetap waspada dan sadar kalau-kalau di antara rintangan-rintangan ini ada yang mulai muncul.

Pada waktu permulaan latihan, siswa harus terus-menerus berjaga-jaga, memeriksa, serta memerangi semua jenis rintangan untuk menuju samadhi. Samadhi anda mungkin belum mantap terbentuk tetap pemeriksaan-diri seperti itu tetap jauh lebih baik daripada membiarkan pikiran lepas kendali serta mengembara keluar. Hal ini seperti memeriksa serta meneliti rumah kita sendiri. Pada latihan tingkat ini, konsentrasi pada nafas harus dikombinasikan dengan pemeriksaan terhadap perasaan, pikiran, serta segala jenis rintangan yang mungkin muncul. Karena itu latihan ini adalah latihan yang bersifat ganda (double). Memeriksa pikiran dengan cara yang biasa sering kali mengarah kepada pikiran yang mengembara dan bercabang-cabang. Pada awalnya, pikiran harus digunakan --tetapi pertahankan agar ia tetap di dalam (misalnya dengan cara menghitung atau mengucapkan "Bud-dho" bersamaan dengan nafas). Usaha pikiran semacam itu merupakan suatu cara pencegahan untuk mengantisipasi berbagai ancaman bagi pengembangan samadhi. Bila konsentrasi anda berhasil mengatasi bahaya-bahaya itu, latihan anda atas perhatian pada pernafasan, misalnya, akan semakin kuat serta menjadi mantap dan pasti.

Metode Latihan Untuk Mencapai Konsentrasi Tercerap (Appana Samadhi)

Pada latihan tingkat ini, anda bergantung pada "pikiran-untuk-berpusat" (vitakka) dan "pikiran-untuk-bertahan" (vicara), atau perenungan. Akan tetapi, perenungan di sini berarti memusatkan pikiran kepada obyek samadhi -kepada panjang-pendek atau keluar-masuknya nafas, misalnya. "Pikiran-untuk-berpusat' ini dapat diibaratkan sebagai pukulan pertama, pada sebuah bel, sementara "pikiran-untuk-bertahan" ibarat gema yang menyusul kemudian. "Pikiran-untuk-bertahan" merupakan penahan pikiran untuk menyatu kepada obyek samadhi tanpa membiarkannya menjadi hilang/pudar.

Dalam praktiknya, pikiran selalu cenderung melepaskan diri dari obyek samadhi, dan perhatian murni kemudian harus membawanya kembali (kepada obyek). Oleh karena itu, "pikiran-untuk-berpusat" serta "pikiran-untuk-bertahan" akan terus-menerus diperlukan hingga pikiran menjadi cukup stabil dan mantap bagi munculnya kegiuran (piti) di dalam jasmani dan pikiran. Tetapi anda tidak boleh terbawa atau terlena oleh kegiuran ini; melainkan melanjutkan berkonsentrasi secara mantap pada obyek samadhi, sehingga rasa nyaman pada jasmani dan pikiran akan muncul. Rasa nyaman ini akan semakin halus lagi dan pikiran kemudian terpusat dengan mantap pada satu obyek. Ini disebut "pikiran terpusat pada satu titik" yang bebas dari pikiran-pikiran yang mengganggu, dan ini muncul dari tanpa-kemelekatan serta ketenangan.

Pikiran yang telah maju sejauh ini, telah berada pada tingkat pertama dari Konsentrasi Tercerap: samadhi yang telah mantap dan kokoh. Sebelum tingkat ini, adalah masih tingkat Konsentrasi Tetangga (upacara samadhi). Tingkatan pertama dari Konsentrasi Tercerap ini memerlukan: "pikiran-untuk-berpusat", untuk mengantar pikiran menuju obyek meditasi; "pikiran-untuk-bertahan" untuk menahan pikiran agar tetap pada obyek; kegiuran (piti) yang memenuhi jasmani dan pikiran; kenyamanan/rasa nyaman pada jasmani dan pikiran; dan "pikiran terpusat pada satu titik" yang terpusat dengan mantap pada satu obyek. Hal ini merupakan kebahagiaan yang timbul dari latihan samadhi.

Pada permulaan latihan, ketika anda belum mengalami kegiuran (piti) dan rasa nyaman (sukha), pikiran tidak bisa tetap mantap dalam samadhi. Tetapi dengan munculnya kegiuran dan rasa nyaman, samadhi menjadi kokoh/mantap dan dikatakan bahwa anda sedang mengalami/merasakan cita-rasa dari samadhi. Selanjutnya anda akan melihat manfaat serta keuntungan-keuntungan dari latihan samadhi yang sebelumnya tidak diketahui.

Bahkan dalam aktivitas-aktivitas duniawi, kegiuran serta rasa nyaman semacam ini diperlukan. Bila kedua hal ini tidak ada, maka seseorang tidak akan dapat melanjutkan aktivitas-aktivitas (eksternal) dengan baik, misalnya menonton film atau suatu permainan. Demikian juga dalam praktik Dhamma, dimana buah dari kegiuran serta rasa nyaman ini adalah perlu untuk membangun samadhi serta untuk kemajuan selanjutnya. Kegiuran dan rasa nyaman dari samadhi ini jauh lebih halus serta langka dibanding dengan jenis-jenis lainnya, dan memberikan kebahagiaan serta ketenangan yang jauh lebih besar kepada pikiran.

Pencapaian kegiuran dan rasa nyaman ini tergantung dari pengembangan "pikiran-untuk-berpusat" (vitakka) dan "pikiran-untuk-bertahan" (vicara) secara terus-menerus. Bilamana anda berketetapan hati untuk berlatih, berusahalah untuk terus berlatih setiap hari. Misalnya, anda dapat memutuskan untuk berlatih setiap hari sesaat sebelum istirahat tidur atau saat bangun tidur setiap pagi. Latihan yang konsisten seperti ini membuat pikiran lebih mudah untuk diawasi, dan bila sudah cukup maju, buah kegiuran serta rasa nyaman akan muncul, diikuti oleh tingkatan pertama samadhi yang dikenal sebagai "pikiran yang terpusat pada satu titik". "Pikiran terpusat pada saru titik" yang telah dibangun dengan mantap, tidak lagi memerlukan "pikiran-untuk-berpusat" (vitakka) serta "pikiran-untuk-bertahan" (vicara), karena sekarang ia sudah mantap dalam keadaannya itu. Karena itu, "pikiran-untuk-berpusat" dan "pikiran-untuk-bertahan" dapat ditinggalkan dan anda tidak perlu berpayah-payah dengan mereka berdua. Sekarang yang masih tersisa adalah kegiuran (piti), rasa-nyaman (sukha), dan pikiran terpusat pada satu titik (ekaggata).

Ketika kegiuran menyebar memenuhi jasmani dan pikiran, masih terdapat adanya sedikit rasa suka-cita. Tetapi ketika pikiran menjadi bertambah halus, kegiuran akan melemah dan akhirnya ditinggalkan, dan yang tersisa hanya rasa nyaman (sukha) dan pikiran terpusat pada satu titik (ekaggata).

Ketika pikiran terus menjadi semakin dan semakin halus, rasa nyaman itu juga ditinggalkan dan selanjutnya ia mengalami terpusatnya pikiran pada satu titik dan merasakan keseimbangan batin (upekkha) yang bersifat netral, bukan-sakit pun bukan-menyenangkan. Pikiran ini sekarang mantap sepenuhnya dalam tingkat samadhi yang tinggi ini.

Akan tetapi, tidaklah perlu bagi anda untuk mencapai keadaan samadhi tingkat setinggi ini. Anda dapat mempertimbangkan untuk mencapai tingkat "pikiran-untuk-berpusat" (vitakka), vicara, piti, sukha, dan ekaggata, di saat sedang latihan samadhi dengan cukup baik. Selanjutnya pikiran akan dapat berada dalam keadaan tersebut selama yang anda inginkan. Akan tetapi, segera setelah anda keluar dari keadaan samadhi tersebut, anda harus berhubungan lagi serta terganggu oleh berbagai obyek serta kekhawatiran eksternal sampai anda kembali berdiam dalam keadaan yang tenang tersebut. Peranan samadhi hanyalah untuk membangun suatu tempat istirahat yang nyaman bagi pikiran. Selanjutnya Sang Buddha menawarkan suatu latihan untuk pengembangan pandangan terang, yakni suatu kebijaksanaan untuk melihat dan mengetahui Kebenaran (kesunyataan) dengan jelas.

Permulaan dari Pengembangan Pandangan Terang (Vipassana)

Di dalam membangun Pandangan Terang, mula-mula perlu melandasi pikiran dengan samadhi. Bila tidak, maka kebijaksanaan akan sulit tercapai. Siswa meditasi mengikuti metode-metode samadhi yang diwariskan oleh Sang Buddha, yang mana telah saya jelaskan setahap demi setahap. Bila pikiran telah cukup terkonsentrasi, siswa mengalihkan perhatiannya untuk memeriksa/menyelidiki dirinya sendiri. Ia memeriksa "diri-saya" ini: yang sedang duduk di sini ini dengan nama "si anu", seperti yang telah diterima umum untuk setiap orang. Cari dan selidikilah: "Apa sesungguhnya benda/diri ini yang diberi nama seperti tersebut?" Sungguh, semua itu adalah suatu jumlah dari suatu kumpulan unsur-unsur, yang terbungkus kulit mulai dari telapak kaki hingga atas kepala. Ia ada di sini, di antara areal ini, muncul seperti apa yang kita anggap sebagai "Aku-diriku". Karena itu cari dan selidikilah, di mana "aku-diriku" itu berada?

Bagian Pertama, Memeriksa Kelompok-kelompok Kehidupan (Khandha)

Pada tahap ini Sang Buddha mengajarkan untuk memisahkan unsur-unsur jasmani. Seluruh jasmani hanya terdiri dari unsur-unsur: tanah, air, api, angin, dan ruang, bersama-sama dengan perangkat indera. Semua ini dapat dipisahkan dan disebut kelompok jasmani atau kelompok Rupa (Rupa-khandha).

Kita sekarang dapat melanjutkan untuk memeriksa kelompok perasaan. Terdapat perasaan menyenangkan, sakit, serta di antara keduanya (bukan-sakit pun bukan-menyenangkan). Sebagai contoh: perasaan senang/puas secara jasmani dan batin, perasaan menderita secara jasmani dan batin, ataupun perasaan-perasaan di antara keduanya. Semua ini dapat dipisahkan dan disebut kelompok perasaan (vedana-khandha).

Periksa kelompok persepsi/pencerapan/ingatan, dengan pengenalannya akan ini dan itu, mengingat nama-nama, suara-suara orang, serta berbagai hal lainnya. Semua dapat dipisahkan dan disebut sebagai kelompok persepsi/pencerapan/ingatan (sanna-khandha).

Periksa kelompok bentuk-bentuk pikiran, yang berpikir tentang ini dan itu. Semua ini dapat dipisahkan sebagai kelompok bentuk-bentuk pikiran (sankhara-khandha).

Periksa kelompok kesadaran, yang dapat mengetahui serta merasakan lewat indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, serta pikiran (mano) yang banyak mengetahui. Semua itu dapat dipisahkan dan disebut kelompok kesadaran (vinnana-khandha).

Kelompok material (rupa) adalah satu bagian, kelompok perasaan adalah bagian yang lain, kelompok persepsi/pencerapan adalah bagian yang lainnya lagi, demikian pula kelompok bentuk-bentuk pikiran (yaitu pikiran ini) merupakan satu bagian yang lain, dan kelompok kesadaran satu bagian yang lain. Atau anda memisah-misahkannya kedalam kelompok: Rupa, Vedana, Sanna, sankhara, serta vinnana. Apa yang disebut "aku-diriku" ini terbentuk oleh kelompok-kelompok kehidupan ini. Mereka tersusun kedalam kelompok-kelompok, bersatu kedalam satu bagian. Jadi, memisah-misahkan mereka ke dalam bagian-bagian yang berlain-lainan merupakan latihan awal dari pengembangan Pandangan Terang. Hal ini memerlukan suatu pemeriksaan yang terpusat serta menyadari hakikat atau sifat-sifat dari tiap-tiap kelompok kehidupan ini, dan akhirnya anda akan mengetahui mereka semua dengan jelas.***

9 September 1961



PERCAKAPAN 12

Penjelasan Tentang Lima Kelompok Kehidupan
(Panca-khandha)

Dalam latihan ketenangan dan pandangan terang ini, cara untuk mencapai pandangan terang diawali dengan penyelidikan terhadap lima kelompok kehidupan (panca-khandha). Saya akan merangkum hal ini untuk anda. Coba pusatkan pikiran anda, lihat ke dalam untuk mengamati kelima kelompok-kehidupan ini di dalam diri anda sendiri.

Pusatkan pikiran untuk mengetahui tentang kelompok Rupa, yang merupakan kesatuan/unit yang terbesar dan memiliki semua sifat-sifat utama dari materi (maha-bhuta-rupa): bagian yang keras merupakan unsur tanah, bagian yang cair merupakan unsur air, bagian yang panas merupakan unsur api, bagian yang bergerak dan berhembus merupakan unsur angin, dan bagian yang merupakan ruang-ruang kosong adalah unsur ruang. Lihatlah bahwa jasmani anda (rupa-kaya) itu adalah padat, dikarenakan oleh unsur tanah, ia basah/lembab karena unsur air, ia hangat dikarenakan unsur api, berudara serta bernafas karena unsur angin, dan memiliki berbagai rongga karena unsur ruang. Hal-hal yang dimiliki serta sifat-sifat dari jasmani tersebut dinamakan kesatuan/unit yang besar (great-entities).

Badan jasmani itu juga memiliki sistem sensor (indera). Mereka adalah organ-organ penglihatan, organ-organ pendengaran, organ-organ pembau/penciuman, organ pengecap, serta organ peraba/perasa. Terdapat pula sifat-sifat atau kondisi yang menyangkut femininitas serta maskulinitas (pria dan wanita). Terdapat sifat halus dan lentur, tidak kaku seperti mayat. Terdapat banyak variasi bentuk kelakuan/prilaku jasmani dan ucapan. Semua jenis sifat-sifat dan kualitas-kualitas ini dinamakan "turunan" (upadaya-rupa) atau sifat-sifat sekunder, yang bergantung dari unit-unit yang besar. Fisik jasmani terdiri atas unit-unit besar dan "turunannya", yang mana gabungan keduanya dikenal sebagai kelompok jasmani atau kelompok rupa (Rupa-khandha). Inilah yang kita genggam erat-erat serta kita pegang/klaim sebagai "aku dan milikku" sebagai "diri" dan karena itulah disebut "kelompok yang dilekati/digenggam" (Upadana-khandha).

Bermula sebagai embrio di dalam rahim ibu, jasmani ini tumbuh dan berkembang dengan makanan sebagai nutrisinya. Makanan ini tiada lain adalah keempat unsur tersebut di atas (tanah, air, api, dan udara) yang perlu untuk dikonsumsi sehingga jasmani itu dapat tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, kelompok jasmani atau kelompok rupa ini timbul tergantung pada makanan (atau empat unsur utama); dan jasmani akan hancur/tidak berfungsi bila ia tidak lagi diberi makan, atau karena sebab-sebab lainnya yang secara bersama-sama menghancurkannya.

Setelah memeriksa kelompok rupa dan memahami sifat-sifat yang dimilikinya, kemunculan serta kelenyapannya, sekarang kita lihat kelompok perasaan. Ia terdiri atas perasaan menyenangkan, sakit, serta perasaan yang tidak menyenangkan pun tidak menyakitkan (netral). Saya akan memberikan beberapa contoh: Seandainya angin segar dan sejuk berhembus selagi anda sedang duduk di sini, ini adalah perasaan yang menyenangkan. Tetapi, seandainya seekor nyamuk menggigit anda atau anda merasa suatu kesakitan, ini adalah perasaan yang menyakitkan. Perasaan apapun yang masih tertinggal setelah diabaikannya rasa sakit serta rasa senang/nyaman tersebut adalah disebut perasaan di tengah-tengah antara keduanya (sakit dan senang). Perasaan "antara" ini biasanya merupakan perasaan yang paling mendasar dan yang biasanya hadir, tetapi tidak kentara bila seseorang tidak menyelidikinya. Umumnya orang-orang hanya menunjukkan perhatian bila suatu perasaan sakit atau senang muncul.

Amatilah untuk melihat dengan tepat bagaimana perasaan itu muncul. Periksa bagian jasmani anda dan anda akan mendapati bahwa ia ada di hampir semua jasmani. Ia muncul karena adanya kontak (phassa). Angin semilir yang menyentuh tubuh dan nyamuk yang menggigit adalah contoh dari kontak. Harus pula ada kesadaran (vinnana) untuk lengkapnya suatu kontak. Suatu perasaan muncul tergantung dari kontak yang lengkap ini, yang mana harus mencakup baik kesan dari indera maupun kesadaran. Bila tiada lagi kontak, maka perasaan tersebut pun akan lenyap; dan proses muncul dan lenyapnya perasaan ini pada kenyataannya adalah proses yang alamiah dari berbagai hal. Siapkan diri anda untuk melihat sifat-sifat perasaan (vedana); bagaimana ia muncul dan lenyap.

Sekarang teruskan untuk mengamati persepsi/pencerapan/ingatan (sanna). Ini merupakan pemahaman serta pengenalan akan pemandangan-pemandangan, suara-suara, bau-bauan, cita-rasa, sentuhan (yang menyentuh tubuh), dan hal-hal yang dipikirkan oleh pikiran. Lihatlah hal-hal ini di dalam diri anda sendiri, dan perhatikan bagaimana persepsi/ingatan muncul. Ia muncul tergantung pada kontak bersama-sama dengan perasaan, dan lenyap karena tiadanya kontak atau karena proses alami dari benda-benda. Amati dan lihatlah sifat-sifat dari persepsi ini, kemunculan dan kelenyapannya.

Kini kita lanjutkan untuk mengamati bentuk-bentuk pikiran (sankhara). Ini adalah: pikiran tentang pemandangan-pemandangan, suara-suara, bau-bauan, cita-rasa, sentuhan, serta obyek-obyek pikiran. Lihatlah ke dalam pikiran anda sendiri dan anda akan menyadari bahwa bentuk-bentuk pikiran muncul tergantung dari kontak bersama-sama dengan persepsi. Ia lenyap sesuai dengan proses alamiahnya atau dengan tiadanya lagi kontak.

Lanjutkan untuk mengamati kesadaran (vinnana), yakni mengetahui bila sedang melihat pemandangan atau bila sedang mendengar suara-suara, dan lain-lain. Bila semua organ/indera (yang telah disebutkan sebelumnya) itu lengkap dan berfungsi, maka kesadaran benar-benar diperlukan untuk melihat suatu bentuk (misalnya), agar dapat mengetahui bentuk tersebut. Indera pendengaran memerlukan kesadaran untuk mengetahui suara-suara dari suatu bunyi; indera pembau/penciuman memerlukan kesadaran untuk mengetahui bau dari suatu aroma/bebauan; indera pengecap memerlukan kesadaran untuk mengetahui rasa dari suatu rasa-kecapan; indera peraba/perasa memerlukan kesadaran untuk mengetahui kesan-kesan tubuh atas sentuhan; indera pikiran (mano) memerlukan kesadaran untuk mengetahui bentuk-bentuk pikiran serta ide-ide (dhamma). Karena itu, kesadaran itu mengawasi semua landasan indera (ayatana).

Bila tidak ada kesadaran; maka meskipun indera penglihatan serta pendengaran itu lengkap, tiada bentuk yang dapat dilihat dan tiada bunyi yang dapat didengar. Ini sama halnya dengan sebuah mayat: meskipun baru sekejap yang lalu ia mati, indera penglihatan dan pendengarannya tetap tidak akan dapat melihat ataupun mendengar. Karena itu, kesadaran adalah yang mengetahui semua rasa-indera: mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, serta pikiran.

Kesadaran muncul tergantung dari batin dan jasmani atau nama-rupa. Jadi, jasmani (rupa-kaya) mesti lengkap dan kelompok batin (nama-kaya) yakni perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran, bersama-sama dengan kesadaran, hadir dan saling menunjang satu dengan yang lainnya. Jasmani harus hidup --seperti jasmani kita di sini sekarang--, untuk munculnya kesadaran. Bila tak ada nama-rupa atau bila ia telah tercerai-berai, maka kesadaran pun tidak dapat muncul. Sadarilah akan sifat-sifat dari kesadaran, kemunculannya serta kelenyapannya; di sini juga di dalam diri anda sendiri.

Perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaraan dikenal sebagai kelompok yang digenggam/dicengkeram karena kita menggenggam dan mencengkeram setiap bagian dari mereka sebagai "milikku", sebagai "aku-diriku".

Tentang Landasan-landasan Indera (Ayatana)

Secara normalnya, suatu kontak/kejadian yang dilakukan oleh pikiran/batin didukung oleh adanya kelompok rupa. Sementara itu untuk kelompok batin (nama-khandha), untuk dapat muncul, pertama-tama memerlukan kesadaran -yang mengetahui pengalaman-- indera. Kondisi dari kontak bersama-sama dengan kesadaran, selanjutnya menghantarkan munculnya perasaan, persepsi, dan bentuk-bentuk pikiran. Bila seseorang berpikir tentang sesuatu, maka yang mengetahui akan hal itu adalah kesadaran. Selanjutnya, proses berikutnya akan muncul perasaan -misalnya. Karena itu syarat bagi munculnya kelompok batin tergantung dari nama-rupa atau batin dan jasmani, yang mengkondisikan munculnya kesadaran. Yang saya maksudkan dengan nama-rupa di sini adalah jasmani ini atau kelompok rupa dilengkapi dengan kelompok batin (seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya). Mereka tidak cacat. Mereka hidup, memiliki sistem syaraf, dan landasan-landasan indera yang berfungsi baik. Karena itu anda harus memusatkan perhatian pada landasan-landasan indera ini karena inilah "pintu" yang dapat dilalui bagi munculnya faktor-faktor batin. Landasan-landasan indera itu (ayatana) terdiri atas:

secara internal adalah mata (cakkhu) atau organ penglihatan, dan secara eksternal adalah bentuk yang dapat dilihat (rupa); ini membentuk satu pasangan.

secara internal adalah telinga (sota) atau organ pendengaran, dan secara eksternal adalah suara (sadda) yang didengar; ini membentuk satu pasangan.

secara internal adalah hidung (ghana) atau organ pembau, dan secara eksternal adalah aroma/bau (gandha) yang tercium; ini membentuk satu pasangan.

secara internal adalah lidah (jivha) atau organ pengecap, dan secara eksternal adalah cita-rasa (rasa) yang dikecap/dirasakan; ini membentuk satu pasangan.

secara internal adalah badan-jasmani (kaya) beserta organ-organ peraba/perasanya, dan secara eksternal adalah apa saja yang dapat disentuh sebagai obyek yang dapat disentuh (photthabba); ini membentuk satu pasangan.

secara internal adalah pikiran (mano atau mana), dan secara eksternal adalah obyek-mental (dhamma); ini membentuk satu pasangan.

Obyek-obyek mental ini terdiri atas berbagai kesan indera pada waktu lampau (mis. pemandangan-pemandangan atau sesuatu yang dilihat, suara-suara) yang diambil oleh pikiran sebagai subyek yang dipikirkan. Hal-hal tersebut dinamakan landasan-landasan indera, yang mana saling berhubungan dan berkaitan antara landasan indera dalam dengan landasan indera luar. Sebagai misal, mata (sebagai landasan indera dalam) berhubungan dengan obyek visual (sebagai landasan indera luar).

Landasan-landasan indera ini aktif berhubungan dan berkaitan (dengan pasangan masing-masing) di dalam diri setiap orang sejak saat ia bangun tidur di pagi hari hingga kembali tidur di malam hari. Sebagai contoh, bila anda mesti membuka mata anda sekarang 1), maka mata dan bentuk visual/yang terlihat akan muncul/hadir bersamaan. Hal yang sama juga terjadi pada telinga dengan suara-suara. Sebagian suara-suara di sini saat ini akan berasal dari percakapan Dhamma ini dan sebagian berasal dari mobil-mobil di luar serta berbagai kebisingan lainnya. Hidung dengan bau/aroma, lidah dengan rasa-kecapan, tubuh/kulit dengan rasa-sentuhan, serta pikiran dengan bentuk-bentuk pikiran (sebagai obyek dari pikiran yang disebutkan duluan), masing-masing saling berhubungan bersama-sama sepanjang waktu.

1) Setiap orang yang sedang mendengarkan percakapan Dhamma ini, duduk dalam posisi samadhi dengan mata tertutup.

Pada saat yang bersamaan mungkin terdapat banyak perhubungan/keterkaitan yang berbeda-beda dari landasan-landasan indera tersebut. Sebagai contoh, telinga mungkin berhubungan dengan banyak suara yang berbeda yang terjadi pada saat yang sama. Angin mungkin menyentuh tubuh --tubuh dengan obyek yang dapat disentuh sedang saling berhubungan-- atau tercium bebauan pada hidung. Singkatnya, seseorang dapat mengatakan bahwa keenam pasang landasan indera ini saling berhubungan/berkaitan sepanjang waktu dan mereka tidak hanya saling bersatu dengan pasangannya masing-masing tetapi juga mengikat serta melibatkan pikiran ke dalam perhubungan itu.

Tatkala mata dan bentuk visual atau bentuk yang dapat dilihat hadir bersama-sama; maka pikiran juga diikat ke dalam perhubungan itu, diikat untuk memikirkan serta menimbang-nimbang berkenaan dengan bentuk tersebut. Demikian juga, pikiran diikat untuk memikirkan dengan cermat suatu bunyi/suara, tatkala telinga dan suara berhubungan, dan juga diikat untuk menelusuri bebauan bilamana bebauan dan hidung berhubungan/kontak. Dalam pemeriksaan, anda akan mendapati bahwa pikiran setiap orang ditarik dan diikat untuk terlibat dengan bentuk-bentuk visual, suara-suara, bau-bau, rasa-rasa, obyek-obyek yang dapat disentuh, serta obyek-obyek pikiran -seperti pikiran akan pemandangan-pemandangan serta suara-suara yang telah lampau. Karena itu, pikiran ditarik untuk terlibat dengan enam "pintu" sehingga pikiran tak terelakkan lagi untuk selalu menjadi sibuk (terus bergerak) dan tiada ketenangan dan kedamaian. Bahkan selagi anda sedang duduk di sini dan berusaha membawa pikiran menuju samadhi, landasan-landasan indera yang berbagai macam itu tetap mengikat dan menarik pikiran sehingga menjadi tersesat dengan berbagai cara yang sangat banyak jumlahnya. Hal inilah yang menghalangi samadhi dari kemajuan. Karena itu anda harus memusatkan perhatian untuk melihat sifat-sifat dari keenam landasan indera ini, serta menyadari bahwa bilamana mereka kontak/berhubungan lewat keenam pintu itu, mereka akan mengikat serta menarik pikiran keluar kepada suatu pergerakan liar ke dalam berbagai keterlibatan.

Mengapa mereka mampu mengikat pikiran? Adalah karena kelalaian, karena kurangnya kesadaran, dan kurangnya pengetahuan yang benar dan nyata (nana). Dengan kesadaran dan pengetahuan yang cukup, pikiran tidak mungkin dapat ditaklukkan serta diikat oleh landasan-landasan indera tersebut. Tetapi HARUS ada cukup kesadaran dan pengetahuan. Pada permulaannya, baik kesadaran maupun pengetahuan belumlah cukup tajam, tetapi dengan praktik dan latihan, mereka akan menjadi cukup kuat dan tajam untuk melindungi (pikiran) terhadap kesesatan di dalam cara-cara dari keenam landasan indera itu. Inilah cara dimana ketenangan dan samadhi dapat dibangun dengan mantap. Pikiran yang dalam keadaan samadhi ini selanjutnya mampu untuk melihat sifat-sifat dari aktivitas-aktivitas ini, melihat proses kerja mereka. Bila anda sendiri dapat dengan mantap memeriksa gerak mondar-mandir di antara landasan-landasan indera tersebut dan telah menyadari sifat-sifatnya, maka mereka tidak akan mampu untuk mengikat pikiran anda untuk pergi bersama mereka. Dan selanjutnya mereka hanya akan terus lewat mengikuti jalannya sendiri.***

10 September 1961



PERCAKAPAN 13

Ringkasan atas Empat Dasar dari Kesadaran
Secara Internal dan Eksternal

Pertama-tama, silakan anda pusatkan pikiran ke dalam diri untuk memeriksa diri anda sendiri serta melihat apa sesungguhnya yang nyata pada saat ini. Hal ini berarti memusatkan pikiran pada nafas anda dan menyadari nafas yang sedang masuk-keluar; serta menyadari postur anda, yang sedang duduk dengan posisi tangan dan kaki sedemikian rupa. Sekarang arahkan pikiran untuk memeriksa bagian-bagian serta organ-organ tubuh anda yang sesungguhnya: dari telapak kaki ke atas dan dari atas kepala ke bawah, yang semuanya terbungkus kulit. Perhatikan dan analisa bagian-bagian tersebut kedalam unsur-unsur: yang keras sebagai unsur tanah, yang cair sebagai unsur air, yang panas sebagai unsur api, yang bergerak sebagai unsur angin, dan yang berongga sebagai unsur ruang. Renungkan sesosok mayat yang pernah anda lihat, kemudian bandingkan mayat tersebut dengan jasmani anda sendiri --yang pada akhirnya juga akan menjadi seperti itu dan berakhir sebagai tulang-tulang yang membusuk. Pusatkan perhatian ke dalam jasmani anda sendiri dengan cara seperti ini, secara eksternal dan internal, melihat kemunculan dan kelenyapannya.

Dalam memeriksa sisi eksternal (sisi luar), kita menggunakan perhatian (mindfulness) untuk melihat berbagai sifat dari penampakan luar benda-benda. Pengetahuan (Nana), yang dapat menembus penampakan luar seperti itu digunakan untuk melihat sisi internal (sisi dalam) dengan jelas. Berdiri di luar, mengamati bentuk dan karakteristik eksterior dari rumah seseorang adalah sama dengan pemeriksaan eksternal, sedangkan pemeriksaan internal adalah menyerupai masuk ke dalam rumah (untuk mengamati). Setelah berada di dalam, pengetahuan (Nana) akan dapat melihat seluruh penampakan luar menjadi tertarik/melekat oleh kedangkalannya.

Berada di dalam jasmani, berarti melihat dari sisi kemunculan dan kelenyapannya. Sebagai contoh, nafas-masuk dihitung sebagai kemunculan, dan nafas-keluar sebagai kelenyapan. Anda harus melihat bahwa dalam setiap bagian dari jasmani ini terdapat kemunculan dan kelenyapan yang terus menerus. Amatilah terus hingga anda betul-betul dapat melihat hal tersebut sekarang juga di sini. Pada umumnya setiap orang hanya dapat melihat kemunculan dan kelangsungannya, tanpa sadar akan kelenyapannya. Sebagai contoh, kita semua merasakan sedang hidup, dan meskipun kita tahu bahwa pasti akan ada kematian, hal itu tidak dapat dilihat di sini saat ini. Penyelidikan kita harus didukung oleh pengetahuan, melihat kemunculan yang diikuti dengan kelenyapan pada saat ini juga. Dengan mampunya kita/siswa meditasi melihat hal ini, menunjukkan bahwa kita sedang melihat badan jasmani dengan pengetahuan (Nana), dan melihat pada sisi internal. Pada awalnya, kita harus menggunakan perhatian untuk mengamati sisi eksternal, kemudian kita beralih ke sisi internal; yakni kemunculan dan kelenyapan.

Perasaan apapun yang sedang anda rasakan pada saat ini, perhatikanlah ia sekarang juga. Apakah ia perasaan yang menyenangkan, sakit, atau netral? Apakah ia muncul karena daya tarik eksternal (dengan kait-kaitnya yang menggoda)? Bila benar demikian, maka ia tergolong kesenangan duniawi, yang dijerat oleh daya tarik yang bersifat badaniah (amisa), tetapi bila ia muncul dari pikiran yang dalam keadaan samadhi, maka ia dinamakan kesenangan non-duniawi atau kesenangan spiritual (niramisa). Karenanya ia terbebas dari daya tarik-daya tarik eksternal dengan segala godaannya. Oleh karena itu, amatilah perasaan yang muncul saat ini, apa sebenarnya yang terjadi. Melihat dengan perhatian akan dapat melihat perasaan di luar (eksterior), sedangkan melihat dengan pengetahuan (Nana) akan dapat menembus perasaan di dalam (interior) atau kemunculan dan kelenyapannya.

Amatilah lebih jauh ke dalam pikiran, karena perasaan itu sendiri ikut mempengaruhi pikiran. Kesenangan menimbulkan keinginan/nafsu, kesakitan menimbulkan kesedihan, sementara tidak menyenangkan pun tidak sakit (netral) menimbulkan dan membuat pikiran jadi melekat, yang merupakan kondisi bagi munculnya pandangan salah. Melihat dengan menggunakan perhatian kepada bentuk-bentuk pikiran dan memahami sifat-sifatnya, maka kemudian anda dapat menembus ke dalam pikiran dengan pengetahuan (Nana) untuk melihat kemunculan dan kelenyapannya yang terus-menerus.

Lihatlah keadaan dan kecenderungan-kecenderungan pikiran atau lihatlah kondisi-kondisi pikiran macam apa yang telah muncul. Hal-hal inilah yang membuat pikiran meninggalkan samadhi dan menghambat munculnya pengetahuan. Mereka adalah perintang-perintang yang mencegah terjadinya samadhi dan munculnya pengetahuan. Waspadalah terhadap nafsu-nafsu indera bila saat ini ia timbul dalam pikiran anda. Bila muncul itikad jahat, kemalasan dan kelambanan, kebingungan dan kecemasan, ataupun keragu-raguan yang skeptis, maka sadarilah mereka.

Obyek-obyek yang menyebabkan rintangan-rintangan tersebut masuk ke dalam pikiran kita adalah tergolong RUPA (materi). Bila pikiran berkecenderungan keluar untuk mengetahui mereka dan suatu rintangan telah muncul, maka itu adalah NAMA (batin). Bila tiada obyek yang datang untuk menarik pikiran atau pikiran tidak cenderung keluar untuk mengetahui/mengenali suatu obyek, maka dalam hal ini seolah-olah Rupa atau Nama tidak muncul/tidak ada, dan rintangan-rintangan tidak muncul. Oleh karena itu, di dalam memeriksa rintangan-rintangan tersebut, penting sekali untuk memusatkan perhatian pada Rupa dan Nama untuk melihat obyek serta pikiran yang cenderung keluar untuk menangkap obyek tersebut. Dari mana obyek tersebut masuk ke dalam (batin kita)? Ia masuk melalui mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran (mano); dan pikiran (citta) pergi keluar untuk menerima obyek-obyek melalui enam pintu indera tersebut. Lewat pintu indera mana saja pikiran cenderung keluar, ia akan selalu dalam keadaan yang berkobar/menggebu-gebu. Oleh karena itu, sifat ini -–yang merupakan sifat dari pikiran yang biasa/pikiran sebagian besar orang--, mirip sebuah petasan/bunga api yang menyemburkan pijaran api. Hal ini hanya merupakan proses pencerai-beraian pikiran. Tetapi, mereka tidak bisa dilihat kecuali bila pikiran dikonsentrasikan. Karena itu, anda harus mengetahui, baik tentang obyek-obyek yang masuk maupun tentang pikiran yang cenderung keluar untuk menyongsong obyek-obyek tersebut. Mengapa pikiran bisa seperti ini? Karena ketika ia keluar untuk menyongsong obyek-obyek, ia menjadi terikat kepada obyek tersebut --karena obyek tersebut juga masuk ke dalam pikiran untuk berhubungan/berikatan dengan pikiran. Hal inilah yang kita sebut sebagai belenggu (samyojana).

Bila pikiran tidak keluar dan tidak terikat, maka obyek tersebut akan berlalu sesuai dengan jalannya sendiri, tanpa suatu keterlibatan. Hal ini dapat diibaratkan seperti tetes-tetes air yang jatuh di atas daun teratai, mereka bergulir-gulir, tanpa menempel atau melekat pada daun teratai. Rintangan-rintangan muncul dalam pikiran seseorang karena obyek yang masuk lalu menempel dan melekat. Ketika ia menjadi terikat di dalam pikiran, maka ia disebut sebagai belenggu. Karena itu anda harus melihat dan mengamati belenggu-belenggu ini sebagai mana mereka adanya di dalam pikiran anda sendiri.

Faktor-faktor Pencerahan (Bojjhanga)

Ketika perhatian (mindfulness) telah dibangun, waspada dan sadar, ia akan menjadi bertambah kuat dan cukup cepat untuk menangkap dan menyatu dengan pikiran. Umumnya, kesadaran ini tidak terjaga dengan baik, yang mana hal ini memberikan kempatan bagi munculnya belenggu-belenggu dan rintangan-rintangan. Perhatian yang cepat ini akan menyadari tentang pemandangan atau suara yang masuk melalui mata atau telinga, tentang keterlibatan dan keterikatan pikiran, serta tentang perasaan suka dan tidak suka yang muncul kemudian. Bila kesadaran cukup cepat untuk mengetahui rangkaian ini, maka tidak akan timbul banyak masalah. Ia akan waspada sejak kontak pertama dengan pemandangan atau suara-suara, bahwasanya obyek-obyek tersebut telah datang untuk menggoda dan mengundang munculnya rasa suka ataupun tidak suka. Tetapi pemandangan dan suara itu sesungguhnya tidak lebih dari sekedar obyek, sementara itu benih rasa suka dan tidak suka terdapat di dalam diri kita sendiri, di dalam batin kita. Batin ini membuat suatu kecenderungan untuk menerima pemandangan atau suara yang disukainya, serta menimbulkan rasa tidak suka bila menerima obyek yang tidak disenangi. Hal ini dapat dibandingkan dengan sebatang korek api bertemu dengan geretannya yang kemudian menimbulkan api. Api nafsu keinginan, kebencian, serta pandangan salah tiba-tiba muncul/menyala. Akan tetapi, meskipun korek api itu ada, bila geretannya tidak ada, maka ia tidak akan menyala. Karena itu sesuatu (obyek) yang datang dan pikiran yang keluar untuk menyongsongnya haruslah saling bersesuaian. Api itu (belenggu-belenggu dan rintangan-rintangan) tidak akan menyala apabila perhatian diarahkan kepada datangnya obyek-obyek tersebut. Kesadaran ini merupakan Faktor Pencerahan dari Perhatian (sati-bojjhanga).

Bila Faktor Pencerahan dari Perhatian telah muncul, anda kemudian dapat mulai memeriksa hal-hal/benda-benda (dhamma) secara tepat/benar dengan cara menyeleksi dan menyaringnya. Hal ini berarti membedakan mana yang baik dan bermanfaat, dan mana yang buruk serta tidak bermanfaat; mana yang merugikan dan berbahaya, dan mana yang tidak membahayakan; mana yang jahat dan kasar, mana yang berharga dan murni; mana sisi yang gelap dan mana sisi yang terang. Kemampuan untuk menyaring serta membedakan hal-hal tersebut, disebut Faktor Pencerahan dari Penyelidikan terhadap fenomena (dhamma-vicaya-bojjhanga) 1)

Hal ini menyangkut sesuatu di dalam batin kita: yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat, yang berbahaya dan yang tidak berbahaya, yang baik dan yang buruk; semua ini ada di dalam batin. Kemampuan membedakan siswa tidak cukup cepat apabila siswa teringat dan memperhatikan suatu kejadian sesudah kejadian itu muncul dan lenyap, dan sesudah suatu hal/tindakan itu selesai dilakukan --apakah itu tindakan yang baik atau buruk. Ini menunjukkan suatu perhatian yang lamban yang tidak mengetahui terjadinya suatu kejadian, dan hanya mengetahui setelah semuanya terjadi --apakah itu perbuatan/ucapan yang baik atau buruk. Akan tetapi bila perhatian-murni tahu akan apa-apa yang sedang terjadi/berlangsung, anda akan dapat membeda mana yang (merupakan tindakan) cerdik, yang mana yang tidak; mana yang baik dan mana yang tidak, dan baik atau tidak baik dalam hal apa. Maka anda selanjutnya akan mengambil sisi yang baik saja, dan menghindari yang buruk.

Usaha dan semangat yang timbul dari penyelidikan anda ini dan mengambil yang baik serta menolak yang buruk, disebut Faktor Pencerahan dari Energi/semangat (viriya-bojjhanga). Rintangan-rintangan yang muncul kemudian dapat dihalau, dan samadhi dapat dipertahankan serta dilindungi. Bilamana suatu obyek masuk melalui salah satu dari keenam pintu indera, hendaknya anda biarkan saja berlalu, tanpa mengambil atau mengikatnya sebagai belenggu. Apapun yang tidak baik, selanjutnya dapat terabaikan setahap demi setahap, dan yang baik dapat terlindungi.

Bila demikian halnya, kegiuran/kegairahan akan muncul --suatu kegairahan spiritual (niramisa) tanpa kait-kait yang menggoda, dan karenanya merupakan suatu kegairahan-batin atau Faktor Pencerahan dari Kegairahan (piti-bojjhanga).

Dengan Faktor Pencerahan dari Kegairahan, maka jasmani maupun batin akan menjadi tenang. Ini disebut Faktor Pencerahan dari Ketenangan (passaddhi-bojjhanga) yang diliputi oleh kebahagiaan batin.

Dengan kebahagiaan batin seperti itu, pikiran akan menjadi tenang dan mantap. Ini adalah Faktor Pencerahan dari Samadhi (samadhi-bojjhanga).

Bilamana anda tetap bertahan dalam samadhi ini dan membuatnya menjadi stabil/mantap, maka hal ini akan menjadi Faktor Pencerahan dari Keseimbangan Batin (upekkha-bojjhanga).

Ketujuh faktor pencerahan ini muncul setahap-demi setahap, akan tetapi untuk memunculkan mereka seluruhnya anda harus berlatih dengan benar dari permulaan. Bila anda mengarahkan perhatian terhadap keluar-masuknya nafas, maka pastikanlah ia cukup mantap dan kokoh. Akhirnya ia akan waspada terhadap obyek-obyek masuk dan terhadap kecenderungan-kecenderungan pikiran untuk keluar menyongsong obyek-obyek tersebut. Bila kesadaran dan kewaspadaan tetap terjaga, maka obyek tersebut tidak akan mampu mengikat pikiran, yang menyebabkan timbulnya belenggu-belenggu dan rintangan-rintangan. Semua ini berarti bahwa pada latihan tingkat ini, kekuatan perhatian dan penyelidikan harus semakin dipertajam. Pusatkanlah pikiran pada hal ini. Alami dan ketahuilah sendiri kesejatian dari benda-benda sebagaimana mereka sesungguhnya.***

1) Faktor Pencerahan "dhamma-vicaya" ini sering dipakai untuk menyatakan penyelidikan terhadap doktrin Buddhis (Dhamma), meskipun yang dimaksudkan di sini adalah penyelidikan terhadap fenomena jasmani dan mental (nama-rupa-dhamma).

17 September 1961



PERCAPAKAN 14

Penyatuan ke dalam Kesunyataan Mulia tentang
Penderitaan

Silakan anda semua menenangkan diri dan memusatkan pikiran ke dalam diri anda. Amati jasmani, perasaan, dan pikiran (citta) anda. Amati obyek-obyek batin, yang mana berarti memeriksa rintangan-rintangan batin, landasan-landasan indera, serta faktor-faktor pencerahan. Saya telah menjelaskan kesemua hal ini tahap demi tahap, oleh karena itu kali ini saya hanya akan mengemukakan pokok-pokok berikut ini saja. Terdapat banyak dan beraneka macam obyek, tetapi mereka belum dapat digabungkan secara bersama-sama dengan tepat ke dalam satu macam cara latihan --khususnya bila pikiran masih begitu bingung serta gelisah. Karena itulah, sekarang saya akan mengemukakan suatu cara latihan yang menyeluruh (integral) dan benar, sehingga anda tidak akan kehilangan arah dalam ketidak-menentuan.

Pertama-tama, pusatkan pikiran dan arahkan perhatian anda pada satu titik di lubang-hidung atau bibir-atas (sebagai nimitta) untuk memusatkan perhatian pada nafas. Sadarilah sentuhan nafas pada satu titik tersebut, di sini sekarang ini.

Pada saat ini, apakah timbul rasa senang pada jasmani dan batin, rasa sakit ataupun perasaan netral? Konsentrasikan pikiran untuk melihat hal ini dan kemudian lihat ke dalam pikiran. Apakah ia gelisah atau tenang? Bila anda merasa nyaman pada jasmani dan batin, maka anda sedang dalam keadaan tenang. Bila sebaliknya, maka itu berarti anda sedang tidak-tenang dan gelisah. Pusatkan pikiran sehingga anda tahu keadaan sesungguhnya pada saat ini. Periksalah diri anda sendiri. Bila masih terdapat kegelisahan, maka kegelisahan itu sendiri akan merupakan suatu rintangan yang merintangi pikiran dari samadhi. Amatilah jika rintangan-rintangan seperti itu timbul.

Periksalah nama-rupa (batin-jasmani) ini. Adalah fisik jasmani (rupa-kaya) yang sedang duduk di sini; akan tetapi ia bukanlah sekedar sebuah boneka yang tak berjiwa, karena ia adalah materi yang hidup bersama-sama dengan pikiran. Ia memiliki jalan/pintu, lewat-mana pikiran dapat menerima obyek-obyek dan berbagai kekhawatiran serta masalah; kadang-kadang lewat mata, atau telinga, atau hidung, atau lidah, atau tubuh, dan kadang-kadang lewat pikiran (mano). Jika seandainya anda sekarang membuka mata, anda akan segera melihat sesuatu atau yang lain, sementara telinga anda mungkin mendengar suara kendaraan atau suara percakapan --termasuk percakapan Dhamma ini. Sementara itu, hidung mencium, lidah menggecap, tubuh merasakan sentuhan angin yang sejuk atau panas, dan pikiran memikirkan berbagal hal.

Bila pikiran tidak terarah dan terkonsentrasi, ia akan pergi memikirkan berbagai hal dan peristiwa. Akan tetapi, begitu ia dipusatkan maka ia hanya akan memikirkan satu hal/obyek saja. Suara percakapan ini membuat kontak dengan telinga anda: Bila anda memutuskan untuk mendengarkan, maka pikiran anda akan cenderung untuk mengetahuinya dan anda akan mendengar suara itu. "Mendengar" di sini disebut kesadaran. Pada waktu mendengar, dan timbul sesuatu yang menyenangkan, menyakitkan ataupun netral, maka ini disebut perasaan. Pikiran cenderung keluar untuk mengetahui, untuk mencatat dan memahami; ia mampu mengingat suara-suara dan kata-kata yang diucapkan, dan karena itu ia mampu menggabungkannya, selanjutnya ia dapat mengerti akan maknanya. Bila anda mendengar dan tidak dapat mengingat suatu kata atau kata berikutnya, maka anda tidak mungkin akan memahami artinya. "Ingatan" ini dapat juga disebut persepsi. Bila anda sudah mengerti artinya maka pikiran yang muncul sesudah itu adalah "bentuk-bentuk pikiran". Selanjutnya pikiran cenderung keluar untuk mengetahui bentuk-bentuk pikiran itu dan terus mengikutinya; ini kembali adalah kesadaran.

Rasa sakit, senang, atau di antara sakit dan senang (netral) yang timbul pada saat kesadaran mengetahui --yang mengikuti pikiran--, adalah perasaan. Ingatan akan apapun yang kita pikirkan adalah persepsi, sementara pikiran yang mengembara di atasnya adalah bentuk-bentuk pikiran. Semua hal ini disebabkan oleh pikiran yang cenderung keluar untuk mengetahui. Kondisi inilah yang dikenal sebagai Nama. Oleh karena itu, setiap orang pada setiap saat, selagi terjaga dan tidak tertidur, adalah terbentuk rupa dan nama, yang terus-menerus muncul dan saling berkaitan satu dengan lainnya.

Karena itu, siapkan diri anda untuk mengamati Rupa (jasmani). Pada bagian mana harus diamati? Mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit/tubuh adalah yang harus diamati. Berilah perhatian pada bagian-bagian tersebut, sadarilah bahwa bentuk apapun yang dilihat oleh mata, dan fisik-mata itu sendiri, adalah disebut Rupa. Sama juga dengan suara apapun yang didengar dan fisik- telinga itu sendiri; bau apapun yang tercium oleh hidung dan fisik-hidung itu sendiri; sentuhan apapun yang dirasakan oleh kulit/tubuh dan tubuh itu sendiri; serta cita-rasa apapun yang dirasakan oleh lidah dan lidah itu sendiri; semuanya itu adalah disebut RUPA.

Sekarang kita ambil pemandangan-pemandangan dan suara-suara (untuk contoh) sebagai obyek bagi pikiran untuk dipikirkan. Akan tetapi, jika hanya ada rupa tanpa adanya pikiran yang berkecenderungan untuk mengetahui, maka meskipun ada mata, mereka itu seolah-olah buta, telinga seakan-akan tuli, hidung tanpa daya penciuman, lidah tanpa daya pengecap, dan tubuh tidak dapat merasa (mati-rasa). Alasan mengapa mata dapat melihat, telinga mendengar, hidung mencium, lidah mengecap, dan tubuh merasa, adalah karena pikiran yang berkecenderungan untuk mengetehui -- dan kondisi ini disebut NAMA.

Setelah anda memusatkan perhatian pada Rupa (jasmani), arahkan perhatian anda pada Nama (batin). Ini berarti melihat ke dalam pikiran anda di saat mana anda mengalami pikiran yang terus-menerus berkecenderungan untuk menerima berbagai hal melalui mata atau telinga (sebagai misal). Kondisi dari kesadaran ini kemudian berwujud sebagai "melihat" atau "mendengar", dan kondisi dari perasaan berwujud sebagai sakit, menyenangkan, atau netral. Persepsi berwujud sebagai pencatatan dari ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran sebagai berpikir dan berkhayal. Karena itu, mengetahui tentang nama adalah menengok ke dalam pikiran untuk melihat di saat ia berkecenderungan keluar untuk mengenali berbagal hal.

Mantapkan perhatian agar anda dapat melihat nama-rupa dengan jelas, yang akan menyebabkan munculnya Faktor-pencerahan dari Kesadaran (Sati-bojjhanga) yang kokoh dan mantap. Kesadaran yang tidak mantap tidak dapat mengikuti nama-rupa dan ia memerlukan latihan lebih jauh lagi. Akan tetapi, sekali ia dapat mengikuti mereka, ia akan melihat pikiran dengan tajam/seksama, selagi pikiran itu berkecenderungan keluar dalam berbagai kondisi. Kemudian ia akan melihat bahwa kesadaran muncul, perasaan, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran muncul semuanya. Ini adalah dasar dan landasan dari Kesadaran (satipatthana) dan dengan ketajaman yang semakin besar, ia menjadi Faktor Pencerahan dari Kesadaran.

Dari Penyadaran ini, dengan penglihatannya yang jelas terhadap nama-rupa penyelidikan dan pembedaan terhadap fenomena akan muncul. Pada mulanya hal ini akan berupa suatu penyortiran di dalam batin, dengan membedakan "ini adalah rupa", "ini adalah perasaan", "ini adalah persepsi", "ini adalah bentuk-bentuk pikiran", dan "ini adalah kesadaran". Sewaktu belum diberitahu, anda menganggap mereka itu semua sebagai suatu kumpulan yang berupa suatu kesatuan dan takterpisahkan. Akan tetapi, penyadaran yang telah matang dan memenuhi syarat akan mampu memisah-misahkan mereka sebagaimana mereka adanya. Ini merupakan Faktor Pencerahan dan dengan demikian energi/semangat, kegiuran, ketenangan dari jasmani dan batin, samadhi yang kokoh dan mantap, serta Keseimbangan Batin akan timbul.

Pikiran yang mantap pada nama-rupa ini, seperti yang sudah saya jelaskan, berarti memusatkan perhatian pada pikiran yang terkonsentrasi dan mantap. Amati pikiran yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui berbagai hal, dan pisahkanlah mana proses yang bergantung kepada jalan/pintu dari mata, ataupun telinga (yang mana mereka sendiri adalah rupa). Di sana anda akan menemukan kesejatian nama-rupa.

Kesunyatan Mulia tentang Penderitaan/Dukkha

Kesejatian dari nama-rupa, secara umum dikatakan, kelahiran seseorang adalah sebagai awal, usia/pertumbuhan sebagai tengahnya, dan kematian sebagai akhirnya. Renungkanlah dengan seksama tentang asal-mula dari jasmani serta pikiran yang menyertainya --sebagai kelompok batin-- untuk membentuk tubuh yang hidup ini, seperti yang kita semua memilikinya. Masa dari kemunculan disebut sebagai kelahiran (jati). Selanjutnya terdapat proses perubahan dan perkembangan: jasmani tumbuh dan menjadi dewasa melewati berbagai tahapan usia hingga mencapai keadaan seperti sekarang ini, keadaan usia tua (jara). Ini merupakan proses yang akan berlangsung terus hingga di babak akhir, yaitu kematian.

Akan tetapi, pandangan semacam itu mungkin menimbulkan sejumlah kecemasan dan ketakutan. Kita semua telah melewati saat kelahiran, dan kini berada dalam usia seperti saat ini, dan akan terlentang mati di waktu yang akan datang. Lalu, kenapa kita hanya merasa takut akan usia tua dan kematian? Hal-ini disebabkan karena kita merasa bahwa diri kita ikut terlibat dalam semua hal ini; bahwa "aku dilahirkan", "aku menjadi tua", dan "aku mati". Menganggap diri sendiri seakan-akan ambil bagian dalam hal ini, sudah tentu akan menyebabkan timbulnya rasa cemas/takut.

Bilamana anda menghadapi rasa sakit pada jasmani atau penderitaan batin -misalnya sedang sakit, atau mengalami kesedihan/duka-, maka anda akan membencinya dan menjauhinya. Hal semacam itu sama sekali tidak diinginkan. Secara umum dikatakan, setiap orang benci penderitaan dan ketika "menjadi tua" dipandang sebagai penderitaan, oleh karena itu ia membenci usia tua. Sama halnya, seseorang membenci kematian, sakit dan gangguan kesehatan, karena semuanya adalah penderitaan. Setiap orang pasti sudah mengalami sejumlah penderitaan tersebut, baik dengan cukup parah atau ringan. Kita semua telah merasakan sakit pada jasmani, kita sekarang berada di tengah-tengah usia kehidupan kita, dan meskipun kita belum sampai pada kematian, kita takut akan kematian dan tidak ingin mati. Karena itu, tidaklah dapat dikatakan bahwa kita belum melihat penderitaan, karena masing-masing dari kita telah berhadapan dengannya. Akan tetapi karena hal ini hanya menimbulkan kebingungan dan kecemasan, ketidaksukaan dan rasa muak, ia tidak dapat dikatakan sebagai Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan/Dukkha. Sang Buddha mengharapkan kita dapat melihat/memahami Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha Ariya Sacca) yang mana di dalam mengalaminya tidak menimbulkan kebencian, usia tua, sakit, atau kematian. Pengertian penderitaan secara duniawi hanya menyebabkan timbulnya kemuakan, usia-tua, sakit, dan kematian; yang semuanya itu tidak diharapkan dan tidak diinginkan. Ini tentunya bukan Kesunyataan Mulia yang diajarkan oleh Sang Buddha yang dalam perealisasiannya berarti melampaui ketuaan, kesakitan, dan kematian.

Lantas sekarang, bagaimana seharusnya cara kita memahami hal ini? Menurut cara yang dibabarkan oleh Sang Buddha di dalam Khotbah Agung tentang Dasar-dasar dari Kesadaran, anda harus membangun kesadaran untuk mengamati munculnya nama-rupa. Lihat dan amati hal-hal ini di dalam pikiran anda hingga anda mengetahui kemunculan dan kelenyapannya pada setiap saat tanpa terhenti atau terputus. Pikiran yang cenderung keluar itu (yakni nama) adalah kesadaran, contohnya, setelah kemunculan dan mengetahui hal/kejadian tersebut, kemudian lenyap. Ia kemudian muncul lagi dengan hal/kejadian yang lain, dan kemudian lenyap lagi. Selama satu jam pikiran yang berkecenderungan keluar itu sebagai kesadaran (sebagai contoh) akan menerima dan mengetahui berbagai hal yang tak terhitung banyaknya.

Rupa, yang merupakan media penghubung atau saluran komunikasi bagi pikiran yang berkecenderungan keluar, adalah persis sama. Suatu saat ada bentuk tertentu yang dilihat oleh mata, saat berikutnya ada bunyi tertentu yang didengar oleh telinga; semuanya datang bersama-sama dalam suatu rangkaian kompleks yang tak henti-hentinya. Oleh karena itu, Nama-rupa selalu muncul dan lenyap. Ia muncul pada saat kelahiran, berkembang dan berubah sesuai usia, dan akhirnya lenyap dalam kematian. Seseorang yang sedang mengamati --yakni diri anda sendiri-- pada kemunculan dan kelenyapan ini, tidak dapat mengatakan bahwa anda juga muncul dan lenyap bersama mereka (nama-rupa) karena anda berada di sana mengamati mereka dalam kemunculan serta kelenyapannya yang terus-menerus. Ini menjadi kasus, anda dapat berlatih untuk memisahkan "yang dilihat" dengan "yang melihat". Pisahkanlah hal tersebut di dalam diri anda sendiri. Latihlah pemisahan ini hingga anda mengetahui hal-hal tersebut yang pasti akan muncul dan lenyap. Sesuatu yang melihat hal ini, mengetahui hakikat dari kemunculan dan kelenyapannya, tetapi bukan "ia sendiri" yang muncul dan lenyap. Bilamana pengetahuan ini timbul, maka berarti anda telah berlatih dengan sungguh-sungguh untuk merealisasi Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan yang diajarkan oleh Sang Buddha. Dengan melihat Kesunyataan ini, anda akan merasa bahagia dan lega/nyaman, tanpa penderitaan yang menyertai hal-hal tersebut (nama-rupa) yang muncul dan lenyap. Ia tidak perlu menjadi tua, pun tidak perlu menjadi sakit atau mati, karena yang terlahir, yang menjadi tua dan mati adalah di dalam nama-rupa yang diamati itu, sedangkan "yang melihat" itu adalah sesuatu yang lain.

Hal ini sungguh-sungguh akan menimbulkan suatu kebahagiaan tanpa ada perasaan akan penderitaan, dan akan timbul suatu kelegaan serta kebebasan di dalam diri kita. Oleh karena itu, Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan yang diajarkan oleh Sang Buddha bukanlah sesuatu yang harus dibenci atau ditakuti seperti yang sering dipikirkan atau dibayangkan. Ia adalah sesuatu yang bila direalisasi --atau bahkan hanya dengan diperiksa sebagaimana kondisinya-- akan mendatangkan kebahagiaan. ***

18 September 1961



PERCAKAPAN 15

Penderitaan Biasa dan Penderitaan Yang Dibuat oleh
Pikiran

Sekarang saya akan menguraikan beberapa pokok Dhamma yang berasal dari kelompok ajaran Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha-Sacca). Silakan anda semua mengarahkan dan memusatkan pikiran kepada nama-rupa anda sendiri. Jasmani ini dengan tinggi dan lebar tertentu yang sedang duduk saat ini di sini, adalah rupa atau kelompok jasmani (rupa-kaya). Nama adalah kondisi dari pikiran yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui pemandangan-pemandangan dan suara-suara (sebagai misal), dimana disebut kesadaran; yang merasakan perasaan senang, sakit, atau netral; yang mengenali/memahami; dan yang berpikir serta berproses, yakni bentuk-bentuk pikiran. Kecenderungan keluar untuk mencari suatu pengalaman atau "yang mengetahui", kembali adalah kesadaran. Arahkan pengamatan ke dalam nama-rupa ini sehingga sifat-sifat utamanya dapat dilihat di dalam diri anda dan khususnya untuk melihat dengan seksama pikiran yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui berbagai hal. Suara dari percakapan saya ini kontak dengan telinga anda dan pikiran berkecenderungan untuk mengetahui uraian yang disampaikan; pikiran cenderung untuk menyongsong suara-suara di luar dan di sana muncul kesadaran, kemudian perasaan, persepsi serta bentuk-bentuk pikiran. Perhatikan dan cepatlah untuk menangkap semua hal ini.

Penderitaan "Biasa"

Setelah melihat dengan jelas nama-rupa di dalam diri anda, berpikirlah kepada masa lampau, kepada konsepsi di saat yang paling awal yang disebut kelahiran (jati). Hal ini disebut "mengetahui saat lampau". Selanjutnya terdapat proses perkembangan dan perubahan yang terus-menerus. Perkembangan serta perubahan itu hingga sekarang ini disebut "bagian yang lampau", sementara yang sedang terjadi/berlangsung saat ini disebut "bagian sekarang". Perubahan pada masa yang akan datang akan terus terjadi/berlangsung hingga akhirnya nama-rupa ini hancur dan tercerai-berai. Perubahan yang terus-menerus ini adalah penuaan (jara), sedangkan kehancuran yang terakhir disebut kematian (marana). Saat kematian dan selanjutnya ini disebut "masa yang akan datang". Renungkan dan lihatlah kematian, akhir yang penghabisan, serta ketahuilah masa yang akan datang.

Penglihatan terhadap masa yang lampau dan masa yang akan datang ini masih hanya merupakan suatu proses berpikir dan belum merupakan pengetahuan yang sejati (nana). Berpikir secara demikian mungkin juga menimbulkan rasa tidak suka dan takut terhadap peristiwa-peristiwa yang tak dapat dihindari ini. Karena itu anda harus memandang kelahiran, kematian, dan usia saat ini (usia-tua) sebagai suatu yang "biasa" 1) dan tak dapat dielakkan. Seberapa besar ketidaksukaan dan ketakutan pada diri anda, itu merupakan petanda atas seberapa jauh anda salah-mengerti atas kebenaran ini. Akan tetapi dengan pengamatan yang sepantasnya terhadap hukum yang tak terelakkan ini akan menghentikan perasaan negatif semacam itu.

1) Dalam Bahasa Thai disebut "tamadar" (Pali: Dhammata). Dalam konteks ini ia memiliki arti sebagai sesuatu yang alamiah yang tak dapat dihindari/dielakkan dan karenanya adalah peristiwa yang normal atau biasa.

Penilaian yang benar atas keadaan dari benda-benda sesuai dengan hakikatnya (kelahiran, ketuaan, dan kematian) yang tak dapat dielakkan itu akan mengantarkan pada suatu kebenaran. Kebenaran ini dapat dilihat saat ini dengan cara 'melihat-ke dalam' kepada "awal/permulaan", "tengah-tengah", dan "akhir" --sama seperti bilamana anda membuka mata maka anda akan melihat suatu hal secara keseluruhan. Anda akan melihat hal tersebut dalam keseluruhannya; anda akan memandang keseluruhan peristiwa yang berurutan mulai dari awalnya pada kelahiran, tengah-tengahnya pada penuaan, hingga akhirnya pada kematian. Penglihatan kepada saat ini terhadap kesemua hal tersebut merupakan pengetahuan yang menembus keseluruhan kebenaran kondisi dari sesuatu yang tidak dapat dielakkan.

Penglihatan kepada saat ini di sini, atas nama-rupa secara keseluruhannya akan menghentikan munculnya berbagai ketidaksukaan ataupun ketakutan mengenai kondisi-kondisi ini, karena anda mengetahui hal-hal tersebut sebagai suatu hal yang normal/biasa dan tak dapat dielakkan. Mereka bukanlah suatu hal yang aneh/asing atau luar-biasa, pun mereka bukan sesuatu yang mesti disukai ataupun dijauhi. Ini adalah suatu bentuk dari penderitaan yang "biasa".

Penderitaan Yang Dibuat oleh Kecenderungan Pikiran

Untuk melihat bentuk penderitaan yang lainnya, pusatkanlah perhatian pada pikiran anda yang berkecenderungan keluar, yang tak lain adalah Nama, seperti yang telah dijelaskan tadi. Renungkan dan pikirkan kembali kepada saat sebelum ia berkecenderungan keluar untuk mengetahui suatu pemandangan atau suara (sebagai misal). Melihat suatu bentuk atau mendengar suara adalah kesadaran, yang diikuti oleh perasaan: menyenangkan, menyakitkan, atau netral.

Perasaan Sedih (soka)

Penderitaan mewujudkan diri dalam beberapa kejadian sebagai kesedihan (soka). Contohnya, berpisah dengan orang yang dicintai, karena pergi jauh atau karena kematian, atau mendengar akan suatu perpisahan seperti itu akan menyebabkan timbulnya --bersama-sama dengan kesadaran-- perasaan sakit, dan ia muncul sebagai rasa sedih (soka).

Ratapan (Parideva)

Kadang-kadang proses-berpikir anda berkembang di bawah pengaruh kekuatan rasa sedih tersebut dan memenuhi pikiran dengan ratapan. Bila ia begitu kuatnya, maka ia akan muncul sebagai isak-tangis serta meratapi suatu hal atau hal lainnya. Hal ini disebut ratapan (parideva).

Kesakitan (dukkha): Penderitaan Batin (Domanassa)

Beberapa penderitaan tidak berkaitan langsung dengan pikiran, sebagai misal, ketika jasmani sedang tidak sehat dan dalam keadaan sakit. Ini disebut kesakitan jasmani. Akan tetapi kesakitan atau penderitaan jasmani seperti itu dapat juga menyebabkan penderitaan kepada pikiran. Di saat sedang sakit, anda mungkin mengkhawatirkan akan parahnya penyakit tersebut serta peluang untuk sembuh. Terdapat juga berbagai cara lainnya yang dapat mengganggu atau membuat sakit pikiran, termasuk tekanan-batin dan penyesalan, dan kesemuanya ini dapat digolongkan sebagai penderitaan batin.

Keputus-asaan (upayasa)

Pada suatu ketika, anda mungkin dihadapkan pada suatu kesulitan dan keadaan yang sangat miskin/melarat; perasaan terhimpit dan tertekan yang akan mencegah timbulnya kebahagiaan. Kapanpun dan dimana pun anda merasakan tekanan seperti itu, anda akan berjuang untuk bebas dari keadaan tersebut. Sehingga kemudian dikenal sebuah pepatah, "badan jasmani yang dipenjara masih tertahankan, tapi pikiran yang tertekan tidak tertahankan".

Semua bentuk penderitaan ini --perasaan sedih, ratapan, tekanan batin, kesakitan jasmani, serta keputus-asaan-- semua itu adalah suatu kondisi perasaan yang sakit (dukkha vedana) dan muncul bila pikiran berkecenderungan untuk melihat suatu bentuk atau mendengar bunyi (sebagai misal). Bentuk dan bunyi/suara tersebut merupakan benih bagi perasaan serta berbagai bentuk penderitaan yang muncul kemudian. Selanjutnya persepsi (pencerapan/ingatan) merupakan pengenalan atau ingatan terhadap penderitaan, dan bentuk-bentuk pikiran adalah proses dan pembentukan penderitaan.

Dengan berpikir kembali ke awal, anda hendaknya dapat melihat bahwa semua penderitaan ini berasal dari pikiran yang berkecenderungan keluar sebagai Nama. Perasaan sedih, sebagai misal, adalah juga merupakan suatu bentuk dari Nama karena ia adalah perasaan sakit. Dengan mengamati pengalaman masa lalu, anda mengetahui bahwa penderitaan tersebut muncul bergantung pada nama-rupa. Sekarang periksalah keadaan saat ini -bagaimana keadaan pikiran? Apakah ia berkecenderungan keluar untuk melihat bentuk-bentuk dan mendengar bunyi-bunyi atau suara-suara ataupun memikirkan berbagai hal tersebut yang kemudian disimpan di dalam batin? Apakah ada penderitaan lain yang muncul? Rasa sedih, ratapan, kesakitan, tekanan mental, atau keputus-asaan lainnya?

Bila anda memang menemukan penderitaan, maka lihat dan ketahuilah bahwa semua itu timbul dari berbagai hal --dan hal-hal tersebut hanya dapat masuk melalui mata atau telinga (dst), seperti yang telah dijelaskan, dan bukan berasal dari hal lain manapun. Pikiran yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui, yakni nama --atau kesadaran, perasaan, persepsi/pencerapan, dan bentuk-bentuk pikiran--, lantas menyatu dengan penderitaan, kesedihan, serta ratapan (dll). Bila pikiran tidak berkecenderungan keluar untuk menerima dan memproses pemandangan-pemandangan dan suara-suara/bunyi, maka penderitaan tidak akan dapat muncul. Anda harus mempersiapkan diri anda sendiri untuk melihat dan memahami bagaimana penderitaan semacam ini -bentuk penderitaan yang kedua ini- dapat muncul dalam pikiran anda.

Uraian tentang penderitaan ini adalah dalam dua bagian. Pertama, terdapat bentuk penderitaan "yang biasa dan tak dapat dielakkan", dan kedua, terdapat penderitaan yang muncul bergantung pada pikiran yang berkecenderungan keluar untuk menerima (obyek) dan memprosesnya. Dalam upaya untuk memahami kedua bentuk penderitaan ini, anda pertama-tama harus memusatkan perhatian dan memahami nama-rupa di dalam diri anda sendiri, melihat pergerakannya yang alamiah dan tak dapat dielakkan, dari awalnya, tengah-tengahnya, serta akhirnya, semuanya dilihat bersama-sama pada satu titik. Amati batin/nama selagi pikiran berkecenderungan keluar untuk menerima dan memproses berbagai hal.

Sekarang, cobalah anda semua menyiapkan diri anda untuk mendengarkan 2) dan menyelidiki sehingga mengetahui tentang penderitaan ini yang diterima serta diproses oleh pikiran, seperti yang baru saja saya jelaskan.***

24 September 1961



2) Segera sesudah percakapan Dhamma tersebut, para bhikkhu yang hadir akan menguncarkan bagian-bagian yang sesuai dari sutta- sutta itu.



PERCAKAPAN 16

Penderitaan Karena Berkumpul dan Berpisah

Pertama-tama, silakan anda semua memusatkan pikiran ke dalam diri sendiri. Pusatkan pada Nama-Rupa: Rupa adalah jasmani yang hidup ini beserta berbagai inderanya yang masih berfungsi, sementara Nama adalah kondisi dari pikiran --yang mana juga bergantung pada Rupa-- yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui pemandangan-pemandangan dan suara-suara/bunyi-bunyi (dan sebagainya).

Amati timbulnya Nama-Rupa ini; kelenyapan atau kematiannya serta selang perubahannya yang terus-menerus dengan terjadinya penuaan. Amati keseluruhan rangkaian ini pada saat sekarang dan kondisi yang tak dapat dielakkan (dhammata) dari Nama-Rupa untuk berubah bentuk. Ini adalah Kesunyataan tentang Penderitaan/Dukkha, keadaan yang sesungguhnya dari "penderitaan biasa" dan merupakan sesuatu yang tidak perlu ditakuti. Berbagai rasa takut dan benci, atau perasaan melawan yang ekstrim, serta berbagai rasa senang hanya dapat muncul karena anda belum merealisasi sifat alamiahnya.

Setelah melihat dan memahami "penderitaan biasa" tersebut, kita beralih untuk memusatkan perhatian pada pikiran yang cenderung keluar untuk menerima dan memproses penderitaan. Kita dapat melihat bahwa pikiran sedemikian inilah yang mendukung timbulnya penderitaan-batin yang berasal dari kesakitan jasmani, dan tekanan batin dari berbagai peristiwa di luar. Jika pikiran tidak menerima dan memproses, maka penderitaan tidak dapat muncul dengan berbagai perwujudannya, seperti yang sudah dijelaskan.

Berbagai sifat dari pikiran-yang-mendukung timbulnya penderitaan ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu berkumpul dengan hal-hal atau orang-orang yang tidak disukai dan diharapkan; kedua, berpisah dengan hal-hal atau orang-orang yang dicintai.

Berkumpul dan berpisah ini juga "normal dan tak dapat dielakkan" dan menjadi penderitaan adalah karena pikiran. Menyimpan keinginan-keinginan dan kesukaan-kesukaan di dalam pikiran dapat digolongkan sebagai nafsu-keinginan, sedangkan menyimpan ketidaksukaan dan ketidaksenangan adalah suatu kesedihan. Singkatnya, dapatlah dikatakan bahwa "rasa tidak suka dan suka" ini biasanya terbenam jauh di dalam batin. Mereka tidak akan muncul, sampai saat anda berhadapan dengan sesuatu atau seseorang yang membuat mereka muncul. Bilamana hal ini terjadi dan rasa tidak suka timbul -seperti misalnya bila anda melihat suatu bentuk, mendengar bunyi/suara, atau bahkan hanya berpikir tentang pemandangan/bentuk atau bunyi/suara yang tidak menyenangkan--, maka hal ini disebut sebagai berkumpul dengan hal-hal yang tidak disukai. Dengan melihat atau mendengar tentang orang-orang yang tak-disenangi dan berkumpul dengan hal seperti itu menyebabkan timbulnya penderitaan.

Sebaliknya, berpisah dari sesuatu atau seseorang yang disukai juga menyebabkan timbulnya penderitaan. Penderitaan ini kadang-kadang ditandai oleh perasaan sedih atau ratapan, oleh kesakitan jasmani --yang juga menyebabkan tekanan batin--, oleh dukacita atau perasaan putus asa. Karena itu semua hal ini dapat dikelompokkan menjadi dua penyebab: berkumpul dengan orang atau sesuatu yang tak disukai dan berpisah dari hal-hal yang disenangi.

Akan tetapi, sesungguhnya rasa tidak suka dan suka ini tidak berasal dari seseorang atau sesuatu, tetapi berasal dari pikiran kita sendiri yang telah menyimpannya. Karenanya, pikiran dengan rasa suka dan tidak suka inilah yang menciptakan berbagai bentuk penderitaan. Karena penderitaan ini adalah perasaan (yang menyakitkan), ia merupakan bagian dari Nama, dan karenanya terdapat pula penderitaan-persepsi (dukkha-sanna), dan penderitaan bentuk-bentuk pikiran (dukkha-sankhara). Seperti halnya seseorang yang menyalakan api dan terus-menerus menambahkan bahan bakarnya untuk mencegah api padam, begitu pula dengan pikiran kita ini, ia yang mula-mula menimbulkan penderitaan dan kemudian berupaya mempertahankannya di dalam pikiran. Pada waktu anda mengamati pikiran yang cenderung keluar sewaktu pikiran sedang memproses penderitaan -pada saat yang bersamaan anda juga melihat akar-akar rasa suka dan rasa tidak-suka tertimbun di sana (dalam pikiran)--, anda menyadari, dari dekat, kedua penyebab ini. Dengan demikian perhatian anda terhadap penderitaan pikiran telah mencapai tingkat yang lebih dalam.

Anda dapat melihat pada bagian eksternal ataupun internal. Di sini eksternal berarti anda menjadi sadar akan keadaan berkumpul dan berpisahnya hal-hal di dalam Nama-Rupa. Ingat-ingatlah kembali sejauh yang dapat diingat oleh ingatan anda serta periksa pengalaman anda dengan cara demikian. Sepanjang hidup anda, dari masa kanak-kanak kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berlanjut hingga masa sekarang ini, anda dapat melihat keadaan berkumpul dan berpisah yang terus-menerus dari fisik jasmani. Masa kanak-kanak adalah berkaitan/berkumpul dengan masa ketika anda masih seorang anak kecil. Dengan pertumbuhan dan pendewasaan, anda berpisah dengan masa kanak-kanak dan bergabung/berkumpul dengan masa dewasa. Seiring dengan berlalunya tahap-tahap kehidupan maka anda berpisah dengan tahap sebelumnya dan berkumpul dengan tahap berikutnya, terus-menerus demikian hingga tiba pada tahap sekarang ini. Berkumpul dengan keadaan sekarang ini mungkin sesuai dengan yang kita inginkan pada beberapa tahap. Tetapi hal ini tidak bisa selamanya menjadi seperti yang kita inginkan. Tahap-tahap yang tidak kita inginkan mesti kita temui (berkumpul dengannya) dan tahap-tahap yang kita inginkan harus kita tinggalkan (berpisah darinya).

Kesadaran persis sama seperti itu. Pikiran cenderung keluar untuk menerima suatu obyek dan kesadaran pun muncul. Bila ia berkecenderungan untuk melihat suatu bentuk, maka itu adalah kesadaran-melihat (cakkhu-vinnana); untuk mendengar suatu bunyi/suara adalah kesadaran-mendengar (sota-vinnana). Akan tetapi, bagi pikiran untuk melihat atau mendengar, ia selalu harus bergantung kepada indera penglihatan dan pendengaran, meskipun mata dan telinga itu kondisinya bisa berubah. Mata akan menjadi rabun dan kabur; telinga akan menjadi sulit mendengar. Sehingga pikiran yang cenderung keluar itu tidak akan mampu untuk melihat atau mendengar dengan jelas dan efektif seperti sebelumnya. Pintu-pintu indera lainnya juga demikian halnya. Jasmani pada saat menjadi tua dan uzur tidak lagi dapat dipergunakan dan beradaptasi seperti sebelumnya. Maka lagi-lagi anda harus berpisah dengan kesadaran yang sesuai dengan pendengaran yang tajam dan penglihatan yang jelas, serta berkumpul dengan penglihatan dan pendengaran yang kurang tajam/efektif.

Perasaan juga sama seperti itu. Meskipun pikiran yang bercenderungan keluar telah menemukan perasaan menyenangkan yang sesuai, ia tidak akan menemukan hal itu selamanya. Perasaan sakit dirasa tidak sesuai, namun hal itu tidak selalu hadir. Perasaan antara (menyenangkan dan sakit) mungkin dirasa sesuai atau tidak sesuai serta membosankan, akan tetapi kita tidak selalu merasakan hal seperti itu. Dengan demikian, kita mesti terus-menerus berkumpul dengan perasaan-perasaan yang tidak kita sukai serta berpisah dengan yang kita sukai.

Persepsi/pencerapan/ingatan yang mengikuti perasaan juga demikian. Kadang-kadang ingatan serta persepsi anda terang dan jelas, tetapi pada saat yang lain tidak demikian. Dan tidak cuma, itu, karena bilamana kita mengingat hal-hal yang kita sukai maka hal-hal yang tidak kita hiraukan teringat juga. Bila kita melihat atau mendengar sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan kita tetapi kemudian kita tidak dapat mengingatnya maka tidak akan ada sesuatu yang dicerap dan dipikirkan atau dikhayalkan. Akan tetapi, bila kita dapat mengingatnya maka ia akan cepat sekali dicerap dan diproses di dalam pikiran. Adalah tidak mungkin bila kita tidak ingin untuk mengingat: kadang-kadang hal-hal yang sangat tidak kita sukai akan teringat lebih jelas daripada hal-hal yang kita sukai. Karena itu, kita harus berkumpul dengan persepsi yang tidak sesuai dengan keinginan kita dan berpisah dengan persepsi yang sesuai dengan keinginan kita.

Proses berpikir dari bentuk-bentuk pikiran adalah juga sama. Berbagai bentuk penderitaan juga semuanya timbul melalui tahap proses berpikir. Bila tidak demikian, mereka tidak akan timbul. Kadang-kadang suatu kesedihan diproses (oleh pikiran), yang mungkin disebabkan oleh kekhawatiran atau ketakutan, dan menjadi suatu tekanan-mental yang kuat. Karena itu bentuk-bentuk pikiran ini merupakan hal yang vital dan membentuk landasan bagi munculnya penderitaan. Bila anda tidak menyukai penderitaan, mengapa anda terus berangan-angan dan memunculkan mereka di dalam pikiran? Siapakah yang berpikir itu? Yakni Pikiran anda sendiri! Tiada orang lain yang dapat menghampiri dan memikirkannya untuk anda. Meskipun anda tidak mengharapkan penderitaan, anda selalu --tanpa henti-- terus berpikir dan memproses pikiran-pikiran tersebut yang membawa kepada penderitaan. Anda mungkin tidak menyukai penderitaan, tetapi anda membiarkan diri terseret dalam pikiran semacam itu. Bagaimana anda pernah bisa lolos dari penderitaan bilamana keadaannya seperti itu?

Bentuk-bentuk pikiran ini juga selalu muncul untuk berkumpul dan berpisah. Pada suatu saat anda harus berkumpul dengan pikiran yang bercabang-cabang yang tidak diinginkan, pada saat yang lain anda berpisah dengan proses pikiran yang diinginkan. Tetapi adalah selalu diri sendiri yang mula-mula memunculkan angan-angan atau bentuk-bentuk pikiran yang mengarah kepada keadaan berkumpul, berpisah, dan penderitaan. Anda tidak akan menghentikan proses tersebut dan karena itu anda akan terus berhadapan dengan bentuk-bentuk pikiran yang membiakkan penderitaan. Sehingga anda harus mengalami penderitaan dan tidak menemukan jalan-keluarnya.

Periksa dan lihatlah kondisi-kondisi dari "berkumpul" dan "berpisah" di dalam Nama-Rupa anda sendiri. Pastikan kalau anda memahami dan melihat bahwa akar penyebab hal ini semuanya terletak dan tertanam sebagai rasa suka dan tidak-suka di dalam batin anda sendiri.

Usahakan untuk melihat dan memahami rasa-suka dan tidak-suka ini yang membawa dan menarik pikiran ke jalur penderitaan. Ia mempengaruhi/mengubah kesadaran menjadi penderitaan-kesadaran (dukkha-vinnana), perasaan menjadi penderitaan-perasaan (dukkha- vedana), persepsi menjadi penderitaan-persepsi (dukkha-sanna), dan bentuk-bentuk pikiran menjadi penderitaan bentuk-bentuk pikiran (dukkha-sankhara). Bila kita menembus/memahami kebenaran ini, rasa suka dan tidak suka itu akan berkurang dan hilang. Pikiran yang meluncur pada jalur penderitaan kini akan menjadi tenang, dan kesadaran tidak lagi menjadi penderitaan-kesadaran, perasaan akan berhenti menjadi penderitaan-perasaan, persepsi tidak lagi menjadi penderitaan-persepsi, dan bentuk-bentuk pikiran tidak lagi menjadi penderitaan bentuk-bentuk pikiran. Hal ini berarti bahwa pikiran telah berhenti memproses penderitaan bagi pikiran itu sendiri dan dengan demikian penderitaan akan reda.

Selanjutnya hal ini merupakan strategi untuk menghentikan proses penderitaan bagi diri sendiri. Anda harus berlatih untuk memahami penderitaan dan cara ia bekerja di dalam Nama-Rupa ini. Hanya ini satu-satunya cara untuk menyembuhkan penderitaan dari pikiran anda.

Cobalah anda perhatikan dengan cermat selagi anda mendengarkan kata-kata yang akan diuncarkan sekarang ini, dan merenungkan Kesunyataan tentang Dukkha yang termuat dalam baris-baris Ajaran Sang Buddha, yang diambil dari Khotbah Agung tentang Dasar-dasar dari Kesadaran:

Appiyasampayoga - berkumpul dengan yang tak disukai

Piyavippayoga - berpisah dari yang disukai.

25 September 1961



PERCAKAPAN 17

Penderitaan Karena Tak Terpenuhi Apa yang
Diharapkan dan Diinginkan

Sekarang saya akan menyampaikan Dhamma mengenai Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha Sacca) pada bagian: "Tidak Terpenuhinya Keinginan Seseorang adalah Penderitaan".

Pertama-tama, pusatkan pikiran anda ke dalam diri anda sendiri, karena di dalam diri inilah Sang Buddha mengarahkan ajaranNya. Orang lain, mengikuti Beliau, telah pula menjelaskan ajaran Beliau dengan cara yang sama yakni mengarah ke dalam (diri). Oleh karena itu, dalam mendengarkan Dhamma, anda harus mengalihkan perhatian untuk mengamati ke dalam diri anda sendiri. Anda perlu menyelidiki lima kelompok kehidupan atau Nama-Rupa itu. Bila anda berhadapan dengan mereka, maka anda juga harus berhadapan dengan keadaan yang sesungguhnya dari suatu eksistensi/keberadaan, yakni Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha Sacca). Hal ini disebabkan karena Kesunyataan ini mewujudkan dirinya dalam lima kelompok kehidupan atau Nama-Rupa, yang membentuk landasan baginya. Oleh karena itu, siapapun yang bermaksud untuk memahami penderitaan, harus memusatkan penyelidikannya pada tingkat kebijaksanaan (wisdom) dan pandangan terang (insight). Kebijaksanaan dan Pandangan Terang dari Ajaran Sang Buddha terwujud di dalam Nama-Rupa. Tanpa Nama-Rupa, kebijaksanaan dan pandangan terang tidak dapat muncul. Hal ini sama dengan seseorang yang ingin berdiri: Bila tidak ada tanah, maka tiada tempat untuk berdiri. Karenanya, silakan sekarang anda mengarahkan pikiran ke dalam diri untuk memeriksa Nama-Rupa anda.

Periksa jasmani anda yang mempunyai tinggi, lebar, dan tebal tertentu itu. Selidiki Nama, sebagai pikiran yang sedang berkecenderungan keluar untuk mengetahui: Apa yang sedang diketahuinya? Pada saat ini di saat anda sedang mendengarkan percakapan ini, maka pikiran mesti cenderung keluar untuk mendengarkan, sebagai kesadaran terhadap suara. Rasa senang, sakit, ataupun netral yang timbul dari mendengarkan ini adalah perasaan; pencatatan dan pengingatan terhadap pendengaran ini adalah persepsi; dan proses pikiran yang mengikutinya adalah bentuk-bentuk pikiran. Kondisi dari pikiran yang cenderung keluar ini adalah Nama dan ketika ia cenderung keluar untuk mengetahui suara-suara/bunyi-bunyi di luar, maka ini adalah Nama dalam suara/bunyi yang di luar.

Tiap-tiap orang, karenanya, eksis/ada hanya bila bersamaan dengan Nama-Rupa. Bila hal ini dikesampingkan, maka "orang" tidak akan muncul/ada. Di sinilah, di dalam Nama-Rupa ini, "Aku, diriku dan milikku" muncul dan dicengkeram/digenggam. Pencengkeraman ini merupakan proses yang dibuat oleh pikiran, dan seperti itulah suatu bentuk dari bentuk-bentuk pikiran, yang merupakan kondisi lainnya dari pikiran yang cenderung keluar. Karena itu anda harus memeriksa perasaan tentang "diriku dan milikku" ini: seberapa jauh dan dalamkah ia tertanam? Selanjutnya anda akan mengetahui bahwa ia hanyalah tertanam sejauh Nama-Rupa ini. Jika bentuk-bentuk pikiran, persepsi, perasaan, dan melihat atau mendengar (dll) semuanya tiada, maka anda sama sekali tidak mempunyai pengalaman terhadap merasakan ataupun berpikir. Badan jasmani sendiri hanyalah seperti sepotong kayu yang sama sekali tanpa perasaan atau pikiran, dan semua perasaan akan "diriku dan orang lain" telah lenyap seluruhnya. Hal ini sama seperti bila kita sedang tidur, dimana perasaan-perasaan tentang "diri dan orang lain" dan berbagai pikiran yang melompat-lompat, lenyap seluruhnya. Apapun status orang itu, mereka pasti akan berada di bawah kondisi-kondisi ini.

Perasaan tentang "diriku dan orang lain" dalam bentuknya yang bervariasi, karenanya, hanya timbul di dalam Nama-Rupa. Apabila perasaan tentang "diriku dan orang lain", "milikku dan miliknya" muncul, maka arahkan visi/penglihatan anda kepada kondisi dari pikiran yang menghasratkan atau menginginkan sesuatu. Karena itu, dengan penembusan/pemahaman menyeluruh terhadap Nama-Rupa, anda juga harus memantau keberadaan nafsu keinginan ini di dalam batin.

Ada dua bentuk nafsu keinginan, yang satu adalah yang dapat direalisasi, dan yang lainnya adalah yang tak dapat direalisasi. Nafsu keinginan dan harapan yang dapat terealisasi, adalah berkaitan dengan tujuan/sasaran yang memang mungkin dicapai. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua hal dapat dicapai hanya dengan berharap saja, karena sebab-sebab yang sesuai yang dapat mengakibatkannya haruslah diperhatikan. Sebagai contoh, dalam membuat suatu "harapan/keinginan yang dapat direalisasi" untuk mencapai suatu kebajikan, anda harus berlatih cara-cara yang tepat untuk menghasilkan sebab-sebab yang tepat/sesuai.

Janganlah mengkritik atau menyalahkan nafsu-keinginan dengan membabi-buta, karena 'keinginan' untuk mencapai kebajikan dan latihan untuk mencapai hal itu adalah hal yang tepat dan benar. "Keinginan untuk menjadi atau berbuat baik ini" oleh Sang Buddha disebut "keinginan yang mantap" atau "tekad" (aditthana). Bodhisatta bertekad untuk mencapai Kebuddhaan dengan cara mengikuti Sang Jalan dengan mantap. Para siswa Sang Buddha (savaka) juga sebelumnya telah bertekad untuk mencapai keadaan mereka itu masing-masing. Jika anda sedang berjalan menuju kepada penyelesaian dan perealisasian keinginan anda dan keinginan itu didorong oleh "tekad yang benar" maka hal ini dapat disebut "tekad yang benar" (sacca-aditthana). Sang Buddha menyatakan "tekad yang benar" ini sebagai salah satu dari Kesempurnaan (Parami).

Jenis keinginan yang tak mungkin tercapai/terealisasi adalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip alamiah. Kelahiran, usia tua, kesakitan, dan kematian adalah normal dan tak dapat dihindari. Kesedihan, duka-cita, kesakitan badan jasmani, tekanan mental dan depresi, semuanya terjadi dengan tak dapat dihindari sesuai dengan kondisi mereka (benda-benda). Mengharapkan mereka agar lenyap, melarang mereka muncul, adalah bertentangan dengan sifat alam. Keinginan itu tidak akan pernah dapat terealisasi dan dengan demikian ia juga pasti menambah penderitaan-pikiran sebagai "keinginan yang tak dapat dipenuhi".

Sekarang, lihat dan perhatikan kelompok jasmani dan batin ini: Nama-Rupa ini yang telah saya jelaskan. Ia berawal dari kelahiran; berkembang dan berubah menjadi tua; merasa sakit dan menderita karena sakit; dan akhirnya ia harus hancur dengan kematian. Hal ini merupakan sifat-alamiah yang tak dapat dihindari oleh Nama-Rupa. Sekarang periksalah pikiran anda. Jika ia masih memiliki keterikatan dan kemelekatan, bila ia masih memiliki nafsu keinginan, maka pastilah juga ada duka-cita dan penderitaan. Ia tak bisa lolos dari mereka. Satu-satunya jalan ialah dengan melepas dan membiarkannya berlalu.

Bila anda membiarkan sesuatu itu berlalu maka anda akan terhindar dari semua duka-cita yang berkaitan dengan hal tersebut. Bila anda membiarkan segala sesuatu berlalu, maka anda akan terbebas dari semua penderitaan, baik jasmani maupun batin. Tetapi bila anda belum bisa melepas maka keterikatan dan kemelekatan anda itu pasti dengan tak terelakkan akan menimbulkan penderitaan, apabila keinginan-keinginan anda tetap tak-terpenuhi. Karena itu, pusatkan perhatian anda untuk melihat keinginan-keinginan yang tak bisa terpenuhi ini di dalam batin anda, dan selanjutnya periksa penderitaan yang timbul bila keinginan-keinginan tersebut tak terpenuhi. Lihat hal ini sebagaimana adanya.

Penembusan terhadap kesunyataan ini akan memberikan suatu tanda-tanda dari kebijaksanaan sesuai dengan yang diharapkan, yang mampu melepaskan dan menghalau penderitaan dari batin anda. Nama-Rupa selanjutnya akan mengikuti geraknya yang alamiah sementara si pengamat (anda) memeriksanya. Pemeriksaan ini adalah perhatian-murni dan merupakan kombinasi dari perhatian-murni dan kebijaksanaan (sati-panna) yang tidak terlibat dalam gerak-gerik nafsu-keinginan dan penderitaan. Nama-Rupa selanjutnya tampak mengikuti geraknya yang alamiah. Hal ini mirip seperti sebuah rumah yang sedang terbakar: ketika penghuninya berada di dalam rumah maka timbul rasa takut dan panik, tetapi setelah meninggalkan rumah ia dapat memandanginya dari luar. Ia kini dapat melihat rumah yang terbakar tersebut tanpa merasa kepanasan di dalam dirinya. Sekali kita mengamati dengan pengetahuan, maka kebahagiaan yang berkembang dari ketenangan dan keheningan akan timbul.

Setiap orang mesti berhadapan dengan penderitaannya sendiri maupun penderitaan dari berbagai orang yang mempunyai hubungan dengannya. Bila ia mengumpulkan semua penderitaan tersebut dan memasukkannya ke dalam batin, melekat dan mencengkeramnya, maka hal ini hanya akan menambah kegelisahan dan ketidak-bahagiaan dirinya. Akan tetapi, jika seseorang dapat terus-menerus menanggalkan dan membuang penderitaan semacam itu tanpa menambahkan penderitaan baru, maka pikiran akan dapat memancarkan suatu keadaan yang tanpa gangguan (penderitaan).

Adalah tidak mungkin bagi setiap orang untuk selalu lolos dari penderitaan yang berasal dari sumber-sumber eksternal, akan tetapi penderitaan di dalam batin dapat dicegah/dihindari. Kita biasanya membawa penderitaan eksternal itu ke dalam pikiran kita sebagai tekanan-batin (penderitaan batin). Karenanya seakan-akan penderitaan itu memiliki dua tingkatan: yang diluar dan di dalam batin. Mereka yang berlatih sesuai dengan metode Sang Buddha, mengetahui bagaimana cara untuk meringankan dan membebaskan keadaan tersebut dengan jalan membiarkan saja penderitaan eksternal itu berada di luar tanpa membebani pikiran dengannya. Bahkan bila selanjutnya anda mendapati diri anda berada di tengah-tengah penderitaan (eksternal), batin anda akan tetap merasa tenang. Kebahagiaan semacam ini menyebabkan perhatian-murni (sati) dan kebijaksaan (panna) dapat menyembuhkan penderitaan eksternal apapun yang memang mungkin disembuhkan. Akan tetapi bila pikiran sepenuhnya menerima dan membebani dirinya dengan penderitaan eksternal, maka tiada jalan baginya untuk menyembuhkan keadaan tersebut.

Untuk memisahkan jenis-jenis penderitaan ini, anda harus mengikuti dan melaksanakan cara-cara latihan yang telah diajarkan oleh Sang Buddha. Pertama-tama, siapkan diri anda untuk melihat Nama-Rupa dan mengenali keadaan penderitaannya. Ketahuilah penderitaan-mental yang timbul akibat dari tak-terpenuhinya keinginan-keinginan yang tidak mungkin tercapai. Pahamilah hal ini sehingga, seiring keinginan-keinginan tersebut reda/berkurang, pikiran menjadi tenang dan damai. Bila anda telah menyadari hal ini maka anda akan memperoleh manfaat yang besar dari pengkajian anda terhadap Kesunyataan tentang Penderitaan/Dukkha yang diajarkan oleh Sang Buddha, dan akhirnya menemukan kebahagiaan.***

2 Oktober 1961



PERCAKAPAN 18

Ringkasan Kelompok Penderitaan (Dukkha-khandha)

Silakan anda semua memusatkan pikiran ke dalam diri anda masing-masing. Dengarkan baik-baik ajaran ini, pertimbangkan dan telitilah ia di dalam diri anda, sehingga anda dapat melihat Dhamma (kesunyataan) di sana. Anda tidak akan dapat merealisasi Dhamma hanya dari suara-suara di luar karena itu hanyalah hafalan atau pengertian intelektual belaka, sedangkan mengerti kebenaran di dalam diri, berarti melihat Dhamma dengan kebijaksanaan. Oleh karena itu, sekarang pusatkan perhatian ke dalam diri anda sendiri. Pusatkan untuk melihat dari yang kasar dan terlihat nyata, sampai kepada yang halus dan lembut:

Sadarilah nafas anda. Tiap-tiap orang pasti bernafas.

Sadarilah akan posisi duduk anda saat ini. Bagaimana letak tangan dan kaki anda? Bagaimana postur anda keseluruhannya?

Teliti seluruh jasmani anda: ke atas mulai dari telapak kaki, ke bawah mulai dari rambut di kepala anda, semuanya terbungkus oleh kulit.

Pisah-pisahkan mereka ke dalam unsur-unsur tanah, air, api, angin, dan ruang. Renungkan hakikat dari tiap-tiap unsur jasmani tersebut hingga hanya tinggal unsur ruangnya saja. Lalu bayangkan bagaimana sebelum adanya jasmani ini, sebenarnya yang ada hanya unsur ruang saja, dan bagaimana akhirnya ia kembali kepada kekosongan.

Sekarang satukan lagi unsur-unsur tersebut bersama-sama ke dalam jasmani lengkap anda yang memiliki perasaan suka, duka, dan netral (tidak suka tidak duka); dan yang menjadi 'tempat kediaman' pikiran.

Perasan-perasaan tersebut mempengaruhi pikiran. Contohnya jika ada perasaan senang maka "suka" akan timbul; jika ada perasaan sakit, maka "tidak suka" akan dan timbul; dan jika perasaan netral maka pikiran terjebak di dalam 'keterikatan', yang merupakan kondisi dari kebodohan.

Selidiki lebih dalam lagi kepada keadaan dari pikiran yang "suka", "tidak suka", dan "melekat" kepada jutaan hal. Sadarilah kondisi pikiran yang terjadi: Saat ini.

Dengan penembusan hingga sejauh ini, anda akan sanggup membedakan susunan/komposisi pikiran. Pikiran adalah satu hal, sementara "suka", "jijik", dan "khayalan" adalah hal yang lain. Mereka bergabung dan terkait bersama, dan gabungan ini, bagi batin merupakan rintangan-rintangan yang menghalangi kemajuannya di dalam kebajikan dan kebajikan moral yang lebih tinggi.

Meskipun anda telah mantap memusatkan pikiran anda sebagaimana yang diinstruksikan, campuran/gabungan perasaan di dalam pikiran akan selalu menunggu untuk muncul mempengaruhi pikiran anda lagi. Itulah sebabnya anda harus selalu waspada terhadap hal ini dengan cara selalu sadar terhadap tempat masuknya gangguan-gangguan; misalnya melalui mata, telinga, hidung, lidah, tubuh/kulit, dan pikiran (mano). Adalah pikiran yang memegang dan menahan sangat banyak masalah dan kesukaan, sehingga ia memerlukan perhatian ekstra. Akan tetapi jangan mengikuti dan menekan dengan paksa/kekerasan, karena hanya akan menimbulkan kelelahan, ketegangan, dan kemarahan. Sebab itu, biarkan pikiran mengikuti keinginan-keinginannya, tetapi catatlah dengan seksama bagaimana ia muncul dan berkembang. Apakah yang muncul itu dan yang menyeret pikiran untuk keluar lagi? Bila anda dapat menangkap semuanya ini dengan cepat, maka anda dapat melihat seluruh kejadiannya; bahwa semua masalah dan kejadian masuk melalui mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan langsung berhubungan dengan pikiran itu sendiri. Pikiran selalu gelisah, pikiran yang bertingkah semakin berkembang pada segala sisi sehingga pikiran tidak dapat dipusatkan pada satu titik.

Jangan menggunakan kekerasan. Tugas anda hanya memperhatikan dan mencatat --tapi pastikan bahwa anda tahu pada saat itu dan dapat terus memperhatikannya. Pikiran kemudian akan menjadi reda dengan sendirinya dan akhirnya tenang. Ini karena pikiran adalah "elemen-yang-mengetahui", dengan kecerdasan dan bagian-bagiannya yang hakiki. Ketika ada kesempatan dari 'kesadaran-diri' ini timbul, maka pengetahuan tertentu akan timbul tanpa disangka-sangka, karena intisarinya sudah ada di sana.

Timbulnya pengetahuan tentang diri ini diikuti oleh makin mantapnya perhatian/kesadaran, dan pikiran itu sendiri sekarang sepenuhnya dapat memeriksa dan menyadari kondisinya sendiri. Ia akan mengetahui bagian-bagian dari pikiran dan tempat masuknya segala gangguan/pengaruh. Pemusatan pikiran yang mantap sehingga ia dapat digunakan untuk memeriksa fenomena-fenomena yang terjadi di dalam batinnya sendiri menunjukkan kemampuan pikiran untuk menyadari kebenaran di dalam diri, dan ini merupakan faktor dari pencerahan.

Sekarang renungkanlah inti ajaran Sang Buddha, yakni "Kesunyataan tentang Penderitaan". Mula-mula anda 'membaca' berdasarkan intelektual anda, mengingatnya dan mengikuti ajaran Sang Buddha. Beliau mengajarkan agar kita memperhatikan Kesunyataan tentang Dukkha/penderitaan: "Kelahiran adalah penderitaan, usia tua dan kematian adalah penderitaan. Penderitaan memiliki hal-hal yang alami ini dan mengikuti kondisi-kondisi ini".

Kemudian Beliau melanjutkan: "Kesedihan adalah penderitaan, ratap tangis, kesakitan jasmani dan dirasakan pula oleh pikiran adalah penderitaan, tekanan batin dan putus asa adalah penderitaan".

"Berkumpul dengan hal-hal yang tidak disukai dan tidak dicintai adalah penderitaan; berpisah dengan hal-hal yang dicintai adalah penderitaan"; dan "tidak terpenuhinya apa yang diinginkan adalah penderitaan."

Setelah mendengar ajaran Sang Buddha ini dari segi intelektual, sekarang coba renungkan, "sudah pernahkah kita mengalami penderitaan ini?"

"Lahir merupakan penderitaan, usia-tua juga merupakan penderitaan": Anda mungkin tidak tahu bahwa, kelahiran merupakan penderitaan, dan jika anda belum tua, maka usia-tua juga masih belum anda pahami. Tetapi makin mantap penyelidikan anda, dan jasmani anda semakin rapuh, barulah anda akan mengerti.

"Kematian adalah penderitaan": Namun karena anda belum mengalami kematian, anda tak dapat mengerti hal itu. Meskipun demikian anda tetap takut dan tidak mengharapkan untuk mati. Sejauh "kesedihan, ratapan dan lain-lain" anda perhatikan, anda dapat mengalami mereka pada beberapa tingkat dan karenanya dapat dirasakan kesedihannya yang mendalam. "Kesakitan jasmani dan batin" dapat pula disebut sebagai penderitaan. Karena anda belum mengalami kebenaran pada setiap jenis dari penderitaan -terutama yang berhubungan dengan kelahiran, ketuaan, dan kematian-, maka pertama-tama anda perlu merenungkan dan menyelidiki untuk dapat mengerti dengan benar mengapa mereka menderita.

Keadaan penderitaan ini sesuai dengan kondisi alamiahnya, dan bagian-bagian dari Lima Khandha, adalah: kelompok jasmani (rupa-khandha) yaitu kelompok jasmani kita ini (rupa-kaya), kelompok perasaan yaitu rasa senang, sakit, dan netral --tiada sakit pun tiada senang; kelompok pencerapan yang dengan berbagai cara mengingat hal-hal dan merasakan; kelompok bentuk-bentuk pikiran yaitu proses pikiran; kelompok kesadaran yakni yang mengetahui ketika melihat bentuk atau mendengar suara, dan sebagainya. Rupa adalah rupa, tetapi perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran, adalah disebut 'nama', yang merupakan kondisi dari pikiran yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui. Yang "mengetahui" saat melihat bentuk atau mendengar suara ini mula-mula adalah kesadaran, (kemudian) pengalaman atas rasa senang, sakit, atau netral itu adalah perasaan, pengingatan akan hal-hal adalah pencerapan; dan pengolahan/proses pikiran adalah bentuk-bentuk pikiran. Singkatnya, kita dapat menyebut semuanya ini sebagai rupa-nama atau nama-rupa.

Awal mula dari nama-rupa ini adalah kelahiran, kemudian ia terus tumbuh hingga mengakibatkan umur tua dan berakhir pada kematian. Oleh karena itu anda dapat menyingkat (kejadian) kelahiran - usia-tua - kematian ini dengan kemunculan dan kelenyapan: Pada mulanya adalah kemunculan dan pada akhirnya adalah kelenyapan. Ini merupakan hukum alamiah dari semua benda.

Karena semua benda alam tersebut adalah seperti ini, maka Sang Buddha menyebutnya sebagai penderitaan/dukkha. Ini juga dapat dimengerti sebagai tidak ada satu apapun yang eksis dengan kekal: bahwa segala sesuatu dari muncul hingga lenyapnya selalu bertransformasi dan berubah. Masa dari perubahan antara kelahiran dan kematian ini disebut "penuaan/usia". Inilah yang disebut Kesunyataan tentang Penderitaan, kenyataan sebenarnya dari benda-benda yang setiap orang dari kita yang hidup dengan nama-rupa masing-masing, harus menghadapi/mengalaminya.

Orang biasa/awam (puthujjana) melekat dan memegang erat-erat nama-rupa sebagai "aku-dan-milikku", serta "diriku", dan ini yang mengambil-alih penderitaan yang tak terhindari dari nama-rupa ke dalam batinnya sendiri. Beginilah caranya kesedihan dan ratapan itu muncul sebagai penderitaan di dalam batin seseorang.

Oleh karena itu Sang Buddha meringkas penderitaan ke dalam sebutan Lima Khandha, atau dapat disebut sebagai nama-rupa. Akan tetapi jika anda dapat lepas dari kemelekatan dan pencengkraman terhadap nama-rupa, maka anda tidak akan menderita lagi, akibat dari kelahiran, usia tua, kematian, dan juga tidak lagi terikat di dalam nama-rupa yang membawa penderitaan tersebut. Nama-rupa kemudian hanya berlanjut terus sesuai dengan sifat alamiahnya. Inilah pengalaman dari para suciwan (para ariya).

Karena orang biasa/awam mengklaim nama-rupa sebagai dirinya, maka itu menimbulkan penderitaan dan kesusahan bagi dirinya sendiri. Kita sendirilah yang menyebabkan penderitaan kita, karena pikiran kita bersekutu dengan kemelekatan. Kita membuat penderitaan bagi diri kita sendiri, ratapan dan keluh kesah kita sendiri, dan memasukkan ke dalam pikiran kita sebab-sebab dari kesakitan jasmani. Pikiran itu sendirilah yang menyebabkan pikiran menderita dan putus asa.

Proses-proses dan angan-angan (dari pikiran) inilah yang kita sebut sebagai "bentuk-bentuk pikiran" yang muncul dari gabungan antara kesadaran, perasaan, dan pencerapan. Karena itu anda akan menyadari bahwa pikiran yang berkecenderungan keluar --sebagai nama itu--, adalah penghasut dari munculnya penderitaan dan sumber tunggal dari penderitaan batin. Karena Nama mesti bergabung dengan rupa, maka sifat-sifat alamiah dari penderitaan juga terdapat di sini, di dalam nama-rupa. Ini berarti bahwa ia tidak kekal --muncul dan akhirnya lenyap; pada keduanya, baik sifat alamiah penderitaan batin maupun penyebab penderitaan batin. Inilah sebabnya mengapa Sang Buddha mengelompokkan seluruh penderitaan sebagai nama-rupa, atau lima khandha.

Akan tetapi sebenarnya, untuk dapat munculnya proses penderitaan, nama-rupa ini juga harus bersekutu dengan kemelekatan atas "aku dan milikku". Pusatkan perhatian anda untuk melihat Kesunyataan tentang Penderitaan sebagaimana yang diajarkan oleh Sang Buddha dengan cara meneliti bab demi bab lalu gabungkan mereka semuanya di dalam nama-rupa atau lima khandha ini. Periksa mereka bersama-sama di dalam jasmani ini dan di dalam pikiran yang berkecenderungan keluar untuk menerima dan memproses penderitaan.

Dengan melihat dan mengerti kebenaran dari hal ini, anda akan memperoleh pengetahuan akan Kesunyataan tentang Penderitaan yang dikemukakan oleh Sang Buddha. Pengertian intelektual anda yang semula kemudian akan berkembang menjadi kebijaksanaan dan anda akan menyadari bahwa Kebenaran ini bukan sesuatu yang harus ditakuti dan dibenci, tapi sesuatu yang harus dipahami dan yang akan memberikan kebahagiaan dan ketenangan. Pengertian anda lalu akan sanggup menghadapi sumber penderitaan yang ada, sehingga anda tidak lagi mudah terpengaruh dan memasukkan penderitaan ke dalam batin anda. Dengan tidak memproses penderitaan lagi, maka anda tidak lagi bereaksi dan anda mulai menjadi tenang. Ini akan memberikan kebahagiaan dan kedamaian.***

9 Oktober 1961



PERCAKAPAN 19

Penjelasan Tentang Asal Mula Penderitaan (Samudaya)

Sekarang saya akan menjelaskan Dhamma tentang "Asal mula Penderitaan" (Samudaya) --menjelaskan penyebab dari Penderitaan. Silakan pusatkan perhatian anda ke dalam (diri) dan berpusatlah kepada saat ini. Apa yang terjadi? Kemana arahnya pikiran kita berpikir? Mantapkan perhatian anda sehingga ia dapat mengikuti dan menangkap apa yang dipikirkan oleh pikiran.

Pikiran mengembara kepada bentuk-bentuk yang terlihat melalui mata, kepada suara-suara melalui telinga, kepada bebauan melalui hidung, kepada rasa-kecapan melalui lidah, dan kepada sentuhan melalui tubuh. Ia juga memikirkan tentang hal-hal lampau yang pernah dilihat dan didengar (dll). Demikianlah, pikiran tidak hanya berkecenderungan keluar untuk mengetahui, tetapi juga mencengkeram dan melekat kepada obyek tersebut.

Kondisi dari pikiran yang berkecenderungan keluar dan mengembara untuk menangkap pemandangan-pemandangan dan suara-suara adalah nafsu keinginan (tanha) dan kemelekatan (upadana). Secara umum, tanha juga dapat diartikan sebagai perjuangan dan kegairahan nafsu-keinginan di dalam batin. Tetapi dengan pemeriksaan yang lebih dalam akan tampaklah pengembaraan-kecenderungan pikiran untuk mencengkeram dan melekati.

Keinginan dan kemelekatan (tanha - upadana) merupakan pasangan yang muncul hampir bersamaan. Ketika suatu pemandangan atau suara masuk melalui mata dan telinga, dan tertangkap oleh pikiran, maka pikiran berkecenderungan keluar untuk menerimanya. Akan tetapi jika kemelekatan tidak ikut terlibat, maka hanya ada batin (nama) yang tenang/seimbang dan tidak ada nafsu keinginan. Tapi jika terdapat kemelekatan terhadap obyek tersebut maka itulah disebut sebagai nafsu-keinginan. Anda dapat melihat kegairahan dan penangkapan dari pikiran sebagai "keinginan/tanha", sementara keinginan untuk mencengkeram dan melekat kepada obyek adalah "kemelekatan/upadana". Jika hanya disebut "nafsu keinginan/tanha", maka ini harus pula dimengerti melingkupi pengertian melekat/upadana.

Kemelekatan terhadap obyek ini, mencengkeramnya di dalam pikiran tanpa hendak melepaskannya, juga termasuk suatu keinginan terhadap obyek tersebut. Jika obyek tersebut sesuai dan menyenangkan, maka anda ingin memiliki dan menguasainya. Tetapi jika itu tidak menyenangkan, maka anda ingin menjauhinya. Akan tetapi karena anda masih punya kemelekatan terhadapnya --meskipun anda tidak menyukainya--, anda tidak akan dapat lepas dan bebas dari hal tersebut. Oleh karena itu Sang Buddha membagi keinginan menjadi tiga: keingian inderawi (kama-tanha), keinginan untuk terus hidup (bhava-tanha) dan keinginan untuk musnah (vibhava- tanha).

Keinginan inderawi adalah cinta dan hasrat terhadap suatu obyek. Keinginan untuk terus hidup di suatu alam atau alam lain, dapat diturunkan oleh keinginan untuk menguasai dan memiliki obyek yang membangkitkan nafsu inderawi tersebut. Keinginan terhadap kemusnahan adalah keinginan untuk bebas dari keadaan ini-itu yang tidak disukai.

Ketiga jenis keinginan ini juga termasuk kemelekatan yang menggenggam obyek di dalam pikiran tanpa membiarkannya lepas. Obyek yang disukai maupun yang tidak disukai, keduanya tetap dipegang sehingga 'suka' dan 'tidak suka' terus-menerus muncul di dalam pikiran. Baik suka maupun tidak suka tersebut menyebabkan timbulnya kegelisahan dan agitasi/kegalauan. Mengapa demikian? Ini semata-mata karena anda masih melekat kepada suka dan tidak suka.

Pikiran tidak hanya berkecenderungan kepada satu obyek saja, tetapi kepada banyak obyek. Apapun obyek yang masuk melalui mata dan telinga (dll), pikiran akan mengejar untuk mencengkeramnya. Ia selalu demikian adanya, dengan keinginan yang terus-menerus bereaksi di dalam pikiran tanpa pernah tenang. Sang Buddha, karenanya, mengatakan bahwa selalu ada keinginan terhadap hal-hal yang baru. Mungkin sekarang tertarik kepada bentuk tertentu (dsb), tapi setelah melihat obyek yang baru, keinginan terhadap obyek yang baru tersebut akan membuat kita membuang obyek lama. Penolakan serta keinginan baru tersebut terus berlanjut tanpa ada hentinya. Selanjutnya obyek yang baru ditangkap sebagai 'milik yang telah dikuasainya' ini berulang-ulang terus, berpindah dari satu obyek ke obyek lain. Penolakan terhadap obyek yang lama dapat pula digolongkan dalam "keinginan terhadap kemusnahan", yakni perjuangan untuk menghindar dari keadaan atau kondisi saat ini. Ketika suatu obyek telah berubah dan lenyap, pikiran lalu berjuang lagi untuk mendapatkan yang baru.

Jika anda dapat tetap pada satu obyek, maka nafsu keinginan akan berhenti pada obyek yang lama tanpa bergerak kepada obyek yang baru. Tapi keinginan ini tiada akhirnya. Ia terus-menerus muncul untuk melepaskan obyek yang lama dan meraih yang baru. Karena ini masalahnya, meskipun karakter keinginan dibagi menjadi tiga, namun sebenarnya mereka adalah satu. Keinginan tak pernah surut sedikitpun untuk menjadi ribuan keinginan. Itulah sebabnya ia mempunyai sifat untuk selalu menangkap obyek yang baru dan menarik. Dengan berkesinambungan. Terus-menerus, ia terpikat dan melekat kepada obyek dan selalu menginginkan lebih dan lebih. Ia tak pernah merasa cukup atau puas.

Periksalah pikiran anda dan berhati-hatilah terhadap nafsu-keinginan ketika ia keluar menerima obyek-obyek. Anda mungkin bisa menangkap kondisi/sifat pikiran ini, tapi pada awalnya anda tidak dapat menangkap dengan cepat. Biarpun begitu, adalah sangat baik untuk mencoba mengikutinya dari belakang hingga pikiran cukup cepat dan tangkas untuk menangkap dirinya sendiri.

Untuk dapat menangkap, pikiran saat ia keluar meraih obyek-obyek; pusatkan perhatian anda pada 6 landasan indera yang berpasangan (ayatana luar dan ayatana dalam): mata dan bentuk yang dilihat sebagai satu pasang; telinga (sota) dan suara yang didengar sebagai satu pasang; hidung dan bebauan sebagai satu pasang; lidah dan rasa-kecapan sebagai satu pasang; badan dengan sentuhan sebagai satu pasang dan pikiran dengan hal-hal yang dipikirkan sebagai satu pasang. Ini bukan berarti anda harus berkonsentrasi kepada mereka semuanya secara bersama-sama, tetapi bersiap-siaga untuk mengawasi obyek yang mana saja, ketika terjadi kontak. Jika ia muncul dari bentuk-bentuk, maka pusatkan perhatian anda pada mata dan obyek bentuk tersebut; jika yang muncul adalah suara maka pusatkan kepada telinga dan suara yang muncul; dan seterusnya.

Sekarang, cobalah praktikkan hal ini: biarkan pikiran anda mengembara keluar, tetapi anda harus amat waspada dan sadar ketika ia muncul berturutan. Maka kemudian anda akan mengetahui bahwa kesadaranlah yang mengetahui ketika anda melihat bentuk atau ketika mendengar suara. 'Melihat' dan 'mendengar' adalah kesadaran, dan anda akan menjumpai keadaan yang sama bila anda memusatkan perhatian pada indera-indera yang lain.

Perhatikan pada saat kontak, apa yang anda lihat atau dengar? Anda melihat suatu bentuk, anda mendengar suara. Untuk dapat berhasil melihat, maka bentuk dan melihat harus muncul bersama dalam kontak. Suara dengan mendengar --demikian juga dengan indera-indera lainnya--, harus terjadi kontak terlebih dahulu sebelum suara atau bebauan (dsb) berhasil dirasakan.

Selanjutnya pusatkan pada perasaan. Jika suatu obyek yang masuk ke dalam kontak itu sesuai/disukai, maka perasaan senang timbul; jika ia tidak sesuai/tidak disukai maka perasaan jengkel timbul; dan jika ia adalah obyek netral atau obyek yang biasa, maka perasaan bukan senang pun bukan jengkel akan timbul.

Pusatkan pada pencerapan, yang mengingat-ingat dan merasa, yang mengikuti perasaan.

Pusatkan pada kemauan (sancetana) atau kehendak dari pikiran yang mengikuti pencerapan. Bila pencerapan muncul dari rasa senang, maka pikiran anda lalu memusatkan diri pada kesenangan tersebut; begitu pula ia bereaksi terhadap kejengkelan ketika ia mencerap penderitaan, dan terhadap bukan-jengkel pun bukan-senang ketika pencerapannya seperti itu.

Pada titik ini anda harus sudah melihat dengan jelas nafsu-keinginan sebagai pikiran yang berkecenderungan meraih dan menangkap suatu obyek. Apapun jalan yang dipilih dan dicenderungi oleh pikiran, ia selalu berlari keluar dan melekat pada arah itu. Jika ia berangkat dari pencerapan yang mengikuti perasaan suka, maka hawa-nafsu akan timbul. Jikalau ini menyangkut tentang kehidupan, maka keinginan untuk terus hidup akan timbul, dan jika ini menyangkut perasaan sakit/jengkel, maka akan timbul keinginan terhadap kemusnahan, yang merupakan keinginan untuk menghindarkan dari keadaan yang menyakitkan tersebut. Bila pikiran berkecenderungan terhadap perasaan netral, maka salah satu dari tipe keinginan ini muncul. Inilah yang disebut melihat pikiran yang berkecenderungan keluar dengan keinginannya untuk menangkap obyek-obyek.

Sekarang perhatikan 'pikiran-untuk-berpusat' dan 'pikiran-untuk-bertahan' (vitakka-vicara), yakni pikiran yang berefleksi, dan anda akan melihat bahwa ia pun jatuh di bawah pengaruh kekuasaan keinginan.

Dengan mengikuti urut-urutan ini anda akan menyadari bahwa semuanya itu berawal dari mata dan bentuk, atau telinga dengan suara (dst), ketika pikiran secara berangsur-angsur, setingkat demi setingkat, berkecenderungan keluar untuk menangkap dan memegang obyek. Inilah yang kemudian merupakan keinginan, dan memaksa 'pikiran-untuk-berpusat dan bertahan' berada di bawah kendalinya.

Anda sekarang dapat menyimpulkan bahwa keadaan dari keinginan ini secara langsung bergantung pada nama-rupa. Mata dengan bentuk, telinga dengan suara (dst), adalah kelompok materi, sementara pikiran yang memiliki kecenderungan keluar untuk menerima obyek adalah sebagai kelompok batin. Tapi ini bukanlah keadaan yang normal dari batin, karena seharusnya ia melepaskan obyek-obyek, tetapi malah dia melekat kepada obyek-obyek. Apakah obyek tersebut disukai ataupun tidak, kita tetap melekat kepadanya, dan inilah yang membentuk keinginan. Keinginan ini muncul bergantung pada rupa dan nama, dan tidak pada yang lainnya. Ini dapat disebut sebagai nama-dhamma karena ia merupakan agen pembuat angan-angan seperti halnya bentuk-bentuk pikiran.

Mengapa pikiran berbuat dan berangan-angan dalam cara seperti ini? Karena ia masih di bawah pengaruh kekotoran-kekotoran batin yang dikenal sebagai kanker (asava) pada pikiran yang cenderung keluar. Ini adalah kecenderungan laten (anusaya) dari keinginan yang selalu ada dan bertempat tinggal di dalam pikiran. Pada umumnya ia tidak menampakkan dirinya dan seolah-olah ia tidak tinggal di sana, tetapi jika ada tantangan atau obyek yang mempesona datang dalam kontak maka kemelekatan yang sudah laten ini akan berebutan keluar untuk mengambil dan menangkap obyek tersebut. Pusatkan perhatian anda untuk melihat hal ini.

Apabila anda dapat memperhatikan hal ini dengan tanpa lengah, maka kecenderungan laten tersebut tidak akan mendapat kesempatan untuk muncul, dan obyek yang menarik tersebut tak dapat mengganggu atau berkembang-biak. Kekotoran-kekotoran batin yang laten tersebut kemudian dapat melemah dan tidak berkembang lagi. Dengan perhatian yang tersusun sedemikian, waspada dan siap-siaga, kita akan berhasil memotong akar-akarnya dan menghancurkan kelemahan-kelemahan dari pikiran tersebut yang mana merupakan kekotoran-kekotoran laten.

Dengan demikian, keinginan inilah sebagai awal-mula atau penyebab dari penderitaan batin. Pikiran berkecenderungan keluar untuk menangkap dan melekat kepada obyek, dan apabila tak dapat dielakkan --sesuai dengan sifat alamiahnya, obyek tersebut berubah dan bertransformasi--, maka muncul penderitaan di dalam batin. Akan tetapi, dengan kewaspadaan yang terus-menerus, pikiran tidak akan mampu untuk mengejar dan mencengkeram obyek-obyek. Anda lalu dapat melepaskan mereka dan dengan demikian penderitaan pun akan berakhir.

Penyebab dari keinginan dan penderitaan, keduanya bergantung dan terletak di dalam nama-rupa, dan oleh karena itu perhatian anda haruslah diarahkan ke sana dan ke dalam pikiran. Maka perhatian lalu akan menjadi lebih cepat serta lebih tangkas dan waspada.***

10 Oktober 1961



PERCAKAPAN 20

Penjelasan Tentang Lenyapnya Penderitaan
(Dukkha Nirodha)

Sekarang saya akan membicarakan tentang lenyapnya penderitaan (dukkha-nirodha). Ajaran Sang Buddha sanggup menjadi perlindungan (sarana) bagi dunia karena ia dapat menjelaskan tentang Lenyapnya Penderitaan. Hal ini penting sekali karena inilah tujuan kita. Jika ia tak dapat menjelaskan hal ini maka ia tidak mempunyai esensi/intisari dan tidak berguna. Namun demikian, suatu metode latihan untuk dapat membawa kepada lenyapnya penderitaan juga diperlukan, meskipun sebenarnya dengan mengikuti jalan tersebut dituntut tugas dan tanggung jawab dari tiap-tiap individu.

Meskipun ajaran yang diajarkan adalah asli dan benar, namun jika anda tidak mengikuti metode latihan tersebut, maka anda tidak akan dapat mencapai hasil dari lenyapnya penderitaan. Itulah sebabnya, tugas itu tergantung kepada tiap-tiap individu dalam melaksanakan latihan untuk mendapatkan hasilnya. Latihan ini langsung berhubungan dengan pikiran. Hari ini, saya akan menjelaskan mengenai hasil dan buah dari latihan tersebut, yakni: Lenyapnya Penderitaan/Dukkha. Inilah buah yang utama dan paling penting dari latihan, yang memungkinkan anda untuk melihat kebenaran dari ajaran Sang Buddha.

Sekarang, pusatkanlah pikiran anda dan perhatikan kecenderungannya keluar untuk mengetahui aneka macam kejadian. Pada saat sekarang ini, terdapat kecenderungan keluar untuk menerima suara dari percakapan Dhamma ini. Jika anda sedang menjaga pikiran anda, maka anda seharusnya mengetahui keadaannya. Apakah ia tenang dan damai? Perasaan yang tenang dan seimbang menunjukkan bahwa Dhamma telah terpancar keluar, dan Dhamma yang di dalam, dari pikiran yang terpusat adalah "Niyyanika" - kemampuan untuk memimpin pikiran keluar dari penderitaan. Ketenangan pikiran yang terjadi saat ini sudah merupakan berhentinya penderitaan. Tetapi itu mungkin hanya merupakan penekanan sementara ketika pikiran telah dipusatkan di dalam Dhamma. Meskipun demikian, sadarilah hal itu manakala ia secara terus-menerus menyatu/berada di dalam dhamma, maka akan terdapat penghentian penderitaan yang terus-menerus pula.

Sekarang arahkanlah perhatian anda pada "kecenderungan keluar untuk mengetahui" dari pikiran, tentang hal-hal yang diluar; bentuk-bentuk yang terlihat, suara-suara yang terdengar (dst), dan kepada bentuk-bentuk atau suara-suara yang terlihat/terdengar (dst) di waktu yang lampau, yang telah diketahui dan disimpan di dalam pikiran (mano). Hal-hal ini juga diterima, dengan "nafsu-keinginan", atau tidak diterima dengan "penolakan", atau yang memperdayakan dengan "kekhayalan". Pikiran seketika menjadi terganggu dan panas, dan tidak dapat ditenangkan karena nafsu-keinginan, penolakan, dan kemelekatan yang membuta. Menggeloranya pikiran kepada hal-hal tersebut di atas merupakan bentuk yang halus dari penderitaan meskipun umumnya anda tidak sadar terhadap hal itu. Hanya setelah merasakan tenangnya pikiran yang bersekutu dengan Dhamma, barulah anda akan mengetahui gangguan-gangguan tersebut sebagai bentuk dari penderitaan. Kebanyakan orang biasanya hanya tahu --banyak atau sedikit-- tentang bentuk-bentuk yang menyolok/kasar dari penderitaan, seperti kesedihan, penyesalan, kesakitan, tekanan batin, dan keputus-asaan, yang semuanya berasal dari bentuk-bentuk yang halus dari penderitaan.

Renungkanlah dengan lebih teliti, mengapa hal ini dapat terjadi, maka anda akan menemukan bahwa semua ini karena adanya "aku" yang telah turut campur di dalam banyak hal. Apa misalnya hal-hal itu?

Perhatikan jasmani ini: ia terdiri dari banyak unsur; yang tingginya sedepa dan sekarang sedang duduk di sini. Kita merasakan bahwa "jasmani ini adalah saya" dan sebagaimana wujudnya ia, kita menganggapnya sebagai itu adalah "saya". Melihat wajah kita pada cermin kita merasa bahwa itulah "wujud saya". Melihat pada foto kita, kita berpikir bahwa itu adalah gambaran "saya". Tidak hanya di sana terdapat "perasaan tentang diriku", tetapi kita juga berharap bahwa "diri saya yang ada di dalam jasmani ini" agar berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. Pujian terhadap jasmani ini sangat disenangi, namun sebaliknya setiap kritikan pasti ditolak. Meskipun kita tahu dengan pasti bahwa ada bagian-bagian dari jasmani ini yang tidak begitu baik, kita tetap akan merasa senang terhadap puji-pujian yang mengatakan kebalikannya --dan meskipun kita tahu itu berlebih-lebihan, kita tetap masih menyukainya. Ini kemudian menjadi unsur-unsur lain yang menyebabkan munculnya nafsu-keinginan di dalam batin.

Pusatkan kembali pada pikiran yang cenderung-keluar ini. Sesungguhnya, pengalaman yang disertai oleh keinginan ini (seperti yang telah saya jelaskan) adalah kondisi dari pikiran yang cenderung keluar untuk mengetahui. Pertama ia melihat bentuk-bentuk materi (rupa) --misalnya melihat tubuhnya pada cermin-- dan melihat ini merupakan kesadaran. Jika anda menyukainya maka timbullah kesenangan, atau bahkan jika anda tidak suka atau tidak membedakan, disana tetap muncul perasaan.

Terdapat pula pencerapan, kemudian bentuk-bentuk pikiran menciptakan pikiran-pikiran tentang jasmani ini, dengan demikian, "perasaan" dan pikiran tentang "jasmani saya" itu semuanya terkandung di dalam nama, sebagai proses pikiran yang cenderung keluar untuk mengetahui. Nama ini bercampur dan berpadu dengan nafsu-keinginan bersama dengan kemelekatan dan pencengkeraman. Bila keadaannya seperti ini, maka seluruh pengalaman dan pikiran anda bercampur dan dirembesi oleh kekotoran-kotoran (batin).

Meskipun anda mungkin merasa puas dengan jasmani anda sendiri, ia tetap --sesuai dengan kenyataannya-- adalah Rupa, sementara 'perasaan' tersebut adalah tetap nama. Setelah penyelidikan yang lebih teliti, anda akan mendapati bahwa perasaan puas yang dirasakan terhadap jasmani ini tak dapat dibandingkan dengan rasa puas dari ketenangan yang timbul dari Dhamma, maka ini akan menjadi bukti bagi diri sendiri.

Sekarang masih ada hal lainnya yang penting untuk diketahui: Kita mesti terus-menerus menyadari tentang hakikat dari rupa dan nama ini. Hakikat mereka sesungguhnya adalah diikat oleh ketidak-kekalan (aniccata), penderitaan (dukkhata) --karena mereka tidak dapat tetap stabil--, dan bukan Aku (anattata). Seluruh rupa dan nama pasti mengalami perubahan mulai dari permulaan saat kelahirannya hingga kepada akhirnya mati, yang mana terus-menerus berubah pada saat di antaranya. Rupa (materi) ini yang sangat dilekati oleh setiap orang mesti juga mengalami perubahan dan pergantian.

Maka dari itu, kita harus menyadari pikiran yang telah menipu kita ke dalam petasaan suka dan puas terhadap perubahan rupa yang terus-menerus ini. Misalnya, meskipun terjadi penuaan, kita berlaku seolah-olah tidak tua. Jika kemudian seseorang berkata bahwa kita tua, maka kita tidak suka; tetapi bila mereka mengatakan sebaliknya kita merasa suka --meskipun pada kenyataannya kita tua! Kita menyukainya ketika mereka memuji-muji kita meskipun kita tahu betul bahwa kita sebenarnya sedang membodohi diri kita sendiri pula, kita membuangnya jauh-jauh dan berpikir "belum tua, belum tua, tak usah kuatir biar itu urusan nanti". Ketika rupa ini berubah ke arah kehancurannya, kita berusaha menahannya, sehingga dengan demikian timbullah perlawanan dan kekalutan di dalam pikiran. Kebahagiaan menjadi mustahil bila pikiran kita tetap berjalan melawan jalannya alam dan menolak hukum-hukumnya.

Semua ini adalah akibat dari ketamakan yang menimbulkan kemelekatan dan pencengkeraman. Pertama-tama kita mencoba memegang sesuatu sebagai "diri-saya" kemudian mencoba mendapatkan yang lainnya lagi. Kita melekat dan hal tersebut kemudian menjadi "milik kita", ketika ia berubah kita klaim sebagai "milik kita berubah", dan ketika ia hancur itu menjadi "kehancuran milik kita". Oleh karena itu, kita terus-menerus berputar dengan nama-rupa sebagaimana ia terus-menerus timbul, berubah, dan lenyap. Pusaran yang berputar inilah jantung dari penderitaan dan jauh dari kedamaian dan ketenangan yang merupakan kebahagiaan. Kemudian ketika nama-rupa gagal mengikuti harapan kita pada saat pertama kita memegang mereka --dan kita tetap berusaha memegang mereka--, maka beban penderitaan lainnya lalu datang, yakni: kesedihan, ratapan dan berbagai penderitaan lainnya yang telah disebutkan di depan.

Untuk menyelamatkan keadaan ini dan mengakhiri penderitaan maka dibutuhkan suatu pemeriksaan terhadap "sang aku" tersebut, yang ikut berputar dengan banyak hal yang timbul dan lenyap. Hal ini lebih khusus dimaksudkan adalah perputaran dengan nama-rupa, baik di dalam maupun di luar. Pusatkan perhatian untuk melihat bahwa bila "sang aku" berputar bersama mereka, maka di sana pasti ada penderitaan pula; dan makin sedikit kita melekat, makin sedikit penderitaan yang harus kita pikul.

Untuk benar-benar dapat mengurangi perputaran ini anda harus memusatkan perhatian kepada nafsu dan kemelekatan yang ada di dalam batin anda. Lihatlah bahwa: "ada keinginan timbul"; "ada keinginan dan kemelekatan timbul". Sadarilah hal tersebut bahwa "makin banyak keinginan berarti makin banyak penderitaan", dan "makin sedikit keinginan dan kemelekatan berarti makin sedikit penderitaan". Lenyapnya seluruh keinginan dan kemelekatan berarti lenyapnya seluruh penderitaan, dan inilah bentuk dari Lenyapnya Penderitaan (Dukkha-Nirodha).

Namun demikian, pada tahap awal dari latihan, adalah mustahil untuk melenyapkan semua keinginan dan kemelekatan. Oleh karena itu, pilihlah dengan bijaksana keinginan anda. Jangan menginginkan dan melekat terhadap sesuatu yang jahat; tapi sebaliknya ambillah dengan sadar hanya kepada yang baik dan berguna. Dengan ini saja sudah dapat melenyapkan penderitaan akibat perbuatan yang jahat, dan anda juga akan menerima kebahagiaan yang timbul dari pengembangan perbuatan baik. Apabila anda telah melaksanakan dan melatih kebajikan dengan tanpa batas, maka anda tidak perlu lagi mengharapkan kebaikan lainnya --karena anda sudah berada dalam kebaikan itu sendiri. Pada titik ini tak perlu lagi untuk mengharapkan sesuatu karena itu sudah tahap akhir dan terpenting dari suatu pencapaian.

Pada tahap sekarang ini, anda masih perlu berpegang pada kebajikan yaitu sila dan aturan-aturan kemoralan, terhadap samadhi dan terhadap kebijaksanaan. Gunakan sila untuk melenyapkan penderitaan akibat perbuatan yang salah dan tak berguna. Gunakan samadhi untuk melepaskan kemelekatan ketika ia timbul di dalam pikiran, sehingga ia dapat melenyapkan penderitaan. Pergunakan kebijaksanaan yang telah terlatih sebagai alat untuk melenyapkan penderitaan yang timbul dari noda-noda yang lebih halus, yakni keinginan dan kemelekatan.

Berbicara tentang kebijaksanaan untuk menyelidiki: pusatkan diri pada rupa dan nama dan tembusilah sifat-sifat alamiah mereka yakni kemunculan dan kelenyapan. Kemudian apapun obyek yang masuk akan diterima oleh kebijaksanaan yang akan mampu melihat langsung kepada muncul dan lenyapnya, dan ia akan dipadamkan ketika ia mencapai pikiran. Seberapa banyaknya keinginan atau penolakan yang dimiliki, sebegitu pula kebodohan dan kekhayalan yang akan muncul; setelah mencapai pikiran semuanya akan dipadamkan oleh kebijaksanaan yang menembus ke dalam proses timbul dan lenyapnya segala sesuatu. Maka obyek tersebut kemudian kehilangan kekuatannya dan pikiran tak lagi terguncang atau dibuat kecewa olehnya.

Tetapi umumnya bila obyek masuk ke dalam pikiran orang awam, mereka langsung melekat dan diam di sana. Ketika suatu bentuk terlihat atau suatu suara terdengar, ia masuk ke dalam dan menempel dengan cepat di dalam pikiran. Obyek ini memiliki kekuatan untuk mengganggu pikiran, tapi bila kebijaksanaan yang bersekutu dengan pengetahuan (tentang timbul dan lenyapnya segala sesuatu) telah berkembang, ia dapat memotong mereka seluruhnya. Ini kemudian menjadi ketetapan hati dan keyakinan. Ini merupakan akhir dari derita yang tak akan lagi datang mengganggu pikiran. Inilah cara berlatih untuk melenyapkan penderitaan.

Alat-alat dan strategi untuk melenyapkan penderitaan dengan mantap, setahap demi setahap, adalah dengan ketekunan dan penyelidikan yang terus-menerus ke dalam nama-rupa untuk melihat kemunculan dan kelenyapannya; dan latihan membersihkan pikiran sehingga ia dapat melihat sifat-sifat alamiah dari benda-benda. Kesembuhan penderitaan yang ada di dalam (batin) akan mempertinggi kesadaran dan kebijaksanaan anda, sehingga anda mampu mencari jalan yang terbaik dalam menghadapi setiap penderitaan dari luar yang mungkin anda hadapi.

Jika anda telah menguasai cara-cara latihan secara Buddhis ini, anda akan mampu menghadapi segala bentuk penderitaan. Meskipun jika anda dikelillingi oleh penderitaan-penderitaan (luar), anda dapat dengan mudah meniadakannya dan pikiran anda tetap tenang. Ajaran agama Buddha adalah suatu ajaran yang menawarkan perlindungan yang sangat nyata karena ia mengajarkan cara yang benar untuk menghilangkan penderitaan. Tapi untuk merealisasi hal ini, anda harus belajar dan berlatih dengan cara yang telah saya jelaskan di sini. Maka kemudian anda akan menerima hasil yang bertahap dari usaha pelenyapan penderitaan, sesuai dengan tingkat latihan anda.***

17 Oktober 1961



PERCAKAPAN 21

Kesunyataan Tentang Lenyapnya Penderitaan
digabungkan dengan
Kesunyataan Tentang Sang jalan

Silakan sekarang anda pusatkan perhatian ke dalam diri anda. Pusatkan kepada pikiran dengan gerak-geriknya. Ini berarti melihat pikiran yang sedang memikirkan bentuk-bentuk pikirannya, perhatian-perhatian, atau keasyikannya saat ini. Apakah pikiran anda tenang atau tidak? Jikalau ia sedang mendengarkan percakapan Dhamma ini, ini berarti melihat sang pikiran yang sedang berpikir tentang percakapan Dhamma yang sedang didengar ini. Obyeknya pada saat ini adalah Dhamma yang sedang didengar dan dipikirkan ini.

Percakapan ini menerangkan bahwa penderitaan asalnya dari keinginan, dan keinginan timbul sekaligus lenyap di dalam obyek yang menggembirakan dan menyenangkan (piyarupa-satarupa). Ketika keinginan berakhir pada tempat di mana ia timbul maka di sanalah ia lenyap. Ini tidak ada hubungan dengan hal-hal yang di luar, tapi hanya yang berkaitan dengan obyek-obyek tersebut dan keasyikan-keasyikan pikiran.

Obyek yang membuat kita 'gembira dan senang', yang oleh sang pikiran dipikirkan dengan seksama, adalah benar-benar suatu bentuk yang ada. Bila kita melihat seseorang dengan mata kita, maka kemudian pikiran mengambil alih bentuk tersebut sebagai gambaran atau bayangan batin (mental image). Ia muncul di dalam batin sebagai gambaran yang utuh dari bentuk orang yang dilihat tersebut. Jika selain orang, anda melihat pohon, gunung, atau hal-hal yang lain, maka pikiran mengambil alih dan ia muncul seutuhnya di dalam batin sebagai pohon, gunung atau apa saja. Ketika anda mendengar suara melalui telinga, pikiran akan mengambil alih suara tersebut sebagai gambaran yang komplit ke dalam batin. Pikiran mengambil bentuk melalui mata, suara melalui telinga (dan hal yang sama terhadap indera-indera yang lain) sebagai bayangan batin. Maka seluruh obyek tersebut tampak sebagai sesuatu yang benar-benar ada di dalam pikiran.

Namun demikian, pikiran tidak mengambil dan memasukkan segala sesuatunya (ke dalam batin) sebagai bayangan batin. Suatu bentuk atau suara atau apapun yang tidak menarik akan dibiarkan lewat, sedangkan hal-hal yang menarik akan ditangkap sebagai bayangan batin. Karena itulah, hal ini mengapa Sang Buddha menggunakan istilah 'obyek yang menggembirakan dan menyenangkan' kepada segala sesuatu yang mempesonakan dan memikat pikiran sehingga diambil sebagai bayangan batin.

Keinginan dan kemelekatan akan menyerap bayangan tersebut dan kemudian dapatlah disebut bahwa sang penyebab (samudaya) --atau keinginan-- telah lahir. Jika di sana tidak ada bayangan atau obyek yang menggembirakan dan menyenangkan, maka keinginan tidak muncul. Meski belakangan ia muncul di dalam pikiran, keinginan dapat muncul pula. Maka dikatakan bahwa ketika ia muncul, ia ada bersama dengan obyek yang menggembirakan dan menyenangkan --yang sesungguhnya hanyalah khayalan/bayangan dan obyek-obyek saja.

Mengapa keinginan bisa muncul? Karena ketidaktahuan atau kebodohan yang menguasai bentuk-bentuk pikiran tersebut. Bila kebodohan yang mengawasi, maka bayangan tersebut akan menjadi seolah-olah nyata, dan kemudian disenangi, tidak disenangi, atau terpikat. Tetapi jika anda sekarang mengawasi dengan pengetahuan, bukan dengan kebodohan, maka anda akan melihat itu semua hanyalah materi dari gambaran-gambaran batin yang dimasukkan dan diwujudkan oleh pikiran sebagai hal yang nyata. Suatu bentuk yang dilihat oleh mata sebenarnya berada di luar, tetapi ia muncul untuk memantapkan dirinya di dalam pikiran karena suatu gambaran telah diciptakan darinya. Hal ini dapat dibandingkan dengan memotret. Meskipun hal yang sebenarnya berada di luar, ia muncul seolah-olah nyata di dalam film. Tentu saja, kenyataan ia hanya bayangan yang ditangkap dan bukanlah benda yang sebenarnya. Pikiran manusia yang membuat bayangan batin tersebut adalah mirip dengan film yang menangkap setiap bentuk melalui susunan lensa yang diatur, yang dapat dibandingkan dengan organ penglihatan kita.

Sekarang, pusatkan Pengetahuan tersebut untuk menyelidiki tahap selanjutnya. Di sana terdapat bayangan batin, suatu obyek atau benda yang ditangkap dan diwujudkan di dalam pikiran, dan di sana juga ada benda-benda yang diluar. Ini mungkin saja berupa orang, pohon, gunung, atau yang lain, dan mereka juga adalah gabungan elemen-elemen yang berkondisi. Tak satupun dari hal-hal ini yang eksis/ada tanpa didahului oleh unsur-unsur sebelumnya. Sekali mereka muncul, maka mereka bertransformasi, berubah, dan akhirnya hancur. Karena itu, mereka hanyalah unsur-unsur yang bergabung menjadi satu, unsur tanah membentuk bagian-bagian yang padat, unsur cair membentuk bagian-bagian yang cair, unsur api membentuk bagian yang panas, unsur angin dengan gerak, dan unsur angkasa dengan ruang yang kosong. Itulah hal yang sebenarnya. Mereka semuanya adalah kosong --kosong dari inti atau diri.

Pusatkanlah 'yang mengetahul' (yang bukan kebodohan) untuk melihat bayangan yang diuraikan ke dalam unsur-unsurnya. Lihat ia sebagai kosong dan hampa dari inti dan diri Ketika kekosongan ini terlihat jelas, maka bayangan batin tersebut --baik yang disukai, tidak disukai, atau yang memperdayakan-- akan terpecahkan. Keinginan lalu tak akan dapat muncul lagi, kemudian akan surut dan akhirnya lenyap. Inilah mengapa ketika keinginan lenyap, maka berakhir pula kegembiraan dan kesenangan terhadap benda-benda.

Hal yang penting di sini adalah jika pikiran menangkap dan mengawasi bayangan batin dari obyek-obyek yang menggembirakan dan menyenangkan dengan kebodohan, maka keinginan langsung akan muncul. Inilah jalan dari munculnya penyebab penderitaan. Akan tetapi jika pikiran dapat melihat semuanya dengan pengetahuan bahwa segalanya adalah kosong dari inti atau diri, maka keinginan akan segera lenyap. Ini adalah jalan untuk mencapai lenyapnya dukkha. Hal yang paling menentukan dalam melenyapkan keinginan, karenanya, terletak pada "yang mengetahui". Latihan pikiran untuk mengembangkan pengetahuan ini adalah disebut sang Jalan (Magga) --cara latihan untuk mengakhiri penderitaan.

Pikiran yang mengetahui adalah juga pikiran yang tenang, diam, sehingga latihan dalam ketenangan adalah juga Jalan untuk mengakhiri penderitaan.

Pikiran yang diam merupakan keadaannya yang alamiah, sehingga latihan untuk mencapai keadaan yang alamiah ini dapat juga disebut Jalan untuk menuju lenyapnya penderitaan.

Oleh karena itu yang paling penting adalah terletak pada melatih pikiran untuk menjadi tahu, menjadi diam dan tenang, serta menjadi alamiah.

Jalan langsung bagi pikiran untuk mengetahui adalah dengan jalan mengetahui tentang penderitaan, mengetahui penyebab penderitaan, mengetahui lenyapnva penderitaan, dan mengetahui Jalan untuk mencapai lenyapnya penderitaan.

"Mengetahui penderitaan" artinya mengetahui bayangan-bayangan batin serta obyek-obyek yang menggembirakan dan menyenangkan itu adalah semata-mata khayalan atau bayangan, semata-mata benda yang menggembirakan dan menyenangkan, yang semuanya muncul dan lenyap di dalam pikiran. Itu berarti mengetahui bahwa bahkan benda-benda atau perwujudan-perwujudan yang ada di luar pun secara alamiahnya mengalami muncul dan lenyap, terdiri atas unsur-unsur, dan kosong dari inti/diri. Pusatkan untuk mengetahui kebenaran dari bayangan-bayangan batin ini dan tentang jutaan hal yang menarik di luar, yang menyeret kita kepada penciptaan bayangan-bayangan batin tersebut.

Oleh karena itu, mengetahui tentang penderitaan ini bukanlah berarti melihat setiap kesusahan yang timbul pada jasmani atau pikiran anda. Itu bukan seluruhnya. Orang-orang mengalami berbagai tingkat kesedihan/kesusahan pada jasmani atau batin karena sesungguhnya mereka tidak dapat melihat penderitaan, dan karenanya tidak dapat membebaskan pikiran dari penderitaan. Mereka yang melihat penderitaan dan mengetahui hakikat dari bayangan-bayangan batin dan benda-benda di luar yang menggembirakan dan menyenangkan, tidak akan terkait dan melekat kepada hal-hal tersebut, sehingga juga tidak akan menderita.

Mengetahui penyebab penderitaan berarti pemusatan yang seksama terhadap keinginan dan kemelekatan. Kondisi dari perasaan suka, tidak suka, atau kemelekatan membuta terhadap bayangan batin, menunjukkan keinginan telah muncul. Belajarlah untuk mengenali dan mengetahui keinginan ini, maka kemudian ia akan mereda.

Pusatkan perhatian kepada saat mereda ini, lenyapnya penderitaan ini, yang telah anda temukan. Sesungguhnya kita tidaklah terus-menerus dilanda oleh penderitaan. Penderitaan hanya muncul jika terdapat nafsu-keinginan. Meskipun jika anda tidak berlatih, pada beberapa kejadian, penderitaan akan berkurang dan hilang. Ini dapat dipandang sebagai meredanya penderitaan yang sementara. Di dalam praktik Dhamma, anda melenyapkan penderitaan dengan cara memusatkan perhatian pada peredaan tersebut, yakni dengan cara menstabilkan dan menenangkan pikiran. Pikiran kemudian akan bergerak secara alamiah, tenang, waspada, jelas dan terang. Ini adalah ciri-ciri dari lenyapnya penderitaan. Anda harus menyadari hal ini.

Mengetahui cara latihan untuk menuju lenyapnya penderitaan membutuhkan pemusatan kepada penyebab-penyebab menuju ke arah pelenyapan tersebut, yakni pikiran harus mengetahui, tenang, dan alamiah. Tapi janganlah membiarkan penderitaan muncul dan lenyap dengan sendirinya, karena itu tidak hanya memerlukan waktu yang lama tetapi juga sangat berbahaya. Anda harus berlatih mengembangkan pengetahuan, ketenangan, dan kealamiahan tersebut, karena hal ini akan menuntun ke arah lenyapnya penderitaan, dengan jalan melenyapkan keinginan dan kemelekatan.

Keinginan muncul dan lenyap pada tempat yang sama; tempat mana adalah tempat kegembiraan dan kesenangan atau bayangan-bayangan batin. Tapi untuk melenyapkan keinginan, dibutuhkan pengembangan pengetahuan atau kesadaran yakni kebijaksanaan, bukan kebodohan. Bila kesadaran tersebut selalu dalam keadaan siap-siaga, obyek-obyek tak dapat lagi masuk dan menyebabkan munculnya penderitaan, karena keinginan tidak lagi dapat mengganggu --karena anda telah sadar sepenuhnya. ***

18 Oktober 1961



PERCAKAPAN 22

Kesunyataan Tentang Sang Jalan (Magga)

Sekarang kita sampai pada topik Delapan Jalan Utama (Magga), karena itu saya akan menerangkan satu faktor secara berurutan sehingga anda dapat melihatnya di dalam diri untuk diri anda sendiri. Jalan tersebut mempunyai delapan faktor, yaitu:

Faktor yang pertama adalah Pandangan Benar (samma-ditthi). Ini adalah pemahaman terhadap penderitaan, asal mula (penyebab) penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan.

Lihatlah penderitaan ini di dalam diri anda sendiri ketika anda menghadapinya. Kemudian pahami dia. Sadari bahwa lima khanda ini timbul karena ada kelahiran dan kemudian pasti akan menjadi tua lalu mati. Ini adalah kejadian yang tak dapat dielakkan. Jika anda menggenggam dan melekat kepada Lima khanda ini sebagai "Aku dan milikku", kemudian ketika mereka terkait dengan penderitan, maka demikian pulalah dengan anda. Pusatkan perhatian pada kebersamaan anda dengan penderitaan dari khanda ini.

Lihatlah penyebab timbulnya penderitaan. Ini adalah melihat keinginan dan hasrat dari pikiran yang merupakan si pencipta berbagai bentuk penderitaan.

Lihatlah pada peredaan dan berhentinya penderitaan. Ini adalah pikiran yang terang dan jelas terhadap keinginan karena keinginan tersebut telah berkurang. Pada saat ini, jika keinginan-keinginan telah reda, anda akan terlepas dari penderitaan, meskipun hanya sementara. Lihatlah lenyapnya penderitaan yang sementara ini di dalam pikiran dan perhatikanlah sang Pengetahuan dan Pengertian yang mampu menghilangkan dan mendiamkan penderitaan tersebut. Melihat pengertian ini berarti melihat sang Jalan.

Pusatkan perhatian ke dalam diri anda sendiri untuk melihat kondisi penderitaan pada saat ini, penyebabnya dan asal mulanya, lenyapnya, dan Jalannya.

Faktor ke-2 adalah Pikiran Benar (samma-sankappa). Ini adalah pikiran yang bebas dari keinginan nafsu-nafsu duniawi, bebas dari keinginan jahat dan kekejaman.

Pusatkan untuk melihat pikiran dan bentuk-bentuk pikiran yang sedang terjadi di dalam batin anda. Bagaimanakah keadaannya? Ketika pikiran anda bebas dari nafsu-nafsu --ketika anda merenungkan Dhamma-- maka sadarilah hal itu. Jangan biarkan mereka berkembang menjadi suka, bernafsu, dan mencoba mencari kepuasan pada obyek-obyek penglihatan, suara-suara, bebauan, rasa, atau sentuhan.

Ketika pikiran bebas dari itikad jahat dan keinginan untuk membalas dendam, serta bebas dari kekejaman, maka sadarilah ia. Lihat dan sadarilah pikiran anda beserta kecenderungan-kecenderungannya.

Faktor ke-3 adalah Ucapan Benar (samma-vaca). Ini adalah menghindari diri dari berbohong berbual/bergosip, berkata kasar, dan obrolan kosong. Lihatlah hal ini di dalam pikiran anda sendiri. Apakah pikiran terhadap penghindaran tersebut ada atau tidak ada pada saat ini? Jika ia dapat diamati, ini menunjukkan bahwa faktor ucapan benar telah hadir. Anda tak perlu mengucapkan yang lainnya; hanya dengan diam dan dengan penghindaran tersebut saja sudah berarti ucapan benar.

Faktor ke-4 adalah Perbuatan (jasmani) Benar (samma-kammanta). Ini adalah menghindari diri dari pembunuhan, pencurian, dan perilaku seksual yang salah. Lihatlah bila penghindaran ini ada pada pikiran anda pada saat ini. Jika ia ada, maka anda harus mengerti bahwa ini adalah perbuatan yang benar. Tak ada lagi yang perlu dilakukan untuk itu; karena dengan penghindaran tersebut sudah berarti perbuatan benar.

Faktor ke-5 adalah Penghidupan Benar (samma-ajiva). Ini adalah menghindari diri dari penghidupan yang salah dan berusaha menjalani cara-cara penghidupan yang benar dan patut. Pusatkan perhatian ke dalam pikiran untuk melihat gaya/cara hidup anda pada saat ini. Apakah untuk memenuhi kebutuhan hidup, anda peroleh dengan cara yang benar atau salah? Jika anda yakin bahwa mereka diperoleh dengan cara yang baik dan benar, maka anda dapat menganggap hal ini sebagai penghidupan benar.

Faktor ke-6 adalah Usaha Benar (samma-vayama). Ini adalah usaha untuk menghindari atau mengatasi hal-hal yang jahat dan tidak berguna, serta mengembangkan dan mempertahankan hal-hal yang baik/berguna.

Pusatkan perhatian untuk melihat keinginan-keinginan buruk atau jahat, serta keinginan-keinginan baik atau kebajikan/sila di dalam pikiran kita --karena di sinilah ia muncul pertama kali. Selidiki untuk melihat perbuatan-perbuatan kita (kamma) yang timbul dari dalam pikiran. Jika anda mendapati pikiran sedang berpikir untuk melakukan perbuatan yang tidak berguna atau jahat, maka berusahalah untuk dihindari. Jika penyelidikan anda menemukan bahwa pikiran telah bersekutu dengan hal-hal yang tak berguna atau kejahatan, maka berusahalah untuk mengatasi dan membuangnya, agar tidak lagi melakukannya. Perbuatan-perbuatan jahat semacam itu dapat dihindari. Kita mampu untuk menghindari hal-hal tak berguna tersebut.

Sekarang pusatkan perhatian untuk melihat kebajikan/sila atau hal-hal yang bermanfaat. Kebajikan yang belum anda laksanakan tetapi mampu dilaksanakan, maka kerahkanlah usaha untuk melaksanakannya. Perbuatan-perbuatan baik yang telah anda lakukan, usahakanlah untuk dipertahankan, dipacu, dan dikembangkan lebih lanjut.

Hal-hal ini merupakan syarat-syarat untuk melatih usaha dan kemauan anda. 'Kemauan' dapat diartikan sebagai keberanian untuk menghentikan perbuatan jahat yang secara tidak langsung berarti keinginan untuk berbuat yang bermanfaat dan baik.

Keberanian ini diperlukan karena adanya rintangan-rintangan yang menghalangi usaha/kemauan kita, yakni: Rintangan-rintangan di dalam seperti kekotoran-kekotoran (kilesa) dalam batin anda serta pengaruh-pengaruh luar di sekitar kita yang dapat juga menjadi penghalang. Kekotoran-kekotoran ini adalah keserakahan, kebencian, dan kebodohan atau keinginan yang mendorong kita untuk melanggar sila serta melakukan kejahatan. Keadaan luar sekitarnya mempengaruhi orang-orang, benda-benda atau berbagai macam hal di sekitarnya yang menarik, serta mendorong pikiran untuk melakukan hal-hal buruk dan menjauhi sila. Bila ini masalahnya, jika pikiran lemah dan mudah dipengaruhi, ia akan menderita akibat kekotoran batinnya sendiri. Ia juga akan gagal melawan pengaruh-pengaruh lingkungan di luar dan akan tersesat di dalam perbuatan jahat serta semakin jauh dari kebajikan/sila.

Itulah sebabnya anda harus menguatkan usaha dan keberanian anda sehingga pikiran menjadi berani dan dapat menghadapi serta mengalahkan kekotoran-kekotoran batin dan juga pengaruh-pengaruh lingkungan di luar. Anda lalu dapat menghindari kejahatan dan mengembangkan kebajikan, sebagaimana telah dijelaskan di depan. Selidiki pikiran anda untuk melihat apakah usaha-usaha tersebut sedang terjadi pada diri anda, keberanian yang dapat mengalahkan kekotoran-kekotoran batin dan pengaruh lingkungan di luar.

Jika pikiran anda berani/tegar, tidak lemah, malas atau ragu-ragu, anda akan dapat mengusir keinginan jahat dan mengembangkan kebajikan sila. Maka seluruh macam kejahatan dapat dijauhi dan semua bentuk kebajikan dapat disempurnakan. Kemudian anda dapat menyebut bahwa faktor dari usaha benar telah hadir/timbul.

Faktor yang ke-7 adalah Perhatian Benar (samma-sati). Selidiki apa yang sedang anda ingat-ingat atau yang sedang menjadi perhatian anda pada saat ini. Jika yang sedang anda ingat sekarang berhubungan dengan hawa nafsu atau ketamakan, kebencian atau kekhayalan, maka ini bukanlah perhatian benar. Hawa nafsu, ketamakan, kebencian, dan kekhayalan ini singkatnya dapat dikelompokkan ke dalam keinginan untuk memiliki dan keinginan untuk menolak --dua hal ini adalah bentuk/jenis perhatian dan ingatan yang menyebabkan kekotoran-kekotoran timbul di dalam pikiran. Pikiran mengingat atau menangkap hal yang menyenangkan, maka muncul keinginan untuk memiliki, dan mengingat atau menangkap hal yang tidak disenangi, maka muncul keinginan untuk ditolak. Semuanya ini bukanlah perhatian benar (samma-sati).

Perhatian benar adalah ingatan-ingatan yang hanya menghasilkan hal-hal yang akan mengurangi dan menghilangkan kemelekatan dan penolakan serta membawa kita ke arah ketenangan dan kebersihan di dalam pikiran. Ini meliputi: ingatan dan penyelidikan terhadap keseluruhan jasmani anda. Ini telah dijelaskan secara bertahap pada pembicaraan kita sebelumnya mengenai perhatian terhadap jasmani (kayanupassana); penyelidikan terhadap perasaan senang, sakit dan netral sebagaimana telah dijelaskan pada bab perhatian terhadap perasaan (vedananupassana); penyelidikan terhadap pikiran dan keadaannya pada saat ini, sebagaimana telah dijelaskan pada bab perhatian terhadap pikiran (cittanupassana); penyelidikan terhadap obyek-obyek pikiran sebagaimana telah dibicarakan pada bab perhatian terhadap obyek-obyek pikiran (dhammanupassana).

Penjelasan yang terdahulu telah dijelaskan setahap demi setahap, tetapi secara singkat dapat anda simpulkan sebagai berikut: mengingat dan melihat jasmani anda, perasaan-perasaan, pikiran, obyek-obyek dan bentuk-bentuk pikiran. Sadarilah sehingga anda mengetahui di dalam pikiran anda kondisi dari jasmani, perasaan, pikiran, obyek-obyek dan bentuk-bentuk pikiran. Ambillah hal-hal ini sebagai obyek untuk dilihat dengan jelas oleh pikiran. Misalnya, ketika anda memusatkan perhatian kepada bagian-bagian jasmani, maka wujudkanlah ia dengan jelas sebagai obyek di dalam pikiran. Begitu pula dengan perasaan, kondisi pikiran atau kecenderungan-kecenderungan pikiran sebagai obyek yang jelas di dalam pikiran.

Ini adalah melihat dari luar, mengumpulkan obyek-obyek tersebut bersama-sama. Keinginan untuk memiliki dan menolak yang berhubungan dengan obyek-obyek yang dipikirkan timbul karena anda tidak melihat muncul dan lenyapnya. Jika anda dapat melihat lenyapnya hal-hal tersebut sebagaimana ia muncul, maka keinginan untuk memiliki dan menolak itu tidak dapat muncul, atau munculnya akan sangat terlambat. Obyek yang menyebabkan munculnya keinginan untuk memiliki dan menolak, tidak dapat lagi bertahan lebih lanjut, karena saatnya sudah hampir lenyap.

Pusatkah perhatian anda. Jika anda melihat bahwa ia mantap di dalam Dasar-dasar dari Kesadaran (terhadap jasmani, perasaan, pikiran atau obyek-obyek pikiran dan ia telah terpusat ke dalam), tidak lagi nyeleweng kepada obyek-obyek di luar, maka ini menunjukkan --meskipun anda baru pada tahap permulaan--, bahwa anda telah berada pada awal dari perhatian benar (samma-sati). Jika perhatian ini tangkas dan tajam, ia akan dengan mudah menangkap dan menyadari proses kemunculan dan kelenyapan, sehingga dengan demikian mampu mencegah timbulnya keinginan untuk memiliki dan menolak. Ini menunjukkan bahwa perhatian sudah berkembang dengan baik, dengan sepenuhnya, dan tajam. Selidiki Perhatian ini di dalam diri anda sendiri: Jika terdapat ciri-ciri ini, maka anda boleh yakin bahwa itulah Perhatian Benar (samma-sati).

Faktor ke-8 adalah Konsentrasi Benar (samma-samadhi). Ini adalah pengaturan dan pemantapan pikiran di dalam samadhi dan, ketika ia dipusatkan pada obyek, ia menyatu di sana dengan mantap. Ini juga berkaitan dengan perhatian. Perhatian memperhatikan jasmani, perasaan, pikiran dan obyek-obyek pikiran, sementara samadhi memusatkan dan memantapkan dirinya di dalam jasmani, perasaan, pikiran, atau obyek-obyek pikiran. Jika perhatian telah hadir tetapi samashi belum terpusat mantap, maka kesadaran dan pengertian terhadap benda-benda belum bisa muncul. Jika perhatian belum timbul, maka samadhi tidak mungkin terjadi. Ini berarti bahwa kedua hal ini harus timbul bersama-sama: Perhatian terhadap obyek dan samadhi terpusat pada obyek tersebut.

Periksalah untuk melihat hal pada diri anda. Jika pikiran anda masih belum stabil dan belum terpusat mantap, maka berarti samadhi belum terjadi. Nanti, bila pikiran telah lebih maju, stabil dan terpusat mantap bersama dengan perhatian, ia akan memunculkan pengetahuan (nana). Inilah yang disebut konsentrasi benar atau samadhi benar (samma-samadhi)

Dari 8 faktor sang Jalan, maka ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar, ketiganya mewakili kelompok kebajikan moral (sila). Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ini adalah pikiran yang alamiah, yang bersifat teratur dan terkendali tanpa ada pikiran-pikiran lain mengganggunya ke arah yang salah. Jika anda memeriksa pikiran anda dan menjumpai hal yang alamiah ini, maka anda dapat menyimpulkan bahwa inilah yang disebut kebajikan moral (sila), yakni: ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar ada di dalam diri anda. Tak perlu untuk melihat kepada banyak hal, cukup dengan melihat apakah pikiran anda ada dalam keadaan yang alamiah. Jika demikian adanya, maka itulah yang disebut kebajikan moral (sila).

Usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar, ketiganya dikenal sebagai samadhi. Ini adalah keadaan pikiran yang tenang dan terpusat mantap. Periksa pikiran anda untuk melihat apakah ia tenang dan terpusat mantap pada obyek yang telah dipilih dengan tanpa terganggu. Tak perlu untuk menghitung komponen atau bagian-bagian samadhi; cukup melihat apakah di dalam pikiran anda telah stabil dan tenang. Jika demikian adanya, maka itulah samadhi.

Pandangan benar dan pikiran benar, keduanya mewakili kebijaksanaan (pannya) yakni Yang Mengetahui. Periksa pikiran anda untuk melihat apakah "Yang Mengetahui" --yang sadar terhadap timbul dan lenyapnya segala sesuatu-- sedang hadir atau tidak. Jika ia hadir, maka ia segera dapat membereskan kekotoran-kekotoran batin. Ia juga akan mengetahui sebelum kekotoran batin timbul atau, jika sudah terlambat, ia akan dengan cepat menyadarinya dan dengan cepat pula membereskannya. Yang Mengetahui inilah yang disebut kebijaksanaan, dan dengan melihat hal ini saja sudah cukup bagi anda, sehingga tidak perlu lagi meneliti faktor-faktor lainnya.

Kesimpulan dari semua ini dapat kita katakan: Pusatkan perhatian kepada pikiran yang alamiah, pikiran yang tenang serta faktor Yang Mengetahui yang ada di dalam pikiran. Kita kemudian dapat menjabarkan hal tersebut kedalam Delapan Jalan Utama sesuai dengan kondisi/syaratnya, seperti yang telah saya jelaskan di atas.

Untuk disimpulkan lagi: kita, dapat melihat bahwa pikiran yang alamiah, ketenangan yang mantap pada pikiran, serta pikiran yang mengetahui, semuanya harus menjadi satu. Pikiran yang alamiah semestinya adalah pikiran yang tenang, yang pada gilirannya menjadi pikiran yang mengetahui. Mereka semuanya dapat disimpulkan sebagai satu kesatuan. Inilah yang dimaksudkan oleh Sang Buddha ketika Beliau mengatakan bahwa sila menjadi samadhi dan panna (kebijaksanaan), dari samadhi menjadi sila dan panna, dan dari panna menjadi sila dan samadhi. Inilah titik temu dari bersatunya sang Jalan.

Delapan Jalan Utama ini dapat disimpulkan dan diringkas menjadi tiga faktor, dan kemudian menjadi satu, yakni titik temu dari Sang Jalan. Setiap orang memiliki praktik dalam cara ini di dalam dirinya, dalam pengembangan yang lebih luas atau lebih sedikit.

Periksa, sang Jalan ini di dalam pikiran anda masing-masing. Kaji ulang perinciannya serta aspek-aspeknya secara luas dari bentuk Delapan Jalan Utama ini dan penggabungannya menjadi bentuk tiga faktor lalu menjadi satu bentuk. Dengan pemeriksaan yang terus-menerus, anda akan mengetahui timbulnya Sang Jalan di dalam diri anda masing-masing: apakah ia masih kurang dan belum berkembang atau sudah sempurna dan matang. Bila anda dapat setiap saat melihat dan mengetahui kebenaran Sang Jalan di dalam diri anda, maka anda disebut "attannu" --seseorang yang mengerti akan dirinya sendiri. Maka kemudian Sang Jalan akan dapat dikembangkan dan ditembus dengan mantap.

Silakan sekarang anda bersiap-siap untuk mendengarkan dengan penuh perhatian sementara para bhikkhu menguncarkan paritta yang berhubungan dengan Sang Jalan ini. Sesudah itu, usahakan memusatkan pikiran anda pada praktik untuk mencapai ketenangan dan keseimbangan.***

25 Oktober 1961



SELESAI




Sumber : http://www.samaggi-phala.or.id


Tidak ada komentar: