Khotbah Dhamma Tentang
Dasar-dasar Kesadaran
(Satipatthana Sutta);
Oleh : Somdet Phra Nyanasamvara;
Editor : Ir. Lindawati T.
(Satipatthana Sutta);
Oleh : Somdet Phra Nyanasamvara;
Editor : Ir. Lindawati T.
Buku
ini berisikan 22 percakapan Dhamma
PERCAKAPAN
1
Kammatthana:
Medan Berlatih (Obyek Meditasi)
Kammatthana
adalah medan berlatih, dan yang dimaksudkan di sini adalah di mana seseorang
melatih pikirannya sendiri. Sebenarnya pikiran dari setiap orang selalu bekerja
dan merencana/berangan-angan, yang menyebabkan timbulnya nafsu (raga) dan
ketamakan (lobha), kebencian dan keengganan (dosa) serta lahirnya kebodohan
atau pandangan keliru (moha). Pikiran kemudian terseret untuk membuat berbagai
persoalan dan urusan; dan biasanya hal ini lalu menjadikan batin ternoda.
Pikiran yang gelisah dan tidak tenang seperti itu tidak akan pernah menemukan
kedamaian, bagaikan ombak di lautan yang tak henti-hentinya bergerak/bergelora.
Pikiran
yang disusupi oleh kekotoran atau noda, yang cenderung dipenuhi oleh prasangka
buruk dan tidak seimbang tersebut, tak mungkin dapat menyadari kebenaran dan
tak dapat melihat kondisi segala sesuatu sebagaimana adanya. Misalnya pikiran
yang dipengaruhi oleh nafsu ketamakan, pasti cenderung mengarah kepada sisi
yang menyenangkan atau sisi yang menarik dari benda-benda, sehingga menciptakan
kesukaan atau kegemaran kepada benda-benda tersebut. Dengan menyukainya, maka
ia cenderung berat sebelah dan kemudian muncul penilaian: "sangat
bagus", "bagus", atau "cukup bagus"; tergantung pada
seberapa besar seseorang menyukainya. Walaupun sebenarnya sesuatu itu tidaklah
bagus, tetapi ia akan menganggapnya bagus karena ia telah tertarik kepada benda
tersebut, disebabkan oleh pengaruh nafsu dan ketamakan (lobha).
Ketika
pikiran dikuasai oleh kebencian (dosa) maka ia akan melihat pada sisi yang
negatif dari segala sesuatunya, dan lalu akan menjauhinya. Tak perduli apapun
yang dibenci, yang akan timbul selalu adalah penilaian: "benar-benar
jelek", --atau tergantung dari tingkat kebenciannya--, "agak
jelek", atau "tidak terlalu bagus", dan sebagainya.
Jika
pikiran dikuasai oleh kebodohan atau pandangan keliru (moha), maka lebih sukar
pulalah ia melihat kebenaran. Seperti seorang yang buta sebelah, maka hanya
dapat melihat sesuatu dengan kabur. Meskipun ia dapat menduga-duga, tapi
umumnya tidak akan cocok dengan yang sebenarnya (kesunyataan), karena pikiran
telah dikuasai oleh kebodohan/pandangan keliru (moha).
Nafsu,
ketamakan, kebencian, dan kebodohan ini tidak hanya membuat ketidakseimbangan
dan merusak pikiran, tetapi juga menutupi perkembangan kebijaksanaaan (panna),
dimana kebijaksanaan inilah yang mampu menembus hakikat sesungguhnya yang akan
dapat menyelaraskan bekerjanya pikiran. Dua obyek (kammatthana) tersebut yaitu:
Samatha
Kammatthana : adalah pelatihan pikiran untuk mengembangkan ketenangan
(samatha).
Vipassana
Kammatthana : adalah pelatihan pikiran untuk mencapai Pandangan Terang
(vipassana) tentang kesunyataan.
Mengusahakan
ketenangan pikiran adalah langkah pertama, karena pikiran memerlukan
pembersihan dari kekotoran-kekotoran atau noda-noda yang menutupi
kejernihannya. Baru kemudian seseorang dapat berlatih melihat ke dalam diri
(insight) sebagai akibat dari tenangnya pikiran yang telah bebas dari pengaruh
noda batin tersebut. Apapun yang nantinya ditemui dan dialami, dapat dilihat
dengan jelas sebagaimana adanya. Dengan demikian pengetahuan dan kebijaksanaan
akan berkembang.
Tempat
Perlindungan (SARANA)
Bagaikan
bumi ini, menerima dan menjadi landasan dari tempat kita berpijak, itu pula
diperlukan --saat permulaan dalam mengembangkan obyek latihan ini--, untuk
mencari landasan yang kuat bagi pikiran. Dan tempat perlindungan yang tepat
dari pikiran adalah Tiga Permata --Ti Ratana--, yaitu: Buddha, Dhamma, Sangha.
Pertama,
seseorang haruslah menetapkan bahwa Buddha, Dhamma, dan Sangha adalah tempat
perlindungan yang benar baginya, dengan mengingat kembali serta merenungkan
kebajikan-kebajikan dan sifat-sifat luhurnya. Dengan demikian, Sang Buddha
adalah memang benar-benar Ia, Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna; Sang
Dhamma adalah memang benar-benar merupakan sang Jalan untuk dilaksanakan atau
dipraktikkan, yang menuntun menuju kepada akhir penderitaan; dan Sang Sangha
adalah mereka yang dengan sungguh-sungguh mengikuti dan melaksanakan Jalan
Dhamma, hingga mencapai hasil.
Mengusahakan
penghargaan yang tinggi akan sifat-sifat luhur Sang Ti Ratana, membutuhkan
pengertian yang dalam dari apa yang telah Sang Buddha ajarkan, yaitu dengan
mempunyai keyakinan, akan menuntun ke arah berakhirnya semua penderitaan.
Semakin dalam seseorang dapat merasakan keindahan Dhamma, maka ia semakin dapat
menghargai dan mengagumi prestasi atau pencapaian Sang Buddha tersebut. Batin
mereka teguh tak tergoncangkan dalam berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan
Sangha.
Kemantapan
pikiran seseorang dalam berlindung kepada Sang Ti Ratana adalah langkah awal
dalam mengembangkan obyek latihan dalam kammatthana ini. Jadi marilah kita
meneguhkan hati dan pikiran dalam menerima Tiga Perlindungan ini, yakin
sepenuhnya dalam Buddha, Dhamma, Sangha; dan juga percaya akan kesanggupan diri
untuk berlatih, terutama dalam menggunakan obyek kammathana yang telah kita
pilih untuk kita laksanakan/latih tersebut. Mengetahui bahwa ia akan membawa
kita kepada ketenangan dan kedamaian, untuk menjadi bijaksana dan
berpengetahuan luas. Inilah hal yang benar untuk mendukung pikiran kita.
Aturan
dan Kebajikan Moral (SILA)
Sekarang
kita beralih kepada suatu dasar, dimana pikiran dapat disandarkan. Ia adalah
kebajikan moral (sila), yang mana ini sebenarnya merupakan bagian dari pikiran
yang alamiah (pakati) yang tidak terganggu oleh kekotoran-kekotoran
(noda-noda). Noda-noda inilah yang mendorong dan menyeret pikiran untuk
berkeinginan atau berkehendak (cetana), sehingga menyebabkan terjadinya
perbuatan-perbuatan salah dari jasmani dan batin. Kadang-kadang kita merasa
sangat sulit untuk memelihara sesuatu yang alamiah ini (sila), karena
lingkungan pekerjaan kita, dan lain sebagainya. Namun bagaimanapun juga, bila
anda masuk pada Pelaksanaan Dhamma, anda harus mampu menjauhi dan menahan diri
dari perbuatan-perbuatan salah serta tingkah laku buruk lainnya. Minimal,
jangan melanggar Panca Sila.*)
Dari
sekarang, anda harus berhati-hati untuk menjaga kemurnian pikiran anda. Jangan
biarkan ia terdorong ke arah yang jelek. Jika Anda dapat memelihara pikiran yang
alamiah ini (sila), maka anda akan merasakan pikiran yang terberkati oleh
kebajikan moral. Sekali kebajikan itu timbul, ia akan menjadi dasar dari sang
Pikiran. Dan bila pikiran anda telah mempunyai dasar -bersama dengan Tiga
Perlindungan-, ia akan dapat melindungi pelaksanaan Dhamma anda dari
serangan-serangan nafsu buruk dan kekotoran-kekotoran batin lainnya, sehingga
kesempatan akan terbuka: kesempatan untuk terjun dalam praktik dengan obyek
dari kammatthana, yang akan dapat menguatkan, meningkatkan, dan mengembangkan
pikiran anda sendiri. ***
4
Agustus 1961
Catatan
:
*)
Lima Aturan Kemoralan (Panca Sila) adalah:
1.
Saya berusaha menghindari diri dari pembunuhan makhluk hidup.
2.
Saya berusaha menghindari diri dari pencurian.
3.
Saya berusaha menghindari diri dari perilaku seksual yang salah.
4.
Saya berusaha menghindari diri dari kebohongan dan ucapan yang salah.
5.
Saya berusaha menghindari diri dari penggunaan makanan/minuman yang memabukkan
(alkohol, obat bius, dll).
PERCAKAPAN
2
Dasar-dasar
dari Kesadaran: Satipatthana
Pelajaran
mengenai Dasar-dasar dari Kesadaran (Satipatthana Sutta) adalah secara langsung
membahas dan menjelaskan tentang latihan dari pikiran. Sesungguhnya Sang Buddha
telah dengan tegas menyatakan bahwa inilah, satu-satunya jalan untuk mengatasi
penderitaan, untuk dapat melihat Dhamma dengan jelas, dan untuk mencapai akhir
dari penderitaan dengan cara merealisasi Nibbana. Ini tentu termasuk
kesempurnaan dari Ketenangan dan Pandangan Terang. Karena itu, sebagai
permulaannya, kita perlu mengetahui dasar daripada latihan ini, yaitu
kammatthana. Ini --yang telah disebutkan sebelumnya (dalam percakapan 1- red)--
berarti medan berlatih, tempat bekerjanya pikiran. Dibutuhkan kebulatan tekad
untuk mendirikan dasar bagi latihan kita ini. Di manakah dapat ditemukan dasar
untuk konsentrasi kita?
Berusaha
membentuk pikiran dengan cara memperhatikan kejadian-kejadian atau obyek-obyek
di luar, seperti obyek penglihatan (visual), suara, bebauan, rasa, atau
obyek-obyek batin, hanya akan menyebabkan masuknya kekotoran-kekotoran atau
noda-noda batin ke dalam pikiran. Pikiran lalu akan bersandar pada kekotoran
tersebut, bukannya pada kammatthana. Jadi keputusan yang benar, di mana
seseorang mesti mengarahkan dan meletakkan dasar latihan, adalah sangat
penting.
Sang
Buddha mengajarkan bahwa kita seharusnya mengarahkan perhatian kita ke dalam
diri kita sendiri. Dasar untuk pengembangan pikiran akan dapat dijumpai di sini
juga, di dalam diri kita sendiri, sama sekali bukan pada benda-benda atau obyek-obyek
di luar diri kita. Pada spesifikasinya, di dalam diri seseorang, meliputi
tentang: badan jasmani (kaya), perasaan (vedana), pikiran (citta) dan
bentuk-bentuk batin (dhamma). Semuanya lengkap ada dalam diri kita
masing-masing.
Jasmani
(Kaya)
Mengalihkan
perhatian kita untuk kembali kepada diri sendiri --melihat dari luar ke
dalam--, pertama-tama kita akan melihat jasmani kita. Kita melihat bahwa
--apakah sewaktu terbangun atau tidur-- terdapat suatu fungsi atau kegiatan
jasmani yang mendasar dan penting, yaitu bernafas. Terdapat pula beberapa
posisi badan, seperti: berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring. Dari itu
terjadi beberapa posisi lagi, misalnya ketika berjalan, seseorang mengayunkan
dan menekuk lengan dan kakinya atau berputar dan memandang sekilas ke
sekelilingnya. Demikian pula bila sedang duduk, kaki akan mengambil posisi
tertentu pula.
Kemudian
ada beberapa bagian lain dari jasmani ini, yang terbentuk dari organ-organ di
dalam dan di luar (permukaan). Yang di luar (permukaan) adalah: rambut kepala,
bulu badan, kuku, gigi, dan kulit. Yang di dalam misalnya: daging, urat,
tulang, sumsum tulang, empedu, ginjal, hati, dan lain sebagainya.
Unsur-unsur
jasmani ini seluruhnya dapat digolongkan dan dianggap sebagai suatu unsur
(dhatu). Sebagai contoh misalnya organ tubuh yang bersifat keras tergolong
unsur tanah, yang bersifat cair tergolong unsur air, yang bersifat panas
tergolong unsur api, dan yang bersifat menimbulkan gerak tergolong unsur udara.
Selama
unsur-unsur jasmani itu berada dalam kesatuan yang kompak, maka jasmani akan
terlihat normal; tetapi bila mereka tercerai-berai, maka yang tinggal hanyalah
seonggok jasmani yang mati (mayat). Misalnya jika unsur udara tidak berfungsi,
maka pernafasan akan terhenti. Jasmani kemudian menjadi bengkak lalu membusuk
sampai tinggal kerangka tulang saja. Akhirnya kerangka tulang ini pun akan
terurai. Memang sebelumnya jasmani ini tidaklah ada, dan pada akhirnya pun ia
akan kembali menjadi tiada. Inilah bagian pembahasan terhadap jasmani.
Perasaan
(Vedana)
Dalam
jasmani yang hidup, dimana unsur-unsurnya berada dalam keharmonian, terdapatlah
pula Perasaan (Vedana), yaitu: perasaan yang menyenangkan (sukha-vedana),
perasaan yang menyakitkan (dukkha-vedana), dan perasaan yang netral --dimana ia
bukan menyakitkan dan bukan menyenangkan (adukkha-m-asukha-vedana). Contohnya
jasmani mengalami rasa dingin-panas, lembut-keras.
Pikiran
(Citta)
Jasmani
yang lengkap dan unsur-unsurnya berfungsi lancar, akan memberikan dukungan dan
kemudahan bagi sang pikiran. Keadaan pikiran tiap-tiap orang adalah
berubah-ubah. Kadang-kadang muncul keserakahan yang menguasai pikiran,
kadang-kadang surut; kadang-kadang ia dikuasai oleh kebencian atau kebodohan,
kadang-kadang surut.
Obyek-obyek
Batin (dhamma)
Bila
kita memeriksa batin dengan lebih seksama, maka akan kita dapati bahwa ia
selalu terlibat dan tersangkut dengan berbagai kejadian; kadang-kadang
membuatnya menjadi baik, buruk, atau netral. Seperti yang disebutkan dalam
bahasa Pali:
Kusala
dhamma : semua obyek batin yang baik/bermanfaat
Akusala
dhamma : semua obyek batin yang tidak baik/tidak bermanfaat
Abyakata
dhamma : semua obyek batin yang di antaranya (netral).
Semua
ini ada di dalam batin setiap orang.
Jadi
sekarang dapat dikatakan bahwa jasmani ini, perasaan-perasaan, pikiran, dan
obyek-obyek batin ini, bersama-sama membuat apa yang dikatakan sebagai AKU, dan
di sinilah dasar dari perhatian dan kesadaran kita tujukan. Dalam praktiknya,
pertama kita harus berkonsentrasi hanya pada satu obyek dahulu.
Memperhatikan
Nafas
Langkah
pertama adalah memperhatikan masuk-keluarnya nafas sebagai dasar untuk
menguatkan Perhatian. Setiap makhluk hidup pastilah bernafas, tetapi kita
hampir tidak pernah memperhatikannya. Jadi latihan kita yang sekarang adalah
memusatkan perhatian pada pola pernafasan yang alamiah ini.
Sang
Buddha menjelaskan (dalam khotbah-Nya), kita harus menopang badan dengan tegak
-- di sini dimaksudkan adalah duduk dengan kaki bersila, dalam posisi samadhi
-- dan dengan sungguh-sungguh memusatkan perhatian. Perhatian ditujukan kepada
nafas yang masuk dan nafas yang keluar. Sebagai ganti membiarkan pikiran
melayang kemana-mana (mengembara), kita konsentrasikan ia sepenuhnya kepada
nafas. Ini akan mengantarkan kita menuju pada penyadaran yang lebih tajam.
Nafas-panjang yang masuk, sadarilah ia. Nafas-keluar yang panjang, sadarilah
ia. Demikian juga sadar akan nafas-masuk yang pendek dan nafas-keluar yang
pendek; tetapi jangan dengan cara membuat-buat atau memaksakan jalannya nafas
itu. Biarkan ia berproses secara alamiah, hanya perlu diketahui atau disadari
saja.
Penjelasan
dilanjutkan dengan instruksi untuk memperhatikan keseluruhan jasmani. Alami dan
ketahui seluruh jasmani anda seperti nafas yang masuk dan keluar. Perluas
kesadaran anda agar melingkupi seluruh jasmani, termasuk juga kelompok batin
(nama-kaya) dan kelompok jasmani (rupa-kaya).
Berkenaan
dengan kelompok batin, awasi keadaan dari pikiran, keadaan kesadaran dan
konsentrasi anda pada saat itu. Bagaimana keadaan mereka saat itu? Catat/perhatikan
jasmani anda dengan seksama, bagaimana keadaan dan posisinya. Bagaimana dengan
sikap duduk anda? Dari telapak kaki ke atas dan dari atas kepala ke bawah:
sadari sepenuhnya jasmani anda.
Setelah
kita menyempurnakan sepenuhnya penyadaran pada kedua kelompok tersebut,
pelajaran dilanjutkan dengan cara menenangkan nafas yang masuk dan keluar.
Tidak dengan cara memaksakan atau menahan nafas, tetapi membuat ia tenang
dengan cara alamiah. Ketika pikiran telah semakin tenang, maka begitu pula
dengan nafas. Sang Buddha berkata bahwa jika pikiran tidak tenang, maka nafas
akan menjadi kasar dan besar (berbunyi). Demikian pula bila pikiran menjadi
tenang, maka nafas pun akan menjadi halus dan lembut. Kadang-kadang anda akan
merasakan nafas berhenti, anda tidak perlu panik. Tenanglah karena nafas anda
masih ada.
Empat
hal pokok dalam Latihan
Anda
harus memiliki SEMANGAT dan KEBULATAN TEKAD (ATAPA) dalam melakukan latihan,
termasuk juga kesungguhan hati. Misalnya anda telah menetapkan berlatih untuk
jangka waktu tertentu, maka anda harus memenuhi maksud tersebut tanpa rasa
malas atau mempersingkat waktunya. Meskipun mungkin anda merasa gagal dan ingin
menyerah, anda harus meneruskan untuk menyelesaikan maksud anda itu. Dengan
kesungguhan hati, semuanya akan berjalan dengan lancar dan baik. Jadi semangat
dan kebulatan tekad (atapa) adalah hal pokok yang pertama di dalam latihan.
Prinsip
yang kedua adalah KESADARAN dan PENGERTIAN JELAS (SAMPAJANNA) terhadap diri
sendiri pada setiap saat. Jangan lupa diri atau lalai oleh rasa kantuk atau
kehilangan perhatian. Membiarkan tertidur dan membiarkan perhatian anda
memudar, menunjukkan hilangnya kewaspadaan dalam latihan kammatthana anda. Ini
sama seperti orang tersesat di jalan dan jatuh ke dalam jurang atau lubang.
Oleh karena itu, kesadaran dan pengertian jelas harus dijaga dan didukung
dengan baik. Ini adalah hal pokok yang kedua.
Prinsip
berikutnya adalah: PERHATIAN MURNI (SATI), yaitu kesadaran yang dibangun dengan
mantap dan kuat tanpa menyimpang dari obyek yang telah dipilih. Mungkin obyek
batin lain tiba-tiba muncul mengganggu, seperti kegiuran (piti) atau keriaan,
maka janganlah biarkan dirimu hanyut oleh hal-hal tersebut, tapi cepat-cepatlah
kembali kepada obyek semula. Misalnya, tolaklah semua gangguan-gangguan tersebut
dan kembalikan perhatian anda sepenuhnya pada masuk dan keluarnya nafas.
Apabila
Perhatian Murni ini dapat dipertahankan, maka latihan Anda akan maju tanpa
halangan --yang mungkin timbul dari kelalaian pikiran--, mengusir bentuk-bentuk
pikiran dan emosi yang telah muncul. Halangan muncul bila kita terlalu mudah
melepaskan kesadaran dan melamun tanpa perhatian. Oleh karena itu bangunlah
dengan kuat perhatian anda, jangan lengah! Ini adalah hal pokok yang ketiga.
Prinsip
yang ke-4 adalah MENGATASI KEMELEKATAN TERHADAP KEINGINAN DAN KEBENCIAN
TERHADAP DUNIA/KEHIDUPAN. Ini adalah hal yang penting. Misalnya bila kita
mengalami pengalaman batin yang menyenangkan dalam latihan, kita harus
menganggapnya sebagai sesuatu yang palsu dan suatu persepsi yang keliru/salah.
Demikian juga pengalaman yang tidak menyenangkan muncul, kita harus
menyadarinya bahwa tidak ada satu pun darinya yang nyata/riil. Dengan tiada
menyenangi maupun membenci sesuatu yang muncul, kita harus melanjutkan
perhatian pada obyek yang telah dipilih dan berpusatlah di sana. Dengan cara
ini, konsentrasi (samadhi) dan kebijaksanaan (panna) akan muncul, dan latihan
anda akan maju dengan pesat.
Empat
hal pokok ini adalah sangat penting bagi setiap orang yang berlatih. Jika
mereka (hal-hal pokok tersebut) dilepaskan, maka latihan akan gagal --dan
kemungkinan mengakibatkan bahaya. Namun dengan menggunakan prinsip-prinsip yang
benar, latihan tersebut akan dapat memberikan manfaat dan kemajuan yang
besar.***
5
Agustus 1961
PERCAKAPAN
3
Penjelasan
dan Ringkasan Pokok Bahasan
Memperhatikan
Nafas
Sekarang
saya akan menjelaskan dengan lebih luas tentang pokok bahasan 'Perhatian pada
Nafas' (Anapana-sati). Dalam latihan, telah disarankan agar duduk dengan tegak
dalam sikap samadhi, dengan penuh kewaspadaan dan tetap teguh pada
masuk-keluarnya nafas.
Beberapa
cara lainnya untuk mengembangkan Perhatian/kesadaran ini, adalah:
Pada
saat menarik nafas panjang, ketahuilah bahwa, 'Saya menarik nafas panjang'.
Pada saat mengeluarkan nafas panjang, ketahuilah bahwa, 'Saya mengeluarkan
nafas panjang’.
Pada
saat menarik nafas pendek, ketahuilah bahwa, 'Saya menarik nafas pendek'. Pada
saat mengeluarkan nafas pendek, ketahuilah bahwa, 'Saya mengeluarkan nafas
pendek'.
'Dengan
menyadari keseluruhan jasmani, saya akan menarik nafas', lalu tariklah nafas.
'Dengan menyadari keseluruhan jasmani, saya akan menghembuskan nafas', lalu
hembuskan nafas.
'Dengan
melembutkan nafas (jasmani), saya akan menarik nafas', lalu tariklah nafas.
'Dengan melembutkan nafas (jasmani), saya akan menghembuskan nafas', lalu
hembuskanlah nafas.
Pada
langkah ke-1 dan ke-2 tersebut di atas, seseorang harus menyadari betul
bagaimana ia bernafas pada saat itu. Yang dimaksudkan di sini adalah nafas yang
wajar --yang tidak dipaksakan--, yang mana biasanya nafas ini berlangsung tanpa
kita perhatikan. Dengan pengamatan yang teliti, seseorang akan menyadari bahwa
dalam bernafas terdapatlah nafas yang panjang dan pendek. Jika sedang lelah
atau payah, ia dapat melihat bahwa nafas menjadi berat, mungkin pula akan
terengah-engah atau megap-megap. Bila pikiran sedang bingung atau gelisah,
seseorang mungkin akan menarik nafas yang lebih panjang dibanding jika sedang
tenang. Latihan pernafasan ini juga meliputi nafas yang dalam.
Dengan
jasmani yang rileks dan tenang, nafas akan menjadi lebih lembut dan halus. Bila
pikiran juga tenang, maka nafas akan makin lembut dan halus. Pada mulanya,
memperhatikan nafas ini mungkin kelihatannya tidak memberikan hasil apa-apa,
namun dengan ketekunan dan latihan yang terus menerus, pikiran akan menjadi
lebih berkembang maju, memberikan kesenangan/kepuasan (chanda),
kegiuran/kegairahan (piti), dan kegembiraan (pamojja). Ini adalah pengalaman
awal hasil dari tenangnya pikiran --pikiran yang didukung oleh konsentrasi--,
yang akan mendorong semangat anda untuk terus meningkatkan latihan anda.
Langkah
ke-3 --dengan menyadari seluruh tubuh, pernafasan dilakukan--, adalah
berhubungan dengan penyadaran atas seluruh bagian tubuh/jasmani dan seluruh
bagian batin. Menyadari dengan seksama sikap tubuh anda ketika sedang duduk
berlatih, juga posisi tangan dan kaki. Catat seluruh pikiran anda yang timbul
serta kemurnian dari Perhatian dan Konsentrasi anda. Makin tinggi penyadaran
terhadap seluruh tubuh, menunjukkan Perhatian/kesadaran anda makin tinggi.
Dengan semakin halus, penyadaran terhadap seluruh tubuh akan menjadi penyadaran
terhadap seluruh nafas, pada setiap tarikan nafas.
Secara
sederhana, dapat diperhatikan bahwa nafas-masuk mula-mula masuk dari hidung,
melewati dada/paru-paru, dan berakhir di perut; demikian pula dengan
nafas-keluar, dimulai dari perut, melewati dada/paru-paru, dan berakhir di
hidung. Ini adalah salah satu cara untuk membantu, menuntun atau mengembangkan
Perhatian anda. Akan tetapi, dengan mengikuti jalannya nafas yang masuk-keluar,
sebenarnya akan mengganggu ketenangan, dan pikiran tidak dapat memusat. Oleh
karena itu, Sang Buddha mengajarkan bahwa kita harus memusatkan pikiran pada
satu titik di mana nafas-masuk dimulai dan nafas-keluar berakhir, yaitu di
lubang hidung atau bibir atas. Satu titik ini akan menjadi tanda (nimitta), di
mana seseorang menempatkan pikirannya. Pada setiap nafas masuk dan keluar, ia
memperhatikan udara yang menyentuh tanda itu (lubang hidung atau bibir atas),
dan ini sama dengan menyadari seluruh tubuh dan nafas.
Hal
ini dapat diibaratkan dengan seseorang yang menggergaji sepotong kayu.
Perhatian ditujukan hanya pada titik terpotongnya kayu dan bukannya pada
seluruh panjang gergaji yang bergerak maju dan mundur tersebut. Melihat ke
titik potong tersebut saja adalah sama dengan melihat seluruh gergaji. Demikian
pula halnya dengan pemusatan perhatian kita pada satu tanda tadi, maka berarti
kita menyadari keseluruhan nafas. Inilah penjelasan langkah ke-3.
Melembutkan
gerak nafas (jasmani), adalah langkah ke-4 dari latihan. Ini bukannya berarti
menekan atau menahan nafas supaya menjadi lembut. Tetapi lebih ditekankan pada
memperkuat konsentrasi dan ketenangan pikiran. Bila pikiran tenang dan lembut,
maka itu pulalah yang terjadi dengan nafas. Sebaliknya menahan dan memaksakan
pikiran, hanyalah akan menghasilkan ketegangan dan perasaan tertekan (stress).
Latihan
konsentrasi atau samadhi adalah untuk menentramkan dan menenangkan jasmani dan
pikiran. Bila jasmani dan pikiran sudah dapat diam, maka tujuan dari langkah
ke-4 ini telah tercapai. Tetapi sebenarnya intisarinya cukup pada tahap ke-3,
sedangkan tahap ke-4 ini adalah hasil lanjutan dari tahap ke-3 tersebut.
Menghitung
dan “Buddho”
Pada
permulaan latihan, berlatih hanya dengan instruksi sesuai text tadi, mungkin
terlalu sulit untuk dilakukan. Itulah sebabnya dicari cara-cara untuk memegang
pikiran mudah, misalnya dengan cara menghitung nafas (dalam hati). Ini dapat
dilakukan perlahan-lahan dengan menghitung setiap nafas yang masuk dan keluar,
sebagai berikut:
-
Nafas masuk, (hitung) satu ... nafas keluar, (hitung) satu
-
Nafas masuk, (hitung) dua ... nafas keluar, (hitung) dua
-
Nafas masuk, (hitung) tiga ... nafas keluar, (hitung) tiga
-
Nafas masuk, (hitung) empat ... nafas keluar, (hitung) empat
-
Nafas masuk, (hitung) lima ... nafas keluar, (hitung) lima
Kemudian
kembali lagi dengan menghitung satu-satu, dua-dua, dan seterusnya, tapi
sekarang urutan hitungan ini diteruskan sampai hitungan enam-enam. Ulangi kembali
urutan hitungan tadi mulai dari satu--satu, berakhir sampai tujuh-tujuh,
kemudian kembali lagi dari satu-satu, dan berakhir dengan delapan-delapan; lalu
satu-satu sampai sembilan-sembilan. Dan akhirnya hitungan dikomplitkan dari
satu-satu hingga sepuluh-sepuluh.
Setelah
menyelesaikan seluruh urutan hitungan dari satu sampai sepuluh, mulailah lagi
dengan cara yang sama seperti di atas, yaitu dari satu-satu sampai lima-lima,
dan seterusnya sampai mencapai satu-satu sampai sepuluh-sepuluh.
Bila
pikiran sudah cukup tenang, cara menghitung yang lebih cepat dapat dipakai.
Cara menghitungnya (dalam pikiran) adalah sbb: hitung satu untuk nafas masuk,
dua untuk nafas keluar. Lanjutkan cara menghitung ini sampai lima. Lalu kembali
ke satu sampai mencapai hitungan enam. Lanjutkan terus urutan penghitungan ini
sampai anda mencapai hitungan sepuluh.
Cara
menghitung ini dapat dipilih sendiri menurut kesukaan masing-masing, sehingga
dapat mencapai hasil yang memuaskan. Seseorang mungkin dapat memakai cara
menghitung dari satu langsung sampai sepuluh, dan setelah sampai sepuluh,
kembali lagi dari satu, menurut putaran/urutan tersebut.
Jika
menghitung bilangan tidak anda sukai, maka kata "Buddho" dapat
dipergunakan. Menarik nafas (dalam hati) sebutkan "Bud-", dan mengeluarkan
nafas (dalam hati) sebutkan "-dho". Nafas masuk, sebutkan (dalam
hati): "Bud-", nafas keluar sebutkan (dalam hati): "-dho",
demikian seterusnya.
Menghitung
atau pun menggunakan kata-kata seperti "Buddho" ini adalah berguna
pada tahap-tahap awal dari latihan. Itu dapat diibaratkan menggunakan buku-buku
bergaris pada saat kita belajar menulis. Bila pada tingkat yang lebih lanjut,
dimana pikiran sudah mantap dan dapat memusat, cara-cara menghitung dan
menyebut "Buddho" tersebut harus dihilangkan, dan Perhatian Murni
yang bekerja kini. Ini adalah metode yang umum dalam berlatih, dan siswa
masing-masing yang harus menentukan yang mana yang paling cocok bagi mereka.
Cara-cara ini semata-mata adalah untuk mengembangkan ketenangan, yang akan
memberikan kedamaian dan kemantapan pada pikiran.
Saya
ingin mengingatkan anda tentang Empat dasar/pokok dari latihan, yaitu: Teliti
dan tekun (atapa dan sacca), memiliki pengertian yang jelas dan terang
(sampajanna), dan Perhatian Murni (sati). Ini adalah hal-hal yang pokok/perlu
untuk kemajuan latihan anda.
Manfaat
dari Samadhi
Ketidaktenangan
dan kesibukan pikiran, yang tiada perhatian dan tujuan, hanya akan
membuang-buang waktu dan tenaga saja. Kita mungkin ingin mempelajari sebuah
buku, tetapi tidak dapat berkonsentrasi karena pikiran yang terganggu dan
bercabang-cabang itu. Itulah sebabnya pikiran yang telah terlatih baik dalam
ketenangan dan pemusatan pikiran (seperti yang dijelaskan di atas), akan
memungkinkan kita untuk mengendalikan diri kita sendiri. Misalnya kita bisa
memusatkan pikiran pada buku tersebut dan dapat menyelami intisarinya dengan
cepat, serta dapat mengertikannya dengan jelas. Jadi keuntungan dan manfaat
yang dapat diperoleh dari latihan ini, dapat memantapkan pikiran, yang tidak
hanya pada ketenangan yang pasif seperti kebahagiaan batin, tetapi juga dalam
kegiatan-kegiatan apa saja yang kita lakukan.***
10
Agustus 1961
PERCAKAPAN
4
Tinjauan
Ulang atas Latihan Dasar
Samatha
kammatthana adalah medan pelatihan untuk mencapai Ketenangan dan Kemantapan
pikiran. Vipassana kammatthana adalah untuk mencapai Pandangan Terang terhadap
kebenaran.
Untuk
memulai latihannya, anda menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan
Sangha, karena anda mengikuti Dhamma Sang Buddha, bukan yang lainnya. Yakin dan
teguh di dalam Buddha -- Beliau yang telah membabarkan Sang Jalan untuk kita
tempuh -- sebagai pelindung kita.
Anda
harus teguh dalam melaksanakan minimal 5 sila. Latihan Duduk anda di sini
sekarang adalah juga untuk mengembangkan dan meningkatkan kebajikan moral anda.
Dengan perlindungan yang telah anda tetapkan, setia dan mantap dalam sila, maka
anda dapat berlatih Ketenangan dan Pandangan Terang.
Latihan
untuk mencapai ketenangan dan kemantapan pikiran telah dijelaskan di dalam
Khotbah Agung tentang Dasar dari Kesadaran (Satipatthana Sutta), yaitu
Kesadaran terhadap Nafas. Seorang siswa mengembangkan perhatiannya pada
masuk-keluarnya nafas, panjang atau pendek (dan lain-lain), menyadari
keseluruhan jasmani, dan tenangkan nafas. Guru-guru Buddhis juga telah
mengajarkan cara-cara atau metode tambahan, seperti memusatkan perhatian pada
satu titik ketika bernafas, yaitu di lubang hidung atau bibir sebelah atas, di
mana udara selalu menyentuhnya; atau dengan menggunakan metode menghitung untuk
membantu, atau menyebut nama 'Buddho'. Terdapat pula beberapa variasi lainnya,
tetapi itu semua dimaksudkan untuk memusatkan pikiran pada satu titik. Ketika
pikiran anda telah memusat pada satu titik, anda dapat yakin bahwa semuanya
telah berjalan dengan baik. Namun demikian, tetaplah jaga perhatian anda agar
memusat pada satu titik dan anda akan dapat membuat pikiran anda menyatu.
Karateristik
(sifat khas) dari Pikiran
Saya
akan menjelaskan lebih lanjut tentang sifat pikiran; bagaimana sulitnya untuk
menjinakkan dan mengontrolnya, yang kebiasaannya adalah meloncat-loncat dan
mengembara. Sekalipun dengan perhatian yang terpusat pada satu obyek; pikiran
akan terus melawan dan menyeleweng pergi. Kemana perginya pikiran itu? Dia
berputar-putar di antara obyek-obyek batin, mengikuti dorongan
keinginan-keinginan, harapan-harapan, hal-hal yang menarik, serta
rintangan-rintangan seperti kekuatiran dan kegelisahan. Obyek-obyek luar inilah
yang sering kita pikirkan dan kita khayalkan. Sekali mereka dipikirkan, mereka
akan menimbulkan kecemasan dan kegelisahan. Jika mereka banyak dan anda tidak
sanggup mengusir mereka keluar, maka pikiran tidak dapat tenang. Tetapi
bagaimanapun juga, seseorang yang memiliki keteguhan akan dapat mengatasinya
dan mencapai pikiran yang tenang.
Metode
untuk Memeriksa Pikiran
Perhatian/kesadaran
adalah hal yang penting untuk menjaga pikiran dari mulanya. Bila lalai, pikiran
akan pergi atau meloncat dalam sekejap. Dengan demikian pikiran harus segera
ditarik kembali ke dalam obyek jika kesadaran telah pulih.
Bila
seseorang memeriksa untuk melihat mengapa pikiran terseret keluar, ia akan
menemukan penyebabnya pada sesuatu, misalnya pada bunyi kendaraan, orang
berjalan lewat, atau bunyi benda jatuh. Pikiran dengan cepat akan menuju kepada
bunyi tersebut dan kemudian mulai mengembara jauh. Pikiran mungkin telah
mengembara jauh kepada banyak macam hal/kejadian, sebelum seseorang
menyadarinya serta mampu mengembalikannya pada satu titik atau obyek semula.
Meskipun bukan bunyi-bunyi tersebut yang muncul mengganggu, pikiran juga akan
pergi, mengikuti masalah demi masalah yang dikiranya terjadi pada saat ini,
padahal itu adalah peristiwa yang telah lalu atau angan-angan masa datang.
Pergunakan
Perhatian Murni (mindfulness), selalulah kembalikan pikiran ke obyek yang telah
dipilih. Telitilah dalam memantapkan Perhatian Murni ini, lalu periksa pikiran
di sana. Pikiran kemudian perlahan-lahan akan mulai tenang, dan ketika menemui
suatu kejadian, biasanya ia tidak akan pergi lagi, tetapi akan tetap pada
proses/obyek tertentu (yang telah kita tetapkan). Metode ini harus sering
diulangi sampai pikiran dapat dijinakkan dan tenang serta mampu berada pada
ketenangan dan kesenangan (chanda), kegembiraan (piti) dan kepuasan (pamojja).
Ini akan memberikan suatu rasa/pengalaman dari tahap awal pencapaian ketenangan
dan konsentrasi, membuat anda merasakan kepuasan dalam latihan sehingga dapat
lebih memusatkan dan menenangkan pikiran dalam samadhi.
Postur/sikap
Tubuh
Uraian
tentang pernafasan adalah bagian dari sikap tubuh/postur (iriyapatha-pabba). Di
sini Sang Buddha mengajarkan untuk menggunakan Pengertian yang Jelas/lengkap
(clear-comprehension). Ketika melangkah, seseorang mesti menyadari bahwa ia
sedang melangkah; ketika berdiri, ia menyadari ia sedang berdiri, demikian pula
dengan duduk atau berbaring. Ketika mengubah posisi, sadarilah atas perubahan
tersebut. Usahakan untuk memiliki Pengertian Jelas dan Kesadaran ini. Dengan
pemeriksaan yang teliti, seseorang akan menemukan bahwa kemauan (cetana) hadir
sebelum ia melakukan perubahan posisi, atau sebelum ia bergerak untuk mengubah
posisi. Sebagai contoh, terdapatlah kemauan untuk berjalan atau duduk.
Bagaimanapun,
ketika sedang berjalan atau duduk, besar kemungkinannya. Pengertian Jelas atau
kewaspadaan seseorang akan terpecah oleh pikiran yang mengembara, memikirkan
kejadian-kejadian lain. Oleh karena itu, pastikan bahwa anda selalu sadar
adanya Pengertian Jelas, serta awasi posisi anda saat ini.
Pengertian
Jelas (sampajanna)
Bahasan
lain (sampajanna-pabba) juga ada hubungannya dengan pengertian yang jelas,
yaitu membagi-bagi gerak/sikap tubuh yang umum/besar ke dalam bagian yang
detail. Selalu sadar akan apa yang sedang anda kerjakan; ketika sedang
melangkah ke depan atau ke belakang, ketika melihat atau berputar, atau
meregangkan badan atau membungkuk -apapun yang anda lakukan- sadari dengan
jelas. Memakai pakaian, makan, minum, menghibur diri, perhatikanlah bagaimana
hal ini berproses. Ini termasuk pula ketika berjalan, berdiri, duduk,
berbaring, berbicara, diam, pergi tidur, dan bangun. Kesadaran diri yang terus
menerus inilah cara untuk melatih pengertian yang jelas. Ia akan menjaga anda
dari kecerobohan dan kealpaan, serta akan memberikan manfaat.
Kekotoran
(patikkula)
Bahasan
ini (patikkula-pabba) berhubungan dengan hal yang kotor dari jasmani. Kita
memeriksa badan jasmani dari telapak kaki sampai ke atas kepala, yang ada di
permukaan dan yang terbungkus oleh kulit; dan penuh dengan berbagai materi yang
kotor dan menjijikkan.
Inilah
bagian-bagian jasmani
Rambut
(kesa), bulu badan (loma), kuku (nakha), gigi (danta), kulit (taco), daging
(mamsam), otot (naharu), tulang (atthi), kerangka (atthiminjam), ginjal
(vakham), jantung (hadayam), hati (yakanam), diaphragma atau membran
(kilomakam), limpa (pihakam), paru-paru (papphasam), usus besar (antam), usus
kecil (antagunam), makanan dalam perut (udariyam), tahi (karisam), empedu
(pittam), lendir (semham), nanah (pubbo), darah (lohitam), keringat (sedo),
lemak (medo), airmata (assu), minyak kulit (vasa), air liur (khelo), ingus
(singhanika), minyak persendian (lasika), air kencing (muttam).
Ini
berjumlah 31 macam, dan Sang Buddha juga menyebutkan ada otak di kepala
(matthake matthalungam), yang mana membuat keseluruhannya menjadi 32 bagian.
Walaupun
Sang Buddha sebenarnya mengajarkan semua ini hanya untuk para bhikkhu
(bhikkhu-sangha) namun hal ini tetap mencerminkan kebenaran dari bagian tubuh,
dan oleh karena itu, orang awam pun dapat memakai hal ini sebagai bahan
perenungan mereka. Beliau mengatakan bahwa badan ini terdiri atas banyak unsur,
itulah sebabnya badan ini menjadi sangat rentan dan mudah rusak, sebagaimana
terlihat bila ia telah menjadi mayat. Bila badan ini masih dapat diberi makan
dan dirawat, maka seseorang dapat mengaturnya untuk digunakan sesuai kebutuhan.
Aspek kekotoran jasmani ini biasanya tidak kita perhatikan jika kita tidak
memeriksanya dengan teliti untuk mengenal diri kita sendiri. Kita sering
tertipu oleh perwujudan atau tampak luarnya saja.
Semua
ini berkenaan dengan hal menenangkan dan mengurangi kebanggaan dan nafsu
kemelekatan terhadap diri sendiri atau pun kepada tubuh orang lain. Jika anda
berharap untuk mencapai ketenangan, maka gunakanlah metode dalam bab ini untuk
bahan kajian dan perenungan anda. Ini terutama penting --untuk latihan
samadhi--, bagi anda yang ingin mengurangi kemelekatan, baik kepada diri
sendiri maupun kepada orang lain. Ini adalah salah satu cara untuk menolong
menstabilkan pikiran anda menjadi tenang dan damai.***
12
Agustus 1961
PERCAKAPAN
5
Dua
Metode Ketenangan (Samatha)
Saya
telah menerangkan dua metode untuk membuat pikiran menjadi tenang dan stabil,
yaitu (pertama) dengan cara Memperhatikan Nafas, memusatkan pikiran pada satu
titik, memperhatikan masuk-keluarnya nafas; dan (kedua) memperhatikan jasmani
(kayagata-sati) dengan memeriksa aneka bagian dari seluruh jasmani, untuk
mengerti sifat-sifat alamiahnya yang kotor.
Unsur-unsur
(Dhatu-kammatthana)
Metode
lainnya adalah dengan memeriksa unsur-unsur (dhatu). Pembicaraan unsur-unsur
(dhatu) di sini lebih banyak ditekankan pada sifat-sifatnya daripada
asal-usulnya. Bagian-bagian jasmani yang keras/padat digolongkan sebagai unsur
tanah (pathavi-dhatu), bagian yang cair digolongkan sebagai unsur air (apo-dhatu),
bagian yang panas/hangat digolongkan sebagai unsur api (tejo-dhatu), dan bagian
yang bergerak digolongkan unsur angin (vayo-dhatu).
Sebelumnya
kita telah menganalisa jasmani dalam 31 atau 32 komponen (luar dan dalam),
sedangkan untuk unsur-unsur (dhatu) kita menganalisanya dalam cara sebagai
berikut:
Unsur
tanah dalam jasmani adalah: rambut, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging,
otot, tulang, kerangka, ginjal, jantung, hati, selaput/membran, limpa,
paru-paru, usus besar, usus kecil, makanan dalam perut, tahi/kotoran, dan otak.
Semuanya ini dan bagian-bagian jasmani lainnya yang keras/padat dapat
digolongkan sebagai unsur tanah.
Unsur
air dalam jasmani adalah: empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air
mata, minyak kulit, air liur, ingus, minyak persendian, air kencing. Semua
bagian jasmani lainnya yang bersifat cair dapat digolongkan ke dalam unsur air
ini.
Unsur
api dalam jasmani adalah: panas yang membuat jasmani menjadi hangat (yena
santappati), panas yang membuat badan menjadi tua dan memburuk (yena jiriyati),
panas yang membuat jasmani menjadi demam (yena paridayhati), dan panas karena
mencerna apa saja yang kita makan, minum, kunyah, atau kecap (yena asitapi
takhayitasayitam sammaparinamam gacchati). Apa saja dalam jasmani yang mempunyai
sifat panas, digolongkan ke dalam unsur api.
Unsur
angin dalam jasmani adalah: angin yang bergerak ke atas (uddhangama vata),
angin yang bergerak ke bawah (adhogama vata), angin dalam perut (kucchisaya
vata), angin dalam usus-usus (kotthasaya vata), angin yang bergerak ke seluruh
anggota jasmani (angamanganusarino vata), dan angin yang masuk dan keluar
ketika bernafas (assasopassaso). Bagian lain yang mempunyai sifat bergerak atau
bertiup, digolongkan sebagai unsur angin.
Unsur
ruang dalam jasmani. Dalam penjelasan-penjelasan yang lain, unsur ruang
(akasa-dhatu) disebut sebagai unsur kelima. Ini dimaksudkan adalah ruang kosong
dan rongga-rongga dari jasmani, seperti lubang telinga (kannacchiddam), rongga
hidung (nasacchiddam), rongga mulut (mukhadvaram), kerongkongan (yena ca
asitapi takhayitasayitam ajjhoharati), rongga perut (yattha ca...
...santitthiti), lubang anus (yena ca ... adhobhaga nikkhamati). Apapun bagian
jasmani yang berongga adalah juga digolongkan sebagai unsur ruang.
Memilah-milah
Unsur-unsur Jasmani
Adalah
cukup wajar bagi setiap orang bila melekat kepada jasmaninya, menganggapnya
sebagai 'dirinya'. Tapi sekarang kita akan memeriksanya sebagai unsur,
memisahkan semua bagian yang keras/padat sebagai unsur tanah, bagian yang cair
sebagai unsur air, bagian yang hangat sebagai unsur api, bagian yang bergerak
sebagai unsur angin, dan bagian yang kosong sebagai unsur ruang. Yang biasanya
kita akui sebagai 'aku' dan 'milikku' kemudian akan terlihat sebagai
unsur-unsur saja.
Analisalah
jasmani anda dan ambil tiap-tiap unsur bergiliran, satu unsur pada satu saat.
Pertama ambil unsur padatnya, tinggallah unsur-unsur lainnya yang masih
tersisa. Selanjutnya ambil unsur airnya, lalu unsur api; sekarang sisa unsur
angin saja. Dan bila unsur angin diambil, maka yang tinggal hanya ruang kosong
saja.
Metode
untuk Memisahkan Unsur-unsur
Anda
dapat berlatih menganalisa unsur-unsur dengan mengikuti cara yang Sang Buddha
ajarkan (seperti tersebut di atas), atau anda dapat menggunakan cara-cara ilmu pengetahuan
modern seperti membagi-bagi semuanya sampai menjadi molekul-molekul atau
atom-atom. Setelah Anda memisah-misahkan setiap unsur, akhirnya anda akan
menemukan bahwa apa yang anda klaim atau anggap sebagai "aku",
"milikku", tidak lebih hanyalah ruang kosong (hampa). Hanyalah ruang
kosong dan tidak diketemukan: aku, milikku, atau diriku.
Analisa
dengan cara memisah-misahkan unsur-unsur ini adalah salah satu cara yang
digunakan untuk melepaskan kemelekatan kepada jasmani ini --yang diwujudkan
sebagai aku, milikku, dan diriku. Keadaannya sama dengan orang-orang atau
benda-benda yang ada di luar diri kita, dimana mereka memiliki unsur-unsur dan
sifat-sifat alamiah yang sama. Dengan demikian maka anda dapat melepaskan
kemelekatan terhadap orang-orang dan benda-benda serta dapat melepaskan
pemikiran tentang diri (self). Pikiran kemudian dapat menjadi tenang dan
stabil.
Ini
adalah salah satu cara untuk melatih Ketenangan. Baik perhatian/kesadaran
terhadap jasmani (yang telah kita pelajari), maupun analisa terhadap
unsur-unsur, keduanya akan memberikan Ketenangan yang bersekutu dengan
Pandangan Terang (insight). Pandangan Terang ini akan timbul tanpa disadari, di
luar analisa, ketika unsur-unsur tersebut telah dapat dilihat dengan jelas
sebagaimana mereka adanya --tak ada makhluk, tak ada orang, tak ada diriku,
atau diri mereka. Pikiran yang sebelumnya melekat dan menderita karena
pandangan tentang keakuan dan kemilikan, kemudian, akan menjadi tenang. Ini
adalah faktor yang menuju kepada ketenangan dan kesejukan batin.
Keheningan
dan Kedamaian, atau Berpikir
Penganalisaan
terhadap bagian-bagian jasmani serta unsur-unsurnya tidak dapat memberikan
pemusatan pikiran, karena ia membutuhkan analisa dan penelitian yang aktif.
Akan tetapi pada cara Memperhatikan Nafas, tujuannya adalah untuk mencapai
pemusatan pikiran; jadi tidak ada penganalisaan. Pergunakanlah metode yang
tepat pada saat yang tepat. Kadang-kadang suatu saat pikiran anda bisa
diam/terpusat, tetapi di saat yang lain ia ingin berpikir. Bila pikiran anda
ingin diam/memusat, pergunakanlah cara menyadari/memperhatikan Nafas. Tetapi
bila ia ingin mengembara, memikirkan ini dan itu, maka daripada membiarkan ia
berpikir yang tak bermanfaat, lebih baik ia kita arahkan untuk meneliti ke
dalam bagian-bagian jasmaninya sendiri. Awasi pikiran di dalam batas-batas ini:
dari telapak kaki sampai ujung rambut kepala, yang dibatasi oleh kulit. Selama
ia mengembara/berada di sana, periksalah bagian-bagian jasmani atau
unsur-unsurnya.
Badan
jasmani Sebagai Buku Kerja
Pelajaran
tentang Ketenangan dan Pandangan Terang adalah sebenarnya mempelajari jasmani
ini. Ini sama seperti siswa kedokteran dengan buku pelajarannya, yang tak lain
adalah jasmani ini sendiri. Semua yang dipelajari terdapat di dalam jasmani.
Praktik dari Ketenangan dan Pandangan Terang adalah serupa dengan itu, tetapi
dengan tujuan untuk mencapai ketenangan bersama dengan Pandangan Terang. Dan
akhirnya adalah untuk melepaskan semuanya.**
19
Agustus 1961
PERCAKAPAN
6
Pemusatan
pada Satu Obyek
Saya
telah menjelaskan beberapa metode untuk membuat pikiran menjadi stabil dan
tenang, seperti: Memperhatikan Nafas, Memperhatikan jasmani, dan Memeriksa
unsur-unsur jasmani. Pilihannya terserah kepada anda masing-masing. Bila anda
ingin memusatkan pikiran pada satu titik, anda dapat memakai metode
Memperhatikan Nafas. Apabila pikiran anda ingin mengembara, maka arahkanlah ia
untuk memeriksa jasmani atau unsur-unsurnya. Bagaimanapun juga, perhatian harus
terpusat dan tetap pada setiap obyeknya sampai ia dapat dilihat dengan jelas.
Misalnya anda memperhatikan bagian jasmani, anda meneliti rambut di kepala dan
badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, atau tulang. Anda mungkin mengambil
tulang sebagai obyek tunggal dan dengan perhatian yang mantap, anda akan melihat
mereka sebagai bagian dari kerangka tubuh anda. Ini adalah yang dimaksud dengan
pemusatan pikiran pada satu tempat.
Refleksi
Kepada Mayat
Sebelumnya
saya telah mengajarkan pemeriksaan kepada jasmani yang hidup, namun demikian,
jasmani yang mati atau mayat dapat juga dipakai sebagai bahan perenungan atau
pemeriksaan. Bandingkanlah jasmani ini dengan mayat yang tergeletak di kuburan
untuk satu, dua, atau tiga hari, ia membengkak dan membusuk, sampai tinggal
kerangkanya saja. Seseorang yang mengadakan perenungan kepada hal ini, akan
timbul rasa muak, kecewa, dan akhirnya akan menimbulkan ketenangan pada
pikiran. Dengan melatihnya, anda akan menjadi biasa terhadap mayat dan tidak
takut lagi terhadapnya. Ini adalah metode lain dari metode pemeriksaan.
Dua
Tipe dari Samadhi
Secara
singkat ada dua tipe konsentrasi, yaitu konsentrasi permulaan atau konsentrasi
tetangga (upacara samadhi) dan konsentrasi tercerap (appana samadhi). Pada tipe
samadhi dimana pikiran memeriksa dan menganalisa, maka hanya akan mencapai
konsentrasi-tetangga, karena pikiran belum terpusat pada satu titik, sedangkan
pada tipe samadhi yang memusat pada satu titik sebagai samadhi tercerap, adalah
mantap dan diam. Konsentrasi pada masuk dan keluarnya nafas, maupun perhatian
kepada salah satu bagian jasmani, dapat mencapai konsentrasi-tercerap (appana
samadhi).
Alat-alat
untuk Berlatih
Alat-alat
untuk latihan anda haruslah mencakup 'pikiran-untuk-berpusat' (applied-thought)
atau vitakka dan 'pikiran-untuk-bertahan' (sustained-thought) atau vicara.
'Pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) berarti kecakapan mengarahkan pikiran kepada
obyek meditasi dari samadhi; sedangkan 'pikiran-untuk-bertahan' (vicara)
berarti penjagaan dan penahanan pikiran agar tetap bersatu dengan obyek
meditasi.
Bila
berkonsentrasi kepada nafas, maka anda harus mengarahkan pikiran kepada lubang
hidung atau bibir sebelah atas dimana udara masuk dan keluar.
'Pikiran-untuk-bertahan' (vicara) lalu digunakan untuk menjaga dan
mempertahankan pikiran agar tetap berada pada titik/obyek tersebut. Apabila
anda lalai dalam berlatih dan kehilangan perhatian, maka pikiran anda akan
pergi mengembara. Oleh karena itu 'pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) harus
dipergunakan lagi untuk menangkap dan mengembalikan pikiran kepada obyeknya
semula, menjaga dan mempertahankan ia di sana agar tidak pergi ke obyek lain.
Sang
Buddha membandingkan 'pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) dengan bunyi sebuah
lonceng ketika dipukul pertama kali, sedangkan 'pikiran-untuk-bertahan'
(vicara) diumpamakan sebagai gema lonceng tersebut. Kedua hal ini selalu
diperlukan didalam latihan anda. Vitakka dan vicara adalah penting, karena
pikiran selalu cenderung untuk menyimpang dari obyek meditasi. Diperlukannya
'pikiran-untuk-berpusat' (vitakka) adalah untuk menarik dan mengembalikan
pikiran kepada obyeknya, dan 'pikiran-untuk-bertahan' (vicara) adalah untuk
menjaga dan mempertahankan pikiran agar tetap pada obyeknya. Bila hal ini
dilatih terus-menerus, maka pikiran akan menjadi diam dan tenang, sehingga
hasil-hasil atau buah dari samadhi akan mulai muncul, seperti: rasa kegiuran
(piti) dan lebih lanjut dari itu adalah rasa bahagia (sukha) akan timbul
menyelimuti seluruh jasmani dan batin. Dengan merasakan kepuasan pada jasmani
dan batin, maka pikiran menjadi tenang terpusat pada satu obyek: ini disebut
pikiran terpusat pada satu titik atau ekaggata.
Ketika
anda belum mengalami rasa kegiuran dan kebahagiaan (piti dan sukha), maka anda
cenderung akan mengalami rasa frustrasi dan bosan dalam berlatih. Tetapi dengan
melanjutkan mengembangkan vitakka dan vicara, maka piti dan sukha akan timbul,
dan terpusatnya pikiran (samadhi) akan muncul sebagai hasil awal dari latihan
anda. Ini dengan sendirinya akan memberikan kepuasan dan semangat kepada anda
untuk terus melanjutkan dan mengembangkan latihan anda.
Hal
penting yang patut dicatat pada pembicaraan saya kali ini adalah: vitakka
menarik dan mengarahkan pikiran kepada obyek samadhi, vicara menjaga dan
menahan pikiran agar tetap pada obyek samadhi. Maka piti dan sukha akan timbul,
diikuti oleh terpusatnya pikiran, yang disebut samadhi.***
20
Agustus 1961
PERCAKAPAN
7
Ringkasan
Bagian-bagian Jasmani
Hari
ini saya akan menuntaskan penjelasan saya yang berhubungan dengan bagian-bagian
jasmani, dari pelajaran tentang Dasar dari Kesadaran. Oleh karena itu, secara
umum saya akan meringkas ulang bagian-bagian yang penting. Meskipun sebenarnya
Sang Buddha mengajarkan pelajaran ini khusus untuk para bhikkhu, tetapi kepada
umat awam yang ingin membuat pikirannya tenang, juga boleh menggunakan latihan
ini untuk mendapat manfaat dan memperoleh kebahagiaan sebagai hasilnya.
Sang
Buddha mengajarkan bahwa pertama-tama anda harus membangun perhatian murni di
dalam jasmani anda sendiri. Karena di sana terdapat banyak organ dan
bagian-bagian yang berbeda, maka dalam latihan pemeriksaannya diambil satu
bagian tiap satu waktu. Untuk membangun perhatian murni di dalam jasmani, anda
akan mengetahui bahwa bernafas adalah pengalaman/kejadian yang alamiah dari
setiap makhluk hidup. Oleh karena itu, Sang Buddha mengajarkan untuk
memperhatikan masuk dan keluarnya nafas dengan seksama. Anda harus menyadari
nafas yang panjang, tapi tetap berkonsentrasi hanya pada satu titik (pada
lubang hidung atau bibir atas), tidak dengan mengikuti masuknya nafas panjang
tersebut sampai habis. Pikiran, jasmani, dan nafas semuanya akan menjadi tenang
dan lebih lembut. Kalaupun anda merasa bahwa nafas sepertinya berhenti,
janganlah lepaskan konsentrasi anda pada titik yang telah anda ambil tersebut.
Itulah
2 cara latihan untuk menganalisa jasmani. Cara kesatu adalah dengan mengabaikan
nafas, tetapi berkonsentrasi pada bagian-bagian dari jasmani; cara lainnya
adalah dengan memegang teguh perhatian kepada nafas bagaikan sebuah jangkar,
dan kemudian digabung dengan perenungan terhadap bagian-bagian jasmani.
Kombinasi ini hanya mungkin dilakukan apabila pikiran kita telah mencapai
keadaan yang terpusat. Pada tingkat ini anda dapat menggunakan pikiran untuk
menolong memegang/menahan pikiran anda dari berkeliaran. Bila pikiran hendak berkeliaran,
arahkan ia untuk menganalisa ke dalam jasmani
Anda
juga harus waspada terhadap bagian lainnya. Ketahui postur/posisi anda dan
periksa tubuh anda untuk melihat bagaimana kedudukannya. Sadari posisi anda
pada saat ini --bila anda duduk misalnya--, dan juga berbagai posisi jasmani
anda lainnya, misalnya bagaimana posisi kaki dan tangan anda. Sadar dengan
jelas kepada seluruh hal-hal tersebut di atas, itulah yang disebut dengan
Pengertian yang jelas/lengkap (Sampajanna).
Setelah
sadar akan posisi tubuh, kemudian anda dapat memeriksa jasmani dengan lebih
cermat dengan memeriksa bagian-bagian dan organ-organnya. Beberapa bagian dari
jasmani secara langsung dapat dilihat oleh mata (seperti: rambut, kuku, gigi,
kulit) dan beberapa bagian tidak dapat dilihat (seperti: daging, otot, tulang,
dan bagian-bagian organ lainnya). Anda dapat mulai dengan melatih mereka
semuanya secara umum atau langsung mengambil satu bagian dan dengan seksama
meneliti bagian tersebut. Ini semua tergantung kepada pilihan anda.
Setelah
memeriksa bagian-bagian jasmani, anda dapat melihat mereka pada level yang
lebih dalam lagi dengan menganalisa mereka ke dalam unsur-unsur. Bagian-bagian
jasmani yang padat/keras sebagai unsur tanah, bagian yang cair sebagai unsur
air, bagian yang hangat sebagai unsur api, dan yang bergerak sebagai unsur
angin. Sedangkan bagian yang berongga (ruang kosong) sebagai unsur ruang.
Jika
jasmani dan bagian-bagiannya benar-benar kita pisah-pisahkan dengan cara ini,
maka kumpulan unsur-unsur (jasmani ini) tidak akan nampak utuh lagi dan anda
akan mati. Sebaliknya bila unsur-unsur ini tergabung utuh, maka kumpulan ini
akan hidup. Ia bernafas, ia tampak berbeda, dan bagian-bagian luar dan dalam
semuanya terkontrol dan bekerja bersama. Semuanya ini yang kita sebut dengan
jasmani yang kita miliki sekarang.
Lebih
jauh anda dapat menyelidiki dan melihat bahwa bila unsur-unsur tersebut
dipisah-pisahkan, unsur angin akan habis begitu pula dengan masuk dan keluarnya
nafas. Setelah unsur angin, unsur api akan padam meninggalkan badan yang
tadinya hangat menjadi dingin. Kemudian unsur air dan tanah akan hancur
perlahan-lahan sampai akhirnya tinggallah ruang yang kosong dari unsur angkasa.
Sebelum kita sekalian lahir, jasmani ini belumlah berwujud, dan sesudahnya pun
ia harus kembali ke kekosongan.
Sembilan
Cara Perenungan di Kuburan
Pada
penyelidikan yang lebih lanjut, anda akan menjumpai bahwa jika unsur angin dan
api lenyap, maka berakhirlah badan ini; dan ia lalu disebut mayat. Mayat
tersebut tidak lain daripada jasmani ini pula. Bila seluruh unsur bersatu
bersama-sama, maka itu disebut jasmani yang hidup. Ketika mereka tercerai
berai, itu pulalah yang disebut mayat.
Meskipun
Sang Buddha mengajarkan kita untuk memeriksa (meneliti) jasmani ini, tapi untuk
membayangkan diri ini sebagai mayat, sangatlah sukar. Maka Beliau menjelaskan
untuk menggunakan mayat yang sebenarnya untuk membandingkannya dengan badan
yang hidup ini. Satu kali atau bahkan lebih, setiap orang pasti pernah
mengunjungi kematian seseorang atau melihat mayat. Pada zaman sekarang ini,
mayat terlalu banyak diberi pakaian dan dihiasi sehingga keaslian alamiahnya
menjadi tidak nampak. Oleh karena itu kita dapat menggunakan petunjuk-petunjuk
berikut:
Membayangkan
mayat untuk satu, dua, atau tiga hari; ia mengembung, berubah menjadi biru
kehitaman dan membusuk
Kemudian
renungkan mayat yang dibuang yang telah dicabik- cabik-cabik dan dimakan oleh
binatang-binatang: burung Gagak, burung Nasar, anjing liar, serigala, atau
binatang lainnya.
Dari
sini kita dapat merenungkan tentang daging yang telah dimakan binatang-binatang
tersebut, tapi rangkanya masih utuh dan terpercik oleh darah dan sisa-sisa
daging yang diikat oleh otot- otot.
Kemudian
kita membayangkan rangka tersebut telah bersih dari daging tapi masih
berbelepotan darah dan masih diikat oleh otot-otot.
Kemudian
kita membayangkan rangka mayat tersebut telah bersih dari darah dan Otot-Otot.
Kemudian
kita membayangkan bahwa seluruh otot telah lenyap, sehingga tulang-tulang
rangka menjadi berserakan di sana-sini. Tulang kaki berserakan ke satu arah,
sedangkan tulang tangan ke arah lainnya. Tulang paha, tulang panggul, tulang
punggung, tulang rusuk, tulang dada, tulang bahu, lengan atas, rangka leher,
rahang, gigi dan yang terakhir tengkorak kepala, seluruhnya terpisah dan
terserak ke segala arah. Mereka sekarang hanya tulang belaka.
Kemudian
kita lihat karena tulang tersebut masih baru, maka ia masih berwarna putih.
dan
setelah setahun, tulang-tulang tersebut menjadi keropos dan berubah menjadi
tulang-tulang tua.
Kemudian
tulang-tulang tersebut mulai hancur dan berubah menjadi seonggok debu; ditiup
dan dihembuskan angin menyebar ke segala arah. Maka mereka sekarang tidak lagi
dapat kita sebut sebagai tulang.
Latihan
sebagaimana diajarkan oleh Sang Buddha adalah dengan menggunakan jasmani ini
sebagian demi sebagian. Memeriksa tubuh yang hidup dan menyaksikan bagaimana ia
dengan tak dapat dielakkan pasti akan mati. Ketakutan yang kadang-kadang
mungkin muncul pada perenungan ini adalah datang dari kurang adanya pengertian
atau pengetahuan. Ketidaktahuan dan kesendirian membuat seseorang membayangkan
bahwa ada kejahatan dan bahaya yang mengintai. Tapi bila anda telah mengenal
dan merenungkan apa sebenarnya semua ini --dan bahwa pada kenyataannya di sana
tak ada bahaya mengancam--, maka ketakutan tersebut akan hilang. Sekali anda
telah menguasai sifat takut/enggan anda, maka anda akan menjadi orang yang
mempunyai keinginan dan keberanian untuk melaksanakan kebenaran, tak lagi takut
terhadap hantu atau sebangsanya.
Meneliti
Rumah
Penjelasan
saya tentang penyelidikan terhadap jasmani akan membutuhkan pikiran untuk
melakukan penelitian. Ini seumpama anda memasuki rumah baru, maka diperlukan
pemeriksaan menyeluruh. Anda harus mengelilingi seluruh rumah untuk mengetahui
di mana letak atau tempat segala sesuatunya. Akan tetapi ini tidak berarti
bahwa anda harus berkeliling terus menerus, seolah-olah anda tidak perlu
istirahat. Jika anda benar-benar memerlukan istirahat, ingin duduk atau ingin
berbaring, maka anda harus berhenti pada suatu tempat. Andalah yang menentukan
selesai atau belumnya penyelidikan tersebut --sesuai dengan kesukaan anda--,
maka anda boleh menaruh kursi atau ranjang tempat anda beristirahat. Oleh
karena itu Sang Buddha memberikan cara yang bermacam-macam, seperti yang telah
saya jelaskan di sini. Beliau telah menunjukkan langsung jalan untuk
menyelidiki ke dalam jasmani ini dan mengadakan penyelidikan ke dalam secara
menyeluruh. Bila anda ingin istirahat, anda boleh duduk atau berbaring dimana
anda suka. Anda boleh istirahat di nafas dengan memusatkan perhatian pada satu
titik di sana, atau beristirahat pada salah satu dari 32 bagian jasmani. Anda
harus berpusat pada satu obyek. Misalnya pada tulang sehingga seluruh rangka
jasmani terwujud menjadi jelas. Atau anda dapat merenungkan mayat. Apapun yang
anda pilih --yang hidup atau mayat--, itu terserah kepada anda.
Jika
anda senang atau cocok menggunakan nafas sebagai obyek, maka pusatkanlah
pikiran anda supaya tidak berkeliaran dari titik tersebut. Jika pikiran hendak
berkeliaran, maka biarkanlah ia mengelilingi bagian-bagian dari jasmani ini,
tapi pastikanlah bahwa ia ada di dalam jasmani ini. Atau anda dapat menggunakan
kedua cara tersebut, tapi ini belumlah dapat disebut Samadhi, karena untuk hal
tersebut dituntut pemusatan, pengumpulan keduanya pada satu titik. ***
26
Agustus 1961
PERCAKAPAN
8
Jasmani:
Di Dalam dan Di Luar;
Kemunculan
dan Kelenyapan
Silahkan
anda sekarang memusatkan perhatian ke dalam badan anda sendiri. Pikiran anda
mungkin mencoba untuk lari, melepaskan diri dan mengisi dirinya dengan berbagai
kekuatiran. Hal ini terjadi karena setiap orang cenderung menguatirkan tentang
pekerjaannya, keluarganya, rumahnya, atau lain-lainnya. Pergunakanlah perhatian
(sati) dan pengertian yang jelas (sampajanna) Usahakan dengan sungguh-sungguh
untuk melupakan kekuatiran anda dan arahkan pikiran agar tertuju ke dalam badan
anda sendiri.
Anda
boleh memusatkan konsentrasi pada lubang hidung atau bibir sebelah atas atau
kepada obyek-obyek lainnya yang pernah saya jelaskan sebelumnya. Menurut
pelajaran ini (Satipatthana Sutta), sadar kepada nafas yang bergerak masuk dan
keluar adalah menyangkut tentang mengetahui yang di dalam dan di luar, dan
mengetahui kemunculan dan kelenyapan.
Mengetahui
yang di luar, menurut pengertian umum berarti mengetahui nafas yang menyentuh
ujung hidung atau bibir atas. Pengertian umum atau konvensional ini menjelaskan
bahwa siapapun yang memperhatikan titik tersebut akan dapat menyelaminya, dan
inilah yang disebut dengan melihat yang di luar.
Melihat
yang di dalam, menurut pengertian tertinggi, adalah penglihatan bahwa setiap
nafas adalah mengandung 4 unsur. Hadapkanlah tangan anda dekat lubang hidung
sehingga nafas yang keluar dapat menyentuh tangan anda tersebut. Dalam
bernafas, anda akan merasakan adanya kekerasan, hembusan, kelembaban, dan
kehangatan. Kekerasan yang dirasakan (dari nafas tersebut) adalah merupakan
unsur tanah; kelembaban adalah unsur air; hembusan adalah unsur angin; dan
kehangatan adalah unsur api. Meskipun ini hanyalah nafas, namun bila kita amati
dengan lebih teliti, maka kita akan melihat bahwa nafas pun terdiri atas 4
elemen. Inilah yang dimaksudkan dengan melihat yang di dalam. Melihat yang di
luar dengan pengertian umum/konvensional (sammati), maka anda melihat nafas.
Melihat yang di dalam dengan pengertian yang tinggi (paramattha), maka di sana
anda melihat adanya 4 unsur.
Pakailah
penjelasan ini untuk pengertian berikut: Melihat nafas adalah yang di luar,
sedangkan melihat pikiran adalah yang di dalam. Yang disebut belakangan adalah
konsentrasi dari pikiran, memusatkannya sehingga muncul tanda-tanda atau
isyarat-isyarat. Hal ini sama seperti memotret: obyek yang hendak dipotret
adalah di luar, dan bayangan yang jatuh pada lensa atau film adalah yang di
dalam. Pusatkanlah pikiran anda untuk dapat melihat keduanya, yang di luar
maupun yang di dalam.
Bila
anda berkonsentrasi dengan cara ini, anda akan melihat muncul & lenyapnya
sesuatu. Menarik nafas adalah sebagai munculnya, dan mengeluarkan nafas adalah
sebagai lenyapnya. Menarik nafas sebenarnya juga memasukkan 4 unsur, dan
mengeluarkan nafas adalah sebagai membuang mereka. Inilah yang terjadi,
kemunculan dan kelenyapan setiap kali bernafas.
Ketika
orang-orang masih bernafas, mereka melekat kepada banyak hal, tapi bila
nafasnya telah berhenti, maka demikian pulalah yang terjadi dengan kesadaran
pengenalan mereka terhadap segala sesuatunya. Tujuan Sang Buddha mengajarkan
kita melihat ke dalam badan jasmani kita adalah untuk melihat dan sadar akan
yang di dalam dan di luar, serta muncul dan lenyapnya segala sesuatu. Sadarilah
akan adanya jasmani ini, terutama adanya nafas, tapi hanya untuk keperluan
memperluas pengetahuan dan membangun kesadaran. Biarkan berlalu dan jangan
melekat kepada segala sesuatu. Sadarilah bahwa jasmani ini nyata ada, nafas
juga nyata ada, dan pada waktu yang sama lepaskanlah segala sesuatunya. Biarkan
berlalu. Kosongkan pikiran anda dan buatlah agar ia menjadi bersih dan dalam
keadaan tenang. Dengan teguh, bangunlah perhatian/kesadaran anda dengan obyek
yang telah anda pilih.
Perasaan
(vedana)
Duduk
di sini, dalam latihan, anda mungkin akan mengalami rasa tidak nyaman atau
tidak enak. Anda mungkin merasa sakit atau pegal/kaku, atau digigit oleh
nyamuk, atau juga merasa resah dan gelisah. Meskipun anda mengalami kesakitan
pada jasmani maupun batin, sadarilah akan semua rasa sakit itu. Ketidaknyamanan
jasmani dan ketidaknyamanan batin, mengapa hal itu bisa terjadi? Anda dapat
menemukan penyebabnya pada hal-hal yang berhubungan dengan jasmani, atau karena
kemelekatan-kemelekatan (amisa). Ketahuilah bahwa hal-hal ini adalah sumber
atau penyebab berbagai bentuk penderitaan.
Jika
anda merasakan ketidaknyamanan batin, misalnya merasa seperti tercekik atau
terimpit dan pikiran anda tidak mau tenang, maka cobalah untuk mencari
penyebabnya. Anda mungkin akan menemukan bahwa pikiran anda cenderung kepada
keinginan-keinginan dan itu lalu membuat anda tidak bisa memusatkan pikiran.
Atau penyebabnya mungkin karena anda belum pernah belajar meditasi ketenangan
sebelumnya, sehingga pikiran masih selalu berlari kesana-kemari. Pikiran tidak
pernah diam sebelumnya, sehingga belum terbiasa dengan keadaan ini. Sadarilah
bahwa selalu ada hal-hal yang menjadi penyebabnya; keterikatan kepada
benda-benda selalu menjadi penyebab penderitaan. Bila anda telah masuk dalam
latihan, dan mengalami rasa sakit, baik pada jasmani maupun batin, maka carilah
di mana mula-mula ia timbul. Janganlah menyerah kepada rasa sakit, tapi
teruskanlah latihan anda sesuai dengan tekad semula. Rasa sakit tersebut
perlahan-lahan akan hilang, dan pikiran akan berangsur-angsur mantap, sehingga
ketenangan yang dicapai akan menimbulkan kebahagiaan.
Bila
anda mengalami perasaan yang menyenangkan, baik pada jasmani maupun batin,
sadarilah mereka sebagaimana adanya. Anda mungkin akan mengalami perasaan sejuk
dan segar pada seluruh badan anda, dan tak ada kesakitan atau perasaan tercekik
yang timbul. Ketahuilah penyebab dari perasaan senang yang timbul pada jasmani
tersebut. Jika ia datang dari suasana lingkungan, dari cuaca atau hal yang
sejenisnya, atau rasa sakit anda hilang ketika anda mengubah posisi tubuh, maka
ketahuilah bahwa semua ini masih bersifat material/duniawi, kesenangan karena
kemelekatan. Kesenangan semacam ini masih bergantung kepada hal-hal yang di
luar.
Sadarilah
penyebab-penyebab perasaan senang yang timbul pada batin. Kadang-kadang ia
dapat timbul ketika pikiran melompat keluar kepada kesenangan-kesenangan
keadaan di luar, sehingga kita menjadi tak sadar di dalamnya. Kemudian anda
dapat melihat ketergantungannya kepada hal-hal yang di luar; maka ini disebut
kesenangan karena kemelekatan. Akan tetapi bila pikiran telah mantap dan
menyatu dalam ketenangan dan kegiuran, dan perasaan ringan dan bahagia pada
jasmani dan batin muncul, maka ini adalah disebut kebahagiaan non-material
(niramisa). Kebahagiaan ini tidak bergantung kepada pengaruh-pengaruh dari
luar. Perasaan ringan pada jasmani yang muncul tersebut adalah timbul dari
keadaan pikiran yang tenang, dan bukan dari pengaruh material yang di luar.
Bila
pikiran telah stabil, rasa senang/nyaman tersebut akan menjadi semakin mantap
dan halus, sampai akan dirasakannya perasaan yang bukan-sakit pun bukan-senang.
Pikiran lalu menjadi semakin terpusat. Perasaan bukan-sakit pun bukan-senang
ini tidak bergantung (terlepas) dari pengaruh atau hal-hal yang di luar.
Ketika
menggunakan metode perhatian pada nafas dalam latihan meditasi, anda juga harus
mencatat perasaan-perasaan yang timbul. Pertama-tama anda akan merasakan sakit,
kemudian rasa sakit tersebut perlahan-lahan akan hilang, dan perasaan
senang/nyaman akan dialami. Ketika ia semakin halus, perasaan senang tersebut
perlahan-lahan akan memudar, dan pada tingkat selanjutnya, akan muncul perasaan
bukan-sakit pun bukan-senang. Pada tingkat ini pikiran menjadi mantap dan
stabil; tetapi masih harus diawasi agar pengaruh-pengaruh kemelekatan --sebagai
makanan dari luar--, dan perasaan sakit atau senang, tidak muncul. Pada tingkat
dari ketenangan ini, anda akan mengalami kebahagiaan yang bersifat
non-material, yang mana dapat digunakan untuk mendorong kesukaan anda dalam
berlatih. Namun demikian, janganlah melekat kepada kebahagiaan tersebut. Tujuan
kita hanya untuk mencapai pemusatan pikiran.*:*
27
Agustus 1961
PERCAKAPAN
9
Jasmani
dan Perasaan: Bersama-sama Ditinjau Kembali
Pengolahan
pikiran bertujuan untuk mencapai pikiran yang mantap, tenang, dan menembus
hakikat kebenaran. Saya telah menjelaskan hal ini setahap demi setahap sesuai
dengan petunjuk Sang Buddha, pada Khotbah Agung tentang Dasar-dasar dari
Kesadaran, dan ini menjadi satu-satunya jalan untuk merealisasi tujuan hidup
manusia. Bahkan ajaran Beliau lainnya dapat diringkas ke dalam bentuk ini.
Itulah sebabnya kita harus mempelajari latihan ini dengan benar dari awal.
Pusatkan pikiran dan arahkan ia pada jasmani dan perasaan anda.
Melihat
keseluruhan jasmani adalah meliputi: Memperhatikan Nafas; mengetahui
keseluruhan jasmani, baik kelompok batin maupun kelompok jasmani; menenangkan
pikiran --jasmani dan nafas--; menyadari sepenuhnya posisi tubuh saat ini;
memeriksa bagian luar dan dalam bagian-bagian dan organ-organ jasmani;
menguraikan mereka ke dalam unsur-unsurnya; melihat apa yang sisa pada jasmani
ini setelah mereka diurai satu per satu sampai habis, sampai ia tidak bisa lagi
disebut sebagai jasmani. Pemeriksaan terhadap keseluruhan jasmani seperti ini
sangat luas lingkupnya, meliputi pemeriksaan yang menyeluruh, sementara latihan
samadhi membutuhkan untuk memusatkan pikiran pada salah satu bagian jasmani.
Misalnya jika anda merasa bahwa perhatian kepada nafas cocok untuk anda, maka
berkonsentrasilah pada satu titik itu.
Dalam
latihan tahap awal, akan ada kesakitan, baik pada jasmani maupun pikiran.
Timbul rasa sakit dari sikap duduk karena tidak biasa kita lakukan, dan rasa
tertekan pada pikiran karena ia dipaksa untuk diam dan tenang, bila ini belum
pernah dilatih sebelumnya. Sadarilah bahwa ini adalah rasa sakit yang muncul
karena pengaruh hal-hal di luar dan kemelekatan-kemelekatan kita. Keadaan
nyaman pada jasmani yang dirasakan sebelum ini dan kesenangan-kesenangan
lainnya pada waktu yang lalu, itu kemudian membuat kita merasa sakit. Pikiran
akan tertekan, karena ia dipaksa untuk tenang, padahal kebiasaan pikiran adalah
berpikir. Tetapi dengan kesabaran, ketekunan, dan kebulatan tekad, seluruh
kesakitan berangsur-angsur akan hilang, dan kebahagiaan akan muncul. Jasmani
kemudian akan menjadi ringan dan pikiran menjadi lembut.
Tapi
tak lama kemudian, perhatian ini dapat buyar. Jika ia terlepas, maka pikiran
akan cepat keluar dan mencari obyek-obyek yang diluar. Bilamana anda berhasil
menangkap pikiran yang terpikat pada kesenangan-kesenangan luar tersebut, maka
kemudian sadari sepenuhnya bahwa ini adalah keinginan-keinginan tamak terhadap kesenangan
dan didasari oleh hal-hal menarik di luar diri. Begitu pula, waspadalah
terhadap kesenangan-kesenangan jasmaniah yang juga didasari oleh godaan-godaan
dari luar. Hal-hal ini yang menyebabkan pikiran pergi ke luar adalah hal yang
paling gawat, karena bila sudah keluar ia tak akan berhenti hanya pada satu
penyimpangan. Bunyi orang berjalan, suara orang berbicara, bunyi mobil, atau
bunyi-bunyi mengganggu lainnya, akan dengan segera mengajak pikiran pergi
mengembara, dan itu kemudian akan berlanjut kepada banyak hal. Jangan biarkan
pikiran terpikat kepada hal-hal yang menarik di luar dengan segala pancingannya
tersebut. Anda harus menangkap pikiran yang terseret oleh keinginan-keinginan
tersebut, kemudian sadari penyebabnya, dan bawa kembali pikiran kepada obyek
samadhi, yakni pada satu titik terpusat.
Kadang-kadang
perasaan 'bukan-sakit pun bukan-senang' dengan cara yang sama akan muncul dan
menyimpang kepada hal-hal di luar. Jadi anda harus mewaspadai hal ini.
Selalulah
waspada dan tuntun pikiran kembali ke obyek samadhi, sehingga ia menjadi tenang
dan bebas dari nafsu-nafsu serta semua keadaan tak menguntungkan lainnya.
Kemudian anda dapat yakin bahwa kebahagiaan yang anda rasakan seluruhnya
benar-benar murni, bebas dari godaan-godaan dari luar, tapi ia hasil dari
ketenangan. Kebahagiaan ini memberikan pengalaman pada tahap awal dari latihan.
Akan tetapi jangan tenggelam di dalamnya; teruskan pemusatan pikiran pada obyek
samadhi anda.
Pemusatan
dan Pengaturan Pikiran
Setelah
mengerti sifat-sifat perasaan seperti yang telah dijelaskan, sekarang kita
beralih kepada pikiran itu sendiri. Lihat dan catat kondisinya, keadaannya, dan
perubahannya. Jika anda telah memusatkan ke sana anda akan menyadari bahwa
perasaan dapat merembet ke pikiran --hanya jika anda perhatikan dengan teliti.
Anda akan melihat bahwa setiap kesakitan pada jasmani akan berpengaruh pada
pikiran, sementara setiap tekanan mental juga langsung mengenai pikiran. Ini
menyebabkan munculnya perasaan tidak suka, yang juga dikenal sebagai kebencian
atau penolakan (dosa). Akan tetapi, saya rasa istilah tersebut agak terlalu
keras, sehingga kita akan pakai istilah "tidak suka". Ia memiliki
arti yang luas, karena setiap orang tidak suka terhadap penderitaan.
Penderitaan,
sekali ia muncul, akan menimbulkan rasa tidak suka, dan bila kita melekat maka
ia akan menimbulkan kebencian yang semakin kuat. Oleh karena itu, ketidaksukaan
atau penolakan ini muncul dari kesakitan jasmani dan perasaan (dukkha vedana).
Ketika terjadi kontak, maka kesakitan jasmani dan tekanan mental akan timbul
terlebih dahulu sebelum timbulnya rasa tidak senang, Karena itu, perasaan sakit
adalah penyebab dari kebencian dan ketidaksenangan. Bila ini masalahnya,
waspadalah terhadap pikiran yang berisi kebencian atau penolakan, dan ketidaksenangan
yang telah muncul di dalam pikiran.
Di
lain pihak, perasaan nyaman pada jasmani & batin (sukha vedana) akan
menimbulkan rasa suka. Seseorang mungkin menyebutnya sebagai 'nafsu' (raga),
tapi istilah/kata ini juga kelihatan terlalu berlebihan. Kata "suka"
mungkin lebih umum, tapi juga harus dimengerti bahwa itu adalah awal dari
nafsu. Nafsu dimulai dari bentuk yang paling halus dari kemelekatan dan
keinginan yang kuat, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan suka. Oleh
karena itu, setiap bentuk kesenangan, atau dapat disebut nafsu, mulanya
berkembang dari perasaan suka. Suatu kontak yang memberikan kesenangan pada
jasmani dan mental, langsung akan menimbulkan keinginan, kemelekatan, dan
nafsu. Oleh karena itu, waspadalah bila ini muncul dalam pikiran anda.
Perasaan
antara, yakni --tiada-sakit pun tiada-suka (adukkhamsukha vedana)-- menandakan
pengalaman yang sudah meningkat. Pada pengalaman yang baru, perasaan senang
mungkin timbul, seperti misalnya anda mendapatkan sesuatu yang sangat anda
harapkan. Tapi, setelah rasa senang tersebut hilang, anda mungkin akan merasa
biasa terhadap hal tersebut dan ini adalah perasaan yang netral. Perasaan ini
lalu merembet ke pikiran dimana ia menimbulkan kemelekatan terhadap hal
tersebut. Kemelekatan yang berkembang dari kegembiraan awal menjadi perasaan
yang biasa, sebenarnya adalah tipuan belaka, karena obyeknya belum kita
lepaskan. Keinginan memiliki ini yang membawa kepada kekikiran dan iri-hati,
membuat obyek tersebut tidak mungkin dilepaskan. Meskipun mungkin obyek
tersebut sudah tidak lagi menarik dan berkesan, tapi anda tetap belum mampu
melepaskannya. Ini sama seperti barang-barang milik kita yang sebenarnya sudah
harus kira buang. Kemelekatan ini adalah bentuk dari penipuan/kepalsuan. Bila
ini timbul dalam pikiran anda, waspadailah bahwa kebodohan (moha) sedang
muncul.
Perasaan
senang dan sakit berubah-ubah dalam sekejap. Ia menyebabkan timbulnya rasa suka
atau tidak suka. Tetapi perasaan sedemikian ini hanya mungkin bisa dilihat jika
anda memeriksa dengan seksama hal-hal yang mendasarinya. Anda mungkin akan akan
mengakui pengaruhnya yang luas. Pikiran, pada kenyataannya, tertipu dan melekat
kepada sangat banyak pengalaman-pengalaman suka dan tidak suka ini, mengingat
masa-masa lalu dan mondar- mandir pada kesenangan dan kenyamanan, serta
kesakitan dan ketidaksenangan. Lihatlah seluruh kenyataan ini di dalam pikiran
anda sendiri.
Pada
sisi lain, anda juga harus waspada ketika pikiran bebas dan tidak terikat
nafsu, kebencian, dan kemelekatan. Bila pikiran tidak dapat dipusatkan dalam
latihan keluar-masuknya nafas, itu karena ia mengembara dalam suka, benci, dan
kemelekatan. Oleh karena itu, haruslah selalu waspada menjaga dan mengawasi
pikiran anda dan menyadarinya ketika ia pergi mengembara. Kewaspadaan itu akan
membuat pikiran kembali tenang.
Pada
tahap latihan ini, keputusasaan atau rasa gelisah serta pikiran kacau akan
muncul. Waspadalah terhadap perasaan-perasaan tersebut dan mantapkan pikiran,
sehingga ia akan menyinari dan menuntun batin anda. Sebaliknya, sadari bahwa
keputusasaan ini muncul karena sebelumnya anda telah merasakan kebahagiaan
sebagai hasil dari ketenangan. Karena itu, janganlah menyerah dari latihan.
Jangan terseret kepada pikiran yang gelisah tersebut, tapi gunakan kewaspadaan
untuk mengembalikannya.
Pada
beberapa kesempatan, pikiran anda mungkin akan menyeleweng pergi. Waspadailah
ia. Juga waspadai pada saat pikiran menjadi cupet/sumpek dan bingung. Pikiran
untuk menyeleweng mempunyai semangat yang tinggi dan ini harus disederhanakan
dengan kewaspadaan bila ia hendak menyebar. Jika pikiran menjadi terlalu cupet
dan bingung, ia akan menyebabkan penderitaan, sehingga anda harus berhati-hati
jangan biarkan ini terjadi. Kebanyakan rasa senang mungkin akan membuat pikiran
menjadi over/meluap-luap dan terlalu bersemangat, sedangkan kalau terlalu
sedikit akan membuat pikiran sumpek dan bingung. Kedua hal yang ekstrim ini
harus dihindari demi mendapatkan yang paling baik dan sesuai.
Kadang-kadang
pikiran merasa tidak ada kemajuan --ketika misalnya, anda ingin bekerja dan
berlatih dengan sekuat-kuatnya-- sedangkan kadang-kadang pikiran nampak jernih,
bahkan kadang-kadang agak mundur. Hal ini dapat membuat kita lengah. Dalam
keadaan ini, anda harus dapat menyesuaikan diri, berbuatlah seperti hal:
memberi dan mengambil, sehingga ia menjadi seimbang dan sesuai. Janganlah
berpikir bahwa anda dapat menjadi ekstra-superior, karena dapat menyebabkan
anda menjadi ceroboh. Begitu pula, jangan biarkan diri anda terlalu santai dan
lengah. Dengan hati-hati, seimbangkan mereka dan anda akan maju dengan mantap,
selangkah demi selangkah.
Kadang-kadang
pikiran akan menjadi mantap dan berkembang maju, tetapi pada saat yang lain ia
akan mundur. Waspadalah akan hal ini. Kemajuan yang mantap pada pikiran adalah
baik dan benar; tapi anda harus memeriksa dan melihat alasan/penyebabnya jika
ia bergerak dan pergi mengembara. Di sana pasti ada sesuatu yang tak beres,
suatu keteledoran/kelalaian dalam latihan anda, yang dapat menghalangi
kestabilan anda. Anda harus menemukan penyebabnya dan membuat pikiran anda
kembali mantap.
Kadang-kadang
pikiran menjadi bebas, tetapi pada saat yang lain menjadi tidak bebas. Pada
tingkat duniawi, ini menandakan penglepasan, membiarkan segala sesuatu berlalu,
dan mencapai ketenangan dalam latihan. Jika pikiran tidak dapat melewatinya,
itu berarti anda belum dapat melepaskan, sehingga pikiran kembali terlibat pada
obyek-obyek luar, misalnya memikirkan pekerjaan anda. Jika anda membiarkan
pikiran anda lepas dengan cara ini, maka latihan anda tidak akan berhasil.
Ketika anda duduk berlatih, anda harus selalu berhasil untuk melepaskan
keterikatan anda terhadap kejadian-kejadian di luar serta kekuatiran-kekuatiran
anda, lalu arahkan pikiran untuk tenang kembali. Inilah yang dimaksudkan dengan
pikiran berada di atas duniawi. Kondisi pikiran ini bebas dari pengaruh
sekelilingnya, dan akan memperlancar latihan anda. Anda harus berusaha terus
menerus waspada terhadap keadaan pikiran anda.
Mengerti
cara latihan yang diajarkan oleh Sang Buddha berarti waspada terhadap jasmani,
perasaan, dan pikiran. Kembangkanlah salah satunya --misalnya perhatian
terhadap pernafasan--, sebagai dasar dari latihan samadhi anda. Tapi untuk
mendapat kemajuan, perhatian terhadap perasaan dan pikiran yang timbul suatu
saat juga perlu diperhatikan. Anda harus mampu memperhatikan perasaan dan
pikiran yang timbul untuk memantapkan pikiran dan mengembangkannya dengan
mantap pada obyek yang telah dipilih. ***
3
September 1961
PERCAKAPAN
10
Pokok
Bahasan Tentang
Obyek-obyek
Pikiran (dhamma)
Lima
Rintangan Batin (Nivarana)
Latihan
kita terhadap pikiran adalah bertujuan untuk menenangkan pikiran dan untuk
memunculkan kebijaksanaan sejati dan pandangan terang. Kita berpedoman pada
latihan yang telah diajarkan oleh Sang Buddha, yang mana telah dijelaskan
tahapan-tahapannya.
Kita
mulai dengan mengembangkan ketenangan dan dengan teguh memusatkan pikiran. Jika
anda senang dengan metode memperhatikan nafas, maka berpusatlah pada masuk dan
keluarnya nafas. Sementara berlatih, anda juga harus memperhatikan perasaan dan
pikiran yang muncul, karena jika pikiran belum mencapai keadaan terpusat, aneka
macam bentuk pikiran dan perasaan akan tetap aktif. Telinga mendengar
suara-suara, jasmani menerima sentuhan-sentuhan dari obyek-obyek, dan karena
pikiran belum terpusat dengan mantap, maka obyek-obyek batin akan muncul.
Perasaan yang timbul langsung akan mempengaruhi pikiran, dimana rasa sakit akan
menimbulkan ketidaksukaan, dan rasa senang akan menimbulkan kesukaan, dan perasaan
diantaranya akan membawa kepada khayalan dan kemelekatan. Perhatian yang
terus-menerus diperlukan untuk mengawasi semua hal ini untuk membuat
konsentrasi anda mantap dan terpusat.
Jika
usaha anda untuk membangun dan memusatkan pikiran gagal atau tidak menghasilkan
kondisi samadhi, maka anda harus meneliti di mana gangguan atau rintangan itu
berada. Sang Buddha menyebut rintangan ini sebagai nivarana. Mereka menghalangi
pikiran dari samadhi dan anda harus mengawasi bentuk-bentuknya. Ada 5
rintangan, yaitu:
Dorongan
Nafsu (kamacchanda): yaitu kesenangan terhadap obyek-obyek di luar yang
dianggapnya sebagai sangat berharga untuk dinikmati. Bila keinginan semacam itu
timbul, ia akan mendorong pikiran untuk menyimpang serta menghalangi pemusatan
pikiran, sehingga menggagalkan samadhi anda.
Itikad
jahat (byapada): yaitu ketidak-sukaan terhadap latihan atau terhadap
obyek-obyek di luar. Bila pikiran digelapkan oleh kemauan/itikad jahat atau
ketidaksukaan maka hal ini merupakan bahaya bagi samadhi.
Malas
dan lamban (thina-middha): yaitu perasaan mengantuk dan rasa tidak bersemangat,
yang membuat pikiran menjadi tumpul dan membuat jasmani menjadi malas dan tidak
bergairah. Bila halangan ini dibiarkan muncul, maka ia merupakan bahaya bagi
samadhi.
Kegelisahan
dan kecemasan (uddhaccakukkucca): yaitu keresahan dan gangguan mengenai
obyek-obyek luar atau karena timbulnya piti dalam latihan. Gangguan ini
bercampur dengan ketidaksukaan, membuat anda merasa resah/gelisah serta
menggagalkan samadhi anda.
Keragu-raguan
(vicikiccha): yaitu kebimbangan dan keragu-raguan terhadap motivasi berlatih
dan cara latihan, serta hasil dari latihan. Misalnya, anda merasa cemas, apakah
anda harus meneruskan latihan atau terhadap pertanyaan mengapa anda melakukan
latihan, apa keuntungannya? Bahaya yang segera muncul dari latihan anda adalah
keraguan tentang manakah cara-cara yang harus dipakai dari sekian banyak cara
yang telah dijelaskan, apakah dengan memperhatikan jasmani, atau perasaan, atau
pikiran. Merasa ragu-ragu terhadap cara yang harus dipilih menunjukkan
keragu-raguan terhadap cara berlatih. Ini membuat pikiran menjadi bingung dan
samadhi menjadi gagal. Mungkin juga anda merasa tidak yakin terhadap manfaat
dari latihan, kapankah hasilnya akan dirasakan. Pemikiran-pemikiran dan
harapan-harapan tentang hasil-hasilnya, atau tentang akan melihat hal-hal yang
baru, adalah bahaya dari samadhi.
Oleh
karena itu, anda harus melihat ke dalam pikiran: dalam kondisi bagaimanakah
pikiran saya saat ini? Apakah ia berkecenderungan (chanda) terhadap hal-hal
yang di luar atau ia telah berada pada obyek samadhi? Jika kecenderungannya
masih lebih banyak terhadap obyek luar, berarti tidak banyak terhadap obyek di
dalam, dan samadhi akan sulit tercapai. Oleh karena itu, anda harus menahan
kecenderungan-kecenderungan pikiran terhadap obyek-obyek di luar dan berusaha
keras untuk memusatkan pikiran pada obyek samadhi. Tidak masalah kalau anda
harus mengeluarkan banyak usaha untuk mendapatkan obyek samadhi, karena suatu
saat ia akan muncul dan hasil-hasil dari samadhi akan dicapai.
Periksalah
pikiran anda dari kegelapannya karena perasaan tidak suka. Apakah semua itu
karena obyek di luar yang menyebabkan rasa tidak suka tersebut? Apakah ia mulai
menimbulkan ketidaksukaan terhadap latihan? Jika anda menemukan bahwa itu
penyebabnya, maka berusahalah untuk mengatasi gangguan-gangguan obyek tersebut
dan buanglah ketidaksukaan terhadap latihan ini. Dengan meniadakan
ketidaksukaan, berarti kita telah menghindarkan kerugian dan kesalah-pengertian
kita terhadap tujuan dan manfaat dari samadhi. Ini sama dengan ketidak-sukaan
terhadap seseorang atau benda karena kita melihat kesalahan-kesalahan dan
keburukan-keburukan mereka saja. Bila anda berusaha melihat kebaikannya maka
ketidaksukaan itu dapat diredam. Dengan demikian keengganan, dan ketidaksukaan
terhadap latihan akan hilang bila anda telah merasakan samadhi (konsentrasi).
Sekarang,
bila kecenderungan dan keengganan terhadap obyek-obyek luar telah
dikesampingkan dan keragu-raguan terhadap obyek samadhi telah bekurang, pikiran
akan menjadi tenang. Hal lainnya yang juga berlawanan terhadap ketenangan, akan
muncul, yaitu mengantuk. Kondisi dari ketenangan dan mengantuk ini adalah
sangat mirip. Pikiran yang belum terlatih biasanya ditunjukkan dengan rasa
gelisah, atau jika tidak gelisah, ia akan mengantuk. Maka diperlukan ketelitian
yang luar biasa supaya anda jangan sampai tertidur, yang langsung akan
menghilangkan perhatian/kesadaran anda. Perhatian, ingatan, dan kesadaran
adalah merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan samadhi. Bila
samadhi telah lebih halus, Pengertian Jelas (sampajanna) dan Perhatian Murni
(sati) anda menjadi makin jernih dan makin dalam. Makin jernih kesadaran anda,
makin mantaplah samadhi anda. Oleh karena itu, latihan samadhi bukanlah
bertujuan untuk mencapai keadaan tanpa kesadaran. Jalan untuk memecahkan
problem dari mengantuk adalah dengan menyadari penyebabnya. Ia timbul karena
anda membiarkan perhatian dan kewaspadaan anda menyimpang, karena mencoba untuk
menenangkan pikiran. Ini mirip dengan ketika kita hendak tidur: kita melepaskan
kesadaran, akibatnya kita jatuh tertidur. Oleh karena itu, dalam latihan,
perhatian (sati) jangan sampai dilepaskan. Kalau tidak, anda pasti akan
tertidur. Anda harus sepenuhnya sadar dan waspada, yang akan mencegah anda dari
mengantuk dan tertidur.
Begitu
anda merasa mengantuk, gunakanlah cara tersebut di atas dan dengan merasakan
seolah-olah ada sinar yang amat terang. Ini berarti bahwa pikiran kita
seolah-olah secerah sinar di siang hari karena semangat dan kecemerlangan dari
kesadaran dan kewaspadaan. Pikiran dipenuhi oleh pengertian jelas dan
kesadaran. Maka tak mungkin timbul kesayuan --seperti seseorang yang
mengecilkan api lampu-- karena ia dapat membuat anda jatuh tertidur.
Juga,
jangan biarkan pikiran-pikiran liar dan tidak menentu mengganggu jalannya
latihan, karena ia akan menggagalkan setiap perkembangan dari samadhi. Pastikan
untuk tetap memusatkan pikiran pada obyek meditasi. Jika anda telah memilih
obyek nafas, maka pusatkanlah perhatian di sana. Juga waspadalah terhadap
gerak-gerik perasaan dan pikiran, sebagaimana yang telah dijelaskan di depan.
Ini akan memberi manfaat kepada anda untuk mewaspadai segala sesuatu yang
mungkin mengganggu samadhi anda dan mencegah timbulnya tekanan atau ketegangan
pada pikiran. Dalam memperhatikan nafas, ini akan menghentikan segala
ketidakteraturan, yang dapat menyebabkan kegelisahan dan kejengkelan. Jika anda
membiarkan pikiran menikmati piti dan sukha sebagai hasil awal samadhi, maka
kemudian rasa senang tersebut akan menimbulkan kegelisahan. Rasa gelisah dan
pikiran yang berkeliaran tersebut harus tetap dijaga dengan cermat.
Rasa
ragu-ragu dan dugaan-dugaan juga harus dikesampingkan. Jernihkan dan
yakinkanlah pikiran anda terhadap latihan anda dengan tidak menduga-duga apa
yang akan terjadi selanjutnya, atau berpikir, "Apa yang akan saya lihat?
Apa yang akan muncul? Akan menjadi apa ia nanti?" Bertujuanlah hanya untuk
membuat pikiran mantap dan kuat pada obyek samadhi, dengan kewaspadaan dan
kesadaran yang sepenuhnya dan terang. Makin halus samadhi anda, makin tajam dan
teranglah kesadaran dan kewaspadaan anda.
Dengan
mengetahui ciri-ciri dan sifat-sifat dari rintangan-rintangan yang dapat
menghalangi pikiran dari samadhi, maka anda dapat mengatasinya bila ia timbul.
Jika ia telah timbul, anda harus berusaha keras untuk membuangnya. Usaha untuk
mencegah dan meniadakan gangguan-gangguan atau rintangan yang timbul ini akan
membawa pada kemajuan dan keberhasilan dalam latihan samadhi anda.
4
September 1961
PERCAKAPAN
11
Ringkasan
Tahapan-tahapan Latihan
Ajaran
Dhamma ini merupakan latihan yang membantu dalam pengembangan batin. Ia
berkaitan langsung dengan diri anda sendiri dan karena itu di dalam
mendengarkan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha, anda harus berusaha untuk
mempraktikkannya dan memusatkan perhatian padanya di sana. Bila anda dapat
melihat kebenaran ini di dalam diri anda sendiri maka anda akan dapat melihat
Dhamma.
Latihan
ini dimaksudkan untuk mencapai ketenangan pikiran serta pengetahuan yang jelas
dan pandangan benar. Saya telah menjelaskan latihan untuk ketenangan ini
setahap demi setahap, tapi belum memulai dengan jalan menuju pandangan terang
(insight). Uraian berikut akan mulai menjelaskan latihan pengembangan pandangan
terang, yang akan menuntun menuju kebijaksanaan serta pengertian benar. Akan
tetapi, pertama-tama saya akan merangkum serta memulai dan uraian saya
terdahulu.
Pemusatan
pikiran bertujuan untuk menenangkan pikiran melalui konsentrasi, misalnya pada
keluar-masuknya nafas bersama dengan kesadaran terhadap pikiran. Dalam latihan
anda, terdapat pengertian yang jelas tentang postur -misalnya sikap duduk anda
saat ini di sini, serta memeriksa ke-31 atau 32 bagian jasmani, dan akhirnya
menganalisanya sebagai unsur-unsur (api, tanah, air, udara). Bilamana
unsur-unsur ini tercerai-berai, jasmani yang hidup ini akan menjadi mayat dan
akan membusuk hingga tinggal tulang-tulang saja. Bahkan kemudian tulang-tulang
itu akan hancur menjadi debu.
Selagi
tubuh ini masih hidup, ia memiliki perasaan-perasaan yang menyenangkan, sakit,
serta di antara menyenangkan dan sakit. Anda harus menyadari bahwa sebagian
dari perasaan-perasaan ini timbul karena terpengaruh daya-tarik eksternal
(dengan kait-kaitnya yang menggoda) dan sebagian lagi berasal dari latihan itu
sendiri. Ketika perasaan-perasaan tersebut menguasai pikiran, anda harus
menyadari sepenuhnya pikiran itu. Tatkala perasaan yang menyenangkan timbul, ia
akan menimbulkan keinginan dalam pikiran. Perasaan sakit akan menimbulkan
kesedihan, serta perasaan di antara keduanya (antara menyenangkan dan
menyakitkan) akan menimbulkan suatu kemelekatan yang menyesatkan.
Bahayanya
rintangan-rintangan batin (nivarana) ini yakni mereka mencegah pikiran membuat
kemajuan atau menjadi mantap dalam samadhi. Nafsu indera, itikad jahat,
kemalasan dan kelambanan, kegelisahan dan kekhawatiran, serta keragu-raguan
yang skeptis adalah hal-hal yang berbahaya. Akar dari rintangan-rintangan ini
terletak pada berbagai kekhawatiran serta kecemasan yang bersifat eksternal
yang belum disingkirkan atau di dalam perasaan itu sendiri. Perasaan yang
menyenangkan dengan kait-kaitnya yang menggoda terhadap hal-hal menarik di luar
akan merasuki pikiran, dan rasa senang yang muncul ini akan menarik pikiran ke
dalam obyek-obyek eksternal yang menyenangkan tersebut. Dengan demikian,
samadhi dihancurkan. Hal yang sama juga berlaku bagi perasaan sakit yang akan
membelokkan pikiran kepada rasa tidak suka; dan perasaan di antara keduanya
(menyenangkan dan sakit), akan menimbulkan rasa mengantuk, gelisah, dan
ragu-ragu. Karena itu anda harus tetap waspada dan sadar kalau-kalau di antara
rintangan-rintangan ini ada yang mulai muncul.
Pada
waktu permulaan latihan, siswa harus terus-menerus berjaga-jaga, memeriksa,
serta memerangi semua jenis rintangan untuk menuju samadhi. Samadhi anda
mungkin belum mantap terbentuk tetap pemeriksaan-diri seperti itu tetap jauh
lebih baik daripada membiarkan pikiran lepas kendali serta mengembara keluar.
Hal ini seperti memeriksa serta meneliti rumah kita sendiri. Pada latihan
tingkat ini, konsentrasi pada nafas harus dikombinasikan dengan pemeriksaan
terhadap perasaan, pikiran, serta segala jenis rintangan yang mungkin muncul.
Karena itu latihan ini adalah latihan yang bersifat ganda (double). Memeriksa
pikiran dengan cara yang biasa sering kali mengarah kepada pikiran yang
mengembara dan bercabang-cabang. Pada awalnya, pikiran harus digunakan --tetapi
pertahankan agar ia tetap di dalam (misalnya dengan cara menghitung atau
mengucapkan "Bud-dho" bersamaan dengan nafas). Usaha pikiran semacam
itu merupakan suatu cara pencegahan untuk mengantisipasi berbagai ancaman bagi
pengembangan samadhi. Bila konsentrasi anda berhasil mengatasi bahaya-bahaya
itu, latihan anda atas perhatian pada pernafasan, misalnya, akan semakin kuat
serta menjadi mantap dan pasti.
Metode
Latihan Untuk Mencapai Konsentrasi Tercerap (Appana Samadhi)
Pada
latihan tingkat ini, anda bergantung pada "pikiran-untuk-berpusat"
(vitakka) dan "pikiran-untuk-bertahan" (vicara), atau perenungan.
Akan tetapi, perenungan di sini berarti memusatkan pikiran kepada obyek samadhi
-kepada panjang-pendek atau keluar-masuknya nafas, misalnya.
"Pikiran-untuk-berpusat' ini dapat diibaratkan sebagai pukulan pertama,
pada sebuah bel, sementara "pikiran-untuk-bertahan" ibarat gema yang
menyusul kemudian. "Pikiran-untuk-bertahan" merupakan penahan pikiran
untuk menyatu kepada obyek samadhi tanpa membiarkannya menjadi hilang/pudar.
Dalam
praktiknya, pikiran selalu cenderung melepaskan diri dari obyek samadhi, dan
perhatian murni kemudian harus membawanya kembali (kepada obyek). Oleh karena
itu, "pikiran-untuk-berpusat" serta
"pikiran-untuk-bertahan" akan terus-menerus diperlukan hingga pikiran
menjadi cukup stabil dan mantap bagi munculnya kegiuran (piti) di dalam jasmani
dan pikiran. Tetapi anda tidak boleh terbawa atau terlena oleh kegiuran ini;
melainkan melanjutkan berkonsentrasi secara mantap pada obyek samadhi, sehingga
rasa nyaman pada jasmani dan pikiran akan muncul. Rasa nyaman ini akan semakin
halus lagi dan pikiran kemudian terpusat dengan mantap pada satu obyek. Ini
disebut "pikiran terpusat pada satu titik" yang bebas dari
pikiran-pikiran yang mengganggu, dan ini muncul dari tanpa-kemelekatan serta
ketenangan.
Pikiran
yang telah maju sejauh ini, telah berada pada tingkat pertama dari Konsentrasi
Tercerap: samadhi yang telah mantap dan kokoh. Sebelum tingkat ini, adalah
masih tingkat Konsentrasi Tetangga (upacara samadhi). Tingkatan pertama dari
Konsentrasi Tercerap ini memerlukan: "pikiran-untuk-berpusat", untuk
mengantar pikiran menuju obyek meditasi; "pikiran-untuk-bertahan"
untuk menahan pikiran agar tetap pada obyek; kegiuran (piti) yang memenuhi
jasmani dan pikiran; kenyamanan/rasa nyaman pada jasmani dan pikiran; dan
"pikiran terpusat pada satu titik" yang terpusat dengan mantap pada
satu obyek. Hal ini merupakan kebahagiaan yang timbul dari latihan samadhi.
Pada
permulaan latihan, ketika anda belum mengalami kegiuran (piti) dan rasa nyaman
(sukha), pikiran tidak bisa tetap mantap dalam samadhi. Tetapi dengan munculnya
kegiuran dan rasa nyaman, samadhi menjadi kokoh/mantap dan dikatakan bahwa anda
sedang mengalami/merasakan cita-rasa dari samadhi. Selanjutnya anda akan
melihat manfaat serta keuntungan-keuntungan dari latihan samadhi yang
sebelumnya tidak diketahui.
Bahkan
dalam aktivitas-aktivitas duniawi, kegiuran serta rasa nyaman semacam ini
diperlukan. Bila kedua hal ini tidak ada, maka seseorang tidak akan dapat
melanjutkan aktivitas-aktivitas (eksternal) dengan baik, misalnya menonton film
atau suatu permainan. Demikian juga dalam praktik Dhamma, dimana buah dari
kegiuran serta rasa nyaman ini adalah perlu untuk membangun samadhi serta untuk
kemajuan selanjutnya. Kegiuran dan rasa nyaman dari samadhi ini jauh lebih
halus serta langka dibanding dengan jenis-jenis lainnya, dan memberikan
kebahagiaan serta ketenangan yang jauh lebih besar kepada pikiran.
Pencapaian
kegiuran dan rasa nyaman ini tergantung dari pengembangan
"pikiran-untuk-berpusat" (vitakka) dan "pikiran-untuk-bertahan"
(vicara) secara terus-menerus. Bilamana anda berketetapan hati untuk berlatih,
berusahalah untuk terus berlatih setiap hari. Misalnya, anda dapat memutuskan
untuk berlatih setiap hari sesaat sebelum istirahat tidur atau saat bangun
tidur setiap pagi. Latihan yang konsisten seperti ini membuat pikiran lebih
mudah untuk diawasi, dan bila sudah cukup maju, buah kegiuran serta rasa nyaman
akan muncul, diikuti oleh tingkatan pertama samadhi yang dikenal sebagai
"pikiran yang terpusat pada satu titik". "Pikiran terpusat pada
saru titik" yang telah dibangun dengan mantap, tidak lagi memerlukan
"pikiran-untuk-berpusat" (vitakka) serta
"pikiran-untuk-bertahan" (vicara), karena sekarang ia sudah mantap
dalam keadaannya itu. Karena itu, "pikiran-untuk-berpusat" dan
"pikiran-untuk-bertahan" dapat ditinggalkan dan anda tidak perlu
berpayah-payah dengan mereka berdua. Sekarang yang masih tersisa adalah
kegiuran (piti), rasa-nyaman (sukha), dan pikiran terpusat pada satu titik
(ekaggata).
Ketika
kegiuran menyebar memenuhi jasmani dan pikiran, masih terdapat adanya sedikit
rasa suka-cita. Tetapi ketika pikiran menjadi bertambah halus, kegiuran akan
melemah dan akhirnya ditinggalkan, dan yang tersisa hanya rasa nyaman (sukha)
dan pikiran terpusat pada satu titik (ekaggata).
Ketika
pikiran terus menjadi semakin dan semakin halus, rasa nyaman itu juga
ditinggalkan dan selanjutnya ia mengalami terpusatnya pikiran pada satu titik
dan merasakan keseimbangan batin (upekkha) yang bersifat netral, bukan-sakit
pun bukan-menyenangkan. Pikiran ini sekarang mantap sepenuhnya dalam tingkat
samadhi yang tinggi ini.
Akan
tetapi, tidaklah perlu bagi anda untuk mencapai keadaan samadhi tingkat
setinggi ini. Anda dapat mempertimbangkan untuk mencapai tingkat
"pikiran-untuk-berpusat" (vitakka), vicara, piti, sukha, dan
ekaggata, di saat sedang latihan samadhi dengan cukup baik. Selanjutnya pikiran
akan dapat berada dalam keadaan tersebut selama yang anda inginkan. Akan
tetapi, segera setelah anda keluar dari keadaan samadhi tersebut, anda harus
berhubungan lagi serta terganggu oleh berbagai obyek serta kekhawatiran
eksternal sampai anda kembali berdiam dalam keadaan yang tenang tersebut.
Peranan samadhi hanyalah untuk membangun suatu tempat istirahat yang nyaman
bagi pikiran. Selanjutnya Sang Buddha menawarkan suatu latihan untuk
pengembangan pandangan terang, yakni suatu kebijaksanaan untuk melihat dan
mengetahui Kebenaran (kesunyataan) dengan jelas.
Permulaan
dari Pengembangan Pandangan Terang (Vipassana)
Di
dalam membangun Pandangan Terang, mula-mula perlu melandasi pikiran dengan
samadhi. Bila tidak, maka kebijaksanaan akan sulit tercapai. Siswa meditasi
mengikuti metode-metode samadhi yang diwariskan oleh Sang Buddha, yang mana
telah saya jelaskan setahap demi setahap. Bila pikiran telah cukup
terkonsentrasi, siswa mengalihkan perhatiannya untuk memeriksa/menyelidiki
dirinya sendiri. Ia memeriksa "diri-saya" ini: yang sedang duduk di
sini ini dengan nama "si anu", seperti yang telah diterima umum untuk
setiap orang. Cari dan selidikilah: "Apa sesungguhnya benda/diri ini yang
diberi nama seperti tersebut?" Sungguh, semua itu adalah suatu jumlah dari
suatu kumpulan unsur-unsur, yang terbungkus kulit mulai dari telapak kaki
hingga atas kepala. Ia ada di sini, di antara areal ini, muncul seperti apa
yang kita anggap sebagai "Aku-diriku". Karena itu cari dan
selidikilah, di mana "aku-diriku" itu berada?
Bagian
Pertama, Memeriksa Kelompok-kelompok Kehidupan (Khandha)
Pada
tahap ini Sang Buddha mengajarkan untuk memisahkan unsur-unsur jasmani. Seluruh
jasmani hanya terdiri dari unsur-unsur: tanah, air, api, angin, dan ruang,
bersama-sama dengan perangkat indera. Semua ini dapat dipisahkan dan disebut
kelompok jasmani atau kelompok Rupa (Rupa-khandha).
Kita
sekarang dapat melanjutkan untuk memeriksa kelompok perasaan. Terdapat perasaan
menyenangkan, sakit, serta di antara keduanya (bukan-sakit pun
bukan-menyenangkan). Sebagai contoh: perasaan senang/puas secara jasmani dan
batin, perasaan menderita secara jasmani dan batin, ataupun perasaan-perasaan
di antara keduanya. Semua ini dapat dipisahkan dan disebut kelompok perasaan
(vedana-khandha).
Periksa
kelompok persepsi/pencerapan/ingatan, dengan pengenalannya akan ini dan itu,
mengingat nama-nama, suara-suara orang, serta berbagai hal lainnya. Semua dapat
dipisahkan dan disebut sebagai kelompok persepsi/pencerapan/ingatan
(sanna-khandha).
Periksa
kelompok bentuk-bentuk pikiran, yang berpikir tentang ini dan itu. Semua ini
dapat dipisahkan sebagai kelompok bentuk-bentuk pikiran (sankhara-khandha).
Periksa
kelompok kesadaran, yang dapat mengetahui serta merasakan lewat indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, serta pikiran (mano) yang banyak
mengetahui. Semua itu dapat dipisahkan dan disebut kelompok kesadaran
(vinnana-khandha).
Kelompok
material (rupa) adalah satu bagian, kelompok perasaan adalah bagian yang lain,
kelompok persepsi/pencerapan adalah bagian yang lainnya lagi, demikian pula
kelompok bentuk-bentuk pikiran (yaitu pikiran ini) merupakan satu bagian yang
lain, dan kelompok kesadaran satu bagian yang lain. Atau anda
memisah-misahkannya kedalam kelompok: Rupa, Vedana, Sanna, sankhara, serta
vinnana. Apa yang disebut "aku-diriku" ini terbentuk oleh
kelompok-kelompok kehidupan ini. Mereka tersusun kedalam kelompok-kelompok, bersatu
kedalam satu bagian. Jadi, memisah-misahkan mereka ke dalam bagian-bagian yang
berlain-lainan merupakan latihan awal dari pengembangan Pandangan Terang. Hal
ini memerlukan suatu pemeriksaan yang terpusat serta menyadari hakikat atau
sifat-sifat dari tiap-tiap kelompok kehidupan ini, dan akhirnya anda akan
mengetahui mereka semua dengan jelas.***
9
September 1961
PERCAKAPAN
12
Penjelasan
Tentang Lima Kelompok Kehidupan
(Panca-khandha)
Dalam
latihan ketenangan dan pandangan terang ini, cara untuk mencapai pandangan
terang diawali dengan penyelidikan terhadap lima kelompok kehidupan
(panca-khandha). Saya akan merangkum hal ini untuk anda. Coba pusatkan pikiran
anda, lihat ke dalam untuk mengamati kelima kelompok-kehidupan ini di dalam
diri anda sendiri.
Pusatkan
pikiran untuk mengetahui tentang kelompok Rupa, yang merupakan kesatuan/unit
yang terbesar dan memiliki semua sifat-sifat utama dari materi
(maha-bhuta-rupa): bagian yang keras merupakan unsur tanah, bagian yang cair
merupakan unsur air, bagian yang panas merupakan unsur api, bagian yang
bergerak dan berhembus merupakan unsur angin, dan bagian yang merupakan
ruang-ruang kosong adalah unsur ruang. Lihatlah bahwa jasmani anda (rupa-kaya)
itu adalah padat, dikarenakan oleh unsur tanah, ia basah/lembab karena unsur
air, ia hangat dikarenakan unsur api, berudara serta bernafas karena unsur
angin, dan memiliki berbagai rongga karena unsur ruang. Hal-hal yang dimiliki
serta sifat-sifat dari jasmani tersebut dinamakan kesatuan/unit yang besar
(great-entities).
Badan
jasmani itu juga memiliki sistem sensor (indera). Mereka adalah organ-organ
penglihatan, organ-organ pendengaran, organ-organ pembau/penciuman, organ
pengecap, serta organ peraba/perasa. Terdapat pula sifat-sifat atau kondisi
yang menyangkut femininitas serta maskulinitas (pria dan wanita). Terdapat
sifat halus dan lentur, tidak kaku seperti mayat. Terdapat banyak variasi
bentuk kelakuan/prilaku jasmani dan ucapan. Semua jenis sifat-sifat dan
kualitas-kualitas ini dinamakan "turunan" (upadaya-rupa) atau
sifat-sifat sekunder, yang bergantung dari unit-unit yang besar. Fisik jasmani
terdiri atas unit-unit besar dan "turunannya", yang mana gabungan
keduanya dikenal sebagai kelompok jasmani atau kelompok rupa (Rupa-khandha).
Inilah yang kita genggam erat-erat serta kita pegang/klaim sebagai "aku
dan milikku" sebagai "diri" dan karena itulah disebut
"kelompok yang dilekati/digenggam" (Upadana-khandha).
Bermula
sebagai embrio di dalam rahim ibu, jasmani ini tumbuh dan berkembang dengan
makanan sebagai nutrisinya. Makanan ini tiada lain adalah keempat unsur
tersebut di atas (tanah, air, api, dan udara) yang perlu untuk dikonsumsi
sehingga jasmani itu dapat tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, kelompok
jasmani atau kelompok rupa ini timbul tergantung pada makanan (atau empat unsur
utama); dan jasmani akan hancur/tidak berfungsi bila ia tidak lagi diberi
makan, atau karena sebab-sebab lainnya yang secara bersama-sama
menghancurkannya.
Setelah
memeriksa kelompok rupa dan memahami sifat-sifat yang dimilikinya, kemunculan
serta kelenyapannya, sekarang kita lihat kelompok perasaan. Ia terdiri atas
perasaan menyenangkan, sakit, serta perasaan yang tidak menyenangkan pun tidak
menyakitkan (netral). Saya akan memberikan beberapa contoh: Seandainya angin segar
dan sejuk berhembus selagi anda sedang duduk di sini, ini adalah perasaan yang
menyenangkan. Tetapi, seandainya seekor nyamuk menggigit anda atau anda merasa
suatu kesakitan, ini adalah perasaan yang menyakitkan. Perasaan apapun yang
masih tertinggal setelah diabaikannya rasa sakit serta rasa senang/nyaman
tersebut adalah disebut perasaan di tengah-tengah antara keduanya (sakit dan
senang). Perasaan "antara" ini biasanya merupakan perasaan yang
paling mendasar dan yang biasanya hadir, tetapi tidak kentara bila seseorang
tidak menyelidikinya. Umumnya orang-orang hanya menunjukkan perhatian bila
suatu perasaan sakit atau senang muncul.
Amatilah
untuk melihat dengan tepat bagaimana perasaan itu muncul. Periksa bagian
jasmani anda dan anda akan mendapati bahwa ia ada di hampir semua jasmani. Ia
muncul karena adanya kontak (phassa). Angin semilir yang menyentuh tubuh dan
nyamuk yang menggigit adalah contoh dari kontak. Harus pula ada kesadaran
(vinnana) untuk lengkapnya suatu kontak. Suatu perasaan muncul tergantung dari
kontak yang lengkap ini, yang mana harus mencakup baik kesan dari indera maupun
kesadaran. Bila tiada lagi kontak, maka perasaan tersebut pun akan lenyap; dan
proses muncul dan lenyapnya perasaan ini pada kenyataannya adalah proses yang
alamiah dari berbagai hal. Siapkan diri anda untuk melihat sifat-sifat perasaan
(vedana); bagaimana ia muncul dan lenyap.
Sekarang
teruskan untuk mengamati persepsi/pencerapan/ingatan (sanna). Ini merupakan
pemahaman serta pengenalan akan pemandangan-pemandangan, suara-suara,
bau-bauan, cita-rasa, sentuhan (yang menyentuh tubuh), dan hal-hal yang
dipikirkan oleh pikiran. Lihatlah hal-hal ini di dalam diri anda sendiri, dan
perhatikan bagaimana persepsi/ingatan muncul. Ia muncul tergantung pada kontak
bersama-sama dengan perasaan, dan lenyap karena tiadanya kontak atau karena
proses alami dari benda-benda. Amati dan lihatlah sifat-sifat dari persepsi
ini, kemunculan dan kelenyapannya.
Kini
kita lanjutkan untuk mengamati bentuk-bentuk pikiran (sankhara). Ini adalah:
pikiran tentang pemandangan-pemandangan, suara-suara, bau-bauan, cita-rasa,
sentuhan, serta obyek-obyek pikiran. Lihatlah ke dalam pikiran anda sendiri dan
anda akan menyadari bahwa bentuk-bentuk pikiran muncul tergantung dari kontak
bersama-sama dengan persepsi. Ia lenyap sesuai dengan proses alamiahnya atau
dengan tiadanya lagi kontak.
Lanjutkan
untuk mengamati kesadaran (vinnana), yakni mengetahui bila sedang melihat
pemandangan atau bila sedang mendengar suara-suara, dan lain-lain. Bila semua
organ/indera (yang telah disebutkan sebelumnya) itu lengkap dan berfungsi, maka
kesadaran benar-benar diperlukan untuk melihat suatu bentuk (misalnya), agar
dapat mengetahui bentuk tersebut. Indera pendengaran memerlukan kesadaran untuk
mengetahui suara-suara dari suatu bunyi; indera pembau/penciuman memerlukan
kesadaran untuk mengetahui bau dari suatu aroma/bebauan; indera pengecap
memerlukan kesadaran untuk mengetahui rasa dari suatu rasa-kecapan; indera
peraba/perasa memerlukan kesadaran untuk mengetahui kesan-kesan tubuh atas
sentuhan; indera pikiran (mano) memerlukan kesadaran untuk mengetahui
bentuk-bentuk pikiran serta ide-ide (dhamma). Karena itu, kesadaran itu
mengawasi semua landasan indera (ayatana).
Bila
tidak ada kesadaran; maka meskipun indera penglihatan serta pendengaran itu
lengkap, tiada bentuk yang dapat dilihat dan tiada bunyi yang dapat didengar.
Ini sama halnya dengan sebuah mayat: meskipun baru sekejap yang lalu ia mati,
indera penglihatan dan pendengarannya tetap tidak akan dapat melihat ataupun
mendengar. Karena itu, kesadaran adalah yang mengetahui semua rasa-indera:
mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, serta pikiran.
Kesadaran
muncul tergantung dari batin dan jasmani atau nama-rupa. Jadi, jasmani
(rupa-kaya) mesti lengkap dan kelompok batin (nama-kaya) yakni perasaan,
persepsi, bentuk-bentuk pikiran, bersama-sama dengan kesadaran, hadir dan
saling menunjang satu dengan yang lainnya. Jasmani harus hidup --seperti
jasmani kita di sini sekarang--, untuk munculnya kesadaran. Bila tak ada nama-rupa
atau bila ia telah tercerai-berai, maka kesadaran pun tidak dapat muncul.
Sadarilah akan sifat-sifat dari kesadaran, kemunculannya serta kelenyapannya;
di sini juga di dalam diri anda sendiri.
Perasaan,
persepsi, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaraan dikenal sebagai kelompok yang
digenggam/dicengkeram karena kita menggenggam dan mencengkeram setiap bagian
dari mereka sebagai "milikku", sebagai "aku-diriku".
Tentang
Landasan-landasan Indera (Ayatana)
Secara
normalnya, suatu kontak/kejadian yang dilakukan oleh pikiran/batin didukung
oleh adanya kelompok rupa. Sementara itu untuk kelompok batin (nama-khandha),
untuk dapat muncul, pertama-tama memerlukan kesadaran -yang mengetahui
pengalaman-- indera. Kondisi dari kontak bersama-sama dengan kesadaran, selanjutnya
menghantarkan munculnya perasaan, persepsi, dan bentuk-bentuk pikiran. Bila
seseorang berpikir tentang sesuatu, maka yang mengetahui akan hal itu adalah
kesadaran. Selanjutnya, proses berikutnya akan muncul perasaan -misalnya.
Karena itu syarat bagi munculnya kelompok batin tergantung dari nama-rupa atau
batin dan jasmani, yang mengkondisikan munculnya kesadaran. Yang saya maksudkan
dengan nama-rupa di sini adalah jasmani ini atau kelompok rupa dilengkapi
dengan kelompok batin (seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya). Mereka
tidak cacat. Mereka hidup, memiliki sistem syaraf, dan landasan-landasan indera
yang berfungsi baik. Karena itu anda harus memusatkan perhatian pada
landasan-landasan indera ini karena inilah "pintu" yang dapat dilalui
bagi munculnya faktor-faktor batin. Landasan-landasan indera itu (ayatana)
terdiri atas:
secara
internal adalah mata (cakkhu) atau organ penglihatan, dan secara eksternal
adalah bentuk yang dapat dilihat (rupa); ini membentuk satu pasangan.
secara
internal adalah telinga (sota) atau organ pendengaran, dan secara eksternal
adalah suara (sadda) yang didengar; ini membentuk satu pasangan.
secara
internal adalah hidung (ghana) atau organ pembau, dan secara eksternal adalah
aroma/bau (gandha) yang tercium; ini membentuk satu pasangan.
secara
internal adalah lidah (jivha) atau organ pengecap, dan secara eksternal adalah
cita-rasa (rasa) yang dikecap/dirasakan; ini membentuk satu pasangan.
secara
internal adalah badan-jasmani (kaya) beserta organ-organ peraba/perasanya, dan
secara eksternal adalah apa saja yang dapat disentuh sebagai obyek yang dapat
disentuh (photthabba); ini membentuk satu pasangan.
secara
internal adalah pikiran (mano atau mana), dan secara eksternal adalah
obyek-mental (dhamma); ini membentuk satu pasangan.
Obyek-obyek
mental ini terdiri atas berbagai kesan indera pada waktu lampau (mis.
pemandangan-pemandangan atau sesuatu yang dilihat, suara-suara) yang diambil
oleh pikiran sebagai subyek yang dipikirkan. Hal-hal tersebut dinamakan
landasan-landasan indera, yang mana saling berhubungan dan berkaitan antara
landasan indera dalam dengan landasan indera luar. Sebagai misal, mata (sebagai
landasan indera dalam) berhubungan dengan obyek visual (sebagai landasan indera
luar).
Landasan-landasan
indera ini aktif berhubungan dan berkaitan (dengan pasangan masing-masing) di
dalam diri setiap orang sejak saat ia bangun tidur di pagi hari hingga kembali
tidur di malam hari. Sebagai contoh, bila anda mesti membuka mata anda sekarang
1), maka mata dan bentuk visual/yang terlihat akan muncul/hadir bersamaan. Hal
yang sama juga terjadi pada telinga dengan suara-suara. Sebagian suara-suara di
sini saat ini akan berasal dari percakapan Dhamma ini dan sebagian berasal dari
mobil-mobil di luar serta berbagai kebisingan lainnya. Hidung dengan bau/aroma,
lidah dengan rasa-kecapan, tubuh/kulit dengan rasa-sentuhan, serta pikiran
dengan bentuk-bentuk pikiran (sebagai obyek dari pikiran yang disebutkan
duluan), masing-masing saling berhubungan bersama-sama sepanjang waktu.
1)
Setiap orang yang sedang mendengarkan percakapan Dhamma ini, duduk dalam posisi
samadhi dengan mata tertutup.
Pada
saat yang bersamaan mungkin terdapat banyak perhubungan/keterkaitan yang
berbeda-beda dari landasan-landasan indera tersebut. Sebagai contoh, telinga
mungkin berhubungan dengan banyak suara yang berbeda yang terjadi pada saat
yang sama. Angin mungkin menyentuh tubuh --tubuh dengan obyek yang dapat
disentuh sedang saling berhubungan-- atau tercium bebauan pada hidung. Singkatnya,
seseorang dapat mengatakan bahwa keenam pasang landasan indera ini saling
berhubungan/berkaitan sepanjang waktu dan mereka tidak hanya saling bersatu
dengan pasangannya masing-masing tetapi juga mengikat serta melibatkan pikiran
ke dalam perhubungan itu.
Tatkala
mata dan bentuk visual atau bentuk yang dapat dilihat hadir bersama-sama; maka
pikiran juga diikat ke dalam perhubungan itu, diikat untuk memikirkan serta
menimbang-nimbang berkenaan dengan bentuk tersebut. Demikian juga, pikiran
diikat untuk memikirkan dengan cermat suatu bunyi/suara, tatkala telinga dan
suara berhubungan, dan juga diikat untuk menelusuri bebauan bilamana bebauan
dan hidung berhubungan/kontak. Dalam pemeriksaan, anda akan mendapati bahwa
pikiran setiap orang ditarik dan diikat untuk terlibat dengan bentuk-bentuk
visual, suara-suara, bau-bau, rasa-rasa, obyek-obyek yang dapat disentuh, serta
obyek-obyek pikiran -seperti pikiran akan pemandangan-pemandangan serta
suara-suara yang telah lampau. Karena itu, pikiran ditarik untuk terlibat
dengan enam "pintu" sehingga pikiran tak terelakkan lagi untuk selalu
menjadi sibuk (terus bergerak) dan tiada ketenangan dan kedamaian. Bahkan
selagi anda sedang duduk di sini dan berusaha membawa pikiran menuju samadhi,
landasan-landasan indera yang berbagai macam itu tetap mengikat dan menarik
pikiran sehingga menjadi tersesat dengan berbagai cara yang sangat banyak
jumlahnya. Hal inilah yang menghalangi samadhi dari kemajuan. Karena itu anda
harus memusatkan perhatian untuk melihat sifat-sifat dari keenam landasan
indera ini, serta menyadari bahwa bilamana mereka kontak/berhubungan lewat
keenam pintu itu, mereka akan mengikat serta menarik pikiran keluar kepada
suatu pergerakan liar ke dalam berbagai keterlibatan.
Mengapa
mereka mampu mengikat pikiran? Adalah karena kelalaian, karena kurangnya
kesadaran, dan kurangnya pengetahuan yang benar dan nyata (nana). Dengan
kesadaran dan pengetahuan yang cukup, pikiran tidak mungkin dapat ditaklukkan
serta diikat oleh landasan-landasan indera tersebut. Tetapi HARUS ada cukup
kesadaran dan pengetahuan. Pada permulaannya, baik kesadaran maupun pengetahuan
belumlah cukup tajam, tetapi dengan praktik dan latihan, mereka akan menjadi
cukup kuat dan tajam untuk melindungi (pikiran) terhadap kesesatan di dalam cara-cara
dari keenam landasan indera itu. Inilah cara dimana ketenangan dan samadhi
dapat dibangun dengan mantap. Pikiran yang dalam keadaan samadhi ini
selanjutnya mampu untuk melihat sifat-sifat dari aktivitas-aktivitas ini,
melihat proses kerja mereka. Bila anda sendiri dapat dengan mantap memeriksa
gerak mondar-mandir di antara landasan-landasan indera tersebut dan telah
menyadari sifat-sifatnya, maka mereka tidak akan mampu untuk mengikat pikiran
anda untuk pergi bersama mereka. Dan selanjutnya mereka hanya akan terus lewat
mengikuti jalannya sendiri.***
10
September 1961
PERCAKAPAN
13
Ringkasan
atas Empat Dasar dari Kesadaran
Secara
Internal dan Eksternal
Pertama-tama,
silakan anda pusatkan pikiran ke dalam diri untuk memeriksa diri anda sendiri serta
melihat apa sesungguhnya yang nyata pada saat ini. Hal ini berarti memusatkan
pikiran pada nafas anda dan menyadari nafas yang sedang masuk-keluar; serta
menyadari postur anda, yang sedang duduk dengan posisi tangan dan kaki
sedemikian rupa. Sekarang arahkan pikiran untuk memeriksa bagian-bagian serta
organ-organ tubuh anda yang sesungguhnya: dari telapak kaki ke atas dan dari
atas kepala ke bawah, yang semuanya terbungkus kulit. Perhatikan dan analisa
bagian-bagian tersebut kedalam unsur-unsur: yang keras sebagai unsur tanah,
yang cair sebagai unsur air, yang panas sebagai unsur api, yang bergerak
sebagai unsur angin, dan yang berongga sebagai unsur ruang. Renungkan sesosok
mayat yang pernah anda lihat, kemudian bandingkan mayat tersebut dengan jasmani
anda sendiri --yang pada akhirnya juga akan menjadi seperti itu dan berakhir
sebagai tulang-tulang yang membusuk. Pusatkan perhatian ke dalam jasmani anda
sendiri dengan cara seperti ini, secara eksternal dan internal, melihat
kemunculan dan kelenyapannya.
Dalam
memeriksa sisi eksternal (sisi luar), kita menggunakan perhatian (mindfulness)
untuk melihat berbagai sifat dari penampakan luar benda-benda. Pengetahuan
(Nana), yang dapat menembus penampakan luar seperti itu digunakan untuk melihat
sisi internal (sisi dalam) dengan jelas. Berdiri di luar, mengamati bentuk dan
karakteristik eksterior dari rumah seseorang adalah sama dengan pemeriksaan
eksternal, sedangkan pemeriksaan internal adalah menyerupai masuk ke dalam
rumah (untuk mengamati). Setelah berada di dalam, pengetahuan (Nana) akan dapat
melihat seluruh penampakan luar menjadi tertarik/melekat oleh kedangkalannya.
Berada
di dalam jasmani, berarti melihat dari sisi kemunculan dan kelenyapannya.
Sebagai contoh, nafas-masuk dihitung sebagai kemunculan, dan nafas-keluar
sebagai kelenyapan. Anda harus melihat bahwa dalam setiap bagian dari jasmani
ini terdapat kemunculan dan kelenyapan yang terus menerus. Amatilah terus
hingga anda betul-betul dapat melihat hal tersebut sekarang juga di sini. Pada
umumnya setiap orang hanya dapat melihat kemunculan dan kelangsungannya, tanpa
sadar akan kelenyapannya. Sebagai contoh, kita semua merasakan sedang hidup,
dan meskipun kita tahu bahwa pasti akan ada kematian, hal itu tidak dapat
dilihat di sini saat ini. Penyelidikan kita harus didukung oleh pengetahuan,
melihat kemunculan yang diikuti dengan kelenyapan pada saat ini juga. Dengan
mampunya kita/siswa meditasi melihat hal ini, menunjukkan bahwa kita sedang
melihat badan jasmani dengan pengetahuan (Nana), dan melihat pada sisi
internal. Pada awalnya, kita harus menggunakan perhatian untuk mengamati sisi
eksternal, kemudian kita beralih ke sisi internal; yakni kemunculan dan
kelenyapan.
Perasaan
apapun yang sedang anda rasakan pada saat ini, perhatikanlah ia sekarang juga.
Apakah ia perasaan yang menyenangkan, sakit, atau netral? Apakah ia muncul
karena daya tarik eksternal (dengan kait-kaitnya yang menggoda)? Bila benar
demikian, maka ia tergolong kesenangan duniawi, yang dijerat oleh daya tarik
yang bersifat badaniah (amisa), tetapi bila ia muncul dari pikiran yang dalam
keadaan samadhi, maka ia dinamakan kesenangan non-duniawi atau kesenangan
spiritual (niramisa). Karenanya ia terbebas dari daya tarik-daya tarik
eksternal dengan segala godaannya. Oleh karena itu, amatilah perasaan yang
muncul saat ini, apa sebenarnya yang terjadi. Melihat dengan perhatian akan
dapat melihat perasaan di luar (eksterior), sedangkan melihat dengan
pengetahuan (Nana) akan dapat menembus perasaan di dalam (interior) atau
kemunculan dan kelenyapannya.
Amatilah
lebih jauh ke dalam pikiran, karena perasaan itu sendiri ikut mempengaruhi
pikiran. Kesenangan menimbulkan keinginan/nafsu, kesakitan menimbulkan
kesedihan, sementara tidak menyenangkan pun tidak sakit (netral) menimbulkan
dan membuat pikiran jadi melekat, yang merupakan kondisi bagi munculnya
pandangan salah. Melihat dengan menggunakan perhatian kepada bentuk-bentuk
pikiran dan memahami sifat-sifatnya, maka kemudian anda dapat menembus ke dalam
pikiran dengan pengetahuan (Nana) untuk melihat kemunculan dan kelenyapannya
yang terus-menerus.
Lihatlah
keadaan dan kecenderungan-kecenderungan pikiran atau lihatlah kondisi-kondisi
pikiran macam apa yang telah muncul. Hal-hal inilah yang membuat pikiran
meninggalkan samadhi dan menghambat munculnya pengetahuan. Mereka adalah
perintang-perintang yang mencegah terjadinya samadhi dan munculnya pengetahuan.
Waspadalah terhadap nafsu-nafsu indera bila saat ini ia timbul dalam pikiran
anda. Bila muncul itikad jahat, kemalasan dan kelambanan, kebingungan dan
kecemasan, ataupun keragu-raguan yang skeptis, maka sadarilah mereka.
Obyek-obyek
yang menyebabkan rintangan-rintangan tersebut masuk ke dalam pikiran kita
adalah tergolong RUPA (materi). Bila pikiran berkecenderungan keluar untuk
mengetahui mereka dan suatu rintangan telah muncul, maka itu adalah NAMA
(batin). Bila tiada obyek yang datang untuk menarik pikiran atau pikiran tidak
cenderung keluar untuk mengetahui/mengenali suatu obyek, maka dalam hal ini
seolah-olah Rupa atau Nama tidak muncul/tidak ada, dan rintangan-rintangan
tidak muncul. Oleh karena itu, di dalam memeriksa rintangan-rintangan tersebut,
penting sekali untuk memusatkan perhatian pada Rupa dan Nama untuk melihat
obyek serta pikiran yang cenderung keluar untuk menangkap obyek tersebut. Dari
mana obyek tersebut masuk ke dalam (batin kita)? Ia masuk melalui mata,
telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran (mano); dan pikiran (citta) pergi
keluar untuk menerima obyek-obyek melalui enam pintu indera tersebut. Lewat
pintu indera mana saja pikiran cenderung keluar, ia akan selalu dalam keadaan
yang berkobar/menggebu-gebu. Oleh karena itu, sifat ini -–yang merupakan sifat
dari pikiran yang biasa/pikiran sebagian besar orang--, mirip sebuah
petasan/bunga api yang menyemburkan pijaran api. Hal ini hanya merupakan proses
pencerai-beraian pikiran. Tetapi, mereka tidak bisa dilihat kecuali bila
pikiran dikonsentrasikan. Karena itu, anda harus mengetahui, baik tentang
obyek-obyek yang masuk maupun tentang pikiran yang cenderung keluar untuk menyongsong
obyek-obyek tersebut. Mengapa pikiran bisa seperti ini? Karena ketika ia keluar
untuk menyongsong obyek-obyek, ia menjadi terikat kepada obyek tersebut
--karena obyek tersebut juga masuk ke dalam pikiran untuk berhubungan/berikatan
dengan pikiran. Hal inilah yang kita sebut sebagai belenggu (samyojana).
Bila
pikiran tidak keluar dan tidak terikat, maka obyek tersebut akan berlalu sesuai
dengan jalannya sendiri, tanpa suatu keterlibatan. Hal ini dapat diibaratkan
seperti tetes-tetes air yang jatuh di atas daun teratai, mereka bergulir-gulir,
tanpa menempel atau melekat pada daun teratai. Rintangan-rintangan muncul dalam
pikiran seseorang karena obyek yang masuk lalu menempel dan melekat. Ketika ia
menjadi terikat di dalam pikiran, maka ia disebut sebagai belenggu. Karena itu
anda harus melihat dan mengamati belenggu-belenggu ini sebagai mana mereka
adanya di dalam pikiran anda sendiri.
Faktor-faktor
Pencerahan (Bojjhanga)
Ketika
perhatian (mindfulness) telah dibangun, waspada dan sadar, ia akan menjadi
bertambah kuat dan cukup cepat untuk menangkap dan menyatu dengan pikiran.
Umumnya, kesadaran ini tidak terjaga dengan baik, yang mana hal ini memberikan
kempatan bagi munculnya belenggu-belenggu dan rintangan-rintangan. Perhatian
yang cepat ini akan menyadari tentang pemandangan atau suara yang masuk melalui
mata atau telinga, tentang keterlibatan dan keterikatan pikiran, serta tentang
perasaan suka dan tidak suka yang muncul kemudian. Bila kesadaran cukup cepat
untuk mengetahui rangkaian ini, maka tidak akan timbul banyak masalah. Ia akan
waspada sejak kontak pertama dengan pemandangan atau suara-suara, bahwasanya
obyek-obyek tersebut telah datang untuk menggoda dan mengundang munculnya rasa
suka ataupun tidak suka. Tetapi pemandangan dan suara itu sesungguhnya tidak
lebih dari sekedar obyek, sementara itu benih rasa suka dan tidak suka terdapat
di dalam diri kita sendiri, di dalam batin kita. Batin ini membuat suatu
kecenderungan untuk menerima pemandangan atau suara yang disukainya, serta
menimbulkan rasa tidak suka bila menerima obyek yang tidak disenangi. Hal ini
dapat dibandingkan dengan sebatang korek api bertemu dengan geretannya yang
kemudian menimbulkan api. Api nafsu keinginan, kebencian, serta pandangan salah
tiba-tiba muncul/menyala. Akan tetapi, meskipun korek api itu ada, bila
geretannya tidak ada, maka ia tidak akan menyala. Karena itu sesuatu (obyek)
yang datang dan pikiran yang keluar untuk menyongsongnya haruslah saling
bersesuaian. Api itu (belenggu-belenggu dan rintangan-rintangan) tidak akan
menyala apabila perhatian diarahkan kepada datangnya obyek-obyek tersebut.
Kesadaran ini merupakan Faktor Pencerahan dari Perhatian (sati-bojjhanga).
Bila
Faktor Pencerahan dari Perhatian telah muncul, anda kemudian dapat mulai
memeriksa hal-hal/benda-benda (dhamma) secara tepat/benar dengan cara
menyeleksi dan menyaringnya. Hal ini berarti membedakan mana yang baik dan
bermanfaat, dan mana yang buruk serta tidak bermanfaat; mana yang merugikan dan
berbahaya, dan mana yang tidak membahayakan; mana yang jahat dan kasar, mana
yang berharga dan murni; mana sisi yang gelap dan mana sisi yang terang.
Kemampuan untuk menyaring serta membedakan hal-hal tersebut, disebut Faktor
Pencerahan dari Penyelidikan terhadap fenomena (dhamma-vicaya-bojjhanga) 1)
Hal
ini menyangkut sesuatu di dalam batin kita: yang bermanfaat dan yang tidak
bermanfaat, yang berbahaya dan yang tidak berbahaya, yang baik dan yang buruk;
semua ini ada di dalam batin. Kemampuan membedakan siswa tidak cukup cepat
apabila siswa teringat dan memperhatikan suatu kejadian sesudah kejadian itu
muncul dan lenyap, dan sesudah suatu hal/tindakan itu selesai dilakukan
--apakah itu tindakan yang baik atau buruk. Ini menunjukkan suatu perhatian
yang lamban yang tidak mengetahui terjadinya suatu kejadian, dan hanya
mengetahui setelah semuanya terjadi --apakah itu perbuatan/ucapan yang baik
atau buruk. Akan tetapi bila perhatian-murni tahu akan apa-apa yang sedang
terjadi/berlangsung, anda akan dapat membeda mana yang (merupakan tindakan)
cerdik, yang mana yang tidak; mana yang baik dan mana yang tidak, dan baik atau
tidak baik dalam hal apa. Maka anda selanjutnya akan mengambil sisi yang baik
saja, dan menghindari yang buruk.
Usaha
dan semangat yang timbul dari penyelidikan anda ini dan mengambil yang baik
serta menolak yang buruk, disebut Faktor Pencerahan dari Energi/semangat
(viriya-bojjhanga). Rintangan-rintangan yang muncul kemudian dapat dihalau, dan
samadhi dapat dipertahankan serta dilindungi. Bilamana suatu obyek masuk
melalui salah satu dari keenam pintu indera, hendaknya anda biarkan saja
berlalu, tanpa mengambil atau mengikatnya sebagai belenggu. Apapun yang tidak
baik, selanjutnya dapat terabaikan setahap demi setahap, dan yang baik dapat
terlindungi.
Bila
demikian halnya, kegiuran/kegairahan akan muncul --suatu kegairahan spiritual
(niramisa) tanpa kait-kait yang menggoda, dan karenanya merupakan suatu
kegairahan-batin atau Faktor Pencerahan dari Kegairahan (piti-bojjhanga).
Dengan
Faktor Pencerahan dari Kegairahan, maka jasmani maupun batin akan menjadi
tenang. Ini disebut Faktor Pencerahan dari Ketenangan (passaddhi-bojjhanga)
yang diliputi oleh kebahagiaan batin.
Dengan
kebahagiaan batin seperti itu, pikiran akan menjadi tenang dan mantap. Ini
adalah Faktor Pencerahan dari Samadhi (samadhi-bojjhanga).
Bilamana
anda tetap bertahan dalam samadhi ini dan membuatnya menjadi stabil/mantap,
maka hal ini akan menjadi Faktor Pencerahan dari Keseimbangan Batin
(upekkha-bojjhanga).
Ketujuh
faktor pencerahan ini muncul setahap-demi setahap, akan tetapi untuk
memunculkan mereka seluruhnya anda harus berlatih dengan benar dari permulaan.
Bila anda mengarahkan perhatian terhadap keluar-masuknya nafas, maka
pastikanlah ia cukup mantap dan kokoh. Akhirnya ia akan waspada terhadap obyek-obyek
masuk dan terhadap kecenderungan-kecenderungan pikiran untuk keluar menyongsong
obyek-obyek tersebut. Bila kesadaran dan kewaspadaan tetap terjaga, maka obyek
tersebut tidak akan mampu mengikat pikiran, yang menyebabkan timbulnya
belenggu-belenggu dan rintangan-rintangan. Semua ini berarti bahwa pada latihan
tingkat ini, kekuatan perhatian dan penyelidikan harus semakin dipertajam.
Pusatkanlah pikiran pada hal ini. Alami dan ketahuilah sendiri kesejatian dari
benda-benda sebagaimana mereka sesungguhnya.***
1)
Faktor Pencerahan "dhamma-vicaya" ini sering dipakai untuk menyatakan
penyelidikan terhadap doktrin Buddhis (Dhamma), meskipun yang dimaksudkan di
sini adalah penyelidikan terhadap fenomena jasmani dan mental
(nama-rupa-dhamma).
17
September 1961
PERCAPAKAN
14
Penyatuan
ke dalam Kesunyataan Mulia tentang
Penderitaan
Silakan
anda semua menenangkan diri dan memusatkan pikiran ke dalam diri anda. Amati
jasmani, perasaan, dan pikiran (citta) anda. Amati obyek-obyek batin, yang mana
berarti memeriksa rintangan-rintangan batin, landasan-landasan indera, serta
faktor-faktor pencerahan. Saya telah menjelaskan kesemua hal ini tahap demi
tahap, oleh karena itu kali ini saya hanya akan mengemukakan pokok-pokok
berikut ini saja. Terdapat banyak dan beraneka macam obyek, tetapi mereka belum
dapat digabungkan secara bersama-sama dengan tepat ke dalam satu macam cara
latihan --khususnya bila pikiran masih begitu bingung serta gelisah. Karena
itulah, sekarang saya akan mengemukakan suatu cara latihan yang menyeluruh
(integral) dan benar, sehingga anda tidak akan kehilangan arah dalam
ketidak-menentuan.
Pertama-tama,
pusatkan pikiran dan arahkan perhatian anda pada satu titik di lubang-hidung
atau bibir-atas (sebagai nimitta) untuk memusatkan perhatian pada nafas.
Sadarilah sentuhan nafas pada satu titik tersebut, di sini sekarang ini.
Pada
saat ini, apakah timbul rasa senang pada jasmani dan batin, rasa sakit ataupun
perasaan netral? Konsentrasikan pikiran untuk melihat hal ini dan kemudian
lihat ke dalam pikiran. Apakah ia gelisah atau tenang? Bila anda merasa nyaman
pada jasmani dan batin, maka anda sedang dalam keadaan tenang. Bila sebaliknya,
maka itu berarti anda sedang tidak-tenang dan gelisah. Pusatkan pikiran
sehingga anda tahu keadaan sesungguhnya pada saat ini. Periksalah diri anda
sendiri. Bila masih terdapat kegelisahan, maka kegelisahan itu sendiri akan
merupakan suatu rintangan yang merintangi pikiran dari samadhi. Amatilah jika
rintangan-rintangan seperti itu timbul.
Periksalah
nama-rupa (batin-jasmani) ini. Adalah fisik jasmani (rupa-kaya) yang sedang
duduk di sini; akan tetapi ia bukanlah sekedar sebuah boneka yang tak berjiwa,
karena ia adalah materi yang hidup bersama-sama dengan pikiran. Ia memiliki
jalan/pintu, lewat-mana pikiran dapat menerima obyek-obyek dan berbagai
kekhawatiran serta masalah; kadang-kadang lewat mata, atau telinga, atau
hidung, atau lidah, atau tubuh, dan kadang-kadang lewat pikiran (mano). Jika
seandainya anda sekarang membuka mata, anda akan segera melihat sesuatu atau
yang lain, sementara telinga anda mungkin mendengar suara kendaraan atau suara
percakapan --termasuk percakapan Dhamma ini. Sementara itu, hidung mencium,
lidah menggecap, tubuh merasakan sentuhan angin yang sejuk atau panas, dan
pikiran memikirkan berbagal hal.
Bila
pikiran tidak terarah dan terkonsentrasi, ia akan pergi memikirkan berbagai hal
dan peristiwa. Akan tetapi, begitu ia dipusatkan maka ia hanya akan memikirkan
satu hal/obyek saja. Suara percakapan ini membuat kontak dengan telinga anda: Bila
anda memutuskan untuk mendengarkan, maka pikiran anda akan cenderung untuk
mengetahuinya dan anda akan mendengar suara itu. "Mendengar" di sini
disebut kesadaran. Pada waktu mendengar, dan timbul sesuatu yang menyenangkan,
menyakitkan ataupun netral, maka ini disebut perasaan. Pikiran cenderung keluar
untuk mengetahui, untuk mencatat dan memahami; ia mampu mengingat suara-suara
dan kata-kata yang diucapkan, dan karena itu ia mampu menggabungkannya,
selanjutnya ia dapat mengerti akan maknanya. Bila anda mendengar dan tidak
dapat mengingat suatu kata atau kata berikutnya, maka anda tidak mungkin akan
memahami artinya. "Ingatan" ini dapat juga disebut persepsi. Bila
anda sudah mengerti artinya maka pikiran yang muncul sesudah itu adalah "bentuk-bentuk
pikiran". Selanjutnya pikiran cenderung keluar untuk mengetahui
bentuk-bentuk pikiran itu dan terus mengikutinya; ini kembali adalah kesadaran.
Rasa
sakit, senang, atau di antara sakit dan senang (netral) yang timbul pada saat
kesadaran mengetahui --yang mengikuti pikiran--, adalah perasaan. Ingatan akan
apapun yang kita pikirkan adalah persepsi, sementara pikiran yang mengembara di
atasnya adalah bentuk-bentuk pikiran. Semua hal ini disebabkan oleh pikiran
yang cenderung keluar untuk mengetahui. Kondisi inilah yang dikenal sebagai
Nama. Oleh karena itu, setiap orang pada setiap saat, selagi terjaga dan tidak
tertidur, adalah terbentuk rupa dan nama, yang terus-menerus muncul dan saling
berkaitan satu dengan lainnya.
Karena
itu, siapkan diri anda untuk mengamati Rupa (jasmani). Pada bagian mana harus
diamati? Mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit/tubuh adalah yang harus
diamati. Berilah perhatian pada bagian-bagian tersebut, sadarilah bahwa bentuk
apapun yang dilihat oleh mata, dan fisik-mata itu sendiri, adalah disebut Rupa.
Sama juga dengan suara apapun yang didengar dan fisik- telinga itu sendiri; bau
apapun yang tercium oleh hidung dan fisik-hidung itu sendiri; sentuhan apapun
yang dirasakan oleh kulit/tubuh dan tubuh itu sendiri; serta cita-rasa apapun yang
dirasakan oleh lidah dan lidah itu sendiri; semuanya itu adalah disebut RUPA.
Sekarang
kita ambil pemandangan-pemandangan dan suara-suara (untuk contoh) sebagai obyek
bagi pikiran untuk dipikirkan. Akan tetapi, jika hanya ada rupa tanpa adanya
pikiran yang berkecenderungan untuk mengetahui, maka meskipun ada mata, mereka
itu seolah-olah buta, telinga seakan-akan tuli, hidung tanpa daya penciuman,
lidah tanpa daya pengecap, dan tubuh tidak dapat merasa (mati-rasa). Alasan
mengapa mata dapat melihat, telinga mendengar, hidung mencium, lidah mengecap,
dan tubuh merasa, adalah karena pikiran yang berkecenderungan untuk mengetehui
-- dan kondisi ini disebut NAMA.
Setelah
anda memusatkan perhatian pada Rupa (jasmani), arahkan perhatian anda pada Nama
(batin). Ini berarti melihat ke dalam pikiran anda di saat mana anda mengalami
pikiran yang terus-menerus berkecenderungan untuk menerima berbagai hal melalui
mata atau telinga (sebagai misal). Kondisi dari kesadaran ini kemudian berwujud
sebagai "melihat" atau "mendengar", dan kondisi dari
perasaan berwujud sebagai sakit, menyenangkan, atau netral. Persepsi berwujud
sebagai pencatatan dari ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran sebagai berpikir dan
berkhayal. Karena itu, mengetahui tentang nama adalah menengok ke dalam pikiran
untuk melihat di saat ia berkecenderungan keluar untuk mengenali berbagal hal.
Mantapkan
perhatian agar anda dapat melihat nama-rupa dengan jelas, yang akan menyebabkan
munculnya Faktor-pencerahan dari Kesadaran (Sati-bojjhanga) yang kokoh dan mantap.
Kesadaran yang tidak mantap tidak dapat mengikuti nama-rupa dan ia memerlukan
latihan lebih jauh lagi. Akan tetapi, sekali ia dapat mengikuti mereka, ia akan
melihat pikiran dengan tajam/seksama, selagi pikiran itu berkecenderungan
keluar dalam berbagai kondisi. Kemudian ia akan melihat bahwa kesadaran muncul,
perasaan, persepsi/ingatan, dan bentuk-bentuk pikiran muncul semuanya. Ini
adalah dasar dan landasan dari Kesadaran (satipatthana) dan dengan ketajaman
yang semakin besar, ia menjadi Faktor Pencerahan dari Kesadaran.
Dari
Penyadaran ini, dengan penglihatannya yang jelas terhadap nama-rupa
penyelidikan dan pembedaan terhadap fenomena akan muncul. Pada mulanya hal ini
akan berupa suatu penyortiran di dalam batin, dengan membedakan "ini
adalah rupa", "ini adalah perasaan", "ini adalah
persepsi", "ini adalah bentuk-bentuk pikiran", dan "ini
adalah kesadaran". Sewaktu belum diberitahu, anda menganggap mereka itu
semua sebagai suatu kumpulan yang berupa suatu kesatuan dan takterpisahkan.
Akan tetapi, penyadaran yang telah matang dan memenuhi syarat akan mampu
memisah-misahkan mereka sebagaimana mereka adanya. Ini merupakan Faktor
Pencerahan dan dengan demikian energi/semangat, kegiuran, ketenangan dari
jasmani dan batin, samadhi yang kokoh dan mantap, serta Keseimbangan Batin akan
timbul.
Pikiran
yang mantap pada nama-rupa ini, seperti yang sudah saya jelaskan, berarti
memusatkan perhatian pada pikiran yang terkonsentrasi dan mantap. Amati pikiran
yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui berbagai hal, dan pisahkanlah
mana proses yang bergantung kepada jalan/pintu dari mata, ataupun telinga (yang
mana mereka sendiri adalah rupa). Di sana anda akan menemukan kesejatian
nama-rupa.
Kesunyatan
Mulia tentang Penderitaan/Dukkha
Kesejatian
dari nama-rupa, secara umum dikatakan, kelahiran seseorang adalah sebagai awal,
usia/pertumbuhan sebagai tengahnya, dan kematian sebagai akhirnya. Renungkanlah
dengan seksama tentang asal-mula dari jasmani serta pikiran yang menyertainya
--sebagai kelompok batin-- untuk membentuk tubuh yang hidup ini, seperti yang
kita semua memilikinya. Masa dari kemunculan disebut sebagai kelahiran (jati).
Selanjutnya terdapat proses perubahan dan perkembangan: jasmani tumbuh dan
menjadi dewasa melewati berbagai tahapan usia hingga mencapai keadaan seperti
sekarang ini, keadaan usia tua (jara). Ini merupakan proses yang akan
berlangsung terus hingga di babak akhir, yaitu kematian.
Akan
tetapi, pandangan semacam itu mungkin menimbulkan sejumlah kecemasan dan
ketakutan. Kita semua telah melewati saat kelahiran, dan kini berada dalam usia
seperti saat ini, dan akan terlentang mati di waktu yang akan datang. Lalu,
kenapa kita hanya merasa takut akan usia tua dan kematian? Hal-ini disebabkan
karena kita merasa bahwa diri kita ikut terlibat dalam semua hal ini; bahwa
"aku dilahirkan", "aku menjadi tua", dan "aku
mati". Menganggap diri sendiri seakan-akan ambil bagian dalam hal ini,
sudah tentu akan menyebabkan timbulnya rasa cemas/takut.
Bilamana
anda menghadapi rasa sakit pada jasmani atau penderitaan batin -misalnya sedang
sakit, atau mengalami kesedihan/duka-, maka anda akan membencinya dan
menjauhinya. Hal semacam itu sama sekali tidak diinginkan. Secara umum
dikatakan, setiap orang benci penderitaan dan ketika "menjadi tua" dipandang
sebagai penderitaan, oleh karena itu ia membenci usia tua. Sama halnya,
seseorang membenci kematian, sakit dan gangguan kesehatan, karena semuanya
adalah penderitaan. Setiap orang pasti sudah mengalami sejumlah penderitaan
tersebut, baik dengan cukup parah atau ringan. Kita semua telah merasakan sakit
pada jasmani, kita sekarang berada di tengah-tengah usia kehidupan kita, dan
meskipun kita belum sampai pada kematian, kita takut akan kematian dan tidak
ingin mati. Karena itu, tidaklah dapat dikatakan bahwa kita belum melihat
penderitaan, karena masing-masing dari kita telah berhadapan dengannya. Akan
tetapi karena hal ini hanya menimbulkan kebingungan dan kecemasan,
ketidaksukaan dan rasa muak, ia tidak dapat dikatakan sebagai Kesunyataan Mulia
tentang Penderitaan/Dukkha. Sang Buddha mengharapkan kita dapat
melihat/memahami Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha Ariya Sacca) yang mana
di dalam mengalaminya tidak menimbulkan kebencian, usia tua, sakit, atau
kematian. Pengertian penderitaan secara duniawi hanya menyebabkan timbulnya
kemuakan, usia-tua, sakit, dan kematian; yang semuanya itu tidak diharapkan dan
tidak diinginkan. Ini tentunya bukan Kesunyataan Mulia yang diajarkan oleh Sang
Buddha yang dalam perealisasiannya berarti melampaui ketuaan, kesakitan, dan
kematian.
Lantas
sekarang, bagaimana seharusnya cara kita memahami hal ini? Menurut cara yang
dibabarkan oleh Sang Buddha di dalam Khotbah Agung tentang Dasar-dasar dari
Kesadaran, anda harus membangun kesadaran untuk mengamati munculnya nama-rupa.
Lihat dan amati hal-hal ini di dalam pikiran anda hingga anda mengetahui
kemunculan dan kelenyapannya pada setiap saat tanpa terhenti atau terputus.
Pikiran yang cenderung keluar itu (yakni nama) adalah kesadaran, contohnya,
setelah kemunculan dan mengetahui hal/kejadian tersebut, kemudian lenyap. Ia
kemudian muncul lagi dengan hal/kejadian yang lain, dan kemudian lenyap lagi.
Selama satu jam pikiran yang berkecenderungan keluar itu sebagai kesadaran
(sebagai contoh) akan menerima dan mengetahui berbagai hal yang tak terhitung
banyaknya.
Rupa,
yang merupakan media penghubung atau saluran komunikasi bagi pikiran yang
berkecenderungan keluar, adalah persis sama. Suatu saat ada bentuk tertentu
yang dilihat oleh mata, saat berikutnya ada bunyi tertentu yang didengar oleh
telinga; semuanya datang bersama-sama dalam suatu rangkaian kompleks yang tak
henti-hentinya. Oleh karena itu, Nama-rupa selalu muncul dan lenyap. Ia muncul
pada saat kelahiran, berkembang dan berubah sesuai usia, dan akhirnya lenyap
dalam kematian. Seseorang yang sedang mengamati --yakni diri anda sendiri--
pada kemunculan dan kelenyapan ini, tidak dapat mengatakan bahwa anda juga
muncul dan lenyap bersama mereka (nama-rupa) karena anda berada di sana
mengamati mereka dalam kemunculan serta kelenyapannya yang terus-menerus. Ini
menjadi kasus, anda dapat berlatih untuk memisahkan "yang dilihat"
dengan "yang melihat". Pisahkanlah hal tersebut di dalam diri anda
sendiri. Latihlah pemisahan ini hingga anda mengetahui hal-hal tersebut yang
pasti akan muncul dan lenyap. Sesuatu yang melihat hal ini, mengetahui hakikat
dari kemunculan dan kelenyapannya, tetapi bukan "ia sendiri" yang
muncul dan lenyap. Bilamana pengetahuan ini timbul, maka berarti anda telah
berlatih dengan sungguh-sungguh untuk merealisasi Kesunyataan Mulia tentang
Penderitaan yang diajarkan oleh Sang Buddha. Dengan melihat Kesunyataan ini,
anda akan merasa bahagia dan lega/nyaman, tanpa penderitaan yang menyertai
hal-hal tersebut (nama-rupa) yang muncul dan lenyap. Ia tidak perlu menjadi tua,
pun tidak perlu menjadi sakit atau mati, karena yang terlahir, yang menjadi tua
dan mati adalah di dalam nama-rupa yang diamati itu, sedangkan "yang
melihat" itu adalah sesuatu yang lain.
Hal
ini sungguh-sungguh akan menimbulkan suatu kebahagiaan tanpa ada perasaan akan
penderitaan, dan akan timbul suatu kelegaan serta kebebasan di dalam diri kita.
Oleh karena itu, Kesunyataan Mulia tentang Penderitaan yang diajarkan oleh Sang
Buddha bukanlah sesuatu yang harus dibenci atau ditakuti seperti yang sering
dipikirkan atau dibayangkan. Ia adalah sesuatu yang bila direalisasi --atau
bahkan hanya dengan diperiksa sebagaimana kondisinya-- akan mendatangkan
kebahagiaan. ***
18
September 1961
PERCAKAPAN
15
Penderitaan
Biasa dan Penderitaan Yang Dibuat oleh
Pikiran
Sekarang
saya akan menguraikan beberapa pokok Dhamma yang berasal dari kelompok ajaran
Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha-Sacca). Silakan anda semua mengarahkan
dan memusatkan pikiran kepada nama-rupa anda sendiri. Jasmani ini dengan tinggi
dan lebar tertentu yang sedang duduk saat ini di sini, adalah rupa atau
kelompok jasmani (rupa-kaya). Nama adalah kondisi dari pikiran yang
berkecenderungan keluar untuk mengetahui pemandangan-pemandangan dan
suara-suara (sebagai misal), dimana disebut kesadaran; yang merasakan perasaan
senang, sakit, atau netral; yang mengenali/memahami; dan yang berpikir serta
berproses, yakni bentuk-bentuk pikiran. Kecenderungan keluar untuk mencari
suatu pengalaman atau "yang mengetahui", kembali adalah kesadaran.
Arahkan pengamatan ke dalam nama-rupa ini sehingga sifat-sifat utamanya dapat
dilihat di dalam diri anda dan khususnya untuk melihat dengan seksama pikiran
yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui berbagai hal. Suara dari
percakapan saya ini kontak dengan telinga anda dan pikiran berkecenderungan
untuk mengetahui uraian yang disampaikan; pikiran cenderung untuk menyongsong
suara-suara di luar dan di sana muncul kesadaran, kemudian perasaan, persepsi
serta bentuk-bentuk pikiran. Perhatikan dan cepatlah untuk menangkap semua hal
ini.
Penderitaan
"Biasa"
Setelah
melihat dengan jelas nama-rupa di dalam diri anda, berpikirlah kepada masa
lampau, kepada konsepsi di saat yang paling awal yang disebut kelahiran (jati).
Hal ini disebut "mengetahui saat lampau". Selanjutnya terdapat proses
perkembangan dan perubahan yang terus-menerus. Perkembangan serta perubahan itu
hingga sekarang ini disebut "bagian yang lampau", sementara yang sedang
terjadi/berlangsung saat ini disebut "bagian sekarang". Perubahan
pada masa yang akan datang akan terus terjadi/berlangsung hingga akhirnya
nama-rupa ini hancur dan tercerai-berai. Perubahan yang terus-menerus ini
adalah penuaan (jara), sedangkan kehancuran yang terakhir disebut kematian
(marana). Saat kematian dan selanjutnya ini disebut "masa yang akan
datang". Renungkan dan lihatlah kematian, akhir yang penghabisan, serta
ketahuilah masa yang akan datang.
Penglihatan
terhadap masa yang lampau dan masa yang akan datang ini masih hanya merupakan
suatu proses berpikir dan belum merupakan pengetahuan yang sejati (nana).
Berpikir secara demikian mungkin juga menimbulkan rasa tidak suka dan takut
terhadap peristiwa-peristiwa yang tak dapat dihindari ini. Karena itu anda harus
memandang kelahiran, kematian, dan usia saat ini (usia-tua) sebagai suatu yang
"biasa" 1) dan tak dapat dielakkan. Seberapa besar ketidaksukaan dan
ketakutan pada diri anda, itu merupakan petanda atas seberapa jauh anda
salah-mengerti atas kebenaran ini. Akan tetapi dengan pengamatan yang
sepantasnya terhadap hukum yang tak terelakkan ini akan menghentikan perasaan
negatif semacam itu.
1)
Dalam Bahasa Thai disebut "tamadar" (Pali: Dhammata). Dalam konteks
ini ia memiliki arti sebagai sesuatu yang alamiah yang tak dapat
dihindari/dielakkan dan karenanya adalah peristiwa yang normal atau biasa.
Penilaian
yang benar atas keadaan dari benda-benda sesuai dengan hakikatnya (kelahiran,
ketuaan, dan kematian) yang tak dapat dielakkan itu akan mengantarkan pada suatu
kebenaran. Kebenaran ini dapat dilihat saat ini dengan cara 'melihat-ke dalam'
kepada "awal/permulaan", "tengah-tengah", dan
"akhir" --sama seperti bilamana anda membuka mata maka anda akan
melihat suatu hal secara keseluruhan. Anda akan melihat hal tersebut dalam
keseluruhannya; anda akan memandang keseluruhan peristiwa yang berurutan mulai
dari awalnya pada kelahiran, tengah-tengahnya pada penuaan, hingga akhirnya
pada kematian. Penglihatan kepada saat ini terhadap kesemua hal tersebut
merupakan pengetahuan yang menembus keseluruhan kebenaran kondisi dari sesuatu
yang tidak dapat dielakkan.
Penglihatan
kepada saat ini di sini, atas nama-rupa secara keseluruhannya akan menghentikan
munculnya berbagai ketidaksukaan ataupun ketakutan mengenai kondisi-kondisi
ini, karena anda mengetahui hal-hal tersebut sebagai suatu hal yang
normal/biasa dan tak dapat dielakkan. Mereka bukanlah suatu hal yang aneh/asing
atau luar-biasa, pun mereka bukan sesuatu yang mesti disukai ataupun dijauhi.
Ini adalah suatu bentuk dari penderitaan yang "biasa".
Penderitaan
Yang Dibuat oleh Kecenderungan Pikiran
Untuk
melihat bentuk penderitaan yang lainnya, pusatkanlah perhatian pada pikiran
anda yang berkecenderungan keluar, yang tak lain adalah Nama, seperti yang
telah dijelaskan tadi. Renungkan dan pikirkan kembali kepada saat sebelum ia
berkecenderungan keluar untuk mengetahui suatu pemandangan atau suara (sebagai
misal). Melihat suatu bentuk atau mendengar suara adalah kesadaran, yang
diikuti oleh perasaan: menyenangkan, menyakitkan, atau netral.
Perasaan
Sedih (soka)
Penderitaan
mewujudkan diri dalam beberapa kejadian sebagai kesedihan (soka). Contohnya,
berpisah dengan orang yang dicintai, karena pergi jauh atau karena kematian,
atau mendengar akan suatu perpisahan seperti itu akan menyebabkan timbulnya
--bersama-sama dengan kesadaran-- perasaan sakit, dan ia muncul sebagai rasa
sedih (soka).
Ratapan
(Parideva)
Kadang-kadang
proses-berpikir anda berkembang di bawah pengaruh kekuatan rasa sedih tersebut
dan memenuhi pikiran dengan ratapan. Bila ia begitu kuatnya, maka ia akan
muncul sebagai isak-tangis serta meratapi suatu hal atau hal lainnya. Hal ini
disebut ratapan (parideva).
Kesakitan
(dukkha): Penderitaan Batin (Domanassa)
Beberapa
penderitaan tidak berkaitan langsung dengan pikiran, sebagai misal, ketika
jasmani sedang tidak sehat dan dalam keadaan sakit. Ini disebut kesakitan
jasmani. Akan tetapi kesakitan atau penderitaan jasmani seperti itu dapat juga
menyebabkan penderitaan kepada pikiran. Di saat sedang sakit, anda mungkin
mengkhawatirkan akan parahnya penyakit tersebut serta peluang untuk sembuh.
Terdapat juga berbagai cara lainnya yang dapat mengganggu atau membuat sakit
pikiran, termasuk tekanan-batin dan penyesalan, dan kesemuanya ini dapat
digolongkan sebagai penderitaan batin.
Keputus-asaan
(upayasa)
Pada
suatu ketika, anda mungkin dihadapkan pada suatu kesulitan dan keadaan yang
sangat miskin/melarat; perasaan terhimpit dan tertekan yang akan mencegah
timbulnya kebahagiaan. Kapanpun dan dimana pun anda merasakan tekanan seperti
itu, anda akan berjuang untuk bebas dari keadaan tersebut. Sehingga kemudian
dikenal sebuah pepatah, "badan jasmani yang dipenjara masih tertahankan,
tapi pikiran yang tertekan tidak tertahankan".
Semua
bentuk penderitaan ini --perasaan sedih, ratapan, tekanan batin, kesakitan
jasmani, serta keputus-asaan-- semua itu adalah suatu kondisi perasaan yang
sakit (dukkha vedana) dan muncul bila pikiran berkecenderungan untuk melihat
suatu bentuk atau mendengar bunyi (sebagai misal). Bentuk dan bunyi/suara
tersebut merupakan benih bagi perasaan serta berbagai bentuk penderitaan yang
muncul kemudian. Selanjutnya persepsi (pencerapan/ingatan) merupakan pengenalan
atau ingatan terhadap penderitaan, dan bentuk-bentuk pikiran adalah proses dan
pembentukan penderitaan.
Dengan
berpikir kembali ke awal, anda hendaknya dapat melihat bahwa semua penderitaan
ini berasal dari pikiran yang berkecenderungan keluar sebagai Nama. Perasaan
sedih, sebagai misal, adalah juga merupakan suatu bentuk dari Nama karena ia
adalah perasaan sakit. Dengan mengamati pengalaman masa lalu, anda mengetahui
bahwa penderitaan tersebut muncul bergantung pada nama-rupa. Sekarang
periksalah keadaan saat ini -bagaimana keadaan pikiran? Apakah ia
berkecenderungan keluar untuk melihat bentuk-bentuk dan mendengar bunyi-bunyi
atau suara-suara ataupun memikirkan berbagai hal tersebut yang kemudian
disimpan di dalam batin? Apakah ada penderitaan lain yang muncul? Rasa sedih,
ratapan, kesakitan, tekanan mental, atau keputus-asaan lainnya?
Bila
anda memang menemukan penderitaan, maka lihat dan ketahuilah bahwa semua itu
timbul dari berbagai hal --dan hal-hal tersebut hanya dapat masuk melalui mata
atau telinga (dst), seperti yang telah dijelaskan, dan bukan berasal dari hal
lain manapun. Pikiran yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui, yakni nama
--atau kesadaran, perasaan, persepsi/pencerapan, dan bentuk-bentuk pikiran--,
lantas menyatu dengan penderitaan, kesedihan, serta ratapan (dll). Bila pikiran
tidak berkecenderungan keluar untuk menerima dan memproses
pemandangan-pemandangan dan suara-suara/bunyi, maka penderitaan tidak akan
dapat muncul. Anda harus mempersiapkan diri anda sendiri untuk melihat dan
memahami bagaimana penderitaan semacam ini -bentuk penderitaan yang kedua ini-
dapat muncul dalam pikiran anda.
Uraian
tentang penderitaan ini adalah dalam dua bagian. Pertama, terdapat bentuk
penderitaan "yang biasa dan tak dapat dielakkan", dan kedua, terdapat
penderitaan yang muncul bergantung pada pikiran yang berkecenderungan keluar
untuk menerima (obyek) dan memprosesnya. Dalam upaya untuk memahami kedua
bentuk penderitaan ini, anda pertama-tama harus memusatkan perhatian dan
memahami nama-rupa di dalam diri anda sendiri, melihat pergerakannya yang
alamiah dan tak dapat dielakkan, dari awalnya, tengah-tengahnya, serta
akhirnya, semuanya dilihat bersama-sama pada satu titik. Amati batin/nama
selagi pikiran berkecenderungan keluar untuk menerima dan memproses berbagai
hal.
Sekarang,
cobalah anda semua menyiapkan diri anda untuk mendengarkan 2) dan menyelidiki
sehingga mengetahui tentang penderitaan ini yang diterima serta diproses oleh
pikiran, seperti yang baru saja saya jelaskan.***
24
September 1961
2)
Segera sesudah percakapan Dhamma tersebut, para bhikkhu yang hadir akan
menguncarkan bagian-bagian yang sesuai dari sutta- sutta itu.
PERCAKAPAN
16
Penderitaan
Karena Berkumpul dan Berpisah
Pertama-tama,
silakan anda semua memusatkan pikiran ke dalam diri sendiri. Pusatkan pada
Nama-Rupa: Rupa adalah jasmani yang hidup ini beserta berbagai inderanya yang
masih berfungsi, sementara Nama adalah kondisi dari pikiran --yang mana juga
bergantung pada Rupa-- yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui
pemandangan-pemandangan dan suara-suara/bunyi-bunyi (dan sebagainya).
Amati
timbulnya Nama-Rupa ini; kelenyapan atau kematiannya serta selang perubahannya
yang terus-menerus dengan terjadinya penuaan. Amati keseluruhan rangkaian ini
pada saat sekarang dan kondisi yang tak dapat dielakkan (dhammata) dari
Nama-Rupa untuk berubah bentuk. Ini adalah Kesunyataan tentang
Penderitaan/Dukkha, keadaan yang sesungguhnya dari "penderitaan
biasa" dan merupakan sesuatu yang tidak perlu ditakuti. Berbagai rasa
takut dan benci, atau perasaan melawan yang ekstrim, serta berbagai rasa senang
hanya dapat muncul karena anda belum merealisasi sifat alamiahnya.
Setelah
melihat dan memahami "penderitaan biasa" tersebut, kita beralih untuk
memusatkan perhatian pada pikiran yang cenderung keluar untuk menerima dan
memproses penderitaan. Kita dapat melihat bahwa pikiran sedemikian inilah yang
mendukung timbulnya penderitaan-batin yang berasal dari kesakitan jasmani, dan
tekanan batin dari berbagai peristiwa di luar. Jika pikiran tidak menerima dan
memproses, maka penderitaan tidak dapat muncul dengan berbagai perwujudannya,
seperti yang sudah dijelaskan.
Berbagai
sifat dari pikiran-yang-mendukung timbulnya penderitaan ini dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu berkumpul dengan hal-hal atau orang-orang yang tidak
disukai dan diharapkan; kedua, berpisah dengan hal-hal atau orang-orang yang
dicintai.
Berkumpul
dan berpisah ini juga "normal dan tak dapat dielakkan" dan menjadi
penderitaan adalah karena pikiran. Menyimpan keinginan-keinginan dan
kesukaan-kesukaan di dalam pikiran dapat digolongkan sebagai nafsu-keinginan,
sedangkan menyimpan ketidaksukaan dan ketidaksenangan adalah suatu kesedihan.
Singkatnya, dapatlah dikatakan bahwa "rasa tidak suka dan suka" ini
biasanya terbenam jauh di dalam batin. Mereka tidak akan muncul, sampai saat
anda berhadapan dengan sesuatu atau seseorang yang membuat mereka muncul.
Bilamana hal ini terjadi dan rasa tidak suka timbul -seperti misalnya bila anda
melihat suatu bentuk, mendengar bunyi/suara, atau bahkan hanya berpikir tentang
pemandangan/bentuk atau bunyi/suara yang tidak menyenangkan--, maka hal ini
disebut sebagai berkumpul dengan hal-hal yang tidak disukai. Dengan melihat
atau mendengar tentang orang-orang yang tak-disenangi dan berkumpul dengan hal
seperti itu menyebabkan timbulnya penderitaan.
Sebaliknya,
berpisah dari sesuatu atau seseorang yang disukai juga menyebabkan timbulnya
penderitaan. Penderitaan ini kadang-kadang ditandai oleh perasaan sedih atau
ratapan, oleh kesakitan jasmani --yang juga menyebabkan tekanan batin--, oleh
dukacita atau perasaan putus asa. Karena itu semua hal ini dapat dikelompokkan
menjadi dua penyebab: berkumpul dengan orang atau sesuatu yang tak disukai dan
berpisah dari hal-hal yang disenangi.
Akan
tetapi, sesungguhnya rasa tidak suka dan suka ini tidak berasal dari seseorang
atau sesuatu, tetapi berasal dari pikiran kita sendiri yang telah menyimpannya.
Karenanya, pikiran dengan rasa suka dan tidak suka inilah yang menciptakan
berbagai bentuk penderitaan. Karena penderitaan ini adalah perasaan (yang
menyakitkan), ia merupakan bagian dari Nama, dan karenanya terdapat pula
penderitaan-persepsi (dukkha-sanna), dan penderitaan bentuk-bentuk pikiran
(dukkha-sankhara). Seperti halnya seseorang yang menyalakan api dan
terus-menerus menambahkan bahan bakarnya untuk mencegah api padam, begitu pula
dengan pikiran kita ini, ia yang mula-mula menimbulkan penderitaan dan kemudian
berupaya mempertahankannya di dalam pikiran. Pada waktu anda mengamati pikiran
yang cenderung keluar sewaktu pikiran sedang memproses penderitaan -pada saat yang
bersamaan anda juga melihat akar-akar rasa suka dan rasa tidak-suka tertimbun
di sana (dalam pikiran)--, anda menyadari, dari dekat, kedua penyebab ini.
Dengan demikian perhatian anda terhadap penderitaan pikiran telah mencapai
tingkat yang lebih dalam.
Anda
dapat melihat pada bagian eksternal ataupun internal. Di sini eksternal berarti
anda menjadi sadar akan keadaan berkumpul dan berpisahnya hal-hal di dalam
Nama-Rupa. Ingat-ingatlah kembali sejauh yang dapat diingat oleh ingatan anda
serta periksa pengalaman anda dengan cara demikian. Sepanjang hidup anda, dari
masa kanak-kanak kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berlanjut hingga masa
sekarang ini, anda dapat melihat keadaan berkumpul dan berpisah yang
terus-menerus dari fisik jasmani. Masa kanak-kanak adalah berkaitan/berkumpul
dengan masa ketika anda masih seorang anak kecil. Dengan pertumbuhan dan
pendewasaan, anda berpisah dengan masa kanak-kanak dan bergabung/berkumpul
dengan masa dewasa. Seiring dengan berlalunya tahap-tahap kehidupan maka anda berpisah
dengan tahap sebelumnya dan berkumpul dengan tahap berikutnya, terus-menerus
demikian hingga tiba pada tahap sekarang ini. Berkumpul dengan keadaan sekarang
ini mungkin sesuai dengan yang kita inginkan pada beberapa tahap. Tetapi hal
ini tidak bisa selamanya menjadi seperti yang kita inginkan. Tahap-tahap yang
tidak kita inginkan mesti kita temui (berkumpul dengannya) dan tahap-tahap yang
kita inginkan harus kita tinggalkan (berpisah darinya).
Kesadaran
persis sama seperti itu. Pikiran cenderung keluar untuk menerima suatu obyek
dan kesadaran pun muncul. Bila ia berkecenderungan untuk melihat suatu bentuk,
maka itu adalah kesadaran-melihat (cakkhu-vinnana); untuk mendengar suatu
bunyi/suara adalah kesadaran-mendengar (sota-vinnana). Akan tetapi, bagi
pikiran untuk melihat atau mendengar, ia selalu harus bergantung kepada indera
penglihatan dan pendengaran, meskipun mata dan telinga itu kondisinya bisa
berubah. Mata akan menjadi rabun dan kabur; telinga akan menjadi sulit
mendengar. Sehingga pikiran yang cenderung keluar itu tidak akan mampu untuk
melihat atau mendengar dengan jelas dan efektif seperti sebelumnya. Pintu-pintu
indera lainnya juga demikian halnya. Jasmani pada saat menjadi tua dan uzur
tidak lagi dapat dipergunakan dan beradaptasi seperti sebelumnya. Maka
lagi-lagi anda harus berpisah dengan kesadaran yang sesuai dengan pendengaran
yang tajam dan penglihatan yang jelas, serta berkumpul dengan penglihatan dan
pendengaran yang kurang tajam/efektif.
Perasaan
juga sama seperti itu. Meskipun pikiran yang bercenderungan keluar telah
menemukan perasaan menyenangkan yang sesuai, ia tidak akan menemukan hal itu
selamanya. Perasaan sakit dirasa tidak sesuai, namun hal itu tidak selalu
hadir. Perasaan antara (menyenangkan dan sakit) mungkin dirasa sesuai atau
tidak sesuai serta membosankan, akan tetapi kita tidak selalu merasakan hal
seperti itu. Dengan demikian, kita mesti terus-menerus berkumpul dengan
perasaan-perasaan yang tidak kita sukai serta berpisah dengan yang kita sukai.
Persepsi/pencerapan/ingatan
yang mengikuti perasaan juga demikian. Kadang-kadang ingatan serta persepsi
anda terang dan jelas, tetapi pada saat yang lain tidak demikian. Dan tidak
cuma, itu, karena bilamana kita mengingat hal-hal yang kita sukai maka hal-hal
yang tidak kita hiraukan teringat juga. Bila kita melihat atau mendengar
sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan kita tetapi kemudian kita tidak
dapat mengingatnya maka tidak akan ada sesuatu yang dicerap dan dipikirkan atau
dikhayalkan. Akan tetapi, bila kita dapat mengingatnya maka ia akan cepat
sekali dicerap dan diproses di dalam pikiran. Adalah tidak mungkin bila kita
tidak ingin untuk mengingat: kadang-kadang hal-hal yang sangat tidak kita sukai
akan teringat lebih jelas daripada hal-hal yang kita sukai. Karena itu, kita
harus berkumpul dengan persepsi yang tidak sesuai dengan keinginan kita dan
berpisah dengan persepsi yang sesuai dengan keinginan kita.
Proses
berpikir dari bentuk-bentuk pikiran adalah juga sama. Berbagai bentuk
penderitaan juga semuanya timbul melalui tahap proses berpikir. Bila tidak
demikian, mereka tidak akan timbul. Kadang-kadang suatu kesedihan diproses
(oleh pikiran), yang mungkin disebabkan oleh kekhawatiran atau ketakutan, dan
menjadi suatu tekanan-mental yang kuat. Karena itu bentuk-bentuk pikiran ini
merupakan hal yang vital dan membentuk landasan bagi munculnya penderitaan.
Bila anda tidak menyukai penderitaan, mengapa anda terus berangan-angan dan
memunculkan mereka di dalam pikiran? Siapakah yang berpikir itu? Yakni Pikiran
anda sendiri! Tiada orang lain yang dapat menghampiri dan memikirkannya untuk
anda. Meskipun anda tidak mengharapkan penderitaan, anda selalu --tanpa henti--
terus berpikir dan memproses pikiran-pikiran tersebut yang membawa kepada
penderitaan. Anda mungkin tidak menyukai penderitaan, tetapi anda membiarkan
diri terseret dalam pikiran semacam itu. Bagaimana anda pernah bisa lolos dari
penderitaan bilamana keadaannya seperti itu?
Bentuk-bentuk
pikiran ini juga selalu muncul untuk berkumpul dan berpisah. Pada suatu saat
anda harus berkumpul dengan pikiran yang bercabang-cabang yang tidak
diinginkan, pada saat yang lain anda berpisah dengan proses pikiran yang
diinginkan. Tetapi adalah selalu diri sendiri yang mula-mula memunculkan
angan-angan atau bentuk-bentuk pikiran yang mengarah kepada keadaan berkumpul,
berpisah, dan penderitaan. Anda tidak akan menghentikan proses tersebut dan
karena itu anda akan terus berhadapan dengan bentuk-bentuk pikiran yang
membiakkan penderitaan. Sehingga anda harus mengalami penderitaan dan tidak
menemukan jalan-keluarnya.
Periksa
dan lihatlah kondisi-kondisi dari "berkumpul" dan
"berpisah" di dalam Nama-Rupa anda sendiri. Pastikan kalau anda
memahami dan melihat bahwa akar penyebab hal ini semuanya terletak dan tertanam
sebagai rasa suka dan tidak-suka di dalam batin anda sendiri.
Usahakan
untuk melihat dan memahami rasa-suka dan tidak-suka ini yang membawa dan
menarik pikiran ke jalur penderitaan. Ia mempengaruhi/mengubah kesadaran
menjadi penderitaan-kesadaran (dukkha-vinnana), perasaan menjadi
penderitaan-perasaan (dukkha- vedana), persepsi menjadi penderitaan-persepsi
(dukkha-sanna), dan bentuk-bentuk pikiran menjadi penderitaan bentuk-bentuk
pikiran (dukkha-sankhara). Bila kita menembus/memahami kebenaran ini, rasa suka
dan tidak suka itu akan berkurang dan hilang. Pikiran yang meluncur pada jalur
penderitaan kini akan menjadi tenang, dan kesadaran tidak lagi menjadi
penderitaan-kesadaran, perasaan akan berhenti menjadi penderitaan-perasaan,
persepsi tidak lagi menjadi penderitaan-persepsi, dan bentuk-bentuk pikiran
tidak lagi menjadi penderitaan bentuk-bentuk pikiran. Hal ini berarti bahwa
pikiran telah berhenti memproses penderitaan bagi pikiran itu sendiri dan
dengan demikian penderitaan akan reda.
Selanjutnya
hal ini merupakan strategi untuk menghentikan proses penderitaan bagi diri
sendiri. Anda harus berlatih untuk memahami penderitaan dan cara ia bekerja di
dalam Nama-Rupa ini. Hanya ini satu-satunya cara untuk menyembuhkan penderitaan
dari pikiran anda.
Cobalah
anda perhatikan dengan cermat selagi anda mendengarkan kata-kata yang akan
diuncarkan sekarang ini, dan merenungkan Kesunyataan tentang Dukkha yang
termuat dalam baris-baris Ajaran Sang Buddha, yang diambil dari Khotbah Agung
tentang Dasar-dasar dari Kesadaran:
Appiyasampayoga
- berkumpul dengan yang tak disukai
Piyavippayoga
- berpisah dari yang disukai.
25
September 1961
PERCAKAPAN
17
Penderitaan
Karena Tak Terpenuhi Apa yang
Diharapkan
dan Diinginkan
Sekarang
saya akan menyampaikan Dhamma mengenai Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha
Sacca) pada bagian: "Tidak Terpenuhinya Keinginan Seseorang adalah
Penderitaan".
Pertama-tama,
pusatkan pikiran anda ke dalam diri anda sendiri, karena di dalam diri inilah
Sang Buddha mengarahkan ajaranNya. Orang lain, mengikuti Beliau, telah pula
menjelaskan ajaran Beliau dengan cara yang sama yakni mengarah ke dalam (diri).
Oleh karena itu, dalam mendengarkan Dhamma, anda harus mengalihkan perhatian
untuk mengamati ke dalam diri anda sendiri. Anda perlu menyelidiki lima
kelompok kehidupan atau Nama-Rupa itu. Bila anda berhadapan dengan mereka, maka
anda juga harus berhadapan dengan keadaan yang sesungguhnya dari suatu
eksistensi/keberadaan, yakni Kesunyataan tentang Penderitaan (Dukkha Sacca).
Hal ini disebabkan karena Kesunyataan ini mewujudkan dirinya dalam lima
kelompok kehidupan atau Nama-Rupa, yang membentuk landasan baginya. Oleh karena
itu, siapapun yang bermaksud untuk memahami penderitaan, harus memusatkan
penyelidikannya pada tingkat kebijaksanaan (wisdom) dan pandangan terang
(insight). Kebijaksanaan dan Pandangan Terang dari Ajaran Sang Buddha terwujud
di dalam Nama-Rupa. Tanpa Nama-Rupa, kebijaksanaan dan pandangan terang tidak
dapat muncul. Hal ini sama dengan seseorang yang ingin berdiri: Bila tidak ada
tanah, maka tiada tempat untuk berdiri. Karenanya, silakan sekarang anda
mengarahkan pikiran ke dalam diri untuk memeriksa Nama-Rupa anda.
Periksa
jasmani anda yang mempunyai tinggi, lebar, dan tebal tertentu itu. Selidiki
Nama, sebagai pikiran yang sedang berkecenderungan keluar untuk mengetahui: Apa
yang sedang diketahuinya? Pada saat ini di saat anda sedang mendengarkan
percakapan ini, maka pikiran mesti cenderung keluar untuk mendengarkan, sebagai
kesadaran terhadap suara. Rasa senang, sakit, ataupun netral yang timbul dari
mendengarkan ini adalah perasaan; pencatatan dan pengingatan terhadap
pendengaran ini adalah persepsi; dan proses pikiran yang mengikutinya adalah
bentuk-bentuk pikiran. Kondisi dari pikiran yang cenderung keluar ini adalah Nama
dan ketika ia cenderung keluar untuk mengetahui suara-suara/bunyi-bunyi di
luar, maka ini adalah Nama dalam suara/bunyi yang di luar.
Tiap-tiap
orang, karenanya, eksis/ada hanya bila bersamaan dengan Nama-Rupa. Bila hal ini
dikesampingkan, maka "orang" tidak akan muncul/ada. Di sinilah, di
dalam Nama-Rupa ini, "Aku, diriku dan milikku" muncul dan
dicengkeram/digenggam. Pencengkeraman ini merupakan proses yang dibuat oleh
pikiran, dan seperti itulah suatu bentuk dari bentuk-bentuk pikiran, yang
merupakan kondisi lainnya dari pikiran yang cenderung keluar. Karena itu anda
harus memeriksa perasaan tentang "diriku dan milikku" ini: seberapa
jauh dan dalamkah ia tertanam? Selanjutnya anda akan mengetahui bahwa ia
hanyalah tertanam sejauh Nama-Rupa ini. Jika bentuk-bentuk pikiran, persepsi,
perasaan, dan melihat atau mendengar (dll) semuanya tiada, maka anda sama
sekali tidak mempunyai pengalaman terhadap merasakan ataupun berpikir. Badan
jasmani sendiri hanyalah seperti sepotong kayu yang sama sekali tanpa perasaan
atau pikiran, dan semua perasaan akan "diriku dan orang lain" telah
lenyap seluruhnya. Hal ini sama seperti bila kita sedang tidur, dimana
perasaan-perasaan tentang "diri dan orang lain" dan berbagai pikiran
yang melompat-lompat, lenyap seluruhnya. Apapun status orang itu, mereka pasti
akan berada di bawah kondisi-kondisi ini.
Perasaan
tentang "diriku dan orang lain" dalam bentuknya yang bervariasi,
karenanya, hanya timbul di dalam Nama-Rupa. Apabila perasaan tentang
"diriku dan orang lain", "milikku dan miliknya" muncul,
maka arahkan visi/penglihatan anda kepada kondisi dari pikiran yang
menghasratkan atau menginginkan sesuatu. Karena itu, dengan
penembusan/pemahaman menyeluruh terhadap Nama-Rupa, anda juga harus memantau
keberadaan nafsu keinginan ini di dalam batin.
Ada
dua bentuk nafsu keinginan, yang satu adalah yang dapat direalisasi, dan yang
lainnya adalah yang tak dapat direalisasi. Nafsu keinginan dan harapan yang
dapat terealisasi, adalah berkaitan dengan tujuan/sasaran yang memang mungkin
dicapai. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua hal dapat dicapai hanya
dengan berharap saja, karena sebab-sebab yang sesuai yang dapat
mengakibatkannya haruslah diperhatikan. Sebagai contoh, dalam membuat suatu
"harapan/keinginan yang dapat direalisasi" untuk mencapai suatu
kebajikan, anda harus berlatih cara-cara yang tepat untuk menghasilkan
sebab-sebab yang tepat/sesuai.
Janganlah
mengkritik atau menyalahkan nafsu-keinginan dengan membabi-buta, karena
'keinginan' untuk mencapai kebajikan dan latihan untuk mencapai hal itu adalah
hal yang tepat dan benar. "Keinginan untuk menjadi atau berbuat baik
ini" oleh Sang Buddha disebut "keinginan yang mantap" atau
"tekad" (aditthana). Bodhisatta bertekad untuk mencapai Kebuddhaan
dengan cara mengikuti Sang Jalan dengan mantap. Para siswa Sang Buddha (savaka)
juga sebelumnya telah bertekad untuk mencapai keadaan mereka itu masing-masing.
Jika anda sedang berjalan menuju kepada penyelesaian dan perealisasian
keinginan anda dan keinginan itu didorong oleh "tekad yang benar"
maka hal ini dapat disebut "tekad yang benar" (sacca-aditthana). Sang
Buddha menyatakan "tekad yang benar" ini sebagai salah satu dari
Kesempurnaan (Parami).
Jenis
keinginan yang tak mungkin tercapai/terealisasi adalah yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip alamiah. Kelahiran, usia tua, kesakitan, dan kematian adalah
normal dan tak dapat dihindari. Kesedihan, duka-cita, kesakitan badan jasmani,
tekanan mental dan depresi, semuanya terjadi dengan tak dapat dihindari sesuai
dengan kondisi mereka (benda-benda). Mengharapkan mereka agar lenyap, melarang
mereka muncul, adalah bertentangan dengan sifat alam. Keinginan itu tidak akan
pernah dapat terealisasi dan dengan demikian ia juga pasti menambah
penderitaan-pikiran sebagai "keinginan yang tak dapat dipenuhi".
Sekarang,
lihat dan perhatikan kelompok jasmani dan batin ini: Nama-Rupa ini yang telah
saya jelaskan. Ia berawal dari kelahiran; berkembang dan berubah menjadi tua;
merasa sakit dan menderita karena sakit; dan akhirnya ia harus hancur dengan
kematian. Hal ini merupakan sifat-alamiah yang tak dapat dihindari oleh
Nama-Rupa. Sekarang periksalah pikiran anda. Jika ia masih memiliki keterikatan
dan kemelekatan, bila ia masih memiliki nafsu keinginan, maka pastilah juga ada
duka-cita dan penderitaan. Ia tak bisa lolos dari mereka. Satu-satunya jalan
ialah dengan melepas dan membiarkannya berlalu.
Bila
anda membiarkan sesuatu itu berlalu maka anda akan terhindar dari semua
duka-cita yang berkaitan dengan hal tersebut. Bila anda membiarkan segala sesuatu
berlalu, maka anda akan terbebas dari semua penderitaan, baik jasmani maupun
batin. Tetapi bila anda belum bisa melepas maka keterikatan dan kemelekatan
anda itu pasti dengan tak terelakkan akan menimbulkan penderitaan, apabila
keinginan-keinginan anda tetap tak-terpenuhi. Karena itu, pusatkan perhatian
anda untuk melihat keinginan-keinginan yang tak bisa terpenuhi ini di dalam
batin anda, dan selanjutnya periksa penderitaan yang timbul bila
keinginan-keinginan tersebut tak terpenuhi. Lihat hal ini sebagaimana adanya.
Penembusan
terhadap kesunyataan ini akan memberikan suatu tanda-tanda dari kebijaksanaan
sesuai dengan yang diharapkan, yang mampu melepaskan dan menghalau penderitaan
dari batin anda. Nama-Rupa selanjutnya akan mengikuti geraknya yang alamiah
sementara si pengamat (anda) memeriksanya. Pemeriksaan ini adalah
perhatian-murni dan merupakan kombinasi dari perhatian-murni dan kebijaksanaan
(sati-panna) yang tidak terlibat dalam gerak-gerik nafsu-keinginan dan
penderitaan. Nama-Rupa selanjutnya tampak mengikuti geraknya yang alamiah. Hal
ini mirip seperti sebuah rumah yang sedang terbakar: ketika penghuninya berada
di dalam rumah maka timbul rasa takut dan panik, tetapi setelah meninggalkan
rumah ia dapat memandanginya dari luar. Ia kini dapat melihat rumah yang
terbakar tersebut tanpa merasa kepanasan di dalam dirinya. Sekali kita
mengamati dengan pengetahuan, maka kebahagiaan yang berkembang dari ketenangan
dan keheningan akan timbul.
Setiap
orang mesti berhadapan dengan penderitaannya sendiri maupun penderitaan dari
berbagai orang yang mempunyai hubungan dengannya. Bila ia mengumpulkan semua
penderitaan tersebut dan memasukkannya ke dalam batin, melekat dan
mencengkeramnya, maka hal ini hanya akan menambah kegelisahan dan
ketidak-bahagiaan dirinya. Akan tetapi, jika seseorang dapat terus-menerus
menanggalkan dan membuang penderitaan semacam itu tanpa menambahkan penderitaan
baru, maka pikiran akan dapat memancarkan suatu keadaan yang tanpa gangguan
(penderitaan).
Adalah
tidak mungkin bagi setiap orang untuk selalu lolos dari penderitaan yang
berasal dari sumber-sumber eksternal, akan tetapi penderitaan di dalam batin
dapat dicegah/dihindari. Kita biasanya membawa penderitaan eksternal itu ke
dalam pikiran kita sebagai tekanan-batin (penderitaan batin). Karenanya
seakan-akan penderitaan itu memiliki dua tingkatan: yang diluar dan di dalam
batin. Mereka yang berlatih sesuai dengan metode Sang Buddha, mengetahui
bagaimana cara untuk meringankan dan membebaskan keadaan tersebut dengan jalan
membiarkan saja penderitaan eksternal itu berada di luar tanpa membebani
pikiran dengannya. Bahkan bila selanjutnya anda mendapati diri anda berada di
tengah-tengah penderitaan (eksternal), batin anda akan tetap merasa tenang.
Kebahagiaan semacam ini menyebabkan perhatian-murni (sati) dan kebijaksaan
(panna) dapat menyembuhkan penderitaan eksternal apapun yang memang mungkin
disembuhkan. Akan tetapi bila pikiran sepenuhnya menerima dan membebani dirinya
dengan penderitaan eksternal, maka tiada jalan baginya untuk menyembuhkan
keadaan tersebut.
Untuk
memisahkan jenis-jenis penderitaan ini, anda harus mengikuti dan melaksanakan
cara-cara latihan yang telah diajarkan oleh Sang Buddha. Pertama-tama, siapkan
diri anda untuk melihat Nama-Rupa dan mengenali keadaan penderitaannya.
Ketahuilah penderitaan-mental yang timbul akibat dari tak-terpenuhinya
keinginan-keinginan yang tidak mungkin tercapai. Pahamilah hal ini sehingga,
seiring keinginan-keinginan tersebut reda/berkurang, pikiran menjadi tenang dan
damai. Bila anda telah menyadari hal ini maka anda akan memperoleh manfaat yang
besar dari pengkajian anda terhadap Kesunyataan tentang Penderitaan/Dukkha yang
diajarkan oleh Sang Buddha, dan akhirnya menemukan kebahagiaan.***
2
Oktober 1961
PERCAKAPAN
18
Ringkasan
Kelompok Penderitaan (Dukkha-khandha)
Silakan
anda semua memusatkan pikiran ke dalam diri anda masing-masing. Dengarkan
baik-baik ajaran ini, pertimbangkan dan telitilah ia di dalam diri anda,
sehingga anda dapat melihat Dhamma (kesunyataan) di sana. Anda tidak akan dapat
merealisasi Dhamma hanya dari suara-suara di luar karena itu hanyalah hafalan
atau pengertian intelektual belaka, sedangkan mengerti kebenaran di dalam diri,
berarti melihat Dhamma dengan kebijaksanaan. Oleh karena itu, sekarang pusatkan
perhatian ke dalam diri anda sendiri. Pusatkan untuk melihat dari yang kasar
dan terlihat nyata, sampai kepada yang halus dan lembut:
Sadarilah
nafas anda. Tiap-tiap orang pasti bernafas.
Sadarilah
akan posisi duduk anda saat ini. Bagaimana letak tangan dan kaki anda?
Bagaimana postur anda keseluruhannya?
Teliti
seluruh jasmani anda: ke atas mulai dari telapak kaki, ke bawah mulai dari
rambut di kepala anda, semuanya terbungkus oleh kulit.
Pisah-pisahkan
mereka ke dalam unsur-unsur tanah, air, api, angin, dan ruang. Renungkan
hakikat dari tiap-tiap unsur jasmani tersebut hingga hanya tinggal unsur
ruangnya saja. Lalu bayangkan bagaimana sebelum adanya jasmani ini, sebenarnya
yang ada hanya unsur ruang saja, dan bagaimana akhirnya ia kembali kepada kekosongan.
Sekarang
satukan lagi unsur-unsur tersebut bersama-sama ke dalam jasmani lengkap anda
yang memiliki perasaan suka, duka, dan netral (tidak suka tidak duka); dan yang
menjadi 'tempat kediaman' pikiran.
Perasan-perasaan
tersebut mempengaruhi pikiran. Contohnya jika ada perasaan senang maka
"suka" akan timbul; jika ada perasaan sakit, maka "tidak
suka" akan dan timbul; dan jika perasaan netral maka pikiran terjebak di
dalam 'keterikatan', yang merupakan kondisi dari kebodohan.
Selidiki
lebih dalam lagi kepada keadaan dari pikiran yang "suka", "tidak
suka", dan "melekat" kepada jutaan hal. Sadarilah kondisi
pikiran yang terjadi: Saat ini.
Dengan
penembusan hingga sejauh ini, anda akan sanggup membedakan susunan/komposisi
pikiran. Pikiran adalah satu hal, sementara "suka",
"jijik", dan "khayalan" adalah hal yang lain. Mereka
bergabung dan terkait bersama, dan gabungan ini, bagi batin merupakan
rintangan-rintangan yang menghalangi kemajuannya di dalam kebajikan dan kebajikan
moral yang lebih tinggi.
Meskipun
anda telah mantap memusatkan pikiran anda sebagaimana yang diinstruksikan,
campuran/gabungan perasaan di dalam pikiran akan selalu menunggu untuk muncul
mempengaruhi pikiran anda lagi. Itulah sebabnya anda harus selalu waspada
terhadap hal ini dengan cara selalu sadar terhadap tempat masuknya
gangguan-gangguan; misalnya melalui mata, telinga, hidung, lidah, tubuh/kulit,
dan pikiran (mano). Adalah pikiran yang memegang dan menahan sangat banyak
masalah dan kesukaan, sehingga ia memerlukan perhatian ekstra. Akan tetapi
jangan mengikuti dan menekan dengan paksa/kekerasan, karena hanya akan
menimbulkan kelelahan, ketegangan, dan kemarahan. Sebab itu, biarkan pikiran
mengikuti keinginan-keinginannya, tetapi catatlah dengan seksama bagaimana ia
muncul dan berkembang. Apakah yang muncul itu dan yang menyeret pikiran untuk
keluar lagi? Bila anda dapat menangkap semuanya ini dengan cepat, maka anda
dapat melihat seluruh kejadiannya; bahwa semua masalah dan kejadian masuk
melalui mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan langsung berhubungan dengan
pikiran itu sendiri. Pikiran selalu gelisah, pikiran yang bertingkah semakin
berkembang pada segala sisi sehingga pikiran tidak dapat dipusatkan pada satu
titik.
Jangan
menggunakan kekerasan. Tugas anda hanya memperhatikan dan mencatat --tapi
pastikan bahwa anda tahu pada saat itu dan dapat terus memperhatikannya.
Pikiran kemudian akan menjadi reda dengan sendirinya dan akhirnya tenang. Ini
karena pikiran adalah "elemen-yang-mengetahui", dengan kecerdasan dan
bagian-bagiannya yang hakiki. Ketika ada kesempatan dari 'kesadaran-diri' ini
timbul, maka pengetahuan tertentu akan timbul tanpa disangka-sangka, karena
intisarinya sudah ada di sana.
Timbulnya
pengetahuan tentang diri ini diikuti oleh makin mantapnya perhatian/kesadaran,
dan pikiran itu sendiri sekarang sepenuhnya dapat memeriksa dan menyadari
kondisinya sendiri. Ia akan mengetahui bagian-bagian dari pikiran dan tempat
masuknya segala gangguan/pengaruh. Pemusatan pikiran yang mantap sehingga ia
dapat digunakan untuk memeriksa fenomena-fenomena yang terjadi di dalam
batinnya sendiri menunjukkan kemampuan pikiran untuk menyadari kebenaran di
dalam diri, dan ini merupakan faktor dari pencerahan.
Sekarang
renungkanlah inti ajaran Sang Buddha, yakni "Kesunyataan tentang
Penderitaan". Mula-mula anda 'membaca' berdasarkan intelektual anda,
mengingatnya dan mengikuti ajaran Sang Buddha. Beliau mengajarkan agar kita
memperhatikan Kesunyataan tentang Dukkha/penderitaan: "Kelahiran adalah
penderitaan, usia tua dan kematian adalah penderitaan. Penderitaan memiliki
hal-hal yang alami ini dan mengikuti kondisi-kondisi ini".
Kemudian
Beliau melanjutkan: "Kesedihan adalah penderitaan, ratap tangis, kesakitan
jasmani dan dirasakan pula oleh pikiran adalah penderitaan, tekanan batin dan
putus asa adalah penderitaan".
"Berkumpul
dengan hal-hal yang tidak disukai dan tidak dicintai adalah penderitaan;
berpisah dengan hal-hal yang dicintai adalah penderitaan"; dan "tidak
terpenuhinya apa yang diinginkan adalah penderitaan."
Setelah
mendengar ajaran Sang Buddha ini dari segi intelektual, sekarang coba
renungkan, "sudah pernahkah kita mengalami penderitaan ini?"
"Lahir
merupakan penderitaan, usia-tua juga merupakan penderitaan": Anda mungkin
tidak tahu bahwa, kelahiran merupakan penderitaan, dan jika anda belum tua,
maka usia-tua juga masih belum anda pahami. Tetapi makin mantap penyelidikan
anda, dan jasmani anda semakin rapuh, barulah anda akan mengerti.
"Kematian
adalah penderitaan": Namun karena anda belum mengalami kematian, anda tak
dapat mengerti hal itu. Meskipun demikian anda tetap takut dan tidak
mengharapkan untuk mati. Sejauh "kesedihan, ratapan dan lain-lain"
anda perhatikan, anda dapat mengalami mereka pada beberapa tingkat dan
karenanya dapat dirasakan kesedihannya yang mendalam. "Kesakitan jasmani
dan batin" dapat pula disebut sebagai penderitaan. Karena anda belum
mengalami kebenaran pada setiap jenis dari penderitaan -terutama yang
berhubungan dengan kelahiran, ketuaan, dan kematian-, maka pertama-tama anda perlu
merenungkan dan menyelidiki untuk dapat mengerti dengan benar mengapa mereka
menderita.
Keadaan
penderitaan ini sesuai dengan kondisi alamiahnya, dan bagian-bagian dari Lima
Khandha, adalah: kelompok jasmani (rupa-khandha) yaitu kelompok jasmani kita
ini (rupa-kaya), kelompok perasaan yaitu rasa senang, sakit, dan netral --tiada
sakit pun tiada senang; kelompok pencerapan yang dengan berbagai cara mengingat
hal-hal dan merasakan; kelompok bentuk-bentuk pikiran yaitu proses pikiran;
kelompok kesadaran yakni yang mengetahui ketika melihat bentuk atau mendengar
suara, dan sebagainya. Rupa adalah rupa, tetapi perasaan, pencerapan,
bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran, adalah disebut 'nama', yang merupakan
kondisi dari pikiran yang berkecenderungan keluar untuk mengetahui. Yang
"mengetahui" saat melihat bentuk atau mendengar suara ini mula-mula
adalah kesadaran, (kemudian) pengalaman atas rasa senang, sakit, atau netral
itu adalah perasaan, pengingatan akan hal-hal adalah pencerapan; dan
pengolahan/proses pikiran adalah bentuk-bentuk pikiran. Singkatnya, kita dapat
menyebut semuanya ini sebagai rupa-nama atau nama-rupa.
Awal
mula dari nama-rupa ini adalah kelahiran, kemudian ia terus tumbuh hingga
mengakibatkan umur tua dan berakhir pada kematian. Oleh karena itu anda dapat
menyingkat (kejadian) kelahiran - usia-tua - kematian ini dengan kemunculan dan
kelenyapan: Pada mulanya adalah kemunculan dan pada akhirnya adalah kelenyapan.
Ini merupakan hukum alamiah dari semua benda.
Karena
semua benda alam tersebut adalah seperti ini, maka Sang Buddha menyebutnya
sebagai penderitaan/dukkha. Ini juga dapat dimengerti sebagai tidak ada satu
apapun yang eksis dengan kekal: bahwa segala sesuatu dari muncul hingga
lenyapnya selalu bertransformasi dan berubah. Masa dari perubahan antara
kelahiran dan kematian ini disebut "penuaan/usia". Inilah yang
disebut Kesunyataan tentang Penderitaan, kenyataan sebenarnya dari benda-benda
yang setiap orang dari kita yang hidup dengan nama-rupa masing-masing, harus
menghadapi/mengalaminya.
Orang
biasa/awam (puthujjana) melekat dan memegang erat-erat nama-rupa sebagai
"aku-dan-milikku", serta "diriku", dan ini yang
mengambil-alih penderitaan yang tak terhindari dari nama-rupa ke dalam batinnya
sendiri. Beginilah caranya kesedihan dan ratapan itu muncul sebagai penderitaan
di dalam batin seseorang.
Oleh
karena itu Sang Buddha meringkas penderitaan ke dalam sebutan Lima Khandha,
atau dapat disebut sebagai nama-rupa. Akan tetapi jika anda dapat lepas dari
kemelekatan dan pencengkraman terhadap nama-rupa, maka anda tidak akan
menderita lagi, akibat dari kelahiran, usia tua, kematian, dan juga tidak lagi
terikat di dalam nama-rupa yang membawa penderitaan tersebut. Nama-rupa
kemudian hanya berlanjut terus sesuai dengan sifat alamiahnya. Inilah
pengalaman dari para suciwan (para ariya).
Karena
orang biasa/awam mengklaim nama-rupa sebagai dirinya, maka itu menimbulkan
penderitaan dan kesusahan bagi dirinya sendiri. Kita sendirilah yang
menyebabkan penderitaan kita, karena pikiran kita bersekutu dengan kemelekatan.
Kita membuat penderitaan bagi diri kita sendiri, ratapan dan keluh kesah kita
sendiri, dan memasukkan ke dalam pikiran kita sebab-sebab dari kesakitan
jasmani. Pikiran itu sendirilah yang menyebabkan pikiran menderita dan putus
asa.
Proses-proses
dan angan-angan (dari pikiran) inilah yang kita sebut sebagai
"bentuk-bentuk pikiran" yang muncul dari gabungan antara kesadaran,
perasaan, dan pencerapan. Karena itu anda akan menyadari bahwa pikiran yang
berkecenderungan keluar --sebagai nama itu--, adalah penghasut dari munculnya
penderitaan dan sumber tunggal dari penderitaan batin. Karena Nama mesti
bergabung dengan rupa, maka sifat-sifat alamiah dari penderitaan juga terdapat
di sini, di dalam nama-rupa. Ini berarti bahwa ia tidak kekal --muncul dan akhirnya
lenyap; pada keduanya, baik sifat alamiah penderitaan batin maupun penyebab
penderitaan batin. Inilah sebabnya mengapa Sang Buddha mengelompokkan seluruh
penderitaan sebagai nama-rupa, atau lima khandha.
Akan
tetapi sebenarnya, untuk dapat munculnya proses penderitaan, nama-rupa ini juga
harus bersekutu dengan kemelekatan atas "aku dan milikku". Pusatkan
perhatian anda untuk melihat Kesunyataan tentang Penderitaan sebagaimana yang
diajarkan oleh Sang Buddha dengan cara meneliti bab demi bab lalu gabungkan
mereka semuanya di dalam nama-rupa atau lima khandha ini. Periksa mereka
bersama-sama di dalam jasmani ini dan di dalam pikiran yang berkecenderungan
keluar untuk menerima dan memproses penderitaan.
Dengan
melihat dan mengerti kebenaran dari hal ini, anda akan memperoleh pengetahuan
akan Kesunyataan tentang Penderitaan yang dikemukakan oleh Sang Buddha.
Pengertian intelektual anda yang semula kemudian akan berkembang menjadi
kebijaksanaan dan anda akan menyadari bahwa Kebenaran ini bukan sesuatu yang
harus ditakuti dan dibenci, tapi sesuatu yang harus dipahami dan yang akan
memberikan kebahagiaan dan ketenangan. Pengertian anda lalu akan sanggup
menghadapi sumber penderitaan yang ada, sehingga anda tidak lagi mudah
terpengaruh dan memasukkan penderitaan ke dalam batin anda. Dengan tidak
memproses penderitaan lagi, maka anda tidak lagi bereaksi dan anda mulai
menjadi tenang. Ini akan memberikan kebahagiaan dan kedamaian.***
9
Oktober 1961
PERCAKAPAN
19
Penjelasan
Tentang Asal Mula Penderitaan (Samudaya)
Sekarang
saya akan menjelaskan Dhamma tentang "Asal mula Penderitaan"
(Samudaya) --menjelaskan penyebab dari Penderitaan. Silakan pusatkan perhatian
anda ke dalam (diri) dan berpusatlah kepada saat ini. Apa yang terjadi? Kemana
arahnya pikiran kita berpikir? Mantapkan perhatian anda sehingga ia dapat
mengikuti dan menangkap apa yang dipikirkan oleh pikiran.
Pikiran
mengembara kepada bentuk-bentuk yang terlihat melalui mata, kepada suara-suara
melalui telinga, kepada bebauan melalui hidung, kepada rasa-kecapan melalui
lidah, dan kepada sentuhan melalui tubuh. Ia juga memikirkan tentang hal-hal
lampau yang pernah dilihat dan didengar (dll). Demikianlah, pikiran tidak hanya
berkecenderungan keluar untuk mengetahui, tetapi juga mencengkeram dan melekat
kepada obyek tersebut.
Kondisi
dari pikiran yang berkecenderungan keluar dan mengembara untuk menangkap
pemandangan-pemandangan dan suara-suara adalah nafsu keinginan (tanha) dan
kemelekatan (upadana). Secara umum, tanha juga dapat diartikan sebagai perjuangan
dan kegairahan nafsu-keinginan di dalam batin. Tetapi dengan pemeriksaan yang
lebih dalam akan tampaklah pengembaraan-kecenderungan pikiran untuk
mencengkeram dan melekati.
Keinginan
dan kemelekatan (tanha - upadana) merupakan pasangan yang muncul hampir
bersamaan. Ketika suatu pemandangan atau suara masuk melalui mata dan telinga,
dan tertangkap oleh pikiran, maka pikiran berkecenderungan keluar untuk
menerimanya. Akan tetapi jika kemelekatan tidak ikut terlibat, maka hanya ada
batin (nama) yang tenang/seimbang dan tidak ada nafsu keinginan. Tapi jika
terdapat kemelekatan terhadap obyek tersebut maka itulah disebut sebagai
nafsu-keinginan. Anda dapat melihat kegairahan dan penangkapan dari pikiran
sebagai "keinginan/tanha", sementara keinginan untuk mencengkeram dan
melekat kepada obyek adalah "kemelekatan/upadana". Jika hanya disebut
"nafsu keinginan/tanha", maka ini harus pula dimengerti melingkupi
pengertian melekat/upadana.
Kemelekatan
terhadap obyek ini, mencengkeramnya di dalam pikiran tanpa hendak
melepaskannya, juga termasuk suatu keinginan terhadap obyek tersebut. Jika
obyek tersebut sesuai dan menyenangkan, maka anda ingin memiliki dan
menguasainya. Tetapi jika itu tidak menyenangkan, maka anda ingin menjauhinya.
Akan tetapi karena anda masih punya kemelekatan terhadapnya --meskipun anda
tidak menyukainya--, anda tidak akan dapat lepas dan bebas dari hal tersebut.
Oleh karena itu Sang Buddha membagi keinginan menjadi tiga: keingian inderawi
(kama-tanha), keinginan untuk terus hidup (bhava-tanha) dan keinginan untuk
musnah (vibhava- tanha).
Keinginan
inderawi adalah cinta dan hasrat terhadap suatu obyek. Keinginan untuk terus
hidup di suatu alam atau alam lain, dapat diturunkan oleh keinginan untuk
menguasai dan memiliki obyek yang membangkitkan nafsu inderawi tersebut.
Keinginan terhadap kemusnahan adalah keinginan untuk bebas dari keadaan ini-itu
yang tidak disukai.
Ketiga
jenis keinginan ini juga termasuk kemelekatan yang menggenggam obyek di dalam
pikiran tanpa membiarkannya lepas. Obyek yang disukai maupun yang tidak
disukai, keduanya tetap dipegang sehingga 'suka' dan 'tidak suka' terus-menerus
muncul di dalam pikiran. Baik suka maupun tidak suka tersebut menyebabkan
timbulnya kegelisahan dan agitasi/kegalauan. Mengapa demikian? Ini semata-mata
karena anda masih melekat kepada suka dan tidak suka.
Pikiran
tidak hanya berkecenderungan kepada satu obyek saja, tetapi kepada banyak
obyek. Apapun obyek yang masuk melalui mata dan telinga (dll), pikiran akan
mengejar untuk mencengkeramnya. Ia selalu demikian adanya, dengan keinginan
yang terus-menerus bereaksi di dalam pikiran tanpa pernah tenang. Sang Buddha,
karenanya, mengatakan bahwa selalu ada keinginan terhadap hal-hal yang baru.
Mungkin sekarang tertarik kepada bentuk tertentu (dsb), tapi setelah melihat
obyek yang baru, keinginan terhadap obyek yang baru tersebut akan membuat kita
membuang obyek lama. Penolakan serta keinginan baru tersebut terus berlanjut
tanpa ada hentinya. Selanjutnya obyek yang baru ditangkap sebagai 'milik yang telah
dikuasainya' ini berulang-ulang terus, berpindah dari satu obyek ke obyek lain.
Penolakan terhadap obyek yang lama dapat pula digolongkan dalam "keinginan
terhadap kemusnahan", yakni perjuangan untuk menghindar dari keadaan atau
kondisi saat ini. Ketika suatu obyek telah berubah dan lenyap, pikiran lalu
berjuang lagi untuk mendapatkan yang baru.
Jika
anda dapat tetap pada satu obyek, maka nafsu keinginan akan berhenti pada obyek
yang lama tanpa bergerak kepada obyek yang baru. Tapi keinginan ini tiada
akhirnya. Ia terus-menerus muncul untuk melepaskan obyek yang lama dan meraih
yang baru. Karena ini masalahnya, meskipun karakter keinginan dibagi menjadi
tiga, namun sebenarnya mereka adalah satu. Keinginan tak pernah surut
sedikitpun untuk menjadi ribuan keinginan. Itulah sebabnya ia mempunyai sifat
untuk selalu menangkap obyek yang baru dan menarik. Dengan berkesinambungan.
Terus-menerus, ia terpikat dan melekat kepada obyek dan selalu menginginkan
lebih dan lebih. Ia tak pernah merasa cukup atau puas.
Periksalah
pikiran anda dan berhati-hatilah terhadap nafsu-keinginan ketika ia keluar
menerima obyek-obyek. Anda mungkin bisa menangkap kondisi/sifat pikiran ini,
tapi pada awalnya anda tidak dapat menangkap dengan cepat. Biarpun begitu,
adalah sangat baik untuk mencoba mengikutinya dari belakang hingga pikiran
cukup cepat dan tangkas untuk menangkap dirinya sendiri.
Untuk
dapat menangkap, pikiran saat ia keluar meraih obyek-obyek; pusatkan perhatian
anda pada 6 landasan indera yang berpasangan (ayatana luar dan ayatana dalam):
mata dan bentuk yang dilihat sebagai satu pasang; telinga (sota) dan suara yang
didengar sebagai satu pasang; hidung dan bebauan sebagai satu pasang; lidah dan
rasa-kecapan sebagai satu pasang; badan dengan sentuhan sebagai satu pasang dan
pikiran dengan hal-hal yang dipikirkan sebagai satu pasang. Ini bukan berarti
anda harus berkonsentrasi kepada mereka semuanya secara bersama-sama, tetapi
bersiap-siaga untuk mengawasi obyek yang mana saja, ketika terjadi kontak. Jika
ia muncul dari bentuk-bentuk, maka pusatkan perhatian anda pada mata dan obyek
bentuk tersebut; jika yang muncul adalah suara maka pusatkan kepada telinga dan
suara yang muncul; dan seterusnya.
Sekarang,
cobalah praktikkan hal ini: biarkan pikiran anda mengembara keluar, tetapi anda
harus amat waspada dan sadar ketika ia muncul berturutan. Maka kemudian anda
akan mengetahui bahwa kesadaranlah yang mengetahui ketika anda melihat bentuk
atau ketika mendengar suara. 'Melihat' dan 'mendengar' adalah kesadaran, dan
anda akan menjumpai keadaan yang sama bila anda memusatkan perhatian pada
indera-indera yang lain.
Perhatikan
pada saat kontak, apa yang anda lihat atau dengar? Anda melihat suatu bentuk,
anda mendengar suara. Untuk dapat berhasil melihat, maka bentuk dan melihat
harus muncul bersama dalam kontak. Suara dengan mendengar --demikian juga
dengan indera-indera lainnya--, harus terjadi kontak terlebih dahulu sebelum
suara atau bebauan (dsb) berhasil dirasakan.
Selanjutnya
pusatkan pada perasaan. Jika suatu obyek yang masuk ke dalam kontak itu
sesuai/disukai, maka perasaan senang timbul; jika ia tidak sesuai/tidak disukai
maka perasaan jengkel timbul; dan jika ia adalah obyek netral atau obyek yang
biasa, maka perasaan bukan senang pun bukan jengkel akan timbul.
Pusatkan
pada pencerapan, yang mengingat-ingat dan merasa, yang mengikuti perasaan.
Pusatkan
pada kemauan (sancetana) atau kehendak dari pikiran yang mengikuti pencerapan.
Bila pencerapan muncul dari rasa senang, maka pikiran anda lalu memusatkan diri
pada kesenangan tersebut; begitu pula ia bereaksi terhadap kejengkelan ketika
ia mencerap penderitaan, dan terhadap bukan-jengkel pun bukan-senang ketika
pencerapannya seperti itu.
Pada
titik ini anda harus sudah melihat dengan jelas nafsu-keinginan sebagai pikiran
yang berkecenderungan meraih dan menangkap suatu obyek. Apapun jalan yang
dipilih dan dicenderungi oleh pikiran, ia selalu berlari keluar dan melekat
pada arah itu. Jika ia berangkat dari pencerapan yang mengikuti perasaan suka,
maka hawa-nafsu akan timbul. Jikalau ini menyangkut tentang kehidupan, maka
keinginan untuk terus hidup akan timbul, dan jika ini menyangkut perasaan
sakit/jengkel, maka akan timbul keinginan terhadap kemusnahan, yang merupakan
keinginan untuk menghindarkan dari keadaan yang menyakitkan tersebut. Bila
pikiran berkecenderungan terhadap perasaan netral, maka salah satu dari tipe
keinginan ini muncul. Inilah yang disebut melihat pikiran yang berkecenderungan
keluar dengan keinginannya untuk menangkap obyek-obyek.
Sekarang
perhatikan 'pikiran-untuk-berpusat' dan 'pikiran-untuk-bertahan'
(vitakka-vicara), yakni pikiran yang berefleksi, dan anda akan melihat bahwa ia
pun jatuh di bawah pengaruh kekuasaan keinginan.
Dengan
mengikuti urut-urutan ini anda akan menyadari bahwa semuanya itu berawal dari
mata dan bentuk, atau telinga dengan suara (dst), ketika pikiran secara
berangsur-angsur, setingkat demi setingkat, berkecenderungan keluar untuk
menangkap dan memegang obyek. Inilah yang kemudian merupakan keinginan, dan
memaksa 'pikiran-untuk-berpusat dan bertahan' berada di bawah kendalinya.
Anda
sekarang dapat menyimpulkan bahwa keadaan dari keinginan ini secara langsung
bergantung pada nama-rupa. Mata dengan bentuk, telinga dengan suara (dst),
adalah kelompok materi, sementara pikiran yang memiliki kecenderungan keluar
untuk menerima obyek adalah sebagai kelompok batin. Tapi ini bukanlah keadaan
yang normal dari batin, karena seharusnya ia melepaskan obyek-obyek, tetapi
malah dia melekat kepada obyek-obyek. Apakah obyek tersebut disukai ataupun
tidak, kita tetap melekat kepadanya, dan inilah yang membentuk keinginan.
Keinginan ini muncul bergantung pada rupa dan nama, dan tidak pada yang
lainnya. Ini dapat disebut sebagai nama-dhamma karena ia merupakan agen pembuat
angan-angan seperti halnya bentuk-bentuk pikiran.
Mengapa
pikiran berbuat dan berangan-angan dalam cara seperti ini? Karena ia masih di
bawah pengaruh kekotoran-kekotoran batin yang dikenal sebagai kanker (asava)
pada pikiran yang cenderung keluar. Ini adalah kecenderungan laten (anusaya)
dari keinginan yang selalu ada dan bertempat tinggal di dalam pikiran. Pada
umumnya ia tidak menampakkan dirinya dan seolah-olah ia tidak tinggal di sana,
tetapi jika ada tantangan atau obyek yang mempesona datang dalam kontak maka
kemelekatan yang sudah laten ini akan berebutan keluar untuk mengambil dan
menangkap obyek tersebut. Pusatkan perhatian anda untuk melihat hal ini.
Apabila
anda dapat memperhatikan hal ini dengan tanpa lengah, maka kecenderungan laten
tersebut tidak akan mendapat kesempatan untuk muncul, dan obyek yang menarik
tersebut tak dapat mengganggu atau berkembang-biak. Kekotoran-kekotoran batin
yang laten tersebut kemudian dapat melemah dan tidak berkembang lagi. Dengan
perhatian yang tersusun sedemikian, waspada dan siap-siaga, kita akan berhasil
memotong akar-akarnya dan menghancurkan kelemahan-kelemahan dari pikiran
tersebut yang mana merupakan kekotoran-kekotoran laten.
Dengan
demikian, keinginan inilah sebagai awal-mula atau penyebab dari penderitaan
batin. Pikiran berkecenderungan keluar untuk menangkap dan melekat kepada
obyek, dan apabila tak dapat dielakkan --sesuai dengan sifat alamiahnya, obyek
tersebut berubah dan bertransformasi--, maka muncul penderitaan di dalam batin.
Akan tetapi, dengan kewaspadaan yang terus-menerus, pikiran tidak akan mampu
untuk mengejar dan mencengkeram obyek-obyek. Anda lalu dapat melepaskan mereka
dan dengan demikian penderitaan pun akan berakhir.
Penyebab
dari keinginan dan penderitaan, keduanya bergantung dan terletak di dalam
nama-rupa, dan oleh karena itu perhatian anda haruslah diarahkan ke sana dan ke
dalam pikiran. Maka perhatian lalu akan menjadi lebih cepat serta lebih tangkas
dan waspada.***
10
Oktober 1961
PERCAKAPAN
20
Penjelasan
Tentang Lenyapnya Penderitaan
(Dukkha
Nirodha)
Sekarang
saya akan membicarakan tentang lenyapnya penderitaan (dukkha-nirodha). Ajaran
Sang Buddha sanggup menjadi perlindungan (sarana) bagi dunia karena ia dapat
menjelaskan tentang Lenyapnya Penderitaan. Hal ini penting sekali karena inilah
tujuan kita. Jika ia tak dapat menjelaskan hal ini maka ia tidak mempunyai
esensi/intisari dan tidak berguna. Namun demikian, suatu metode latihan untuk
dapat membawa kepada lenyapnya penderitaan juga diperlukan, meskipun sebenarnya
dengan mengikuti jalan tersebut dituntut tugas dan tanggung jawab dari
tiap-tiap individu.
Meskipun
ajaran yang diajarkan adalah asli dan benar, namun jika anda tidak mengikuti
metode latihan tersebut, maka anda tidak akan dapat mencapai hasil dari
lenyapnya penderitaan. Itulah sebabnya, tugas itu tergantung kepada tiap-tiap
individu dalam melaksanakan latihan untuk mendapatkan hasilnya. Latihan ini
langsung berhubungan dengan pikiran. Hari ini, saya akan menjelaskan mengenai
hasil dan buah dari latihan tersebut, yakni: Lenyapnya Penderitaan/Dukkha.
Inilah buah yang utama dan paling penting dari latihan, yang memungkinkan anda
untuk melihat kebenaran dari ajaran Sang Buddha.
Sekarang,
pusatkanlah pikiran anda dan perhatikan kecenderungannya keluar untuk
mengetahui aneka macam kejadian. Pada saat sekarang ini, terdapat kecenderungan
keluar untuk menerima suara dari percakapan Dhamma ini. Jika anda sedang
menjaga pikiran anda, maka anda seharusnya mengetahui keadaannya. Apakah ia
tenang dan damai? Perasaan yang tenang dan seimbang menunjukkan bahwa Dhamma
telah terpancar keluar, dan Dhamma yang di dalam, dari pikiran yang terpusat
adalah "Niyyanika" - kemampuan untuk memimpin pikiran keluar dari
penderitaan. Ketenangan pikiran yang terjadi saat ini sudah merupakan berhentinya
penderitaan. Tetapi itu mungkin hanya merupakan penekanan sementara ketika
pikiran telah dipusatkan di dalam Dhamma. Meskipun demikian, sadarilah hal itu
manakala ia secara terus-menerus menyatu/berada di dalam dhamma, maka akan
terdapat penghentian penderitaan yang terus-menerus pula.
Sekarang
arahkanlah perhatian anda pada "kecenderungan keluar untuk
mengetahui" dari pikiran, tentang hal-hal yang diluar; bentuk-bentuk yang
terlihat, suara-suara yang terdengar (dst), dan kepada bentuk-bentuk atau
suara-suara yang terlihat/terdengar (dst) di waktu yang lampau, yang telah
diketahui dan disimpan di dalam pikiran (mano). Hal-hal ini juga diterima,
dengan "nafsu-keinginan", atau tidak diterima dengan
"penolakan", atau yang memperdayakan dengan "kekhayalan".
Pikiran seketika menjadi terganggu dan panas, dan tidak dapat ditenangkan
karena nafsu-keinginan, penolakan, dan kemelekatan yang membuta. Menggeloranya
pikiran kepada hal-hal tersebut di atas merupakan bentuk yang halus dari
penderitaan meskipun umumnya anda tidak sadar terhadap hal itu. Hanya setelah
merasakan tenangnya pikiran yang bersekutu dengan Dhamma, barulah anda akan
mengetahui gangguan-gangguan tersebut sebagai bentuk dari penderitaan.
Kebanyakan orang biasanya hanya tahu --banyak atau sedikit-- tentang bentuk-bentuk
yang menyolok/kasar dari penderitaan, seperti kesedihan, penyesalan, kesakitan,
tekanan batin, dan keputus-asaan, yang semuanya berasal dari bentuk-bentuk yang
halus dari penderitaan.
Renungkanlah
dengan lebih teliti, mengapa hal ini dapat terjadi, maka anda akan menemukan
bahwa semua ini karena adanya "aku" yang telah turut campur di dalam
banyak hal. Apa misalnya hal-hal itu?
Perhatikan
jasmani ini: ia terdiri dari banyak unsur; yang tingginya sedepa dan sekarang
sedang duduk di sini. Kita merasakan bahwa "jasmani ini adalah saya"
dan sebagaimana wujudnya ia, kita menganggapnya sebagai itu adalah
"saya". Melihat wajah kita pada cermin kita merasa bahwa itulah
"wujud saya". Melihat pada foto kita, kita berpikir bahwa itu adalah
gambaran "saya". Tidak hanya di sana terdapat "perasaan tentang
diriku", tetapi kita juga berharap bahwa "diri saya yang ada di dalam
jasmani ini" agar berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. Pujian
terhadap jasmani ini sangat disenangi, namun sebaliknya setiap kritikan pasti
ditolak. Meskipun kita tahu dengan pasti bahwa ada bagian-bagian dari jasmani
ini yang tidak begitu baik, kita tetap akan merasa senang terhadap puji-pujian
yang mengatakan kebalikannya --dan meskipun kita tahu itu berlebih-lebihan,
kita tetap masih menyukainya. Ini kemudian menjadi unsur-unsur lain yang
menyebabkan munculnya nafsu-keinginan di dalam batin.
Pusatkan
kembali pada pikiran yang cenderung-keluar ini. Sesungguhnya, pengalaman yang
disertai oleh keinginan ini (seperti yang telah saya jelaskan) adalah kondisi
dari pikiran yang cenderung keluar untuk mengetahui. Pertama ia melihat
bentuk-bentuk materi (rupa) --misalnya melihat tubuhnya pada cermin-- dan
melihat ini merupakan kesadaran. Jika anda menyukainya maka timbullah
kesenangan, atau bahkan jika anda tidak suka atau tidak membedakan, disana
tetap muncul perasaan.
Terdapat
pula pencerapan, kemudian bentuk-bentuk pikiran menciptakan pikiran-pikiran
tentang jasmani ini, dengan demikian, "perasaan" dan pikiran tentang
"jasmani saya" itu semuanya terkandung di dalam nama, sebagai proses
pikiran yang cenderung keluar untuk mengetahui. Nama ini bercampur dan berpadu
dengan nafsu-keinginan bersama dengan kemelekatan dan pencengkeraman. Bila
keadaannya seperti ini, maka seluruh pengalaman dan pikiran anda bercampur dan
dirembesi oleh kekotoran-kotoran (batin).
Meskipun
anda mungkin merasa puas dengan jasmani anda sendiri, ia tetap --sesuai dengan
kenyataannya-- adalah Rupa, sementara 'perasaan' tersebut adalah tetap nama.
Setelah penyelidikan yang lebih teliti, anda akan mendapati bahwa perasaan puas
yang dirasakan terhadap jasmani ini tak dapat dibandingkan dengan rasa puas
dari ketenangan yang timbul dari Dhamma, maka ini akan menjadi bukti bagi diri
sendiri.
Sekarang
masih ada hal lainnya yang penting untuk diketahui: Kita mesti terus-menerus
menyadari tentang hakikat dari rupa dan nama ini. Hakikat mereka sesungguhnya
adalah diikat oleh ketidak-kekalan (aniccata), penderitaan (dukkhata) --karena
mereka tidak dapat tetap stabil--, dan bukan Aku (anattata). Seluruh rupa dan
nama pasti mengalami perubahan mulai dari permulaan saat kelahirannya hingga
kepada akhirnya mati, yang mana terus-menerus berubah pada saat di antaranya.
Rupa (materi) ini yang sangat dilekati oleh setiap orang mesti juga mengalami
perubahan dan pergantian.
Maka
dari itu, kita harus menyadari pikiran yang telah menipu kita ke dalam petasaan
suka dan puas terhadap perubahan rupa yang terus-menerus ini. Misalnya,
meskipun terjadi penuaan, kita berlaku seolah-olah tidak tua. Jika kemudian
seseorang berkata bahwa kita tua, maka kita tidak suka; tetapi bila mereka
mengatakan sebaliknya kita merasa suka --meskipun pada kenyataannya kita tua!
Kita menyukainya ketika mereka memuji-muji kita meskipun kita tahu betul bahwa
kita sebenarnya sedang membodohi diri kita sendiri pula, kita membuangnya
jauh-jauh dan berpikir "belum tua, belum tua, tak usah kuatir biar itu
urusan nanti". Ketika rupa ini berubah ke arah kehancurannya, kita
berusaha menahannya, sehingga dengan demikian timbullah perlawanan dan
kekalutan di dalam pikiran. Kebahagiaan menjadi mustahil bila pikiran kita
tetap berjalan melawan jalannya alam dan menolak hukum-hukumnya.
Semua
ini adalah akibat dari ketamakan yang menimbulkan kemelekatan dan
pencengkeraman. Pertama-tama kita mencoba memegang sesuatu sebagai
"diri-saya" kemudian mencoba mendapatkan yang lainnya lagi. Kita
melekat dan hal tersebut kemudian menjadi "milik kita", ketika ia
berubah kita klaim sebagai "milik kita berubah", dan ketika ia hancur
itu menjadi "kehancuran milik kita". Oleh karena itu, kita
terus-menerus berputar dengan nama-rupa sebagaimana ia terus-menerus timbul,
berubah, dan lenyap. Pusaran yang berputar inilah jantung dari penderitaan dan
jauh dari kedamaian dan ketenangan yang merupakan kebahagiaan. Kemudian ketika
nama-rupa gagal mengikuti harapan kita pada saat pertama kita memegang mereka
--dan kita tetap berusaha memegang mereka--, maka beban penderitaan lainnya
lalu datang, yakni: kesedihan, ratapan dan berbagai penderitaan lainnya yang telah
disebutkan di depan.
Untuk
menyelamatkan keadaan ini dan mengakhiri penderitaan maka dibutuhkan suatu
pemeriksaan terhadap "sang aku" tersebut, yang ikut berputar dengan
banyak hal yang timbul dan lenyap. Hal ini lebih khusus dimaksudkan adalah
perputaran dengan nama-rupa, baik di dalam maupun di luar. Pusatkan perhatian
untuk melihat bahwa bila "sang aku" berputar bersama mereka, maka di
sana pasti ada penderitaan pula; dan makin sedikit kita melekat, makin sedikit
penderitaan yang harus kita pikul.
Untuk
benar-benar dapat mengurangi perputaran ini anda harus memusatkan perhatian
kepada nafsu dan kemelekatan yang ada di dalam batin anda. Lihatlah bahwa:
"ada keinginan timbul"; "ada keinginan dan kemelekatan
timbul". Sadarilah hal tersebut bahwa "makin banyak keinginan berarti
makin banyak penderitaan", dan "makin sedikit keinginan dan
kemelekatan berarti makin sedikit penderitaan". Lenyapnya seluruh
keinginan dan kemelekatan berarti lenyapnya seluruh penderitaan, dan inilah
bentuk dari Lenyapnya Penderitaan (Dukkha-Nirodha).
Namun
demikian, pada tahap awal dari latihan, adalah mustahil untuk melenyapkan semua
keinginan dan kemelekatan. Oleh karena itu, pilihlah dengan bijaksana keinginan
anda. Jangan menginginkan dan melekat terhadap sesuatu yang jahat; tapi
sebaliknya ambillah dengan sadar hanya kepada yang baik dan berguna. Dengan ini
saja sudah dapat melenyapkan penderitaan akibat perbuatan yang jahat, dan anda
juga akan menerima kebahagiaan yang timbul dari pengembangan perbuatan baik.
Apabila anda telah melaksanakan dan melatih kebajikan dengan tanpa batas, maka
anda tidak perlu lagi mengharapkan kebaikan lainnya --karena anda sudah berada
dalam kebaikan itu sendiri. Pada titik ini tak perlu lagi untuk mengharapkan
sesuatu karena itu sudah tahap akhir dan terpenting dari suatu pencapaian.
Pada
tahap sekarang ini, anda masih perlu berpegang pada kebajikan yaitu sila dan
aturan-aturan kemoralan, terhadap samadhi dan terhadap kebijaksanaan. Gunakan
sila untuk melenyapkan penderitaan akibat perbuatan yang salah dan tak berguna.
Gunakan samadhi untuk melepaskan kemelekatan ketika ia timbul di dalam pikiran,
sehingga ia dapat melenyapkan penderitaan. Pergunakan kebijaksanaan yang telah
terlatih sebagai alat untuk melenyapkan penderitaan yang timbul dari noda-noda
yang lebih halus, yakni keinginan dan kemelekatan.
Berbicara
tentang kebijaksanaan untuk menyelidiki: pusatkan diri pada rupa dan nama dan
tembusilah sifat-sifat alamiah mereka yakni kemunculan dan kelenyapan. Kemudian
apapun obyek yang masuk akan diterima oleh kebijaksanaan yang akan mampu
melihat langsung kepada muncul dan lenyapnya, dan ia akan dipadamkan ketika ia
mencapai pikiran. Seberapa banyaknya keinginan atau penolakan yang dimiliki,
sebegitu pula kebodohan dan kekhayalan yang akan muncul; setelah mencapai
pikiran semuanya akan dipadamkan oleh kebijaksanaan yang menembus ke dalam
proses timbul dan lenyapnya segala sesuatu. Maka obyek tersebut kemudian
kehilangan kekuatannya dan pikiran tak lagi terguncang atau dibuat kecewa
olehnya.
Tetapi
umumnya bila obyek masuk ke dalam pikiran orang awam, mereka langsung melekat
dan diam di sana. Ketika suatu bentuk terlihat atau suatu suara terdengar, ia
masuk ke dalam dan menempel dengan cepat di dalam pikiran. Obyek ini memiliki
kekuatan untuk mengganggu pikiran, tapi bila kebijaksanaan yang bersekutu
dengan pengetahuan (tentang timbul dan lenyapnya segala sesuatu) telah
berkembang, ia dapat memotong mereka seluruhnya. Ini kemudian menjadi ketetapan
hati dan keyakinan. Ini merupakan akhir dari derita yang tak akan lagi datang
mengganggu pikiran. Inilah cara berlatih untuk melenyapkan penderitaan.
Alat-alat
dan strategi untuk melenyapkan penderitaan dengan mantap, setahap demi setahap,
adalah dengan ketekunan dan penyelidikan yang terus-menerus ke dalam nama-rupa
untuk melihat kemunculan dan kelenyapannya; dan latihan membersihkan pikiran
sehingga ia dapat melihat sifat-sifat alamiah dari benda-benda. Kesembuhan
penderitaan yang ada di dalam (batin) akan mempertinggi kesadaran dan
kebijaksanaan anda, sehingga anda mampu mencari jalan yang terbaik dalam
menghadapi setiap penderitaan dari luar yang mungkin anda hadapi.
Jika
anda telah menguasai cara-cara latihan secara Buddhis ini, anda akan mampu
menghadapi segala bentuk penderitaan. Meskipun jika anda dikelillingi oleh
penderitaan-penderitaan (luar), anda dapat dengan mudah meniadakannya dan
pikiran anda tetap tenang. Ajaran agama Buddha adalah suatu ajaran yang
menawarkan perlindungan yang sangat nyata karena ia mengajarkan cara yang benar
untuk menghilangkan penderitaan. Tapi untuk merealisasi hal ini, anda harus
belajar dan berlatih dengan cara yang telah saya jelaskan di sini. Maka
kemudian anda akan menerima hasil yang bertahap dari usaha pelenyapan
penderitaan, sesuai dengan tingkat latihan anda.***
17
Oktober 1961
PERCAKAPAN
21
Kesunyataan
Tentang Lenyapnya Penderitaan
digabungkan
dengan
Kesunyataan
Tentang Sang jalan
Silakan
sekarang anda pusatkan perhatian ke dalam diri anda. Pusatkan kepada pikiran
dengan gerak-geriknya. Ini berarti melihat pikiran yang sedang memikirkan
bentuk-bentuk pikirannya, perhatian-perhatian, atau keasyikannya saat ini.
Apakah pikiran anda tenang atau tidak? Jikalau ia sedang mendengarkan
percakapan Dhamma ini, ini berarti melihat sang pikiran yang sedang berpikir
tentang percakapan Dhamma yang sedang didengar ini. Obyeknya pada saat ini
adalah Dhamma yang sedang didengar dan dipikirkan ini.
Percakapan
ini menerangkan bahwa penderitaan asalnya dari keinginan, dan keinginan timbul
sekaligus lenyap di dalam obyek yang menggembirakan dan menyenangkan
(piyarupa-satarupa). Ketika keinginan berakhir pada tempat di mana ia timbul
maka di sanalah ia lenyap. Ini tidak ada hubungan dengan hal-hal yang di luar,
tapi hanya yang berkaitan dengan obyek-obyek tersebut dan keasyikan-keasyikan
pikiran.
Obyek
yang membuat kita 'gembira dan senang', yang oleh sang pikiran dipikirkan
dengan seksama, adalah benar-benar suatu bentuk yang ada. Bila kita melihat
seseorang dengan mata kita, maka kemudian pikiran mengambil alih bentuk tersebut
sebagai gambaran atau bayangan batin (mental image). Ia muncul di dalam batin
sebagai gambaran yang utuh dari bentuk orang yang dilihat tersebut. Jika selain
orang, anda melihat pohon, gunung, atau hal-hal yang lain, maka pikiran
mengambil alih dan ia muncul seutuhnya di dalam batin sebagai pohon, gunung
atau apa saja. Ketika anda mendengar suara melalui telinga, pikiran akan
mengambil alih suara tersebut sebagai gambaran yang komplit ke dalam batin.
Pikiran mengambil bentuk melalui mata, suara melalui telinga (dan hal yang sama
terhadap indera-indera yang lain) sebagai bayangan batin. Maka seluruh obyek
tersebut tampak sebagai sesuatu yang benar-benar ada di dalam pikiran.
Namun
demikian, pikiran tidak mengambil dan memasukkan segala sesuatunya (ke dalam
batin) sebagai bayangan batin. Suatu bentuk atau suara atau apapun yang tidak
menarik akan dibiarkan lewat, sedangkan hal-hal yang menarik akan ditangkap
sebagai bayangan batin. Karena itulah, hal ini mengapa Sang Buddha menggunakan
istilah 'obyek yang menggembirakan dan menyenangkan' kepada segala sesuatu yang
mempesonakan dan memikat pikiran sehingga diambil sebagai bayangan batin.
Keinginan
dan kemelekatan akan menyerap bayangan tersebut dan kemudian dapatlah disebut
bahwa sang penyebab (samudaya) --atau keinginan-- telah lahir. Jika di sana
tidak ada bayangan atau obyek yang menggembirakan dan menyenangkan, maka
keinginan tidak muncul. Meski belakangan ia muncul di dalam pikiran, keinginan
dapat muncul pula. Maka dikatakan bahwa ketika ia muncul, ia ada bersama dengan
obyek yang menggembirakan dan menyenangkan --yang sesungguhnya hanyalah
khayalan/bayangan dan obyek-obyek saja.
Mengapa
keinginan bisa muncul? Karena ketidaktahuan atau kebodohan yang menguasai
bentuk-bentuk pikiran tersebut. Bila kebodohan yang mengawasi, maka bayangan
tersebut akan menjadi seolah-olah nyata, dan kemudian disenangi, tidak
disenangi, atau terpikat. Tetapi jika anda sekarang mengawasi dengan
pengetahuan, bukan dengan kebodohan, maka anda akan melihat itu semua hanyalah
materi dari gambaran-gambaran batin yang dimasukkan dan diwujudkan oleh pikiran
sebagai hal yang nyata. Suatu bentuk yang dilihat oleh mata sebenarnya berada
di luar, tetapi ia muncul untuk memantapkan dirinya di dalam pikiran karena
suatu gambaran telah diciptakan darinya. Hal ini dapat dibandingkan dengan
memotret. Meskipun hal yang sebenarnya berada di luar, ia muncul seolah-olah
nyata di dalam film. Tentu saja, kenyataan ia hanya bayangan yang ditangkap dan
bukanlah benda yang sebenarnya. Pikiran manusia yang membuat bayangan batin
tersebut adalah mirip dengan film yang menangkap setiap bentuk melalui susunan
lensa yang diatur, yang dapat dibandingkan dengan organ penglihatan kita.
Sekarang,
pusatkan Pengetahuan tersebut untuk menyelidiki tahap selanjutnya. Di sana
terdapat bayangan batin, suatu obyek atau benda yang ditangkap dan diwujudkan
di dalam pikiran, dan di sana juga ada benda-benda yang diluar. Ini mungkin
saja berupa orang, pohon, gunung, atau yang lain, dan mereka juga adalah
gabungan elemen-elemen yang berkondisi. Tak satupun dari hal-hal ini yang
eksis/ada tanpa didahului oleh unsur-unsur sebelumnya. Sekali mereka muncul,
maka mereka bertransformasi, berubah, dan akhirnya hancur. Karena itu, mereka
hanyalah unsur-unsur yang bergabung menjadi satu, unsur tanah membentuk
bagian-bagian yang padat, unsur cair membentuk bagian-bagian yang cair, unsur
api membentuk bagian yang panas, unsur angin dengan gerak, dan unsur angkasa
dengan ruang yang kosong. Itulah hal yang sebenarnya. Mereka semuanya adalah
kosong --kosong dari inti atau diri.
Pusatkanlah
'yang mengetahul' (yang bukan kebodohan) untuk melihat bayangan yang diuraikan
ke dalam unsur-unsurnya. Lihat ia sebagai kosong dan hampa dari inti dan diri
Ketika kekosongan ini terlihat jelas, maka bayangan batin tersebut --baik yang
disukai, tidak disukai, atau yang memperdayakan-- akan terpecahkan. Keinginan
lalu tak akan dapat muncul lagi, kemudian akan surut dan akhirnya lenyap.
Inilah mengapa ketika keinginan lenyap, maka berakhir pula kegembiraan dan
kesenangan terhadap benda-benda.
Hal
yang penting di sini adalah jika pikiran menangkap dan mengawasi bayangan batin
dari obyek-obyek yang menggembirakan dan menyenangkan dengan kebodohan, maka
keinginan langsung akan muncul. Inilah jalan dari munculnya penyebab
penderitaan. Akan tetapi jika pikiran dapat melihat semuanya dengan pengetahuan
bahwa segalanya adalah kosong dari inti atau diri, maka keinginan akan segera
lenyap. Ini adalah jalan untuk mencapai lenyapnya dukkha. Hal yang paling
menentukan dalam melenyapkan keinginan, karenanya, terletak pada "yang
mengetahui". Latihan pikiran untuk mengembangkan pengetahuan ini adalah
disebut sang Jalan (Magga) --cara latihan untuk mengakhiri penderitaan.
Pikiran
yang mengetahui adalah juga pikiran yang tenang, diam, sehingga latihan dalam
ketenangan adalah juga Jalan untuk mengakhiri penderitaan.
Pikiran
yang diam merupakan keadaannya yang alamiah, sehingga latihan untuk mencapai
keadaan yang alamiah ini dapat juga disebut Jalan untuk menuju lenyapnya penderitaan.
Oleh
karena itu yang paling penting adalah terletak pada melatih pikiran untuk
menjadi tahu, menjadi diam dan tenang, serta menjadi alamiah.
Jalan
langsung bagi pikiran untuk mengetahui adalah dengan jalan mengetahui tentang
penderitaan, mengetahui penyebab penderitaan, mengetahui lenyapnva penderitaan,
dan mengetahui Jalan untuk mencapai lenyapnya penderitaan.
"Mengetahui
penderitaan" artinya mengetahui bayangan-bayangan batin serta obyek-obyek
yang menggembirakan dan menyenangkan itu adalah semata-mata khayalan atau
bayangan, semata-mata benda yang menggembirakan dan menyenangkan, yang semuanya
muncul dan lenyap di dalam pikiran. Itu berarti mengetahui bahwa bahkan
benda-benda atau perwujudan-perwujudan yang ada di luar pun secara alamiahnya
mengalami muncul dan lenyap, terdiri atas unsur-unsur, dan kosong dari
inti/diri. Pusatkan untuk mengetahui kebenaran dari bayangan-bayangan batin ini
dan tentang jutaan hal yang menarik di luar, yang menyeret kita kepada
penciptaan bayangan-bayangan batin tersebut.
Oleh
karena itu, mengetahui tentang penderitaan ini bukanlah berarti melihat setiap
kesusahan yang timbul pada jasmani atau pikiran anda. Itu bukan seluruhnya.
Orang-orang mengalami berbagai tingkat kesedihan/kesusahan pada jasmani atau
batin karena sesungguhnya mereka tidak dapat melihat penderitaan, dan karenanya
tidak dapat membebaskan pikiran dari penderitaan. Mereka yang melihat
penderitaan dan mengetahui hakikat dari bayangan-bayangan batin dan benda-benda
di luar yang menggembirakan dan menyenangkan, tidak akan terkait dan melekat
kepada hal-hal tersebut, sehingga juga tidak akan menderita.
Mengetahui
penyebab penderitaan berarti pemusatan yang seksama terhadap keinginan dan
kemelekatan. Kondisi dari perasaan suka, tidak suka, atau kemelekatan membuta
terhadap bayangan batin, menunjukkan keinginan telah muncul. Belajarlah untuk
mengenali dan mengetahui keinginan ini, maka kemudian ia akan mereda.
Pusatkan
perhatian kepada saat mereda ini, lenyapnya penderitaan ini, yang telah anda temukan.
Sesungguhnya kita tidaklah terus-menerus dilanda oleh penderitaan. Penderitaan
hanya muncul jika terdapat nafsu-keinginan. Meskipun jika anda tidak berlatih,
pada beberapa kejadian, penderitaan akan berkurang dan hilang. Ini dapat
dipandang sebagai meredanya penderitaan yang sementara. Di dalam praktik
Dhamma, anda melenyapkan penderitaan dengan cara memusatkan perhatian pada
peredaan tersebut, yakni dengan cara menstabilkan dan menenangkan pikiran.
Pikiran kemudian akan bergerak secara alamiah, tenang, waspada, jelas dan
terang. Ini adalah ciri-ciri dari lenyapnya penderitaan. Anda harus menyadari
hal ini.
Mengetahui
cara latihan untuk menuju lenyapnya penderitaan membutuhkan pemusatan kepada
penyebab-penyebab menuju ke arah pelenyapan tersebut, yakni pikiran harus
mengetahui, tenang, dan alamiah. Tapi janganlah membiarkan penderitaan muncul
dan lenyap dengan sendirinya, karena itu tidak hanya memerlukan waktu yang lama
tetapi juga sangat berbahaya. Anda harus berlatih mengembangkan pengetahuan, ketenangan,
dan kealamiahan tersebut, karena hal ini akan menuntun ke arah lenyapnya
penderitaan, dengan jalan melenyapkan keinginan dan kemelekatan.
Keinginan
muncul dan lenyap pada tempat yang sama; tempat mana adalah tempat kegembiraan
dan kesenangan atau bayangan-bayangan batin. Tapi untuk melenyapkan keinginan,
dibutuhkan pengembangan pengetahuan atau kesadaran yakni kebijaksanaan, bukan
kebodohan. Bila kesadaran tersebut selalu dalam keadaan siap-siaga, obyek-obyek
tak dapat lagi masuk dan menyebabkan munculnya penderitaan, karena keinginan
tidak lagi dapat mengganggu --karena anda telah sadar sepenuhnya. ***
18
Oktober 1961
PERCAKAPAN
22
Kesunyataan
Tentang Sang Jalan (Magga)
Sekarang
kita sampai pada topik Delapan Jalan Utama (Magga), karena itu saya akan
menerangkan satu faktor secara berurutan sehingga anda dapat melihatnya di
dalam diri untuk diri anda sendiri. Jalan tersebut mempunyai delapan faktor,
yaitu:
Faktor
yang pertama adalah Pandangan Benar (samma-ditthi). Ini adalah pemahaman terhadap
penderitaan, asal mula (penyebab) penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan
menuju lenyapnya penderitaan.
Lihatlah
penderitaan ini di dalam diri anda sendiri ketika anda menghadapinya. Kemudian
pahami dia. Sadari bahwa lima khanda ini timbul karena ada kelahiran dan
kemudian pasti akan menjadi tua lalu mati. Ini adalah kejadian yang tak dapat
dielakkan. Jika anda menggenggam dan melekat kepada Lima khanda ini sebagai
"Aku dan milikku", kemudian ketika mereka terkait dengan penderitan,
maka demikian pulalah dengan anda. Pusatkan perhatian pada kebersamaan anda
dengan penderitaan dari khanda ini.
Lihatlah
penyebab timbulnya penderitaan. Ini adalah melihat keinginan dan hasrat dari
pikiran yang merupakan si pencipta berbagai bentuk penderitaan.
Lihatlah
pada peredaan dan berhentinya penderitaan. Ini adalah pikiran yang terang dan
jelas terhadap keinginan karena keinginan tersebut telah berkurang. Pada saat
ini, jika keinginan-keinginan telah reda, anda akan terlepas dari penderitaan,
meskipun hanya sementara. Lihatlah lenyapnya penderitaan yang sementara ini di
dalam pikiran dan perhatikanlah sang Pengetahuan dan Pengertian yang mampu
menghilangkan dan mendiamkan penderitaan tersebut. Melihat pengertian ini
berarti melihat sang Jalan.
Pusatkan
perhatian ke dalam diri anda sendiri untuk melihat kondisi penderitaan pada
saat ini, penyebabnya dan asal mulanya, lenyapnya, dan Jalannya.
Faktor
ke-2 adalah Pikiran Benar (samma-sankappa). Ini adalah pikiran yang bebas dari
keinginan nafsu-nafsu duniawi, bebas dari keinginan jahat dan kekejaman.
Pusatkan
untuk melihat pikiran dan bentuk-bentuk pikiran yang sedang terjadi di dalam
batin anda. Bagaimanakah keadaannya? Ketika pikiran anda bebas dari nafsu-nafsu
--ketika anda merenungkan Dhamma-- maka sadarilah hal itu. Jangan biarkan
mereka berkembang menjadi suka, bernafsu, dan mencoba mencari kepuasan pada
obyek-obyek penglihatan, suara-suara, bebauan, rasa, atau sentuhan.
Ketika
pikiran bebas dari itikad jahat dan keinginan untuk membalas dendam, serta bebas
dari kekejaman, maka sadarilah ia. Lihat dan sadarilah pikiran anda beserta
kecenderungan-kecenderungannya.
Faktor
ke-3 adalah Ucapan Benar (samma-vaca). Ini adalah menghindari diri dari
berbohong berbual/bergosip, berkata kasar, dan obrolan kosong. Lihatlah hal ini
di dalam pikiran anda sendiri. Apakah pikiran terhadap penghindaran tersebut
ada atau tidak ada pada saat ini? Jika ia dapat diamati, ini menunjukkan bahwa
faktor ucapan benar telah hadir. Anda tak perlu mengucapkan yang lainnya; hanya
dengan diam dan dengan penghindaran tersebut saja sudah berarti ucapan benar.
Faktor
ke-4 adalah Perbuatan (jasmani) Benar (samma-kammanta). Ini adalah menghindari
diri dari pembunuhan, pencurian, dan perilaku seksual yang salah. Lihatlah bila
penghindaran ini ada pada pikiran anda pada saat ini. Jika ia ada, maka anda
harus mengerti bahwa ini adalah perbuatan yang benar. Tak ada lagi yang perlu
dilakukan untuk itu; karena dengan penghindaran tersebut sudah berarti
perbuatan benar.
Faktor
ke-5 adalah Penghidupan Benar (samma-ajiva). Ini adalah menghindari diri dari
penghidupan yang salah dan berusaha menjalani cara-cara penghidupan yang benar
dan patut. Pusatkan perhatian ke dalam pikiran untuk melihat gaya/cara hidup
anda pada saat ini. Apakah untuk memenuhi kebutuhan hidup, anda peroleh dengan
cara yang benar atau salah? Jika anda yakin bahwa mereka diperoleh dengan cara
yang baik dan benar, maka anda dapat menganggap hal ini sebagai penghidupan
benar.
Faktor
ke-6 adalah Usaha Benar (samma-vayama). Ini adalah usaha untuk menghindari atau
mengatasi hal-hal yang jahat dan tidak berguna, serta mengembangkan dan
mempertahankan hal-hal yang baik/berguna.
Pusatkan
perhatian untuk melihat keinginan-keinginan buruk atau jahat, serta
keinginan-keinginan baik atau kebajikan/sila di dalam pikiran kita --karena di
sinilah ia muncul pertama kali. Selidiki untuk melihat perbuatan-perbuatan kita
(kamma) yang timbul dari dalam pikiran. Jika anda mendapati pikiran sedang
berpikir untuk melakukan perbuatan yang tidak berguna atau jahat, maka
berusahalah untuk dihindari. Jika penyelidikan anda menemukan bahwa pikiran
telah bersekutu dengan hal-hal yang tak berguna atau kejahatan, maka
berusahalah untuk mengatasi dan membuangnya, agar tidak lagi melakukannya.
Perbuatan-perbuatan jahat semacam itu dapat dihindari. Kita mampu untuk
menghindari hal-hal tak berguna tersebut.
Sekarang
pusatkan perhatian untuk melihat kebajikan/sila atau hal-hal yang bermanfaat.
Kebajikan yang belum anda laksanakan tetapi mampu dilaksanakan, maka kerahkanlah
usaha untuk melaksanakannya. Perbuatan-perbuatan baik yang telah anda lakukan,
usahakanlah untuk dipertahankan, dipacu, dan dikembangkan lebih lanjut.
Hal-hal
ini merupakan syarat-syarat untuk melatih usaha dan kemauan anda. 'Kemauan'
dapat diartikan sebagai keberanian untuk menghentikan perbuatan jahat yang
secara tidak langsung berarti keinginan untuk berbuat yang bermanfaat dan baik.
Keberanian
ini diperlukan karena adanya rintangan-rintangan yang menghalangi usaha/kemauan
kita, yakni: Rintangan-rintangan di dalam seperti kekotoran-kekotoran (kilesa)
dalam batin anda serta pengaruh-pengaruh luar di sekitar kita yang dapat juga
menjadi penghalang. Kekotoran-kekotoran ini adalah keserakahan, kebencian, dan
kebodohan atau keinginan yang mendorong kita untuk melanggar sila serta
melakukan kejahatan. Keadaan luar sekitarnya mempengaruhi orang-orang,
benda-benda atau berbagai macam hal di sekitarnya yang menarik, serta mendorong
pikiran untuk melakukan hal-hal buruk dan menjauhi sila. Bila ini masalahnya,
jika pikiran lemah dan mudah dipengaruhi, ia akan menderita akibat kekotoran
batinnya sendiri. Ia juga akan gagal melawan pengaruh-pengaruh lingkungan di
luar dan akan tersesat di dalam perbuatan jahat serta semakin jauh dari
kebajikan/sila.
Itulah
sebabnya anda harus menguatkan usaha dan keberanian anda sehingga pikiran
menjadi berani dan dapat menghadapi serta mengalahkan kekotoran-kekotoran batin
dan juga pengaruh-pengaruh lingkungan di luar. Anda lalu dapat menghindari
kejahatan dan mengembangkan kebajikan, sebagaimana telah dijelaskan di depan.
Selidiki pikiran anda untuk melihat apakah usaha-usaha tersebut sedang terjadi
pada diri anda, keberanian yang dapat mengalahkan kekotoran-kekotoran batin dan
pengaruh lingkungan di luar.
Jika
pikiran anda berani/tegar, tidak lemah, malas atau ragu-ragu, anda akan dapat
mengusir keinginan jahat dan mengembangkan kebajikan sila. Maka seluruh macam
kejahatan dapat dijauhi dan semua bentuk kebajikan dapat disempurnakan.
Kemudian anda dapat menyebut bahwa faktor dari usaha benar telah hadir/timbul.
Faktor
yang ke-7 adalah Perhatian Benar (samma-sati). Selidiki apa yang sedang anda
ingat-ingat atau yang sedang menjadi perhatian anda pada saat ini. Jika yang
sedang anda ingat sekarang berhubungan dengan hawa nafsu atau ketamakan,
kebencian atau kekhayalan, maka ini bukanlah perhatian benar. Hawa nafsu,
ketamakan, kebencian, dan kekhayalan ini singkatnya dapat dikelompokkan ke
dalam keinginan untuk memiliki dan keinginan untuk menolak --dua hal ini adalah
bentuk/jenis perhatian dan ingatan yang menyebabkan kekotoran-kekotoran timbul
di dalam pikiran. Pikiran mengingat atau menangkap hal yang menyenangkan, maka
muncul keinginan untuk memiliki, dan mengingat atau menangkap hal yang tidak
disenangi, maka muncul keinginan untuk ditolak. Semuanya ini bukanlah perhatian
benar (samma-sati).
Perhatian
benar adalah ingatan-ingatan yang hanya menghasilkan hal-hal yang akan
mengurangi dan menghilangkan kemelekatan dan penolakan serta membawa kita ke
arah ketenangan dan kebersihan di dalam pikiran. Ini meliputi: ingatan dan
penyelidikan terhadap keseluruhan jasmani anda. Ini telah dijelaskan secara
bertahap pada pembicaraan kita sebelumnya mengenai perhatian terhadap jasmani
(kayanupassana); penyelidikan terhadap perasaan senang, sakit dan netral
sebagaimana telah dijelaskan pada bab perhatian terhadap perasaan
(vedananupassana); penyelidikan terhadap pikiran dan keadaannya pada saat ini,
sebagaimana telah dijelaskan pada bab perhatian terhadap pikiran
(cittanupassana); penyelidikan terhadap obyek-obyek pikiran sebagaimana telah
dibicarakan pada bab perhatian terhadap obyek-obyek pikiran (dhammanupassana).
Penjelasan
yang terdahulu telah dijelaskan setahap demi setahap, tetapi secara singkat
dapat anda simpulkan sebagai berikut: mengingat dan melihat jasmani anda,
perasaan-perasaan, pikiran, obyek-obyek dan bentuk-bentuk pikiran. Sadarilah
sehingga anda mengetahui di dalam pikiran anda kondisi dari jasmani, perasaan,
pikiran, obyek-obyek dan bentuk-bentuk pikiran. Ambillah hal-hal ini sebagai
obyek untuk dilihat dengan jelas oleh pikiran. Misalnya, ketika anda memusatkan
perhatian kepada bagian-bagian jasmani, maka wujudkanlah ia dengan jelas
sebagai obyek di dalam pikiran. Begitu pula dengan perasaan, kondisi pikiran
atau kecenderungan-kecenderungan pikiran sebagai obyek yang jelas di dalam
pikiran.
Ini
adalah melihat dari luar, mengumpulkan obyek-obyek tersebut bersama-sama.
Keinginan untuk memiliki dan menolak yang berhubungan dengan obyek-obyek yang
dipikirkan timbul karena anda tidak melihat muncul dan lenyapnya. Jika anda
dapat melihat lenyapnya hal-hal tersebut sebagaimana ia muncul, maka keinginan
untuk memiliki dan menolak itu tidak dapat muncul, atau munculnya akan sangat
terlambat. Obyek yang menyebabkan munculnya keinginan untuk memiliki dan
menolak, tidak dapat lagi bertahan lebih lanjut, karena saatnya sudah hampir
lenyap.
Pusatkah
perhatian anda. Jika anda melihat bahwa ia mantap di dalam Dasar-dasar dari
Kesadaran (terhadap jasmani, perasaan, pikiran atau obyek-obyek pikiran dan ia
telah terpusat ke dalam), tidak lagi nyeleweng kepada obyek-obyek di luar, maka
ini menunjukkan --meskipun anda baru pada tahap permulaan--, bahwa anda telah
berada pada awal dari perhatian benar (samma-sati). Jika perhatian ini tangkas
dan tajam, ia akan dengan mudah menangkap dan menyadari proses kemunculan dan
kelenyapan, sehingga dengan demikian mampu mencegah timbulnya keinginan untuk
memiliki dan menolak. Ini menunjukkan bahwa perhatian sudah berkembang dengan
baik, dengan sepenuhnya, dan tajam. Selidiki Perhatian ini di dalam diri anda
sendiri: Jika terdapat ciri-ciri ini, maka anda boleh yakin bahwa itulah
Perhatian Benar (samma-sati).
Faktor
ke-8 adalah Konsentrasi Benar (samma-samadhi). Ini adalah pengaturan dan
pemantapan pikiran di dalam samadhi dan, ketika ia dipusatkan pada obyek, ia
menyatu di sana dengan mantap. Ini juga berkaitan dengan perhatian. Perhatian
memperhatikan jasmani, perasaan, pikiran dan obyek-obyek pikiran, sementara
samadhi memusatkan dan memantapkan dirinya di dalam jasmani, perasaan, pikiran,
atau obyek-obyek pikiran. Jika perhatian telah hadir tetapi samashi belum
terpusat mantap, maka kesadaran dan pengertian terhadap benda-benda belum bisa
muncul. Jika perhatian belum timbul, maka samadhi tidak mungkin terjadi. Ini
berarti bahwa kedua hal ini harus timbul bersama-sama: Perhatian terhadap obyek
dan samadhi terpusat pada obyek tersebut.
Periksalah
untuk melihat hal pada diri anda. Jika pikiran anda masih belum stabil dan
belum terpusat mantap, maka berarti samadhi belum terjadi. Nanti, bila pikiran
telah lebih maju, stabil dan terpusat mantap bersama dengan perhatian, ia akan
memunculkan pengetahuan (nana). Inilah yang disebut konsentrasi benar atau
samadhi benar (samma-samadhi)
Dari
8 faktor sang Jalan, maka ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar,
ketiganya mewakili kelompok kebajikan moral (sila). Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa ini adalah pikiran yang alamiah, yang bersifat teratur dan
terkendali tanpa ada pikiran-pikiran lain mengganggunya ke arah yang salah.
Jika anda memeriksa pikiran anda dan menjumpai hal yang alamiah ini, maka anda
dapat menyimpulkan bahwa inilah yang disebut kebajikan moral (sila), yakni:
ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar ada di dalam diri anda.
Tak perlu untuk melihat kepada banyak hal, cukup dengan melihat apakah pikiran
anda ada dalam keadaan yang alamiah. Jika demikian adanya, maka itulah yang
disebut kebajikan moral (sila).
Usaha
benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar, ketiganya dikenal sebagai
samadhi. Ini adalah keadaan pikiran yang tenang dan terpusat mantap. Periksa
pikiran anda untuk melihat apakah ia tenang dan terpusat mantap pada obyek yang
telah dipilih dengan tanpa terganggu. Tak perlu untuk menghitung komponen atau
bagian-bagian samadhi; cukup melihat apakah di dalam pikiran anda telah stabil
dan tenang. Jika demikian adanya, maka itulah samadhi.
Pandangan
benar dan pikiran benar, keduanya mewakili kebijaksanaan (pannya) yakni Yang
Mengetahui. Periksa pikiran anda untuk melihat apakah "Yang
Mengetahui" --yang sadar terhadap timbul dan lenyapnya segala sesuatu--
sedang hadir atau tidak. Jika ia hadir, maka ia segera dapat membereskan
kekotoran-kekotoran batin. Ia juga akan mengetahui sebelum kekotoran batin
timbul atau, jika sudah terlambat, ia akan dengan cepat menyadarinya dan dengan
cepat pula membereskannya. Yang Mengetahui inilah yang disebut kebijaksanaan,
dan dengan melihat hal ini saja sudah cukup bagi anda, sehingga tidak perlu
lagi meneliti faktor-faktor lainnya.
Kesimpulan
dari semua ini dapat kita katakan: Pusatkan perhatian kepada pikiran yang
alamiah, pikiran yang tenang serta faktor Yang Mengetahui yang ada di dalam
pikiran. Kita kemudian dapat menjabarkan hal tersebut kedalam Delapan Jalan
Utama sesuai dengan kondisi/syaratnya, seperti yang telah saya jelaskan di
atas.
Untuk
disimpulkan lagi: kita, dapat melihat bahwa pikiran yang alamiah, ketenangan
yang mantap pada pikiran, serta pikiran yang mengetahui, semuanya harus menjadi
satu. Pikiran yang alamiah semestinya adalah pikiran yang tenang, yang pada
gilirannya menjadi pikiran yang mengetahui. Mereka semuanya dapat disimpulkan
sebagai satu kesatuan. Inilah yang dimaksudkan oleh Sang Buddha ketika Beliau
mengatakan bahwa sila menjadi samadhi dan panna (kebijaksanaan), dari samadhi
menjadi sila dan panna, dan dari panna menjadi sila dan samadhi. Inilah titik
temu dari bersatunya sang Jalan.
Delapan
Jalan Utama ini dapat disimpulkan dan diringkas menjadi tiga faktor, dan
kemudian menjadi satu, yakni titik temu dari Sang Jalan. Setiap orang memiliki
praktik dalam cara ini di dalam dirinya, dalam pengembangan yang lebih luas
atau lebih sedikit.
Periksa,
sang Jalan ini di dalam pikiran anda masing-masing. Kaji ulang perinciannya
serta aspek-aspeknya secara luas dari bentuk Delapan Jalan Utama ini dan
penggabungannya menjadi bentuk tiga faktor lalu menjadi satu bentuk. Dengan
pemeriksaan yang terus-menerus, anda akan mengetahui timbulnya Sang Jalan di
dalam diri anda masing-masing: apakah ia masih kurang dan belum berkembang atau
sudah sempurna dan matang. Bila anda dapat setiap saat melihat dan mengetahui
kebenaran Sang Jalan di dalam diri anda, maka anda disebut "attannu"
--seseorang yang mengerti akan dirinya sendiri. Maka kemudian Sang Jalan akan
dapat dikembangkan dan ditembus dengan mantap.
Silakan
sekarang anda bersiap-siap untuk mendengarkan dengan penuh perhatian sementara
para bhikkhu menguncarkan paritta yang berhubungan dengan Sang Jalan ini.
Sesudah itu, usahakan memusatkan pikiran anda pada praktik untuk mencapai
ketenangan dan keseimbangan.***
25
Oktober 1961
SELESAI
Sumber
: http://www.samaggi-phala.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar